SKRIPSI
PUTRI LESTARI
0706263321
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
PUTRI LESTARI
070626321
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT Tuhan
semesta alam, atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Departemen
Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.
Penulis menyadari segala hambatan dan kesulitan selama penulisan ini
tidak dapat di lewati tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Endang Asijati, M.Sc selaku pembimbing I dan Dr.Yoki Yulizar,
M.Sc selaku pembimbing II, atas waktu, perhatian, pengertian, kesabaran,
bimbingan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Novena Damar Asri, S.Si yang telah memberikan waktunya untuk mengedit
penulisan skripsi maupun presentasi.
3. Ir. Widyastuti Samadi M.Si selaku Pembimbing Akademik atas perhatian,
saran-saran dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis selama masa
perkuliahan dan penelitian.
4. Dr. Ridla Bakri. M. Phil selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA UI, Dra.
Tresye Utari, M.Si selaku Koordinator Penelitian, Ir. Hedi Surahman, M.Si
selaku Koordinator Laboratorium Penelitian, Dr. Jarnuzi Gunlazuardi dan
segenap dosen-dosen pengajar Departemen Kimia FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama belajar di Kimia.
5. Para staf dan karyawan Departemen Kimia FMIPA UI terutama Mba Ina, Mba
Cucu, Mba Ema, Mba Tri, Pak Kiri, Pak Amin, Babe, Pak Marji, Mas Hadi
dan yang tak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah
diberikan.
6. Pak Sunardi selaku pimpinan afiliasi yang telah memberikan ijin untuk
menggunakan instrumen di lab afiliasi dan memberikan melamin.
7. Kak Rasyid, Kak Puji, Kak Alfin, Dio, Daniel, Rispa dan para staf afiliasi
yang telah membantu Penulis dalam pengukuran instrumentasi.
8. Keluarga tercinta, Ebak Suwardi Zubairi, Emak Enny Lestina, Uwo Naida
Aulia, Kaka Raden Ernani S., Udo Maula Kurnia, Udo Abdillah atas semua
kasih sayang, cinta, dukungan moril, dukungan materi, semangat, nasehat, dan
doa yang selalu diberikan untuk penulis.
9. Seluruh keluarga besar Ebak dan Emak, terimakasih atas bantuan dan doa
yang diberikan.
10. Keponakan yang imut, Uqina Attaqi dan Kireina Hilwa yang telah mengusir
lelah dengan tawa dan tingkah polah yang lucu.
11. Teman seperjuangan sepenelitian, Riri Ayu Nastiti yang telah memberikan
saran, nasihat selama penelitian dan senda gurau yang melengkapi penelitian
ini.
12. Sahabat setia Dinar, Icha, Dina, dan Bunga yang selalu ada mendengarkan
keluh kesah, mengingatkan dan menyemangati.
13. Teman seperjuangan sepenelitian, Rohman Nurdiansyah yang memberikan
dengan sukarela bagian terpenting dalam penelitian ini.
14. Teman seperjuangan sepenelitian, Kak Sonia, Bu Nurlita, Rosa, dan Ayas
yang telah membantu dengan meminjamkan alat-alat pendukung penelitian
dengan sukarela.
15. Teman terbaik, Gisha, Adi, Ari, Dante, Awe, Sisil, Fitri, Ikan, Hesty, Ikor,
Yuliga, Rani, Savitri, Santi, Yomi, Ika, Hani, Sabil, Widya, Eci, Mita, Widi,
Wahyu, Atur, Zetry, Adli, dan Manah.
16. Kak Tika yang selalu menjadi penyejuk hati yang galau.
17. Teman seperjuangan penelitian Lina, Sania, Ochi, Ocha, Umar, Mumu, Dinda,
Vivi, Yogi, Dea, Icha, Ka Narita, dan Ka Reka.
18. Seluruh teman-teman angkatan 2007 atas tawa, canda, suka, duka, dan harihari indah yang telah dilalui, serta seluruh teman-teman angkatan 2008,
(terutama ina dan budi), 2009, dan 2006 atas dukungan dan semangat yang
diberikan.
19. Praktikan Praktikum Biokimia Biologi Reguler 2009, Shandy, Amel, Bidin
dan Stephany.
20. Teman-teman terbaik Kelas X.1 SMA Bani Saleh yang selalu kompak.
21. Last but not Least my Precious Person, Mas Ito, yang selalu memberikan
waktu, tenaga, pikiran, perhatian, cinta, kasih sayang, dukungan, saran,
nasihat, semangat, dan pengorbanan.
Akhir kata, penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekhilafan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Putri Lestari
: Kimia
: Modifikasi Nanopartikel Emas dengan 2-Merkaptoetanol Asam sianurat sebagai Sensor Melamin
Melamin merupakan suatu zat organik yang tidak dapat di metabolisme oleh
tubuh dan akan dikeluarkan melalui ginjal bersama urin. Namun bila terdapat
Asam sianurat di dalam tubuh Melamin dan Asam sianurat akan membentuk suatu
kristal yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal akibat adanya
penyumbatan saluran ginjal oleh kristal tersebut. Masuknya Melamin ke dalam
tubuh dikarenakan penyalahgunaan Melamin sebagai zat aditif dalam susu untuk
meningkatkan kadar Nitrogen yang ditentukan dengan Metode Kjieldahl.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu sensor yang dapat mendeteksi
adanya Melamin secara visual dan dapat diukur secara kuantitatif konsentrasinya
menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis dengan memodifikasi nanopartikel emas.
Nanopartikel emas dimodifikasi dengan 2-Merkaptoetanol sebagai ligan jembatan
untuk bereaksi dengan Asam sianurat. Sensor untuk Melamin yang stabil
dihasilkan melalui varasi konsentrasi reagen yang digunakan dan pH larutan.
Larutan sensor berwarna merah yang akan berubah menjadi biru bila terdeteksi
adanya Melamin. Konsentrasi Melamin dalam larutan yang dapat terdeteksi oleh
sensor ini adalah 10 -9 sampai 10-11 M. Untuk mengaplikasikan sensor ini ke dalam
susu perlu dilakukan perlakuan awal untuk menghilangkan pengaruh matriks.
