Anda di halaman 1dari 85

UNIVERSITAS INDONESIA

MODIFIKASI NANOPARTIKEL EMAS DENGAN


2-MERKAPTOETANOL ASAM SIANURAT
SEBAGAI SENSOR MELAMIN

SKRIPSI

PUTRI LESTARI
0706263321

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM S1 REGULER
DEPOK
JANUARI 2012

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

MODIFIKASI NANOPARTIKEL EMAS DENGAN


2-MERKAPTOETANOL ASAM SIANURAT
SEBAGAI SENSOR MELAMIN

SKRIPSI

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:
PUTRI LESTARI
070626321

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI KIMIA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012
Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT Tuhan
semesta alam, atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Departemen
Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.
Penulis menyadari segala hambatan dan kesulitan selama penulisan ini
tidak dapat di lewati tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Endang Asijati, M.Sc selaku pembimbing I dan Dr.Yoki Yulizar,
M.Sc selaku pembimbing II, atas waktu, perhatian, pengertian, kesabaran,
bimbingan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Novena Damar Asri, S.Si yang telah memberikan waktunya untuk mengedit
penulisan skripsi maupun presentasi.
3. Ir. Widyastuti Samadi M.Si selaku Pembimbing Akademik atas perhatian,
saran-saran dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis selama masa
perkuliahan dan penelitian.
4. Dr. Ridla Bakri. M. Phil selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA UI, Dra.
Tresye Utari, M.Si selaku Koordinator Penelitian, Ir. Hedi Surahman, M.Si
selaku Koordinator Laboratorium Penelitian, Dr. Jarnuzi Gunlazuardi dan
segenap dosen-dosen pengajar Departemen Kimia FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama belajar di Kimia.
5. Para staf dan karyawan Departemen Kimia FMIPA UI terutama Mba Ina, Mba
Cucu, Mba Ema, Mba Tri, Pak Kiri, Pak Amin, Babe, Pak Marji, Mas Hadi
dan yang tak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah
diberikan.
6. Pak Sunardi selaku pimpinan afiliasi yang telah memberikan ijin untuk
menggunakan instrumen di lab afiliasi dan memberikan melamin.
7. Kak Rasyid, Kak Puji, Kak Alfin, Dio, Daniel, Rispa dan para staf afiliasi
yang telah membantu Penulis dalam pengukuran instrumentasi.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


8. Keluarga tercinta, Ebak Suwardi Zubairi, Emak Enny Lestina, Uwo Naida
Aulia, Kaka Raden Ernani S., Udo Maula Kurnia, Udo Abdillah atas semua
kasih sayang, cinta, dukungan moril, dukungan materi, semangat, nasehat, dan
doa yang selalu diberikan untuk penulis.
9. Seluruh keluarga besar Ebak dan Emak, terimakasih atas bantuan dan doa
yang diberikan.
10. Keponakan yang imut, Uqina Attaqi dan Kireina Hilwa yang telah mengusir
lelah dengan tawa dan tingkah polah yang lucu.
11. Teman seperjuangan sepenelitian, Riri Ayu Nastiti yang telah memberikan
saran, nasihat selama penelitian dan senda gurau yang melengkapi penelitian
ini.
12. Sahabat setia Dinar, Icha, Dina, dan Bunga yang selalu ada mendengarkan
keluh kesah, mengingatkan dan menyemangati.
13. Teman seperjuangan sepenelitian, Rohman Nurdiansyah yang memberikan
dengan sukarela bagian terpenting dalam penelitian ini.
14. Teman seperjuangan sepenelitian, Kak Sonia, Bu Nurlita, Rosa, dan Ayas
yang telah membantu dengan meminjamkan alat-alat pendukung penelitian
dengan sukarela.
15. Teman terbaik, Gisha, Adi, Ari, Dante, Awe, Sisil, Fitri, Ikan, Hesty, Ikor,
Yuliga, Rani, Savitri, Santi, Yomi, Ika, Hani, Sabil, Widya, Eci, Mita, Widi,
Wahyu, Atur, Zetry, Adli, dan Manah.
16. Kak Tika yang selalu menjadi penyejuk hati yang galau.
17. Teman seperjuangan penelitian Lina, Sania, Ochi, Ocha, Umar, Mumu, Dinda,
Vivi, Yogi, Dea, Icha, Ka Narita, dan Ka Reka.
18. Seluruh teman-teman angkatan 2007 atas tawa, canda, suka, duka, dan hari-
hari indah yang telah dilalui, serta seluruh teman-teman angkatan 2008,
(terutama ina dan budi), 2009, dan 2006 atas dukungan dan semangat yang
diberikan.
19. Praktikan Praktikum Biokimia Biologi Reguler 2009, Shandy, Amel, Bidin
dan Stephany.
20. Teman-teman terbaik Kelas X.1 SMA Bani Saleh yang selalu kompak.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


21. Last but not Least my Precious Person, Mas Ito, yang selalu memberikan
waktu, tenaga, pikiran, perhatian, cinta, kasih sayang, dukungan, saran,
nasihat, semangat, dan pengorbanan.
Akhir kata, penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekhilafan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Depok, 6 Januari 2012


Penulis

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK

Nama : Putri Lestari


Program Studi : Kimia
Judul : Modifikasi Nanopartikel Emas dengan 2-Merkaptoetanol -
Asam sianurat sebagai Sensor Melamin

Melamin merupakan suatu zat organik yang tidak dapat di metabolisme oleh
tubuh dan akan dikeluarkan melalui ginjal bersama urin. Namun bila terdapat
Asam sianurat di dalam tubuh Melamin dan Asam sianurat akan membentuk suatu
kristal yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal akibat adanya
penyumbatan saluran ginjal oleh kristal tersebut. Masuknya Melamin ke dalam
tubuh dikarenakan penyalahgunaan Melamin sebagai zat aditif dalam susu untuk
meningkatkan kadar Nitrogen yang ditentukan dengan Metode Kjieldahl.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu sensor yang dapat mendeteksi
adanya Melamin secara visual dan dapat diukur secara kuantitatif konsentrasinya
menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis dengan memodifikasi nanopartikel emas.
Nanopartikel emas dimodifikasi dengan 2-Merkaptoetanol sebagai ligan jembatan
untuk bereaksi dengan Asam sianurat. Sensor untuk Melamin yang stabil
dihasilkan melalui varasi konsentrasi reagen yang digunakan dan pH larutan.
Larutan sensor berwarna merah yang akan berubah menjadi biru bila terdeteksi
adanya Melamin. Konsentrasi Melamin dalam larutan yang dapat terdeteksi oleh
sensor ini adalah 10 -9 sampai 10-11 M. Untuk mengaplikasikan sensor ini ke dalam
susu perlu dilakukan perlakuan awal untuk menghilangkan pengaruh matriks.
Dengan asam trikloroasetat didapatkan rekoveri sebesar 84%.

Kata kunci: Melamin, Sensor Kimia, Sensor Melamin, Asam Sianurat, AuNp
xv + 69 hlm; gbr.43; tab.6; lamp 10. ;
Bibliografi: 35 (1991 -- 2011)

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


ABSTRACK

Name : Putri Lestari


Subject : Chemistry
Title : Modification of Gold Nanoparticles with 2-Merkaptoetanol -
Cyanuric acid as a Melamine Sensor

Melamine is an organic substance that cannot be in the metabolism by the body


and are excreted in the kidneys with urine. But if there is cyanuric acid in body,
melamine and cyanuric acid will form crystals that can lead to a decline in renal
function due to renal tract obstruction by the crystals. The entry of melamin into
the body due abuse as an additive in milk to increase the nitrogen content
determined by Kjieldahl Method. This study aims to create a sensor that can
visually detect the presence of Melamine and its concentration can be measured
quantitatively using UV-Vis spectrophotometer with a modified gold
nanoparticles. Gold nanoparticles modified with 2-merkaptoetanol as a bridge
ligand to react with cyanuric acid. Sensor for stable Melamine is produced
through varasi reagent concentration and pH of the solution used. Red sensor
solution which will change to blue when the detected presence of Melamine.
Melamine concentrations in solution that can be detected by these sensors is
1,0 x 10-9 to 1,0 x 10-11 M. To apply this sensor to the milk needs to be done to
eliminate the influence of pretreatment matrix. With trichloroacetic acid recovery
value reached 84%.

Keyword: Melamine, Chemistry Sensor, Melamin Sensor, Cyanuric Acis, AuNp


xv + 69 page; pic.43; tab.6; attch. 10. ;
Bibliografy: 35 (1991 -- 2011)

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. viii
ABSTRAK .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Penelitian................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 4
1.3 Hipotesis............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Percobaan............................................................................ 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6


2.1 Melamin .......................................................................................... 6
2.2 Asam sianurat ............................................................................... 11
2.3 Nanopartikel Emas ........................................................................ 12
2.4 2-Merkaptoetanol .......................................................................... 15
2.5 Asam Trikloroasetat ........................................................................ 17
2.6 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) .......................... 17
2.7 Particle Size Analyzer (PSA)......................................................... 22
2.8 Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (Uv-Vis) .............................. 22

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 25


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 25
3.2 Metode Penelitian ........................................................................... 25
3.3 Alat dan Bahan................................................................................ 25
3.2.1 Alat ...................................................................................... 25
3.2.3 Bahan .................................................................................. 26
3.4 Prosedur Penelitian ......................................................................... 26
3.4.1 Pembuatan Larutan................................................................ 26
3.4.1.1 Pembuatan Larutan HAuCl4 ..................................... 26
3.4.1.2 Pembuatan Larutan Pereduksi NaBH4 ...................... 26
3.4.1.3 Pembuatan Larutan 2-Merkaptoetanol ...................... 27
3.4.1.4 Pembuatan Larutan Asam sianurat............................ 27
3.4.1.5 Pembuatan Larutan Melamin .................................... 27
3.4.1.6 Pembuatan Larutan HCl ........................................... 27
3.4.1.7 Pembuatan Larutan NaOH........................................ 27

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


3.4.1.8 Pembuatan Larutan Asam Trikloroasetat .................. 27
3.4.2 Pembuatan Nanopartikel Au................................................. 28
3.4.3 Modifikasi Nanopartikel Au dengan 2-Merkaptoetanol (AME) 28
3.4.4 Pembuatan AME-CA .............................................................. 28
3.4.5 Optimasi pH AME-CA ........................................................... 29
3.4.5.1 Pengasaman Larutan AME-CA..................................... 29
3.4.5.1 Pembasaan Larutan AME-CA........................... 29
3.4.6 Aplikasi AME-CA sebagai Sensor Melamin................ 29
3.4.7 Aplikasi AME-CA pada susu ...................................... 29
3.4.7.1 Pemisahan Sampel dengan Sentrifugasi ........... 29
3.4.7.2 Pemisahan Sampel dengan Denaturasi ............. 30
3.4.7.2.1 Denaturasi dengan Suhu ........ 30
3.4.7.2.2 Denaturasi dengan Asam
Trikloroasetat ... .. 30

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 32


4.1 Nanopartikel Au ................................................................................. 32
4.1.1. Pembuatan Larutan HAuCl4 ..................................................... 32
4.1.2. Pembuatan AuNp melalui reduksi NaBH4 ................................. 33
4.1.3. Kestabilan AuNp ...................................................................... 37
4.2 Modifikasi Nanopartikel Au dengan 2-Merkaptoetanol (AME) .......... 41
4.3 Pembuatan AME-CA ......................................................................... 46
4.4 Optimasi pH pada AME-CA.................................................................. 52
4.5 Aplikasi AME-CA sebagai Sensor Melamin....................................... 54
4.6 Aplikasi AME-CA pada susu................................................................. 57