Dengan asam trikloroasetat didapatkan rekoveri sebesar 84%.
Kata kunci: Melamin, Sensor Kimia, Sensor Melamin, Asam Sianurat, AuNp
xv + 69 hlm; gbr.43; tab.6; lamp 10. ;
Bibliografi: 35 (1991 -- 2011)
ABSTRACK
Name
Subject
Title
: Putri Lestari
: Chemistry
: Modification of Gold Nanoparticles with 2-Merkaptoetanol Cyanuric acid as a Melamine Sensor
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................
i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
KATA PENGANTAR .................................................................................
v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. viii
ABSTRAK ..................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ..........................................................................
1.1 Latar Belakang Penelitian................................................................
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................
1.3 Hipotesis.............................................................................................
1.3 Tujuan Percobaan............................................................................
1
1
4
4
5
6
6
11
12
15
17
17
22
22
25
25
25
25
25
26
26
26
26
26
27
27
27
27
27
27
28
28
28
29
29
29
29
29
29
30
30
32
32
32
33
37
41
46
52
54
57
3.4.2
3.4.3
3.4.4
3.4.5
30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 2.16
Gambar 2.17
Gambar 2.18
Gambar 2.19
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
39
43
AME-CA ............
51
Gambar 4.19
Gambar 4.20
Gambar 4.21
Gambar 4.22
Gambar 4.23
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
18
49
54
57
58
59
DAFTAR LAMPIRAN
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Melamin merupakan senyawa kimia bersifat basa yang digunakan
Pada penelitian kali ini digunakan AuNp yang dimodifikasi sebagai sensor
melamin. AuNp yang digunakan dibuat dari pereduksi NaBH4 untuk mendapatkan
ukuran nanopartikel yang kecil dari larutan HAuCl4 sebagai sumber Au3+ (Manna,
A, 2003). Untuk meningkatkan keselektifan AuNp dimodifikasi dengan asam
sianurat sebagai gugus aktif untuk melamin (Lu, Lehui, 2009). Akan tetapi, asam
sianurat tidak memiliki gugus yang dapat berinteraksi dengan AuNp sehingga
digunakan 2-merkaptoetanol sebagai ligan jembatan antara AuNp dengan asam
sianurat. Pemilihan ligan 2-merkaptoetanol sebagai jembatan dikarenakan
merkaptoetanol memiliki gugus SH yang dapat berinteraksi dengan AuNp dan
gugus OH yang dapat berinteraksi dengan asam sianurat. Belum ada penelitian
yang menggunakan 2-merkaptoetanol sebagai ligan penstabil AuNp maupun
jembatan penghubung dengan asam sianurat.
1.2.
Perumusan Masalah
Susu dan melamin sama-sama mengandung gugus amina dan berwarna
putih. Deteksi melamin dalam susu secara langsung memerlukan sensor yang
selektif sehingga dapat membedakan antara gugus amina pada melamin dan pada
susu. Asam sianurat diketahui dapat berinteraksi dengan melamin melalui
pembentukan 3 ikatan hidrogen membentuk suatu kompleks tidak berwarna.
Terjadinya interaksi antara melamin dan asam sianurat dapat dimanfaatkan untuk
mendeteksi keberadaan melamin. Namun, karena kompleks melamin-asam
sianurat tidak berwarna, maka diperlukan teknik lain sehingga terbentuknya
kompleks dapat diamati. Penggunaan AuNp merupakan cara yang tepat untuk
mengamati kompleks tersebut karena AuNp memiliki serapan panjang gelombang
pada daerah Visible. Gugus yang ada di dalam asam sianurat tidak berinteraksi
secara langsung dengan AuNp, sehingga diperlukan ligan yang berfungsi sebagai
jembatan antara AuNp dengan Asam sianurat.
1.3.
Hipotesis
1.4.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Melamin
Melamin berasal dari dua kata dalam bahasa Jerman, yaitu melam
(penurunan distilasi dari amonium tiosianat) dan amin yang disingkat. Merupakan
senyawa basa organik bersifat polar dengan pKa 5,6 yang mengandung 66%
massa nitrogen dari kerangka 1,3,5-triazina dan rumus kimia C3H6N6. Senyawa
ini memiliki nama sistematis IUPAC Melamin, Nama Kimia Abstrak 1,3,5Triazin-2,4,6-triamin, dan Chemical Abstract Service (CAS) No. 108-78-1 (IARC,
2010). Struktur kimia melamin disajikan pada Gambar 2.1.
dipanaskan di atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Pada saat ini
industri menggunakan urea untuk menghasilkan melamin melalui reaksi berikut.
6 (NH2)2CO C3H6N6 + 6 NH3 + 3 CO2
Reaksi tersebut berlangsung dalam dua tahap:
Pertama, urea terurai menjadi asam sianat pada reaksi endotermik:
(NH2)2CO HCNO + NH3
Reaksi endotermik
Reaksi eksotermik
Melamin dapat diproduksi dari tiga bahan awal yang berbeda, yaitu urea
disiandiamida dan hidrogen sianida. Reaksi pembentukan melamin dari urea dapat
dilihat pada Gambar 2.2 (WHO, 2009).
Reaksi berlangsung pada tekanan tinggi yaitu 90-150 bar dalam fase cair
tanpa katalis dengan suhu 380-450oC. Dalam proses ini urea dikonversi menjadi
asam isosianat kemudian membentuk asam sianurat. Asam sianurat kemudian
bereaksi dengan amonia membentuk melamin (WHO, 2009).
Pembentukan melamin dengan tekanan rendah, yaitu pada 1-10 bar berada
dalam fase gas dengan suhu 350-450oC dan katalis aluminium oksida atau
aluminosilikat yang dimodifikasi. Pertama-tama urea dikonversi menjadi asam
isosianat. Kedua, asam isosianat dikonversi pada katalis menjadi sianamida atau
karbodiimida yang kemudian dikonversi menjadi melamin (WHO, 2009). Reaksi
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Kemurnian produk melamin bergantung pada proses pembuatan dan
tingkat pemurnian yang dilakukan. Kemurnian melamin dapat mencapai 99%.
Pengotor melamin berasal dari senyawa ammelid dan ammelin (WHO, 2009).
Struktur melamin dan analognya dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi (WHO, 2009)
pada vertebrata yang disebabkan oleh protozoa parasit di Afrika (Barrett, 2006).
Senyawa lain yang dapat menghasilkan melamin adalah trikloromelamin.
Trikloromelamin diijinkan digunakan sebagai zat sanitizer pada mesin dan
peralatan pengolah makanan kecuali susu karena dapat terurai menjadi melamin
(Karunasagar, 2009).
Penyalahgunaan Melamin bertujuan meningkatkan kadar protein pada
susu yang dianalisa dengan metode kjieldahl. Metode ini didasarkan atas
perhitungan nitrogen total yang ada. Melamin merupakan pengotor pada produk
susu, tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan langsung dikeluarkan melalui urin
oleh ginjal. Akan tetapi jika melamin bereaksi dengan asam sianurat atau
derivatnya dalam tubuh, maka akan terbentuk suatu kompleks melamin sianurat
dengan struktur kristal. Kompleks ini akan menyumbat saluran ginjal dan
membentuk batu ginjal yang mengakibatkan kegagalan fungsi ginjal (WHO,
2009)
Reaksi melamin (M) dengan asam sianurat (CA) yang menghasilkan suatu
kompleks stabil CAM melalui interaksi antara diaminopiridin dengan diimida
moietis, membentuk 3 ikatan hidrogen komplementer NH O dan NH N .
Struktur kompleks melamin sianurat dapat dilihat pada Gambar 2.6.
[C(O)NH]3
[C(O)NH]2[C(O)N][C(O)NH][C(O)N]22-
Gambar 2.8 Struktur melamin (a) dan struktur asam sianurat (b)
(Karunasagar, 2009)
2.3
Nanopartikel Emas
Partikel nano didefinisikan sebagai material berskala nanometer (10 -9 m).
Sifat-sifat nanopartikel sangat berbeda dengan bulk partikelnya. Sifat ini meliputi
sifat elektrik, mekanik, magnetik maupun sifat optiknya. Material nano memiliki
keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi spesifiknya, misalnya saja
dari sifat optiknya. Perbedaan ukuran setiap partikel terlihat jelas pada perbedaan
warna yang dihasilkan, sesuai dengan teori Surface Plasmon Resonance (SPR).
Hingga saat ini nanopartikel telah diaplikasikan dalam bidang elektronik,
kedokteran, industri kimia, kosmetik dan lain-lain (Yi Sun, et al. 2006).
Nanopartikel dapat disintesis dengan berbagai metode, salah satunya
melalui jalur kimia yang melibatkan (Guoa, 2007):
a. logam (garam logam bermuatan positif atau kompleks inti logam);
b. pelarut seperti air, pelarut organik polar dan pelarut organik nonpolar;
c. zat pereduksi (ditentukan oleh sifat dari komponen logam) seperti gas
hidrogen, senyawa hidrida, pereduksi organik seperti alkohol, dan lainnya;
d. stabilizer (zat penstabil, capping agent, dan passivating agent) seperti ligan
organik (tiol, amina, fosfat), surfaktan, polimer, pelarut (eter dan thioeter),
mencegah agregasi partikel, mengontrol kecepatan pertumbuhan, mengontrol
ukuran partikel, membuat partikel larut dalam berbagai pelarut.
Dalam sintesis, parameter yang mempengaruhi pertumbuhan, bentuk, dan
struktur nanopartikel adalah tipe capping agent atau stabilizer, konsentrasi reaktan,
pH larutan, dan waktu perlakuan panas. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
sifat nanopartikel adalah ukuran dan bentuk partikel, sifat permukaan, interaksi
pelarut-partikel, dan interaksi antar partikel (Guoa, 2007).
Nanopartikel memiliki kecenderungan untuk beragregasi sehingga
diperlukan suatu penstabil. Terjadinya, kestabilan yang mampu mencegah
nanopartikel beragregasi berlangsung melalui dua cara, yaitu:
a. Kestabilan Elektrostatik
Adsorpsi ion pada permukaan nanopartikel menimbulkan lapisan double
elektrostatik yang menghasilkan gaya tolak-menolak antara masing-masing
partikel.
b. Kestabilan Sterik
Dikelilinginya pusat logam dengan lapisan material yang bersifat sterik,
seperti polimer, surfaktan dan lain-lain. (Wibowo, 2007)
Berbagai metode yang digunakan untuk mengkarakterisasi nanopartikel
antara lain:
Gambar 2.9 Struktur modifikasi AuNp dengan senyawa bergugus tiol (a)
dan amina (b) (Lu, Lehui, 2009; V.G., Praig, 2009)
AuNp yang dimodifikasi dengan ligan dapat digunakan sebagai sensor ion
logam yang spesifik. Ligan dengan gugus tiol seperti dithizone
(diphenylthiocarbazone), asam 3-merkaptopropanoat, L-sistein, dan 2merkaptoetanol memiliki atom S pada kerangka strukturnya, sehingga dapat
berinteraksi dengan AuNp membentuk inkatan S-Au. Selain sebagai sensor logam,
AuNp juga dapat digunakan sebagai sensor senyawa organik, misalnya melamin.
AuNp dimodifikasi dengan suatu tiol dari asam sianurat agar lebih stabil dan
selektif sebagai sensor melamin (Lu, Lehui, 2009).