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 60


5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 60
5.2 Saran ................................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 61


LAMPIRAN .................................................................................................. 65

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Melamin ................................................................... 6


Gambar 2.2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi ......... 8
Gambar 2.3 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan rendah ........ 8
Gambar 2.4 Struktur Melamin dan Analognya ........................................... 8
Gambar 2.5 Siklus penguraian metabolik melamin terkait dengan
Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena 9
Gambar 2.6 Struktur Kompleks Melamin-Sianurat ..................................... 10
Gambar 2.7 Struktur Asam sianurat ........................................................... 11
Gambar 2.8 Struktur melamin (a) dan struktur asam sianurat (b) ................ 12
Gambar 2.9 Struktur modifikasi AuNp dengan senyawa bergugus tiol (a)
dan amina (b) .......................................................................... 14
Gambar 2.10 Struktur 2-merkaptoetanol ...................................................... 15
Gambar 2.11 Reaksi pembentukan 2-Merkaptoetanol ................................... 15
Gambar 2.12 Reaksi 2-merkaptoetanol dengan keton......................... 16
Gambar 2.13 Reaksi pemutusan ikatan disulfide oleh 2-merkaptoetanol....... 16
Gambar 2.14 Struktur asam trikloroasetat .................................................... 17
Gambar 2.15 Pembagian Daerah Panjang Gelombang Elektromagnetik....... 18
Gambar 2.16 Bagan Kerja FTIR .................................................................. 20
Gambar 2.17 Spektra IR sistein (a) dan Spektra IR Au-sistein (b) ................ 20
Gambar 2.18 Bagan Kerja PSA .................................................................... 22
Gambar 2.19 Bagan Kerja Spektrofotometer UV-Vis .................................. 23
Gambar 3.1 Bagan Kerja . 31
Gambar 4.1 Spektra UV-Vis Nanopartikel Au vs Konsentrasi Pereduksi.... 35
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Panjang Gelombang vs Konsentrasi Pereduksi
... 35
Gambar 4.3 Nanopartikel Au dengan Variasi Konsentrasi Pereduksi . 36
Gambar 4.4 Gaussian Fitting AuNp ......................................................... 37
Gambar 4.5 Spektra UV-Vis Nanopartikel Au [NaBH4] = 4,7581 x 10-3 M 38
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi vs Waktu
Nanopartikel Au .......... 39
Gambar 4.7 Hasil PSA (a) AuNp 1 bulan (b) AuNp 1 hari ......................... 40
Gambar 4.8 Spektra UV-Vis Nanopartikel Au yang terus distirer .............. 40
Gambar 4.9 Perbandingan Spektra UV-Vis AuNp dengan AME ................ 42
Gambar 4.10 Perbandingan spektra IR AME dengan 2-merkaptoetanol....... 43
Gambar 4.11 Grafik hubungan Absorbansi dan Panjang Gelombang dengan
waktu AME (a). Tabel Perubahan Amaks dan maks terhadap waktu
AME (b) 44
Gambar 4.12 Grafik hubungan absorbansi dan panjang gelombang dengan
waktu AME konsentrasi 1,0 x 10-3 M. 45
Gambar 4.13 Gaussian Fitting Spektra UV-Vis AME ......................... 46
Gambar 4.14 Spektra UV-Vis Perbandingan AuNp, AME, dengan AME-CA
.. 47
Gambar 4.15 PSA AME-CA ........................................................................ 48
Gambar 4.16 Spektra IR AME-CA....... 49
Gambar 4.17 Spektra UV-Vis kestabilan AME-CA...................................... 50
Gambar 4.18 Grafik Hubungan Absorbansi dan Panjang Gelombang vs Waktu

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


AME-CA ............ 51
Gambar 4.19 Gaussian Fitting AME-CA...................................................... 51
Gambar 4.20 Spektra UV-Vis Sensor Terhadap Melamin ..... 55
Gambar 4.21 Hubungan Aborbansi dan Panjang Gelombang Sensor terhadap
Konsentrasi Melamin .......... 56
Gambar 4.22 Kurva Standar Sensor terhadap Melamin 56
Gambar 4.23 Grafik Hubungan Konsentrasi Melamin dengan Absorbansi
Sensor ...... 59

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Daerah Panjang Gelombang Elektromagnetik ....... 18


Tabel 4.1 Optimasi AME-CA dengan variasi konsentrasi CA ................. 49
Tabel 4.2 Pengaruh pH sensor terhadap reaksi dengan melamin.............. 54
Tabel 4.3 Aplikasi Sensor pada susu formula A ...................................... 57
Tabel 4.4 Perbandingan kinerja sensor Melamin terhadap matriks .......... 58
Tabel 4.5 Absorbansi sensor terhadap variasi konsentrasi melamin......... 59

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spektra Uv-Vis Kestabilan AME 5 x 10-6 M................................. 65


Lampiran 2. Spekta Uv-Vis Kestabilan AME 5x10-4 M..................................... 65
Lampiran 3. Spektra Uv-Vis Kestabilan AME 1,0 x 10 -6................................... 66
Lampiran 4. Spektra UV-Vis Kestabilan AME 5,0 x 10-7 M..................... 66
Lampiran 5. Spektra UV-Vis AME 9 x 10-5 M tanpa pengenceran.................... 67
Lampiran 6. Spektra UV-Vis Variasi konsentrasi AME-CA.............................. 67
Lampiran 7. Spektra UV-Vis Kestabilan AME:CA 1:2..................................... 68
Lampiran 8. Spektra UV-Vis Kestabilan AME:CA 2:1......................... 68
Lampiran 9. Kurva Sensor vs Melamin...................... 69
Lampiran 10. Perhitungan &rekoveri 69

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Melamin merupakan senyawa kimia bersifat basa yang digunakan
terutama sebagai bahan baku resin melamin. Di Amerika, melamin digunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan resin melamin formaldehid dan
sebagai perekat. Di Eropa, melamin digunakan sebagai monomer dan bahan
tambahan pada plastik (Li, Li, 2010).
Tidak ada peraturan yang mengijinkan penambahan langsung melamin ke
dalam pangan. Akan tetapi, terdapat banyak kasus penyalahgunaan melamin
dalam makanan. Pada tahun 2004, di Italia ditemukan kontaminasi melamin pada
produk ikan. Pada tahun 2007, melamin ditemukan dalam makanan hewan di
Amerika Serikat, Kanada, dan Afrika Selatan yang diimpor dari Cina sehingga
banyak anjing dan kucing mati karena gagal ginjal. Pada tahun 2008 kasus
terbesar terjadi di Cina dimana melamin mengkontaminasi susu formula,
menyebabkan 4 bayi meninggal dunia dan puluhan ribu anak-anak mengalami
gagal ginjal (Martoyo, P. Yuniarti, 2008).
Penambahan melamin ke dalam susu dilakukan karena banyak produsen
susu di Cina yang melakukan pengenceran susu dengan air. Pengenceran
mengakibatkan berkurangnya kadar protein sehingga susu tidak lolos seleksi
untuk kelayakan komersial berdasarkan pengukuran total nitrogen. Tingginya
angka nitrogen yang dikandungnya (66% massa), menyebabkan melamin secara
ilegal ditambahkan ke dalam susu untuk membuat susu seolah kaya protein. Hal
ini dilakukan karena analisa kadar protein yang menggunakan metode kjieldahl
dimana pengukurannya didasarkan pada total nitrogen yang ada. Tercemarnya
susu menyebabkan produk olahan susu, seperti biskuit, wafer, dan yogurt, secara
tidak langsung juga ikut terkontaminasi melamin. Hal ini dibuktikan dengan
penemuan sejumlah produk olahan susu dari Cina yang mengandung melamin (Li,
Na, 2010).

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Indonesia banyak mengimpor barang-barang dari Cina termasuk susu dan
produk olahannya. Banyak susu dan produk olahannya dari Cina yang terbukti
mengandung melamin dengan analisa menggunakan instrumen seperti HPLC dan
low-temperature plasma probe yang dikombinasikan dengan mass spectrometry
(LTP/MS) (Lu, Lehui, 2009).
Mengkonsumsi melamin di atas ambang batas aman (2,5 ppm di USA dan
EU; 1 ppm untuk susu bayi di Cina) dapat menyebabkan gangguan pada ginjal
bahkan kematian pada bayi (Brown, et al., 2007). Melamin tidak dimetabolisme
dalam tubuh dan secara cepat akan dikeluarkan lewat urin dengan waktu paruh
dalam plasma sekitar 3 jam (OECD, 1998). Akan tetapi jika melamin berinteraksi
dengan asam sianurat di dalam ginjal, maka akan terbentuk kompleks dengan
ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga membentuk kristal yang memiliki
kelarutan sangat rendah (Lu, Lehui, 2009). Hipotesis ini dikembangkan untuk
menentukan penyebab terbentuknya kristal melamin sianurat dalam ginjal yang
menyebabkan gangguan pada ginjal. Struktur asam sianurat analog dengan
melamin sehingga dapat menjadi pengotor pada melamin dan ikut masuk kedalam
tubuh bersama melamin yang termakan. Asam sianurat juga dapat masuk ke
dalam tubuh melalui air minum tidak diolah dengan benar karena asam sianurat
dapat digunakan sebagai disinfektan pada air.
Selain menyebabkan gagal ginjal, melamin juga dapat menyebabkan iritasi
pada kulit yang kontak dengan melamin, kerusakan alat-alat reproduksi, dan
kanker. Melamin tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga keberadaannya
bersama senyawa lain dalam susu tidak dapat diketahui. Reaksi melamin (M)
dengan asam sianurat/cyanuric acid (CA) menghasilkan suatu kompleks stabil
CAM melalui interaksi antara diaminopiridin dengan diimida moietis,
membentuk 3 ikatan hidrogen komplementer NH N (Lu, Lehui, 2009). Adanya
interaksi tersebut dijadikan sebagai pengetahuan dalam membuat sensor melamin.
Penelitian yang menggunakan sensor untuk mendeteksi melamin mulai
banyak dikembangkan. Nanopartikel emas (AuNp) yang memiliki serapan pada
panjang gelombang Visible dapat digunakan sebagai sensor colorimetric ideal
untuk mendeteksi melamin. Penggunaan AuNp sebagai sensor melamin dapat
dilakukan melalui modifikasi atau secara langsung.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Penelitian mengenai sensor melamin pertama kali dilakukan dengan
memodifikasi AuNp menggunakan derivat CA, 1-(2-merkaptoetil)-1,3,5-
triazinan-2,4,6-trion (MTT). MTT merupakan ligan yang memiliki gugus SH,
sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan AuNp. AuNp
termodifikasi MTT digunakan sebagai sensor colorimetric yang ideal untuk
mendeteksi melamin pada susu. AuNp akan mendeteksi adanya interaksi ikatan
hidrogen yang terjadi antara melamin dengan asam sianurat ditandai dengan
perubahan warna AuNp dari merah menjadi biru. Sensor ini dapat mendeteksi
melamin dalam susu sampai konsentrasi 1,0 x 10-9 M melalui pemisahan dengan
ekstraksi terlebih dahulu (Lu, Lehui, 2009). Akan tetapi, MTT merupakan
senyawa yang sulit disintesis dan membutuhkan waktu lama untuk
mendapatkanya dalam keadaan murni. AuNp yang dimodifikasi dengan sitrat-
asam sianurat telah digunakan sebagai sensor yang dapat mendeteksi adanya
melamin sampai konsentrasi 0,4 ppm dalam susu dengan terlebih dahulu
dilakukan pengendapan matriks menggunakan asam (Li, Na, 2011).
AuNp telah digunakan langsung untuk mendeteksi melamin dimana gugus
-NH2 yang dimiliki melamin akan berinteraksi dengan AuNp sebagai ligan dan
membentuk kompleks yang stabil (Li, Li, 2010). Akan tetapi, AuNp tidak hanya
berinteraksi dengan gugus -NH2 milik melamin saja, tetapi juga dengan gugus -
NH2 dalam susu yang mengandung protein-protein. Oleh karena itu, perlu
dilakukan denaturasi protein terlebih dahulu pada sampel susu yang akan
digunakan dengan asam trikloroasetat (Li, Li, 2010). AuNp dapat mendeteksi
melamin hingga konsentrasi 0,4 mg/L dalam sampel. Telah dilakukan penelitian
mengenai keselektifan AuNp sebagai sensor melamin dibandingkan dengan 12
asam amino yang strukturnya analog. AuNp dapat mendeteksi melamin dengan
baik pada konsentrasi 0,2 mg/L dalam larutan (Yang Bai, Lian, 2011). Komponen
susu yang dapat mempengaruhi respon AuNp sebagai sensor melamin adalah
kasein (Sha, He, 2011). Penggunakan AuNp langsung sebagai sensor melamin
dapat mendeteksi adanya melamin pada sampel susu sampai konsentrasi 20 ppb
dalam larutan dengan melakukan pemisahan matriks terlebih dahulu (Wei, Fang,
2011).