2.4 2-Merkaptoetanol
2-merkaptoetanol (-mercaptoethanol, BME, 2BME atau -met),
termasuk kelompok tiol, adalah senyawa kimia dengan rumus HO(CH2)2SH yang
merupakan hibrida dari etilen glikol. Gugus hidroksil larut dalam air dan
menurunkan volatilitas yang menurunkan tekanan uapnya. Penurunan tekanan uap
mengakibatkan penurunan intensitas bau senyawa tersebut dibanding senyawa tiol
lain meskipun baunya tetap tidak mengenakkan. Gambar 2.10 menunjukkan
struktur 2-merkaptoetanol.
merkaptoetanol. Gambar 2.12 menunjukkan contoh reaksi yang terjadi antara 2merkaptoetanol dengan gugus keton (Finechem, 2011).
daerah infra merah jauh. Pembagian daerah tersebut dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 2.15 dan Tabel 2.1.
kecepatan cahaya, yaitu kebalikan dari panjang gelombang dalam satuan cm-1.
Persamaan dari hubungan kedua hal tersebut diatas adalah :
dimana :
Keterangan :
c = kecepatan cahaya : 3,0 x 1010 cm/detik
k = tetapan gaya atau kuat ikat, N/m
= massa tereduksi
m = massa atom, gram
Setiap molekul memiliki harga energi yang tertentu. Bila molekul tersebut
menyerap energi dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul
akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan
energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan
energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi. Perubahan energi
vibrasi tersebut digunakan untuk menghasilkan spektra FTIR.
Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan,
khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang
2000 400 cm-1. Karena di daerah antara 4000 2000 cm-1 merupakan daerah
yang khusus yang berguna untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini
menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah
antara 2000 400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun
bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut.
Dalam daerah 2000 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi
yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari
(fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000 2000 cm-1 menunjukkan
absorbsi yang sama, pada daerah 2000 400 cm-1 juga harus menunjukkan pola
yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama.
FTIR dapat digunakan untuk sampel berbentuk padat, cair maupun gas
dengan menggunakan kompartemen dan background yang sesuai (Silverstein,
RM, 1991):
A. Padatan, menggunakan Nujol Mull atau KBr sebagai background dan piringan
bulat logam sebagai kompartemen
B. Cairan, menggunakan udara kosong sebagai background dan kompartemen
yang disesuaikan dengan kepolaran sampel.
Gambar 2.16 menunjukkan bagan kerja dari FTIR
Tabel 2.2 Daerah Serapan Gugus Fungsi pada FTIR (Chalmers, J.M., 2002)
Ikatan
Tipe Senyawa
Alkana
C-H
CH3 Umbrella Deformation
C-H Alkenes
Aromatic Rings
C-H Phenyl Ring Substitution Bands
Phenyl Ring Substitution Overtones
C-H Alkynes
C=C Alkenes
CC Alkynes
C=C Aromatic Rings
Alcohols, Ethers, Carboxylic acids,
C-O
Esters
Aldehydes, Ketones, Carboxylic acids,
C=O
Esters
Monomeric -- Alcohols, Phenols
Hydrogen-bonded -- Alcohols,
O-H
Phenols
Carboxylic acids
3000-2500(b) stretch
3500-3300(m) stretch
N-H Amines
1650-1580 (m) bend
C-N Amines
1340-1020(m) stretch
CN Nitriles
2260-2220(v) stretch
1660-1500(s) asymmetrical stretch
NO2 Nitro Compounds
1390-1260(s) symmetrical stretch
v - variable, m - medium, s - strong, br - broad, w weak
Terjadinya ikatan S-Au pada Gambar 2.16 (b) ditandai dengan hilangnya
puncak serapan pada daerah 2550 cm-1 pada Gambar 2.16 (a) yang menunjukkan
adanya interaksi S-H. Dengan kata lain gugus S-H dari L-sistein telah berikatan SAu dengan AuNp (Aryal, Santosh, 2005). Tabel 2.2 berikut menunjukkan daerah
serapan gugus-gugus yang khas terhadap FTIR.
merupakan logaritma dari (1/T atau I0/I). Absorbansi yang diukur sesuai dengan
hukum Lambert-Beer.:
A .b.C
Keterangan : A = Absorbansi
= Absorptivitas molar (M-1cm-1)
b = Tebal larutan (cm)
C = Konsentrasi larutan (M)
partikel suatu nanopartikel logam kecil maka, band gap elektron penyusunnya
semakin besar sehingga energi eksitasi yang dibutuhkan semakin besar. Dalam
Spektrofotometer UV-Vis jika energi eksitasi besar maka akan berbanding
terbalik dengan panjang gelombang serapannya, sesuai dengan persamaan Max
Plank:
dimana :
E = Energi, Joule
h = Tetapan Plank ; 6,6262 x 10-34 J.s
c = Kecepatan cahaya ; 3,0 x 1010 cm/detik
n = tingkatan energi (n = 0, 1, 2, )
l = panjang gelombang ; cm
u = frekwensi ; Hertz
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Alat
Pada penelitian ini alat yang digunakan meliputi alat-alat gelas yang
3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu Aquabides (Merck), Aquademin
(Merck), Bubuk Emas 24k (Antam), HCl (Merck), HNO3 (Merck), NaBH4
(Merck), NaOH (Merck), 2-Merkaptoetanol (Aldrich), Asam sianurat (Aldrich),
Melamin (Merck), dan susu formula dengan berbagai macam merek yang ada di
pasaran Indonesia.
M, lalu ditambahkan ke dalam larutan AME secara insitu sambil diaduk dengan
Kedalam 1,2 mL larutan AME-CA ditambahkan larutan HCl 1 M masingmasing 1 mL, 100 l, 50 l, 10 l, dan 1 mL larutan HCl 1,0 x 10 -3 M, kemudian
diaduk dengan stirrer selama 2 menit. Masing-masing larutan kemudian diukur
dengan Spektrofotometer UV-Vis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
volume zat yang diencerkan sangat kecil dibanding volume medium pengencer.
Kemudian 10 mL larutan HAuCl4 1,0 x 10-5 M direduksi menggunakan NaBH4
yang divariasikan konsentrasinya untuk memperoleh AuNp berukuran paling kecil.
NaBH4 digunakan sebagai pereduksi karena menghasilkan puncak serapan yang
tajam dan ukuran nanopartikel yang lebih kecil bila dibandingkan dengan natrium
sitrat. Berikut adalah reaksi redoks pembentukan AuNp:
8AuCl4 + 3BH4 + 9H2O 8Au + 3B(OH)3 + 21H+ + 32Cl Esel = 0,521 V
Reduksi
Eored =1,002 V
Oksidasi
Eored = 0,481 V
Esel dari reaksi redoks tersebut positif, menandakan bahwa reaksi ini
terjadi secara langsung. Akan tetapi, dengan pengaturan suhu ion bermuatan dari
logam dapat direduksi lebih cepat walaupun Esel reaksi tersebut sudah bernilai
positif. Ion Au3+ dapat direduksi dengan NaBH4 pada suhu 18 oC dan hanya
dengan pengadukan selama 2 menit. Terjadinya reaksi redoks ini ditandai dengan
perubahan warna yang dapat dilihat secara visual dan diukur dengan
Spektrofotometer UV-Vis.
Absorbansi
0.2
0.1
0
300
8,90x10-4
4,66x10-4
1,15x10-3
7,43x10-4
2,40x10-3
1,26x10-3
2,49x10-3
4,76x10-3
400
500
600
700
Panjang Gelombang (nm)
800
900
Hasil kurva yang tidak linier disebabkan karena teknik pencampuran yang
dilakukan, seperti suhu pencampuran, laju alir NaBH4, dan kecepatan pengadukan
yang kurang diperhatikan.
Pengamatan secara visual yang ditunjukkan pada Gambar 4.3
memperlihatkan bahwa konsentrasi NaBH4 yang paling besar menghasilkan
warna yang semakin merah.
Result
offset= 0.0297443
1:Int.= 0.133505
1:Pos = 313.121
1:Width=151.759
2:Int.= 0.068484
2:Pos = 520.224
2:Width=77.5123
3:Int.= 0.153885
3:Pos = 479.718
3:Width=289.881
Absorbansi
0.2
0.1
0
300
400
500
600
700
Panjang Gelombang (nm)
800
900
semakin besar. Sesuai dengan teori SPR, semakin besar ukuran nanopartikel
logam maka panjang gelombang maksimal yang dihasilkan akan semakin besar
karena energi eksitasi yang semakin kecil. Energi eksitasi yang semakin kecil
disebabkan karena jarak yang ditempuh oleh elektron untuk bereksitasi dari
tingkatan terendah menuju tingkatan tertinggi (band gap) semakin kecil. Band gap
yang semakin kecil dikarenakan berkumpulnya partikel-partikel menjadi satu
sehingga pita elektron masing-masing partikel saling bertumpukkan.
Absorbansi
0.2
0.1
0
300
2 menit
4 menit
8 menit
15 menit
30 menit
60 menit
1hari
1 minggu
1 bulan
400
500
600
700
Panjang Gelombang (nm)
800
900
Gambar 4.7 Hasil PSA (a) AuNp 1 bulan (b) AuNp 1 hari
Absorbansi
0.2
0.1
AuNp
Au-2Me
0
300
400
500
600
Panjang Gelombang
700
800
Pada percobaan yang dilakukan terlihat bahwa terjadi perubahan maks dan
absorbansi AuNp yang belum dimodifikasi dengan yang telah dimodifikasi. maks
AuNp tanpa modifikasi adalah 512 sedangkan maks AuNp yang telah
dimodifikasi adalah 521 nm dan absorbansi berubah dari 0,22 menjadi 0,2095
seperti yang terlihat pada Gambar 4.9. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
AuNp berhasil dimodifikasi dengan 2-Merkaptoetanol dan terbentuk ikatan S-Au.
100
% Transmitan
80
60
40
20
AME-CA-Mel
2-merkaptoetanol
1000
2000
3000
Bilangan Gelombang (cm-1)
4000
terlihat pada Lampiran 1. Sedangkan pada konsentrasi penambahan 2Merkaptoetanol yang lain AME yang terbentuk tidak stabil dalam 24 jam seperti
yang terlihat pada Lampiran 2 sampai 4.
Pada penambahan konsentrasi 2-Merkaptoetanol yang lebih tinggi
(5,0 x 10-4 M) dalam waktu 24 jam maks AME yang terbentuk membesar dengan
absorbansi yang membesar seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Penambahan
maks yang terjadi terus dalam waktu 24 jam ini dikarenakan pembentukan
kompleks AME yang belum berakhir. Hal ini menandakan bahwa konsentrasi
2-merkaptoetanol yang ditambahkan terlalu besar dan berlebih untuk AuNp yang
ada, sehingga pembentukan kompleks memerlukan waktu yang lebih lama dan
membuat ukuran kompleks lebih besar dan mengakibatkan pergeseran ke arah
batokromik. Oleh karena itu, dapat dikatakan konsentrasi ini bukanlah konsentrasi
penambahan 2-merkaptoetanol yang optimal untuk menstabilkan AuNp.
Pada konsentrasi 2-merkaptoetanol yang lebih kecil (1,0 x 10 -6 M dan
5,0 x 10-7 M) terlihat bahwa dalam waktu 24 jam AME yang terbentuk serapannya
mendekati batas terendah atau pelarut. Hal ini dikarenakan konsentrasi
2-merkaptoetanol yang terlalu kecil tidak dapat mencegah AuNp membuat kluster
yang lebih besar dan membentuk endapan didasar botol penyimpan. Pada dasar
botol terlihat adanya endapan berwarna biru yang merupakan AuNp yang
berukuran besar seperti yang terlihat pada Lampiran 4. Serapan yang terukur pada
keadaan ini terlihat mendekati nilai batas terendah tetapi masih menunjukkan
sedikit puncak AME karena di dalam larutan bagian atas memang tersisa pelarut
dan sedikit AME yang terbentuk yang terlihat pada Lampiran 3 dan 4 .
Kestabilan AME 9,0 x 10-5 M dalam 1 hari ditunjukkan pada gambar 4.11.