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Pada penelitian kali ini digunakan AuNp yang dimodifikasi sebagai sensor
melamin. AuNp yang digunakan dibuat dari pereduksi NaBH4 untuk mendapatkan
ukuran nanopartikel yang kecil dari larutan HAuCl4 sebagai sumber Au3+ (Manna,
A, 2003). Untuk meningkatkan keselektifan AuNp dimodifikasi dengan asam
sianurat sebagai gugus aktif untuk melamin (Lu, Lehui, 2009). Akan tetapi, asam
sianurat tidak memiliki gugus yang dapat berinteraksi dengan AuNp sehingga
digunakan 2-merkaptoetanol sebagai ligan jembatan antara AuNp dengan asam
sianurat. Pemilihan ligan 2-merkaptoetanol sebagai jembatan dikarenakan
merkaptoetanol memiliki gugus SH yang dapat berinteraksi dengan AuNp dan
gugus OH yang dapat berinteraksi dengan asam sianurat. Belum ada penelitian
yang menggunakan 2-merkaptoetanol sebagai ligan penstabil AuNp maupun
jembatan penghubung dengan asam sianurat.

1.2. Perumusan Masalah


Susu dan melamin sama-sama mengandung gugus amina dan berwarna
putih. Deteksi melamin dalam susu secara langsung memerlukan sensor yang
selektif sehingga dapat membedakan antara gugus amina pada melamin dan pada
susu. Asam sianurat diketahui dapat berinteraksi dengan melamin melalui
pembentukan 3 ikatan hidrogen membentuk suatu kompleks tidak berwarna.
Terjadinya interaksi antara melamin dan asam sianurat dapat dimanfaatkan untuk
mendeteksi keberadaan melamin. Namun, karena kompleks melamin-asam
sianurat tidak berwarna, maka diperlukan teknik lain sehingga terbentuknya
kompleks dapat diamati. Penggunaan AuNp merupakan cara yang tepat untuk
mengamati kompleks tersebut karena AuNp memiliki serapan panjang gelombang
pada daerah Visible. Gugus yang ada di dalam asam sianurat tidak berinteraksi
secara langsung dengan AuNp, sehingga diperlukan ligan yang berfungsi sebagai
jembatan antara AuNp dengan Asam sianurat.

1.3. Hipotesis
a) Dapat berinteraksinya melamin dengan asam sianurat dapat dijadikan sebagai
dasar pembuatan sensor melamin.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


b) Penggunaan AuNp memungkinkan dilakukannya pengamatan terhadap
kompleks melamin-asam sianurat secara optis.
c) 2-merkaptoetanol memiliki gugus SH yang dapat berinteraksi dengan AuNp
dan gugus OH diharapkan dapat berinteraksi dengan asam sianurat.
d) Selain sebagai jembatan, 2-merkaptoetanol juga berfungsi sebagai ligan
penstabil AuNp yang memiliki kecenderungan untuk beragregasi.
e) Efek matriks susu dalam sampel dapat dihilangkan dengan cara mendenaturasi
protein menggunakan asam trikloroasetat dan mengendapkan koloidnya
dengan sentrifugasi.

1.4. Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:
a) Memodifikasi AuNp dengan 2-merkaptoetanol-asam sianurat sebagai sensor
melamin yang diamati secara spektroskopi menggunakan spektrofotometer
UV-Vis.
b) Mengetahui kondisi optimum pembuatan sensor melalui varisai konsentrasi
dan pH.
c) Mengetahui daerah kisaran deteksi sensor terhadap melamin.
d) Mengaplikasikan sensor untuk menentukan kadar melamin dalam susu.

. .

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Melamin
Melamin berasal dari dua kata dalam bahasa Jerman, yaitu melam
(penurunan distilasi dari amonium tiosianat) dan amin yang disingkat. Merupakan
senyawa basa organik bersifat polar dengan pKa 5,6 yang mengandung 66%
massa nitrogen dari kerangka 1,3,5-triazina dan rumus kimia C3H6N6. Senyawa
ini memiliki nama sistematis IUPAC Melamin, Nama Kimia Abstrak 1,3,5-
Triazin-2,4,6-triamin, dan Chemical Abstract Service (CAS) No. 108-78-1 (IARC,
2010). Struktur kimia melamin disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Melamin (WHO, 2009)

Melamin dikenal dengan nama lain sianuramida, sianurotriamida,


sianurotriamina, isomelamin, triaminotriazin, 2,4,6-triaminotriazin, triamino-s-
triazin, 2,4,6-triamino-1,3,5-triazine, 2,4,6-s-triazinetriamin, dan 1,3,5-triazina-
2,4,6(1H,3H,5H)-triimina. Senyawa kimia ini berbentuk kristal putih padat,
mempunyai sifat sedikit larut dalam air (3,1 g/L pada suhu 20 oC), sedikit larut
dalam etanol, dan tidak larut dalam dietil eter (IARC, 2010).
Melamin disintesis pertama kali oleh Liebig pada tahun 1834. Pada
produksi awal, kalsium sianamida diubah menjadi disiandimida, kemudian

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


dipanaskan di atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Pada saat ini
industri menggunakan urea untuk menghasilkan melamin melalui reaksi berikut.

6 (NH2)2CO C3H6N6 + 6 NH3 + 3 CO2

Reaksi tersebut berlangsung dalam dua tahap:


Pertama, urea terurai menjadi asam sianat pada reaksi endotermik:

(NH2)2CO HCNO + NH3 Reaksi endotermik


Kedua, asam sianat berpolimerisasi membentuk melamin dan
karbondioksida:

6 HCNO C3H6N6 + 3 CO2 Reaksi eksotermik

Keseluruhan reaksi bersifat endotermik.

Melamin dapat diproduksi dari tiga bahan awal yang berbeda, yaitu urea
disiandiamida dan hidrogen sianida. Reaksi pembentukan melamin dari urea dapat
dilihat pada Gambar 2.2 (WHO, 2009).
Reaksi berlangsung pada tekanan tinggi yaitu 90-150 bar dalam fase cair
tanpa katalis dengan suhu 380-450oC. Dalam proses ini urea dikonversi menjadi
asam isosianat kemudian membentuk asam sianurat. Asam sianurat kemudian
bereaksi dengan amonia membentuk melamin (WHO, 2009).
Pembentukan melamin dengan tekanan rendah, yaitu pada 1-10 bar berada
dalam fase gas dengan suhu 350-450oC dan katalis aluminium oksida atau
aluminosilikat yang dimodifikasi. Pertama-tama urea dikonversi menjadi asam
isosianat. Kedua, asam isosianat dikonversi pada katalis menjadi sianamida atau
karbodiimida yang kemudian dikonversi menjadi melamin (WHO, 2009). Reaksi
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Kemurnian produk melamin bergantung pada proses pembuatan dan
tingkat pemurnian yang dilakukan. Kemurnian melamin dapat mencapai 99%.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Pengotor melamin berasal dari senyawa ammelid dan ammelin (WHO, 2009).
Struktur melamin dan analognya dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi (WHO, 2009)

Gambar 2.3 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan rendah


(WHO, 2009)

Gambar 2.4 Struktur melamin dan analognya (WHO, 2009)

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Melamin dapat dimetabolisme oleh dua strain bakteri (Pseudomonas strain
A dan Klebsiella terragena) menjadi karbondioksida dan amoniak. Melamin
dimetabolisme melalui reaksi deaminasi membentuk ammelin (4,6-diamino-2-
hidroksi-1,3,5-triazina), kemudian ammelid (6-amino-2,4-dihidroksi-1,3,5-
triazina), asam sianurat (s-triazina-2,4,6-triol) selanjutnya diurai menjadi biuret,
urea dan akhirnya membentuk amonia dan karbondioksida (WHO, 2009) dengan
skema seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Siklus penguraian metabolik melamin terkait dengan Pseudomonas


strain A dan Klebsiella terragena (WHO, 2009)

Melamin banyak digunakan pada industri pembuatan plastik, bahan


perekat, peralatan makan, dan papan tulis whiteboards (WHO, 2008). Reaksi
melamin dengan formaldehida membentuk resin melamin banyak digunakan oleh
industri produksi plastik, laminate, lem, bahan perekat, senyawa cetakan, pelapis,
kertas, kertas karton, dan pemadam api. Selain itu melamin merupakan komponen
pewarna kuning yang digunakan dalam pembuatan tinta dan plastik. Melamin
juga digunakan sebagai pupuk karena sifatnya yang kaya nitrogen. Melamin dapat
ditemukan sebagai metabolit dari pestisida siromazina yang digunakan dalam
pertanian dan peternakan, yaitu sebagai ektoparasitisid pada bebebrapa hewan
seperti domba, kambing, dan kelinci (Lori 0, 1990). Turunan melamin dari obat
arsenikal memiliki peranan penting dalam mengobati penyakit tripanosomiasis

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


pada vertebrata yang disebabkan oleh protozoa parasit di Afrika (Barrett, 2006).
Senyawa lain yang dapat menghasilkan melamin adalah trikloromelamin.
Trikloromelamin diijinkan digunakan sebagai zat sanitizer pada mesin dan
peralatan pengolah makanan kecuali susu karena dapat terurai menjadi melamin
(Karunasagar, 2009).
Penyalahgunaan Melamin bertujuan meningkatkan kadar protein pada
susu yang dianalisa dengan metode kjieldahl. Metode ini didasarkan atas
perhitungan nitrogen total yang ada. Melamin merupakan pengotor pada produk
susu, tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan langsung dikeluarkan melalui urin
oleh ginjal. Akan tetapi jika melamin bereaksi dengan asam sianurat atau
derivatnya dalam tubuh, maka akan terbentuk suatu kompleks melamin sianurat
dengan struktur kristal. Kompleks ini akan menyumbat saluran ginjal dan
membentuk batu ginjal yang mengakibatkan kegagalan fungsi ginjal (WHO,
2009)
Reaksi melamin (M) dengan asam sianurat (CA) yang menghasilkan suatu
kompleks stabil CAM melalui interaksi antara diaminopiridin dengan diimida
moietis, membentuk 3 ikatan hidrogen komplementer NH O dan NH N .
Struktur kompleks melamin sianurat dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Kompleks Melamin-Sianurat (Lu, Lehui, 2009)

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


2.2 Asam Sianurat
Asam sianurat atau 1,3,5-triazina-2 ,4,6-triol adalah senyawa kimia dengan
rumus molekul (CNOH)3 yang larut dalam air. Berbentuk padat berwarna putih,
tidak berbau, dan digunakan sebagai prekursor atau komponen pemutih,
desinfektan, dan herbisida. Asam sianurat dapat bertautomerisasi seperti pada
Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Struktur Asam sianurat (WHO, 2009)

Asam sianurat merupakan siklik trimer dari asam sianik, HOCN.