AME yang terbentuk dari penambahan AuNp dengan 2-merkaptoetanol 9,0 x 10-5
M stabil dalam waktu 24 jam dengan maks tidak berubah menandakan tidak terjadi
perubahan pada struktur kompleks yang terbentuk maupun pada keseluruhan
sistem larutan. Namun pengukuran yang dilakukan pada 24 jam 20 menit terjadi
perubahan panjang gelombang ke arah yang lebih besar. Hal ini dikarenakan
sistem larutan yang sudah tidak stabil, diakibatkan karena ujung 2-merkaptoetanol
yang bergugus OH saling bertemu dan menghasilkan suatu ikatan hidrogen yang
akan menambah maks terukur pada pengukuran spektra serapan dengan
Spektrofotometer UV-Vis karena band gap dari AuNp kembali terisi dengan
elektron dari ikatan hidrogen HO---HO yang terjadi antar 2-merkaptoetanol.
Gambar 4.11 Grafik hubungan Absorbansi dan Panjang Gelombang dengan waktu
AME (a). Tabel Perubahan Amaks dan maks terhadap waktu AME
0.2
Absorbansi
Result
offset= 0
1:Int.= 0.0329411
1:Pos = 361.898
1:Width=108.977
2:Int.= 0.0786054
2:Pos = 521.272
2:Width=88.3956
3:Int.= 0.146824
3:Pos = 403.457
3:Width=388.538
0.1
0
300
400
500
600
700
800
100
% Transmitan
80
60
40
20
AME-CA-Mel
2-merkaptoetanol
1000
3344-3381cm-1 O-H
2000
3000
Bilangan Gelombang (cm-1)
4000
maks
1:2 AME:CA
0.116
519
2:1 AME:CA
0.128
517
1:1 AME:CA
0.104
525
Waktu
Absorbansi
0.6
Result
offset= 0
1:Int.= 0.0671905
1:Pos = 324.101
1:Width=167.196
2:Int.= 0.0765109
2:Pos = 537.179
2:Width=138.159
3:Int.= 0.223543
3:Pos = -46.0457
3:Width=1464.01
0.4
0.2
0
200
400
600
800
Spektra UV-Vis yang awalnya hanya terdiri dari satu puncak serapan
setelah difitting membentuk 3 puncak. Ketiga puncak ini berasal dari reagen yang
berlebih dan kompleks yang terbentuk. Dengan puncak yang paling besar adalah
milik AuNp (A= 0,224, maks= -46,0457). Puncak ini terlihat keluar dari serapan
UV-Vis karena mengikuti persamaan Lambert-Beer dimana yang akan ditandai
dengan absorbansi yang besar. Akan tetapi, karena absorbansi larutan AME-CA
jauh dibawah absorbansi AuNp maka fitting yang disesuaikan dengan melebarkan
luas area puncak. Puncak dengan nilai A= 0,067 dan maks= 324 diindikasi sebagai
kelebihan AME, sedangkan puncak dengan nilai A= 0,076 dan maks= 537
merupakan kompleks AME-CA yang terbentuk.
Dengan menggunakan persamaan Lambert-Beer dapat ditentukan nilai
dari AME-CA mengacu pada konsentrasi CA yang digunakan sehingga didapatkan
AME-CA sebesar 1155,55 M-1cm-1. Kompleks AME-CA yang terbentuk dapat
dihitung menggunakan AME-CA sebesar 1155,55 M-1cm-1 dan absorbansi 0,076
didapatkan konsentrasi kompleks AME-CA yang terbentuk sebesar 6,577 x 10-5
M. Kelebihan AME dapat ditentukan dengan menggunakan AME yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu 2200 M-1cm-1 dan absorbansi 0,067 sehingga
didapatkan konsentrasi AME berlebih 3,045 x 10-5 M. Sehingga tetapan
pembentukan kompleks AME-CA sebesar 12271,58. Tetapan kesetimbangan ini
bernilai cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan kompleks
AME-CA dapat berlangsung dengan baik karena menghasilkan produk lebih
banyak daripada reaktan.
Pada pH AME-CA yang lebih tinggi (9,7 dan 10,1) juga menghasilkan perubahan
absorbansi yang tidak signifikan. Karena baik atau tidaknya kinerja sensor tidak
dapat hanya dilihat dari absorbansi atau panjang gelombang saja tetapi keduanya.
Absorbansi merupakan standar pengukuran secara kuantitatif dan panjang
gelombang adalah standar pengukuran secara kualitatif. Sehingga dapat dikatakan
bahwa penyerapan Melamin yang paling baik terlihat pada pH 9,4 atau tidak
dilakukan perubahan pH dari pH awal larutan. Penurunan panjang gelombang
setelah ditambahkan HCl atau NaOH ke dalam larutan dibanding panjang
gelombang sensor tanpa penambahan HCl atau NaOH hanya dikarenakan
pengenceran akibat penambahan volume larutan yang besar yaitu 1 mL.
Perubahan Absorbansi
9,2
520528
0,0920,088
9,4
525529
0,1040,080
9,7
525528
0,1170,115
10,1
521529
0,1070,107
0.2
Absorbansi
AME-CA
9x10-4 Mel
9x10-5 Mel
9x10-6 Mel
9x10-7 Mel
9x10-8 Mel
9x10-9 Mel
9x10-10 Mel
9x10-11 Mel
9x10-12 Mel
9x10-13 Mel
9x10-14 Mel
9x10-15 Mel
0.1
0
300
400
500
600
700
Panjang Gelombang (nm)
800
900
Untuk lebih jelas melihat perubahan yang terjadi pada sensor dengan
penambahan melamin, dibuat kurva hubungan panjang gelombang dan absorbansi
AME-CA terhadap konsentrasi melamin seperti pada Gambar 4.21 dimana
perubahan maks yang terjadi akibat penambahan melamin dapat menjadi acuan
untuk penentuan secara kualitatif adanya melamin di dalam larutan sensor.