Deprotonasi asam sianurat dengan basa terjadi melalui reaksi:

[C(O)NH]3 [C(O)NH]2[C(O)N]- + H+ (Ka = 107)


[C(O)NH]2[C(O)N]- [C(O)NH][C(O)N]22- + H+ (Ka = 1011)
[C(O)NH][C(O)N]22- [C(O)N]33- + H+ (Ka = 1014)

Sintesis asam sianurat memerlukan dekomposisi termal urea, dengan


pelepasan amonia. Konversi dimulai pada sekitar 175 C:

3H2N-CO-NH2 [C(O)NH] 3 + 3NH 3

Asam sianurat mengkristal sebagai dehidrat.

Proses dehidrasi urea membentuk senyawa antara asam isosianat, biuret,


dan triuret:

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


H2N-CO-NH2 NH3 + HNCO
H2N-CO-NH2 + H2 HNCON-CO-NH-CO-NH2
H2N-CO-NH-CO-NH2 + H2 HNCON-CO-NH-CO-NH-CO-NH2

Salah satu pengotor dalam produksi asam sianurat adalah ammelide,


terutama pada suhu reaksi melebihi 190 C:

3H2N-CO-NH-CO-NH2 [C(O)]2(CNH2)(NH)2N + 2NH3 + H2O

Ammelamide terbentuk sebelum 225 C dan diduga juga terjadi dari


dekomposisi biuret. Melamin, [C(NH2)N]3, akan terbentuk pada suhu antara
325 C dan 350 C tetapi hanya dalam jumlah sangat kecil (Shaber, et.al, 1999).

Asam sianurat dapat ditemukan sebagai pencemaran dalam produksi


melamin. Asam sianurat juga dapat ditemukan dalam air kolam renang sebagai
produk disosiasi (uraian) dari dikloroisosianurat yang digunakan untuk desinfeksi
air (WHO, 2009). Perbedaan struktur kimia melamin dengan asam sianurat dapat
dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur melamin (a) dan struktur asam sianurat (b)
(Karunasagar, 2009)

2.3 Nanopartikel Emas


Partikel nano didefinisikan sebagai material berskala nanometer (10 -9 m).
Sifat-sifat nanopartikel sangat berbeda dengan bulk partikelnya. Sifat ini meliputi
sifat elektrik, mekanik, magnetik maupun sifat optiknya. Material nano memiliki
keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi spesifiknya, misalnya saja

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


dari sifat optiknya. Perbedaan ukuran setiap partikel terlihat jelas pada perbedaan
warna yang dihasilkan, sesuai dengan teori Surface Plasmon Resonance (SPR).
Hingga saat ini nanopartikel telah diaplikasikan dalam bidang elektronik,
kedokteran, industri kimia, kosmetik dan lain-lain (Yi Sun, et al. 2006).
Nanopartikel dapat disintesis dengan berbagai metode, salah satunya
melalui jalur kimia yang melibatkan (Guoa, 2007):
a. logam (garam logam bermuatan positif atau kompleks inti logam);
b. pelarut seperti air, pelarut organik polar dan pelarut organik nonpolar;
c. zat pereduksi (ditentukan oleh sifat dari komponen logam) seperti gas
hidrogen, senyawa hidrida, pereduksi organik seperti alkohol, dan lainnya;
d. stabilizer (zat penstabil, capping agent, dan passivating agent) seperti ligan
organik (tiol, amina, fosfat), surfaktan, polimer, pelarut (eter dan thioeter),
mencegah agregasi partikel, mengontrol kecepatan pertumbuhan, mengontrol
ukuran partikel, membuat partikel larut dalam berbagai pelarut.
Dalam sintesis, parameter yang mempengaruhi pertumbuhan, bentuk, dan
struktur nanopartikel adalah tipe capping agent atau stabilizer, konsentrasi reaktan,
pH larutan, dan waktu perlakuan panas. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
sifat nanopartikel adalah ukuran dan bentuk partikel, sifat permukaan, interaksi
pelarut-partikel, dan interaksi antar partikel (Guoa, 2007).
Nanopartikel memiliki kecenderungan untuk beragregasi sehingga
diperlukan suatu penstabil. Terjadinya, kestabilan yang mampu mencegah
nanopartikel beragregasi berlangsung melalui dua cara, yaitu:
a. Kestabilan Elektrostatik
Adsorpsi ion pada permukaan nanopartikel menimbulkan lapisan double
elektrostatik yang menghasilkan gaya tolak-menolak antara masing-masing
partikel.
b. Kestabilan Sterik
Dikelilinginya pusat logam dengan lapisan material yang bersifat sterik,
seperti polimer, surfaktan dan lain-lain. (Wibowo, 2007)
Berbagai metode yang digunakan untuk mengkarakterisasi nanopartikel
antara lain:

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


a. Karakterisasi ukuran dan luas permukaan: mikroskop elektron, difraksi sinar
X, dan pengukuran magnetik
b. Karakterisasi komposisi permukaan dan kompleks permukaan: AES, XPS,
SIMS, EPMA, dan EXAFS
c. Karakterisasi struktur permukaan (topografi): LEED, SEM, TEM, EXAFS
d. Karakterisasi komposisi dan struktur permukaan: FTIR, UV Vis, ESR, NMR,
dan Raman
Nanopartikel yang biasa digunakan adalah emas dan perak. AuNp dapat
berperan sebagai katalis aktif berbagai reaksi komersial. AuNp bersifat dielektrik
memiliki gelombang elektromagnetik pada permukaan yang khas sehingga
apabila terjadi perubahan dapat diamati. AuNp umumnya tidak stabil karena
memiliki energi permukaan yang besar, sehingga perlu distabilkan oleh
pemodifikasi yang sesuai sebagai ligan untuk mencegah agregasi. AuNp bersifat
inert sehingga hanya dapat berinteraksi dengan ligan yang memiliki gugus CN, -
NH2, dan SH karena memiliki afinitas terhadap AuNp yang tinggi (Aryal,
Santosh, 2005). Gambar 2.9 menunjukkan struktur AuNp yang telah dimodifikasi
dengan senyawa bergugus SH dan NH2.

Gambar 2.9 Struktur modifikasi AuNp dengan senyawa bergugus tiol (a)
dan amina (b) (Lu, Lehui, 2009; V.G., Praig, 2009)

AuNp yang dimodifikasi dengan ligan dapat digunakan sebagai sensor ion
logam yang spesifik. Ligan dengan gugus tiol seperti dithizone
(diphenylthiocarbazone), asam 3-merkaptopropanoat, L-sistein, dan 2-
merkaptoetanol memiliki atom S pada kerangka strukturnya, sehingga dapat

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


berinteraksi dengan AuNp membentuk inkatan S-Au. Selain sebagai sensor logam,
AuNp juga dapat digunakan sebagai sensor senyawa organik, misalnya melamin.
AuNp dimodifikasi dengan suatu tiol dari asam sianurat agar lebih stabil dan
selektif sebagai sensor melamin (Lu, Lehui, 2009).

2.4 2-Merkaptoetanol
2-merkaptoetanol (-mercaptoethanol, BME, 2BME atau -met),
termasuk kelompok tiol, adalah senyawa kimia dengan rumus HO(CH2)2SH yang
merupakan hibrida dari etilen glikol. Gugus hidroksil larut dalam air dan
menurunkan volatilitas yang menurunkan tekanan uapnya. Penurunan tekanan uap
mengakibatkan penurunan intensitas bau senyawa tersebut dibanding senyawa tiol
lain meskipun baunya tetap tidak mengenakkan. Gambar 2.10 menunjukkan
struktur 2-merkaptoetanol.

Gambar 2.10 Struktur 2-merkaptoetanol (Knight, J, 2004)

2-merkaptoetanol dapat dibuat dengan mereaksikan hidrogen sulfida dan


etilen oksida seperti reaksi yang ditunjukkan pada Gambar 2.11 (T.W., Green,
1999).

Gambar 2.11 Reaksi pembentukan 2-Merkaptoetanol

2-merkaptoetanol dapat digunakan untuk melindungi gugus aldehid dan


keton agar tidak tereduksi dalam sintesis suatu senyawa baru. Senyawa aldehid
dan keton akan membentuk suatu senyawa oksatiolan yang sesuai dengan 2-

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


merkaptoetanol. Gambar 2.12 menunjukkan contoh reaksi yang terjadi antara 2-
merkaptoetanol dengan gugus keton (Finechem, 2011).

Gambar 2.12 Reaksi 2-merkaptoetanol dengan keton

2-merkaptoetanol juga dapat digunakan untuk memutus ikatan disulfida


pada protein sehingga protein tersebut terdenaturasi. Reaksi ini menyebabkan
terhambatnya pembentukan RNA. Gambar 2.13 menunjukkan reaksi pemutusan
ikatan disulfida oleh 2-merkaptoetanol:

cysS-Scys + 2 HOCH2CH2SH 2 cysSH + HOCH2CH2S-SCH2CH2OH

Gambar 2.13 Reaksi pemutusan ikatan disulfide oleh 2-merkaptoetanol


(Finechem, 2011)
Selain itu, 2-merkaptoetanol juga dapat bertindak sebagai antioksidan
biologis untuk protein dengan cara menghambat oksidasi gugus sulfihidril bebas
sehingga aktifitas protein dapat dipertahankan.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


2.5 Asam Trikloroasetat
Asam trikloroasetat (IUPAC: asam trikloroetanoat) adalah analog dari
asam asetat, dengan ketiga atom hidrogen dari gugus metil digantikan oleh atom-
atom klorin. Senyawa ini merupakan asam yang cukup kuat (pKa = 0.77, lebih
kuat dari disosiasi kedua asam sulfat). Senyawa ini dibuat melalui reaksi klorin
dengan asam asetat bersama katalis yang cocok (Budavari, Susan, 1996).

CH3COOH + 3Cl2 CCl3COOH + 3HCl

Senyawa ini banyak digunakan dalam bidang biokimia, untuk


pengendapan makromolekul seperti protein, DNA dan RNA. Garam natriumnya
digunakan sebagai pembasmi rumput liar. Larutan yang mengandung asam
trikloroasetat digunakan untuk penghapus tato dan pengobatan kutil, termasuk
kutil kelamin (aman digunakan selama kehamilan) (Wiley, DJ, 2002). Garam-
garam dari asam trikloroasetat disebut trikloroasetat. Reduksi sebagian dari asam
trikloroasetat menghasilkan asam dikloroasetat, merupakan suatu obat aktif yang
berpotensi dapat menyembuhkan penyakit kanker (CPDB, 2011).
Gambar 2.14 merupakan struktur dari asam trikloroasetat.

Gambar 2.14 Struktur asam trikloroasetat (Budavari, Susan, 1996)

2.6 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)


FTIR merupakan suatu metode yang dapat mengamati interaksi molekul
melalui radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang 0,75 1.000 m
atau pada Bilangan Gelombang 13.000 10 cm-1. Sinar inframerah dibagi atas
tiga daerah, yaitu: daerah Inframerah dekat, daerah Inframerah pertengahan,

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


daerah infra merah jauh. Pembagian daerah tersebut dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 2.15 dan Tabel 2.1.

Gambar 2.15 Pembagian Daerah Panjang Gelombang Elektromagnetik


(Atkins, P.W., 1997)

Tabel 2.1 Pembagian Daerah Panjang Gelombang Elektromagnetik


(Atkins, P.W., 1997)

Pembagian daerah spektrum elektromagnetik, daerah panjang gelombang


yang digunakan pada alat FTIR adalah pada daerah inframerah pertengahan, yaitu
pada daerah panjang gelombang 2,5 50 m atau pada daerah bilangan
gelombang 4.000 200 cm-1.
Dalam spektroskopi infra merah panjang gelombang dan bilangan
gelombang adalah nilai yang digunakan untuk menunjukkan posisi dalam
spektrum serapan. Panjang gelombang biasanya diukur dalam mikron atau mikro
meter (m). Sedangkan bilangan gelombang ( ) adalah frekwensi dibagi dengan

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


kecepatan cahaya, yaitu kebalikan dari panjang gelombang dalam satuan cm-1.
Persamaan dari hubungan kedua hal tersebut diatas adalah :

Posisi pita serapan dapat diprediksi berdasarkan teori mekanikal tentang


osilator harmoni, yaitu diturunkan dari hukum Hooke tentang pegas sederhana
yang bergetar, yaitu :

dimana :

Keterangan :
c = kecepatan cahaya : 3,0 x 1010 cm/detik
k = tetapan gaya atau kuat ikat, N/m
= massa tereduksi
m = massa atom, gram

Setiap molekul memiliki harga energi yang tertentu. Bila molekul tersebut
menyerap energi dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul
akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan
energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan
energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi. Perubahan energi
vibrasi tersebut digunakan untuk menghasilkan spektra FTIR.
Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan,
khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang
2000 400 cm-1. Karena di daerah antara 4000 2000 cm-1 merupakan daerah
yang khusus yang berguna untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini
menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


antara 2000 400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun
bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut.
Dalam daerah 2000 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi
yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari
(fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000 2000 cm-1 menunjukkan
absorbsi yang sama, pada daerah 2000 400 cm-1 juga harus menunjukkan pola
yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama.
FTIR dapat digunakan untuk sampel berbentuk padat, cair maupun gas
dengan menggunakan kompartemen dan background yang sesuai (Silverstein,
RM, 1991):
A. Padatan, menggunakan Nujol Mull atau KBr sebagai background dan piringan
bulat logam sebagai kompartemen
B. Cairan, menggunakan udara kosong sebagai background dan kompartemen
yang disesuaikan dengan kepolaran sampel.
Gambar 2.16 menunjukkan bagan kerja dari FTIR

Gambar 2.16 Bagan Kerja FTIR (Thermonicolet, 2001)

Gambar 2.17 menunjukkan contoh spektra FTIR terjadinya ikatan S-Au


dari AuNp dengan L-sistein.

Gambar 2.17 Spektra IR sistein (a) dan Spektra IR Au-sistein (b)


(Aryal, Santosh, 2005)

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Tabel 2.2 Daerah Serapan Gugus Fungsi pada FTIR (Chalmers, J.M., 2002)

Ikatan Tipe Senyawa Daerah Serapan, cm-1


2960-2850(s) stretch
Alkana 1470-1350(v) scissoring and
C-H bending
1380(m-w) - Doublet - isopropyl,
CH3 Umbrella Deformation
t-butyl
3080-3020(m) stretch
C-H Alkenes
1000-675(s) bend
Aromatic Rings 3100-3000(m) stretch
C-H Phenyl Ring Substitution Bands 870-675(s) bend
Phenyl Ring Substitution Overtones 2000-1600(w) - fingerprint region
3333-3267(s) stretch
C-H Alkynes
700-610(b) bend
C=C Alkenes 1680-1640(m,w)) stretch
CC Alkynes 2260-2100(w,sh) stretch
C=C Aromatic Rings 1600, 1500(w) stretch
Alcohols, Ethers, Carboxylic acids,
C-O 1260-1000(s) stretch
Esters
Aldehydes, Ketones, Carboxylic acids,
C=O 1760-1670(s) stretch
Esters
Monomeric -- Alcohols, Phenols 3640-3160(s,br) stretch
Hydrogen-bonded -- Alcohols,
O-H 3600-3200(b) stretch
Phenols
Carboxylic acids 3000-2500(b) stretch
3500-3300(m) stretch
N-H Amines
1650-1580 (m) bend
C-N Amines 1340-1020(m) stretch
CN Nitriles 2260-2220(v) stretch
1660-1500(s) asymmetrical stretch
NO2 Nitro Compounds
1390-1260(s) symmetrical stretch
v - variable, m - medium, s - strong, br - broad, w weak

Terjadinya ikatan S-Au pada Gambar 2.16 (b) ditandai dengan hilangnya
puncak serapan pada daerah 2550 cm-1 pada Gambar 2.16 (a) yang menunjukkan
adanya interaksi S-H. Dengan kata lain gugus S-H dari L-sistein telah berikatan S-
Au dengan AuNp (Aryal, Santosh, 2005). Tabel 2.2 berikut menunjukkan daerah
serapan gugus-gugus yang khas terhadap FTIR.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


2.7 Particle Size Analyzer (PSA)
PSA adalah suatu metode untuk menentukan ukuran dari partikel. Gambar
2.18 menunjukkan bagan kerja dari PSA.
PSA ini menggunakan sinar laser sebagai sumber radiasi (2a) pada sampel
dan difraksi yang terjadi akan diukur oleh detektor (3). Sinyal yang terjadi diukur
menjadi tetapan ukuran oleh data sampling circuit (4) dan dihasilkan outputnya
melalui komputer. Sinyal tersebut dapat mempresentasikan rerata dari semua
ukuran partikel yang ada (Totoki, 2007).

Gambar 2.18 Bagan Kerja PSA (Totoki, 2007)

2.8 Spektrofotometer Ultra Violet-Visible (UV-Vis)


Alat Spektrofotometer UV-Vis merupakan instrumen yang penting dalam
karakterisasi senyawa-senyawa kimia. Rentang pengukuran Spektrofotometer
UV-Vis antara panjang gelombang 190 sampai 1100 nm. Bila suatu senyawa
diberi radiasi elektromagnetik akan terjadi transisi elektronik. Elektron dalam
ikatan tunggal tereksitasi dari ke * sedangkan elektron dalam ikatan rangkap
dua maupun rangkap tiga akan tereksitasi dari ke *. Molekul yang memiliki
elektron bebas atau non bonding mengalami transisi elektronik yang terajadi
adalah n ke *.
Spektrum UV-Vis secara ideal diambil dari larutan encer, dikarenakan
pada konsentrasi yang tinggi pengukuran spektrum akan terjadi penyimpangan
hukum Beer. Pengukuran larutan dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan
menggunakan satuan absorbansi. Absorbansi dengan simbol A dari larutan

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


merupakan logaritma dari (1/T atau I0/I). Absorbansi yang diukur sesuai dengan
hukum Lambert-Beer.:

A .b.C
Keterangan : A = Absorbansi
= Absorptivitas molar (M-1cm-1)
b = Tebal larutan (cm)
C = Konsentrasi larutan (M)

Spektrofotometer UV-Vis terdiri dari lima komponen, yaitu: sumber


radiasi (lampu hidrogen, deutrium, atau wolfram), tempat sampel/kuvet (kuarsa,
kaca, atau plastik, b= 1cm), monokromator, detektor, dan rekorder.
Gambar 2.19 menunjukkan contoh bagan sederhana Spektrofotometer UV-Vis.

Gambar 2.19 Bagan Kerja Spektrofotometer UV-Vis (Harvey, D, 2000)

Istilah yang biasa digunakan pada diskusi tentang transisi serapan


elektronik, diantaranya adalah pergeseran batoromik dan pergeseran hipokromik.
Pergeseran batokromik yaitu pergeseran serapah kearah panjang gelombang yang
lebih tinggi. Sedangkan pergeseran hipokromik merupakan pergeseran serapan
kearah panjang gelombang yang lebih pendek.
Selain teori diatas spektrofotometer UV-Vis juga dapat digunakan untuk
mengamati fenomena Surface Plasmon Resonance (SPR). SPR adalah gelombang
elektromagnetik pada interfasa dari suatu logam dielektrik. Jika gelombang
dihasilkan oleh suatu logam dengan ukuran nano yang permukaanya dianggap
planar maka fenomena ini disebut Localized Surface Plasmon Resonance (LSPR).
Dalam Tinjauan Pustaka ini hanya akan diperdalam LSPR.
LSPR merupakan gabungan osilasi elektron bermuatan yang tereksitasi
oleh cahaya pada nanopartikel logam. Osilasi elektron ini bergantung pada ukuran
dari nanopartikel dan berbanding terbalik dengan energi eksitasi. Jika ukuran

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


partikel suatu nanopartikel logam kecil maka, band gap elektron penyusunnya
semakin besar sehingga energi eksitasi yang dibutuhkan semakin besar. Dalam
Spektrofotometer UV-Vis jika energi eksitasi besar maka akan berbanding
terbalik dengan panjang gelombang serapannya, sesuai dengan persamaan Max
Plank:

dimana :
E = Energi, Joule
h = Tetapan Plank ; 6,6262 x 10-34 J.s
c = Kecepatan cahaya ; 3,0 x 1010 cm/detik
n = tingkatan energi (n = 0, 1, 2, )
l = panjang gelombang ; cm
u = frekwensi ; Hertz

Adanya perubahan pada suatu permukan nanopartikel ditandai dengan


pergeseran panjang gelombang kearah Batokromik cukup 1 nm saja (S, Pillai,
2007).

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia yang
dimulai dari bulan Juli sampai dengan Desember 2011.

3.2 Metode Penelitian


Penelitian dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Membuat AuNp yang memiliki ukuran kecil dengan memvariasikan
konsentrasi pereduksi NaBH4,
2. Membuat kompleks AuNp 2-Merkaptoetanol yang stabil melalui variasi
konsentrasi 2-Merkaptoetanol,
3. Membuat kompleks AuNp 2-Merkaptoetanol Asam sianurat (AME-CA)
yang stabil sebagai sensor Melamin dengan memvariasikan konsentrasi asam
sianurat dan pH larutan.
4. Melakukan pengujian batas deteksi dan daerah kerja AME-CA sebagai sensor
Melamin.
Karakterisasi berlangsungnya reaksi dan kestabilan kompleks yang
terbentuk dilakukan dengan pengukuran kurva serapan dan maks menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Pada penelitian ini alat yang digunakan meliputi alat-alat gelas yang
digunakan di laboratorium, seperti beaker glass, batang pengaduk, corong biasa,
labu ukur, pipet tetes, pipet ukur, gelas ukur, erlenmeyer, neraca analitik, tabung
reaksi, tabung sentrifuge, sentrifuge (Fisher Scientific), magnetic stirrer (IKA C-
MAG MS 7), termometer, vortex, hot plate, dan pH meter/indikator universal

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


(Merck). Pada pembuatan nanokoloid wadah yang digunakan adalah botol-botol
kecil bertutup dengan volume 15 ml. Untuk membuat nanokoloid dengan
konsentrasi tertentu, pengambilan stok dilakukan dengan pipet micro-syringe.
Peralatan yang digunakan untuk keperluan analisis adalah spektrofotometer
UV/Vis (Shimadzu UV-2450) , Fourier Transform Infra Red (FTIR, Shimadzu)
dan Particle Size Analyzer atau (PSA, Zetasizer 6.0).