550
0,121
0,119
543
0,107
540
0,08
530
529
0,12
0,1
538
535
0,14
0,08
530
0,06
525
Panjang Gelombang
0,04
520
Absorbansi
0,02
515
Absorbansi
Panjang Gelombang
545
548
0,125
0
1 x 10-13
1 x 10-12
1 x 10-11
1 x 10-10
1 x 10-9
Konsentrasi (M)
0,14
0,121
Konsentrasi (M)
0,12
0,107
0,1
0,08
0,08
0,06
0,04
y = 0,0205x + 0,0617
Absorbansi
R2 = 0,9676
0,02
Linear (Absorbansi)
0
1 x 10-13
1 x 10-12
1 x 10-11
Absorbansi
1,0 x 10-13 M, sampai konsentrasi melamin yang paling besar yaitu 1,0 x 10-11 M.
Dari daerah ini dapat dibuat suatu kurva standar seperti yang terlihat pada Gambar
4.22.
Perubahan Absorbansi
Sentrifuge
531536
0,1330,131
Denaturasi I
528534
0,1480,153
Denaturasi II
525537
0,0560,097
Preatreatment
Absorbansi
Pelarut
543
0,119
Susu
Sentrifuge
536
0,131
Susu
Denaturasi I
534
0,153
Susu
Denaturasi II
537
0.086
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa panjang gelombang dan absorbansi
yang paling mendekati adalah pretreatmen yang dilakukan dengan menggunakan
Denaturasi II. Nilai maks yang lebih kecil dikarenakan pembentukan kompleks
asam sianurat melamin dalam matrik sampel susu dengan perlakuan awal
Denaturasi II memiliki daerah serapan maksimal pada panjang gelombang 537 nm.
Dengan menggunakan panjang gelombang ini dilakukan pengukuran absorbansi
sensor terhadap variasi konsentrasi melamin dengan konsentrasi larutan induk
yang sama (1,0 x 10-8 M) untuk mempelajari rekoveri melamin dari standar adisi
menggunakan kurva standar melamin yang telah ditentukan dari linearitas
absorbansi sensor terhadap melamin.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada volume sampel 100 L dan 80 L
nilai absorbansi masih masuk dalam kurva linearitas daerah kerja sensor terhadap
melamin. Sedangkan pada penambahan yang lebih kecil absorbansi yang terbaca
tidak masuk dalam kisaran linearitas sensor terhadap melamin. Hal ini
dikarenakan volume yang sangat kecil dari penambahan sehingga tidak
terdistribusi dengan baik didalam larutan mengakibatkan sensor tidak dapat
mendeteksi adanya melamin.
100
80
60
40
20
Absorbansi
0,097
0,086
0,056
0,024
0,023
Hanya ada dua titik nilai absorbansi yang masuk dalam daerah kerja
sensor terhadap melamin. Oleh karena itu, persamaan linear hanya dapat dibuat
dari kedua titik tersebut seperti pada gambar 4.23. Dari persamaan dapat
dihitung %rekoveri yang dihasilkan dengan metode ini sebesar 84% yang
ditunjukkan pada Lampiran 10. Nilai %rekoveri yang besar menandakan bahwa
perlakuan awal sampel susu dengan Denaturasi II cukup baik untuk digunakan.
Akan tetapi karena absorbansi blanko diluar daerah kerja sensor, maka dapat
dikatakan bahwa konsentrasi melamin pada analit tidak dapat ditentukan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
a) AuNp dimodifikasi dengan 2-merkaptoetanol asam sianurat dapat menjadi
sensor yang sensitif dan selektif dalam mendeteksi melamin
b) Kestabilan sensor tercapai melalui:
- Konsentrasi NaBH4 4,7581 x 10-3 M
- Konsentrasi 2-merkaptoetanol 9,0x10-5 M
- Perbandingan mol 2-merkaptoetanol:asam sianurat 1:1
- pH awal sensor
c) Batas deteksi sensor 1,0x10-9 1,0x10-11 M melamin
d) Aplikasi sensor untuk mendeteksi melamin pada susu dipengaruhi oleh adanya
partikel koloid.
5.2. Saran
Dalam peneltian yang telah dilakukan masih banyak kekurangan yang
mungkin dapat dilengkapi oleh peneliti selanjutnya, hal-hal yang perlu dilengkapi
diantaranya:
1. Data pendukung; pada penelitian ini pengukuran untuk memperoleh data
hanya dilakukan dengan instrumen Spektrofotomete UV-Vis sehingga data
yang diperoleh lebih lengkap.
2. Mencari metode penyimpanan reagen stok yang sesuai agar tidak terlalu
boros bahan kimia yang digunakan dan mencemari pembuangan.
3. Mencari Ligan selain 2-merkaptoetanol yang lebih stabil dalam bentuk
larutan sebagai jembatan penghubung asam sianurat dengan AuNp.
4. Mencari metode perlakuan awal terhadap susu yang lebih baik lagi agar
sensor dapat diaplikasikan kepada susu.
DAFTAR PUSTAKA
Aryal, Santosh; B.K.C., Remant; Dharmaraj, N.; Bhattarai, Narayan; Kim, Chi
Hun; dan Kim, Hak Yong. 2005. Spekctroscopic identification S-Au
interaction in cystein capped gold nanoparticles.Spectrochimica Acta.Part
A.63.2006.160-163
Atkins, P.W.1997.Physical Chemistry 6th edition.UK:Oxford University Press
Barrett MP, Gilbert IH. 2006. Targeting of toxic compounds to the trypanosome's
interior. Adv. Parasitol. 63: 12583. UK
Brown, et al. 2007. Outbreaks of renal failure associated with melamine and
cyanuric acid in dogs and cats in 2004 and 2007. J Vet Diagn Invest 19:525
531
USA: Sagepub
Budavari, Susan, ed.1996, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals,
Drugs, and Biologicals (12th ed.). Merck, ISBN 0911910123
Committee for Veterinary Medical Product. 2001. Cyromazine Summary Report
(2). Europe: The European Agency for the Evaluation of Medical Product
Finechem. 2011. 2-Mercaptoethanol. Chemicalland21
Guoa, Shanjun; Erking, Wang. 2007. Synthesis and Electrochemical Application
of Gold Nanoparticles. Analytica Chimica Acta Volume 598, Issue 2, 29
August 2007, Pages 181-192
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Mc Graw Hill. New York.