3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu Aquabides (Merck), Aquademin
(Merck), Bubuk Emas 24k (Antam), HCl (Merck), HNO3 (Merck), NaBH4
(Merck), NaOH (Merck), 2-Merkaptoetanol (Aldrich), Asam sianurat (Aldrich),
Melamin (Merck), dan susu formula dengan berbagai macam merek yang ada di
pasaran Indonesia.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pembuatan Larutan
3.4.1.1 Pembuatan Larutan HAuCl4
Larutan HAuCl4 1,764 x 10-2 M dibuat dengan cara menimbang batangan
emas murni 24k sebanyak 0,3474 g yang dilarutkan dalam campuran pelarut HCl
pekat dan HNO3 pekat dengan perbandingan 4:1 (HCl:HNO3) dan dibantu
pemanasan dengan suhu 50 oC sampai tidak ada logam yang tersisa ditandai
dengan tidak ada lagi gelembung yang terbentuk. Kemudian larutan diencerkan
dengan aquabides dalam labu ukur 100 mL. Dari larutan ini diambil 10 mL
kemudian diuapkan dengan suhu 135 oC dan dilarutkan kembali sampai 10 ml
dengan aquabides. Sebanyak 2,834 mL larutan tersebut kemudian diencerkan
dengan aquabides dalam labu ukur 50 mL, konsentrasi larutan menjadi 1,0 x 10-3
M.

3.4.1.2 Pembuatan Larutan Pereduksi NaBH4


Larutan pereduksi NaBH4 harus dibuat segar. Larutan pereduksi dengan
konsentrasi 0,0500 M, 0,0300 M, 0,0150 M, 0,0100 M dibuat dengan melarutkan

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


berturut-turut 0,0198 g, 0,0100 g, 0,0059 g, dan 0,0037 g padatan NaBH4 dengan
aquabides sampai volume larutan sesuai dengan labu ukur 10 mL.

3.4.1.3 Pembuatan Larutan 2-Merkaptoetanol


Larutan induk 2-merkaptoetanol 0,001 M dibuat dengan mengencerkan
10,1 L larutan 1-mercaptoetanol 99% dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL.
Larutan 2-merkaptoetanol 1,0 x 10-5 M dibuat dengan mengencerkan 1 mL
larutan induk 2-merkaptoetanol 1,0 x 10-3 M dengan aquabides dalam labu ukur
10 mL sebanyak dua kali.

3.4.1.4 Pembuatan Larutan Asam Sianurat


Larutan induk asam sianurat 0,01 M dibuat dengan cara menimbang
0,0129 gram padatan asam sianurat dan dilarutkan dengan aquabides dalam labu
ukur 10 ml. Larutan asam sianurat 1,0 x 10-5 M dibuat mengencerkan 1 mL
larutan induk asam sianurat 0,01 M dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL
sebanyak tiga kali.

3.4.1.5 Pembuatan Larutan Melamin


Dibuat larutan induk melamin 0,01 M dengan cara menimbang 0,0126
gram padatan melamin dan dilarutkan dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL.
Larutan tersebut diencerkan sampai konsentrasi 1,0 x 10-13 M. Pengenceran
dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan induk melamin 0,01 M kemudian
ditambahkan aquabides sampai tepat tanda batas labu ukur 10 mL sebanyak 12
kali.

3.4.1.6 Pembuatan Larutan HCl


Larutan 1,0 x 10-3 M dibuat dengan mengencerkan 1 mL larutan induk
HCl 1 M dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL sebanyak tiga kali.

3.4.1.7 Pembuatan Larutan NaOH


Larutan NaOH 1,0 x 10-3 M dibuat dengan mengencerkan 1 mL larutan
induk NaOH 0,1 M dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL sebanyak dua kali.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


3.4.1.8 Pembuatan Larutan Asam Trikloroasetat
Asam trikloroasetat 300 g/L dibuat dengan melarutkan 1,8 g padatan asam
trikloroasetat dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL.

3.4.1.9 Pembuatan Larutan NaOH 6 M


NaOH 6 M dibuat dengan melarutkan 2,4 g padatan NaOH dengan
aquabides dalam labu ukur 10 mL.

3.4.2 Pembuatan Nanopartikel Au


Diambil 1 mL larutan HAuCl4 1,0 x 10-3 M kemudian diencerkan dalam
labu ukur 10 ml. Konsentrasi larutan HAuCl4 menjadi 1,0 x 10-4 M. Larutan
tersebut dibuat delapan kali dan dimasukkan ke dalam masing-masing delapan
botol cokelat 15 mL. Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan NaBH4 0,05
M, 0,03 M, 0,015 M, dan 0,01 M dengan dua volume yang berbeda, yaitu masing-
masing 1 ml dan 0,05 mL yang kemudian diaduk dengan magnetic stirrer.
Pengadukan terus dilakukan sampai larutan berwarna merah anggur (2 menit).
Selanjutnya larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.3 Modifikasi Nanopartikel Au dengan 2-Merkaptoetanol (AME)


Kedalam 10 mL larutan AuNp yang telah dibuat ditambahkan masing-
masing 1 mL, 100 l, 50 l, dan 10 l larutan induk 2-merkaptoetanol 1,0 x 10-5
M, sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 2 menit. Masing-masing larutan
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.4 Pembuatan AME-CA


Diambil sebanyak 50 l, 100 l, dan 200 l larutan asam sianurat 1,0 x 10-
5
M, lalu ditambahkan ke dalam larutan AME secara insitu sambil diaduk dengan
magnetic stirrer selama 2 menit. Masing-masing larutan kemudian diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.5 Optimasi pH AME-CA


3.4.5.1 Pengasaman Larutan AME-CA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Kedalam 1,2 mL larutan AME-CA ditambahkan larutan HCl 1 M masing-
masing 1 mL, 100 l, 50 l, 10 l, dan 1 mL larutan HCl 1,0 x 10 -3 M, kemudian
diaduk dengan stirrer selama 2 menit. Masing-masing larutan kemudian diukur
dengan Spektrofotometer UV-Vis.

3.4.5.2 Pembasaan Larutan AME-CA


Kedalam 1,2 mL larutan AME-CA ditambahkan NaOH 0,1 M, 1,0 x 10-2
M, dan 1,0 x 10-3 M masing-masing 1 mL kemudian diaduk dengan stirrer selama
2 menit dan diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis.

3.4.6 Aplikasi AME-CA sebagai Sensor Melamin


Larutan Melamin 0,1 M sampai 1,0 x 10 -13 M masing-masing diambil 100
l lalu ditambahkan ke dalam larutan AME-CA secara insitu sambil diaduk
dengan magnetic stirrer selama 2 menit. Masing-masing larutan kemudian diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.7 Aplikasi AME-CA pada susu


3.4.7.1 Pemisahan Sampel dengan Sentrifugasi
Satu gram susu A dilarutkan dengan 15 ml aquabides, kemudian di
sentrifuge selama 2 jam dan disaring. Diambil supernatannya sebanyak 1 mL
kemudian diencerkan dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL. Larutan ini
kemudian disebut sebagai blanko.
Diambil lagi 1 mL dari supernatan dan ditambahkan 100 L melamin 1,0
x 10-7 M kemudian diencerkan dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL. Larutan
ini kemudian disebut sebagai sampel.
Diambil 100 L dari masing-masing blanko dan sampel kemudian
dimasukkan kedalam AME-CA secara insitu kemudian dibiarkan untuk bereaksi
selama 2 menit dengan pengadukan pada suhu kamar. Masing-masing larutan
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.7.2 Pemisahan Sampel dengan Denaturasi


3.4.7.2.1 Denaturasi dengan Suhu

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Satu gram susu di larutkan dengan 15 mL aquabides, kemudian
dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam dan disaring. Diambil supernatannya
sebanyak 1 mL kemudian diencerkan dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL.
Larutan ini kemudian disebut sebagai blanko.
Diambil lagi 1 mL dari supernatan dan ditambahkan 100 L melamin 1,0
x 10-7 M, lalu diencerkan dengan aquabides dalam labu ukur 10 mL. Larutan ini
kemudian disebut sampel.
Diambil 100 L dari masing-masing blanko dan sampel kemudian
dimasukkan kedalam AME-CA secara insitu kemudian dibiarkan untuk bereaksi
selama 2 menit dengan pengadukan pada suhu kamar. Kemudian, mengukur
absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.7.2.2 Denaturasi dengan Asam Trikloroasetat


Satu gram susu di larutkan dalam 15 mL aquabides, kemudian diambil 4
mL dari larutan ini dan dicampur dengan 5 mL asam trikloroasetat 300g/L sambil
divortex. Kemudian campuran disentrifuge selama 6 menit dan disaring.
Supernatan dibasakan dengan sedikit NaOH 6 M. Larutan yang sudah netral ini
diambil 1 mL kemudian diencerkan dalam labu ukur 10 mL. Larutan ini kemudian
disebut blanko.
Diambil lagi 1 mL dari larutan yang sudah netral tersebut dan
ditambahkan 100 L Melamin 1,0 x 10 -7 M kemudian diencerkan dalam labu ukur
10 mL. Larutan ini kemudian disebut sampel.
Diambil 100 L dari masing-masing blanko dan sampel kemudian
dimasukkan kedalam AME-CA secara insitu, kemudian dibiarkan untuk bereaksi
selama 2 menit pada suhu kamar. Kemudian, absorbansi diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Gambar 3.1 Bagan Kerja

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Modifikasi AuNp dengan 2-Merkaptetanol Asam sianurat sebagai sensor


Melamin diamati dengan perubahan maks ke arah panjang gelombang yang lebih
tinggi (batokromik). AuNp memiliki maks antara 500-520 nm yang secara visual
berwarna merah anggur. Proses modifikasi yang dilakukan dijaga pada kisaran
perubahan panjang gelombang 520-530 nm yang secara visual berwarna merah
keunguan agar identifikasi adanya melamin oleh sensor yang ditandai dengan
berubahnya warna dari merah menjadi biru dapat teramati dengan jelas dan
menjadikan sensor lebih sensitif.