Huthmacher, Klaus. 2005. Cyanuric Acid and Cyanuric Chloride" Ullmann's
Encyclopedia of Industrial Chemistr. Weinheim: ISBN
IARC.2010.IARC TP53 Database.Inggris:WHO
Karunasagar, I. 2009.Melamin in fish feed and implication for safety of
aquaculture product.FAO Aquaculture Newsletter (FAO) , (no. 42) p. 2931.LIB
Knight, J. J. 2004. 2-Mercaptoethanol in Encyclopedia of Reagents for Organic
Synthesis (Ed: L. Paquette). New York: DOI
Li, Li; Li, Baoxin; Chang, Di; dan Mao, Lihui. 2010. Visual detection of
melamine in raw milk using gold nanoparticles as colorimetric probe. Food
Chemistry Vol.122, issue 3, 1 October 2010, Pages 895-900.China:
ScienceDirect
Li, Na; Wei, Feng; R, Lam; Zou, Jiaqi; S, Cheng; S, Lu; Ho, Dean.2011. Gold
nanoparticle-mediated detection of melamine based on a dual colorimetric
and turbidometric readouts. Nanotechnology (IEEE-NANO), 2010 10th
IEEE Conference on 17-20 Aug. 2010 page(s): 736 739. Korea
Lori 0, Lim; Susan J, Scherer; Kenneth D, Shuler; dan John P, Toth. 1990.
Disposition of Cyromazine in Plants under Environmental Conditions J.
Agric 38, 860864. Food Chem
Lu, Lehui. 2009. Hydrogen-Bonding Recognition-Induced Color Change of Gold
Nanoparticles for Visual Detection of Melamine in Raw Milk and Infant
Formula.J.AM.CHEM.SOC.2009, 131, 9496-9497.Cina: State Key
Laboratory of Electroanalytical Chemistry, Changchun Institute of Applied
Chemistry, Chinese Academy of Sciences
Manna, A.; Chen, P.; Akiyama, H.; Wei, T.; Tamada, K.; Knoll, W. 2003.
Optimized Photoisomerization on Gold Nanoparticles Capped by
Unsymmetrical Azobenzene Disulfides. Chem. Mater. 15 (1): 2028.
doi:10.1021/cm0207696. USA
Martoyo, P. Yuniarti. 2008. Cemaran Melamin dalam Pangan. Indonesia:
foodreview
Mulja, Dr. H. Muhammad. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya:Airlangga
University Press
Rockky. 2007. Studi AuNp Termodifikasi Dithizone sebagai Sensor Ion Logam.
Depok: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
S, Pilliai; K. R., Catachpole; T, Trupke; dan M. A., Green.2007. Surface Plasmon
enchanced silicon solar cells. J.Appl.Phys.101(9):093105.Bibcode 2007JAP
101i3105P
Sha, HE; Ding Bin, Liu; Zhuo, Wang; Kai Yong, Cai; Xing Yu, Jiang.
2011.Utilization of unmodified gold nanoparticles in colorimetric detection.
Sci China Phys Mech Astron October (2011) Vol. 54 No. 10: 17571765.
Cina
Silverstein, RM (1991). spectrometric identification of organic compounds. John
Wiley & Sons, Inc.
Suherman, Alex Lukmanto. 2010. Studi Fabrikasi Sensor Kimia untuk Analisis
Ion Logam: Variasi Jenis Elektroda dan Konsentrasi Ligan. Depok:
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Shaber, Peter M. et al. 1999. Study of the thermal decomposition of urea
(pyrolysis) reaction and importance to cyanuric acid production.American
Laboratory
T.W., Green; P.G.M., Wuts. 1999. Protective Groups in Organic Synthesis, 4th
edtion. New York: Wiley-Interscience
The Carcinogenic Potency Database (CPDB).2011.Trichloroacetic Acid.USA
Thermonicolet.2001.Introduction to Fourier Transform Infrared
Spectrometry.USA
Totoki, Shinichiro.2007.Particle Size Analyzer.USPatent.No.US 7,248,363
B2.USA
V.G., Praig; H, Mcllwee; C.L., Schauer; R., Boukherroub; S.,
Szunerits.2009.Localized surface Plasmon resonance of gold nanoparticlesmodified chitosan films for heavy-metal ion sensing.J.Nanosci
Nanotechnol.2009 Jan;9(1):350-7.US
Wei, Fang; Lam, Robert; Cheng, Stacy; Lu, Steven; Ho, Dean; Li, Na.2011.Rapid
detection of melamine in whole milk mediated by unmodified gold
nanoparticles. Appl. Phys. Lett. 96, 133702 (2010); doi:10.1063/1.3373325
(3 pages).USA
WHO. 2009. Toxicological and Health Aspects of Melamine and Cyanuric Acid.
Canada: ISBN
Wiley DJ, et al.2002.External genital warts: Diagnosis, treatment, and
prevention. Clinical Infectious Diseases, 35(Suppl 2): S210S224
Yang Bai, Lian; Xia Dong, Cai; Ping Zhang, Yu; Li, Wei; dan Chen, Jun.
Comparative Studies on the Quick Recognition of Melamine Using
LAMPIRAN
Absorbansi
0.2
0.1
2 menit
1 hari
1 hari + 20 menit
0
300
400
500
600
700
800
0,18
550
0,161
545
540
535
530
0,104
525
525
520
0,108 0,105
521
515
0,16
548
518
543
539
0,125 0,119 0,121
538
0,115 0,115
523
523
0,14
0,107
530 529
0,08
0,12
0,103
0,1
5250,08
0,06
510
Panjang Gelombang
505
Absorbansi
0,02
0
10
-5
se
ns
or
M
el
9
am
x
10
in
-6
M
el
9
am
x
10
in
-7
M
el
9
am
x
10
in
-8
M
el
9
am
x
10
in
-9
M
9
el
x
am
10
in
-1
0
M
9
el
x
am
10
in
-1
1
M
9
el
x
am
10
in
-1
2
M
9
el
x
am
10
in
-1
3
M
9
el
x
am
10
in
-1
4
M
9
el
x
am
10
in
-1
5
M
el
am
in
500
0,04