4.1. Pembuatan AuNp


4.1.1 Pembuatan HAuCl4
AuNp dibuat dengan mereduksi sumber ion Au dalam bentuk monovalen
maupun trivalen menjadi unsur Au yang tidak bermuatan. Terdapat dua metode
untuk mereduksi sumber ion Au yaitu dengan metode Turkevitch dan metode
Burst. Perbedaan kedua metode ini terletak pada pereduksi yang digunakan dan
ukuran AuNp yang terbentuk. Metode Turkevitch menggunakan Natrium sitrat
sebagai pereduksi sedangkan Metode Burst menggunakan Sodium borohidrat.
Dengan Metode Burst akan didapatkan ukuran AuNp yang lebih kecil
dibandingkan dengan Metode Turkevitch. Oleh karena itu, pada penelitian ini
digunakan metode Burst untuk membuat AuNp.
Pembuatan AuNp dengan metode Burst yang digunakan pada penelitian
ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu membuat larutan HAuCl4,
yang dibuat dengan melarutkan emas murni 24k dalam aquaregia dibantu dengan
pemanasan dimana suhu yang digunakan dalam pemanasan tidak mendekati suhu
dekompsisi termal dari aquaregia maupun emas yang digunakan (50 oC). Reaksi
yang terjadi adalah reaksi redoks dimana Au yang tidak bermuatan teroksidasi

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


menjadi ion Au bermuatan trivalen. Berikut adalah reaksi stoikimetri
pembentukan ion Au bermuatan trivalen dari Au dengan Aquaregia:

Au(s) + 4HCl(aq) + HNO3(aq) HAuCl4(aq) + NO(g) + 2H2O(g)

Berakhirnya reaksi ditandai dengan tidak terbentuknya lagi gelembung gas NO


dan H2O yang merupakan hasil samping dari reaksi tersebut.
Setelah itu, larutan HAuCl4 tersebut diencerkan dalam labu ukur 100 mL
untuk dijadikan larutan induk dengan konsentrasi 1,764 x 10 -2 M. Untuk
menghindari kelebihan reagen yang digunakan dalam pembuatan larutan HAuCl4
yang akan mengganggu dalam tahap pembuatan AuNp selanjutnya, maka
dilakukan proses penghilangan reagen-reagen tersebut yang dibantu dengan
pemanasan. Suhu pemanasan yang digunakan tidak mendekati suhu dekomposisi
kristal HAuCl4 tetapi melebihi titik didih aquaregia atau HCl dan HNO3. Titik
didih HNO3 pekat adalah 120, 5 oC dan HCl pekat adalah 110 oC sedangkan suhu
dekomposisi kristal HAuCl4 adalah 245 oC , sehingga suhu yang digunakan cukup
135 oC untuk menguapkan kelebihan asam aquaregia. Hilangnya kelebihan asam
ini ditandai dengan perubahan pH yang nilai sebelum dimurnikan adalah 2,8
menjadi 3,8. Keasaman larutan berkurang akibat berkurangnya asam HNO3 dan
HCl berlebih setelah pemanasan. Kelebihan asam perlu dihilangkan karena akan
mengganggu pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Vis dimana puncak
serapan dari masing-masing asam ini akan muncul pada daerah serapan UV dan
mengganggu pembacaan spektra. Larutan yang sudah murni kemudian diencerkan
sehingga konsentrasinya menjadi 1,0 x 10-3 M sebagai larutan yang digunakan
untuk tahap kedua pembuatan nanopartikel Au.

4.1.2 Pembuatan AuNp melalui reduksi HAuCl4


Tahap kedua yaitu membuat AuNp dengan mengencerkan 1 mL HAuCl4
1,0 x 10-3 M dalam labu ukur 10 ml. Pengenceran bertingkat dilakukan untuk
mencegah efek ketidakstabilan larutan akibat konsentrasi yang terlalu tinggi bila
langsung diencerkan menjadi konsentrasi yang diinginkan karena perbandingan
volume medium pengencer dengan zat yang diencerkan sangat jauh, dimana

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


volume zat yang diencerkan sangat kecil dibanding volume medium pengencer.
Kemudian 10 mL larutan HAuCl4 1,0 x 10-5 M direduksi menggunakan NaBH4
yang divariasikan konsentrasinya untuk memperoleh AuNp berukuran paling kecil.
NaBH4 digunakan sebagai pereduksi karena menghasilkan puncak serapan yang
tajam dan ukuran nanopartikel yang lebih kecil bila dibandingkan dengan natrium
sitrat. Berikut adalah reaksi redoks pembentukan AuNp:

8AuCl4 + 3BH4 + 9H2O 8Au + 3B(OH)3 + 21H+ + 32Cl Esel = 0,521 V


Reduksi : AuCl4- + 3e- Au + 4Cl- Eored =1,002 V
Oksidasi : BH4 + 3H2O B(OH)3 +7H+ +8e Eored = 0,481 V

Esel dari reaksi redoks tersebut positif, menandakan bahwa reaksi ini
terjadi secara langsung. Akan tetapi, dengan pengaturan suhu ion bermuatan dari
logam dapat direduksi lebih cepat walaupun Esel reaksi tersebut sudah bernilai
positif. Ion Au3+ dapat direduksi dengan NaBH4 pada suhu 18 oC dan hanya
dengan pengadukan selama 2 menit. Terjadinya reaksi redoks ini ditandai dengan
perubahan warna yang dapat dilihat secara visual dan diukur dengan
Spektrofotometer UV-Vis.

0.2
Absorbansi

8,90x10-4
0.1 4,66x10-4
1,15x10-3
7,43x10-4
2,40x10-3
1,26x10-3
2,49x10-3
4,76x10-3

0
300 400 500 600 700 800 900
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.1 Spektra UV-Vis Nanopartikel Au vs Konsentrasi Pereduksi

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


AuNp dengan ukuran terkecil ditandai dengan panjang gelombang paling
kecil. Sesuai teori SPR, dimana ukuran AuNp yang kecil ditandai dengan band
gap yang besar sehingga energi yang diperlukan untuk mengeksitasi elektron ke
tingkat terluar dari band gap AuNp sangat besar. Energi berbanding terbalik
dengan panjang gelombang, sehingga ukuran AuNp yang kecil dapat dilihat dari
spektra serapan pada panjang gelombang UV-Vis dengan maks paling kecil.
Gambar 4.1 berikut merupakan spektra serapan AuNp pada panjang gelombang
UV-Vis dengan berbagai variasi konsentrasi NaBH4.
Pengamatan dipermudah dengan membuat hubungan antara panjang
gelombang maksimal dengan konsentrasi NaBH4 seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Panjang Gelombang vs Konsentrasi Pereduksi

Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi NaBH 4,


maka maks AuNp yang dihasilkan semakin kecil, memperlihatkan ukuran AuNp
yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena konsentrasi NaBH4
yang besar mampu mereduksi lebih banyak ion Au3+ menjadi Au sehingga reaksi
redoks yang berlangsung terus menerus selama 2 menit akan mencegah terjadinya
interaksi antarpartikel logam membentuk kumpulan partikel yang lebih besar
(pertumbuhan partikel) Sedangkan dengan konsentrasi NaBH4 yang lebih kecil,
akan membuat reaksi redoks yang terjadi selesai sebelum waktu reaksi 2 menit,
sehingga sisa waktu yang ada dapat digunakan oleh partikel untuk tumbuh
menjadi lebih besar.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Hasil kurva yang tidak linier disebabkan karena teknik pencampuran yang
dilakukan, seperti suhu pencampuran, laju alir NaBH4, dan kecepatan pengadukan
yang kurang diperhatikan.
Pengamatan secara visual yang ditunjukkan pada Gambar 4.3
memperlihatkan bahwa konsentrasi NaBH4 yang paling besar menghasilkan
warna yang semakin merah.

Gambar 4.3. Nanopartikel Au dengan Variasi Konsentrasi Pereduksi

Dari variasi konsentrasi NaBH4 didapatkan bahwa maks terkecil adalah


pada panjang gelombang 512 nm yang dihasilkan dari konsentrasi NaBH4 paling
besar yaitu 4,7581 x 10-3 M. Untuk selanjutnya konsentrasi NaBH4 4,7581 x 10-3
M ini digunakan dalam pembuatan AuNp karena dianggap paling optimum
dengan ukuran partikel paling kecil dan warna merah yang paling sesuai untuk
selanjutnya digunakan dalam penyelenggaraan sensor.
Untuk mengetahui Absortivitas Molar () dari Au yang terbentuk dari
reduksi menggunakan NaBH4 dilakukan fitting terhadap spectra UV-Vis AuNp
dengan metode Gauss seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa Spektra serapan UV-Vis AuNp yang terlihat
hanya memiliki satu puncak serapan ternyata terdiri dari tiga puncak penyusun.
Puncak pertama pada serapan 313 nm dengan absorbansi 0,133 merupakan
HAuCl4 yang berlebih dalam sistem larutan. Puncak serapan 480 nm dengan
absorbansi 0,154 merupakan partikel Au yang baru tereduksi dan tumbuh sampai
520 nm dengan absorbansi 0,068. Dengan menggunakan persamaan Lambert-Beer,
dimana A adalah absorbansi AuNp saat kesetimbangan 0,25, b adalah lebar kuvet
1 cm, dan C adalah konsentrasi HAuCl4 1,0 x 10-4 M sehingga didapatkan nilai
AuNp sebesar 2500 M-1cm-1.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Result
offset= 0.0297443
1:Int.= 0.133505
1:Pos = 313.121
0.2 1:Width=151.759
2:Int.= 0.068484
2:Pos = 520.224
Absorbansi

2:Width=77.5123
3:Int.= 0.153885
3:Pos = 479.718
3:Width=289.881

0.1

0
300 400 500 600 700 800 900
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.4 Gaussian Fitting AuNp

4.1.3 Kestabilan AuNp


Nanopartikel logam memiliki kecenderungan untuk beragregasi. Hal ini
disebabkan karena adanya gaya antarpartikel yang kuat sehingga partikel-partikel
tersebut akan mendekat dan berkumpul bersama membuat suatu kluster partikel
yang lebih besar seiring berjalannya waktu. AuNp lebih stabil dibandingkan
nanopartikel logam lainnya, akan tetapi kecenderungan untuk beragregasi tetap
ada. Hal ini dibuktikan melalui pengukuran dengan Spektofotometer UV-Vis pada
Gambar 4.5 memperlihatkan terjadinya peningkatan absorbansi dan maks,
menunjukkan bahwa partikel terus bergabung dan menjadi partikel dengan ukuran
yang terus membesar.
Pengamatan terhadap absorbansi dan panjang gelombang maksimal
diperjelas dengan mengalurkan hubungan absorbansi dan panjang gelombang
maksimal terhadap waktu, yang diperlihatkan pada Gambar 4.6. Gambar 4.6
memperlihatkan bahwa bertambahnya waktu menyebabkan semakin besarnya
maks yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel AuNp yang

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


semakin besar. Sesuai dengan teori SPR, semakin besar ukuran nanopartikel
logam maka panjang gelombang maksimal yang dihasilkan akan semakin besar
karena energi eksitasi yang semakin kecil. Energi eksitasi yang semakin kecil
disebabkan karena jarak yang ditempuh oleh elektron untuk bereksitasi dari
tingkatan terendah menuju tingkatan tertinggi (band gap) semakin kecil. Band gap
yang semakin kecil dikarenakan berkumpulnya partikel-partikel menjadi satu
sehingga pita elektron masing-masing partikel saling bertumpukkan.

0.2
Absorbansi

2 menit
0.1 4 menit
8 menit
15 menit
30 menit
60 menit
1hari
1 minggu
1 bulan
0
300 400 500 600 700 800 900
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.5 Spektra UV-Vis Nanopartikel Au [NaBH4] = 4,7581 x 10-3 M

Pengamatan terhadap absorbansi maksimal memperlihatkan bahwa


pertambahan waktu tidak memberikan dampak signifikan, dimana absorbansi
maksimal yang dihasilkan tidak menunjukkan peningkatan yang linier. Hal ini
disebabkan karena ketidakhomogenan larutan akibat pertumbuhan partikel yang
tidak sama sehingga tidak terdistribusi dalam larutan secara merata menghasilkan
pembacaan absorbansi yang bias oleh Spektrofotometri UV-Vis.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Gambar 4.6 Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi vs Waktu
Nanopartikel Au

Ketidakhomogenan larutan ini dapat dibuktikan dari hasil pengukuran


dengan PSA pada Gambar 4.7 dimana AuNp berumur 1 hari memiliki ukuran
10,41 nm terdistribusi secara merata dalam larutan yaitu sebesar 99,6% volume
sedangkan AuNp berumur 1 bulan memiliki persen distribusi terbesar 99,4%
volume untuk partikel berukuran 1,352 nm akan tetapi, 0,6% volume dari larutan
menunjukkan adanya partikel berukuran 11,23 nm. Partikel dengan ukuran yang
paling besar adalah AuNp yang mulai beragregasi sedangkan partikel dengan
ukuran 1,352 nm merupakan sisa partikel yang belum beragregasi dalam pelarut.
Kecilnya persentase distribusi dari AuNp dalam larutan dikarenakan
berkurangnya jumlah individu partikel yang saling bergabung di dalam larutan.
Selain karena pertumbuhan partikel yang tidak sama, ketidakhomogenan
larutan dapat diakibatkan oleh pengadukan dengan stirer yang berlebihan. Hal ini
dibuktikan dari hasil spektra UV-Vis kestabilan Nanopartikel Au yang diaduk
dengan strirer terus menerus yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 memperlihatkan bahwa pada waktu 20 menit pengadukan terjadi
penurunan panjang gelombang yang sangat signifikan yang kemudian kembali
naik terukur pada waktu 29 menit. Hal ini dikarenakan pengadukan yang
berlebihan akan mengacaukan pertumbuhan kluster AuNp dan mengacaukan
kehomogenan pendistribusian partikel AuNp pada larutan yang seharusnya
partikel yang lebih besar berada di bagian yang lebih rendah pada larutan daripada
partikel yang lebih kecil, sehingga terjadi ketidakkonsistenan dalam pengukuran
dengan Spektrofotometer UV-Vis.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Gambar 4.7 Hasil PSA (a) AuNp 1 bulan (b) AuNp 1 hari

Gambar 4.8 Spektra UV-Vis Nanopartikel Au yang terus distirer

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


4.2 Modifikasi Nanopartikel Au dengan 2-Meraptoetanol (AME)
Telah diketahui bahwa AuNp memiliki kecenderungan untuk bergabung
menjadi suatu kluster partikel yang lebih besar. Oleh karena itu, AuNp sebaiknya
dilindungi oleh suatu ligan bergugus SH, NH2, atau CN yang dapat
menghalangi bergabungnya partikel-partikel AuNp membentuk kluster lebih besar.
Pada penelitian ini ligan yang digunakan adalah ligan yang mengandung gugus
SH yaitu 2-merkaptoetanol.
AuNp dan 2-Merkaptoetanol dapat berikatan melalui interaksi S-Au
dimana orbital 6s dari AuNp yang hanya terisi 1 elektron akan diisi oleh elektron
yang dimiliki atom S dari 2-Merkaptoetanol. Sehingga pada pengukuran dengan
Spektrofotometer UV-Vis, elektron dari AuNp yang dimodifikasi dengan ligan
2-Merkaptetanol membutuhkan energi eksitasi yang lebih kecil untuk pindah ke
kulit terluar jika dibandingkan dengan AuNp yang tidak dimodifikasi. Hal ini
dapat dijadikan acuan untuk melihat apakah reaksi antara AuNp dengan
2-Merkaptetanol telah terjadi. Apabila AuNp dan 2-Merkaptoetanol telah
berikatan S-Au maka spektra serapan UV-Vis yang terjadi akan mengalami
perubahan maks ke arah panjang gelombang yang lebih besar dan absoransi akan
berubah.

0.2
Absorbansi

0.1

AuNp
Au-2Me
0
300 400 500 600 700 800
Panjang Gelombang

Gambar 4.9 Perbandingan Spektra UV-Vis AuNp dengan AME

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Pada percobaan yang dilakukan terlihat bahwa terjadi perubahan maks dan
absorbansi AuNp yang belum dimodifikasi dengan yang telah dimodifikasi. maks
AuNp tanpa modifikasi adalah 512 sedangkan maks AuNp yang telah
dimodifikasi adalah 521 nm dan absorbansi berubah dari 0,22 menjadi 0,2095
seperti yang terlihat pada Gambar 4.9. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
AuNp berhasil dimodifikasi dengan 2-Merkaptoetanol dan terbentuk ikatan S-Au.

100

80
% Transmitan

60 2550 cm-1 S-H

40

20
AME-CA-Mel
2-merkaptoetanol
0
1000 2000 3000 4000
Bilangan Gelombang (cm-1)

Gambar 4.10 Perbandingan spektra IR AME dengan 2-merkaptoetanol


Terbentuknya kompleks AME juga dapat dibuktikan dari spektra IR yang
terlihat pada Gambar 4.10. Gugus S-H dari 2-merkaptoetanol ditandai dengan
munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 2550 cm-1. Akan tetapi, tidak
terlihat adanya pita serapan didaerah bilangan gelombang 2550 cm-1 pada spektra
IR dari AuNp yang telah dimodifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks
AME yang merupakan modifikasi AuNp dengan 2-merkaptoetanol telah terbentuk.
Optimasi pembentukan AME kompleks dilakukan dengan memvariasikan
konsentrasi 2-Merkaptoetanol kepada AuNp. Variasi ini dilakukan dengan
konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil yang optimal diperoleh pada konsentrasi 2-
merkaptoetanol 9 x 10-5 M, karena pada konsentrasi ini AME yang terbentuk
dengan maks 521 nm stabil dalam waktu 24 jam, ditandai dengan tidak
berubahnya panjang gelombang spektra UV-Vis dari AME tersebut seperti yang

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


terlihat pada Lampiran 1. Sedangkan pada konsentrasi penambahan 2-
Merkaptoetanol yang lain AME yang terbentuk tidak stabil dalam 24 jam seperti
yang terlihat pada Lampiran 2 sampai 4.
Pada penambahan konsentrasi 2-Merkaptoetanol yang lebih tinggi
(5,0 x 10-4 M) dalam waktu 24 jam maks AME yang terbentuk membesar dengan
absorbansi yang membesar seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Penambahan
maks yang terjadi terus dalam waktu 24 jam ini dikarenakan pembentukan
kompleks AME yang belum berakhir. Hal ini menandakan bahwa konsentrasi
2-merkaptoetanol yang ditambahkan terlalu besar dan berlebih untuk AuNp yang
ada, sehingga pembentukan kompleks memerlukan waktu yang lebih lama dan
membuat ukuran kompleks lebih besar dan mengakibatkan pergeseran ke arah
batokromik. Oleh karena itu, dapat dikatakan konsentrasi ini bukanlah konsentrasi
penambahan 2-merkaptoetanol yang optimal untuk menstabilkan AuNp.
Pada konsentrasi 2-merkaptoetanol yang lebih kecil (1,0 x 10 -6 M dan
5,0 x 10-7 M) terlihat bahwa dalam waktu 24 jam AME yang terbentuk serapannya
mendekati batas terendah atau pelarut. Hal ini dikarenakan konsentrasi
2-merkaptoetanol yang terlalu kecil tidak dapat mencegah AuNp membuat kluster
yang lebih besar dan membentuk endapan didasar botol penyimpan. Pada dasar
botol terlihat adanya endapan berwarna biru yang merupakan AuNp yang
berukuran besar seperti yang terlihat pada Lampiran 4. Serapan yang terukur pada
keadaan ini terlihat mendekati nilai batas terendah tetapi masih menunjukkan
sedikit puncak AME karena di dalam larutan bagian atas memang tersisa pelarut
dan sedikit AME yang terbentuk yang terlihat pada Lampiran 3 dan 4 .
Kestabilan AME 9,0 x 10-5 M dalam 1 hari ditunjukkan pada gambar 4.11.
AME yang terbentuk dari penambahan AuNp dengan 2-merkaptoetanol 9,0 x 10-5
M stabil dalam waktu 24 jam dengan maks tidak berubah menandakan tidak terjadi
perubahan pada struktur kompleks yang terbentuk maupun pada keseluruhan
sistem larutan. Namun pengukuran yang dilakukan pada 24 jam 20 menit terjadi
perubahan panjang gelombang ke arah yang lebih besar. Hal ini dikarenakan
sistem larutan yang sudah tidak stabil, diakibatkan karena ujung 2-merkaptoetanol
yang bergugus OH saling bertemu dan menghasilkan suatu ikatan hidrogen yang
akan menambah maks terukur pada pengukuran spektra serapan dengan

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Spektrofotometer UV-Vis karena band gap dari AuNp kembali terisi dengan
elektron dari ikatan hidrogen HO---HO yang terjadi antar 2-merkaptoetanol.

Gambar 4.11 Grafik hubungan Absorbansi dan Panjang Gelombang dengan waktu
AME (a). Tabel Perubahan Amaks dan maks terhadap waktu AME

Gambar 4.12 Grafik hubungan absorbansi dan panjang gelombang dengan


waktu AME konsentrasi 1,0 x 10-3 M

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Konsentrasi 2-merkaptetanol ini harus berada dalam pengenceran
bertingkat dari stok 1,0 x 10-3 yang ada untuk menghindari efek ketidakstabilan
akibat konsentrasi yang terlalu tinggi dan harus dibuat fresh karena
2-merkaptoetanol dalam suhu ruang tidak stabil seperti yang terlihat pada
Lampiran 5 dimana dengan pembuatan larutan dengan konsentrasi 9, 0 x10 -5 M
yang langsung dibuat dari larutan induk 1,0 x 10-3 M akan menyebabkan AME
tidak stabil dengan terus membesarnya maks dan absorbansi. Gambar 4.12
menunjukkan hubungan absorbansi dan panjang gelombang dengan waktu dari
kompleks AME dengan 2-merkaptoetanol konsentrasi tinggi.
Oleh karena itu disimpulkan bahwa konsentrasi 2-merkaptoetanol untuk
ditambahkan kepada AuNp yang paling optimal dan membentuk kompleks AME
yang paling stabil adalah 9,0 x 10-5 M yang selanjutnya digunakan untuk
membuat sensor melamin dengan penambahan gugus fungsi aktif melamin dari
asam sianurat.

0.2

Result
offset= 0
Absorbansi

1:Int.= 0.0329411
1:Pos = 361.898
1:Width=108.977
2:Int.= 0.0786054
2:Pos = 521.272
0.1 2:Width=88.3956
3:Int.= 0.146824
3:Pos = 403.457
3:Width=388.538

0
300 400 500 600 700 800
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.13 Gaussian Fitting Spektra UV-Vis AME

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Untuk menentukan tetapan pembentukan kompleks AME digunakan
metode Gaussian Fitting pada spektra serapan UV-Vis dari AME seperti pada
Gambar 4.13. Puncak serapan Uv-Vis AME yang awalnya terlihat hanya satu
serapan setelah difitting menjadi terlihat ada tiga puncak. Ketiga puncak ini
berasal dari kelebihan reagen pembentuk kompleks dan kompleks AME yang
terbentuk. Puncak yang terbesar merupakan AuNp yang tidak termodifikasi oleh
2-merkaptoetanol (A= 0,147, maks = 403 nm). Puncak yang paling kecil
merupakan kelebihan 2-merkaptoetanol (A= 0,033, maks = 362 nm). Puncak yang
terakhir merupakan kompleks AME yang dapat terbentuk (A= 0,079, maks = 521
nm).
Sebelum menentukan tetapan pembentukan kompleks terlebih dahulu
dicari nilai AME dengan menggunakan persamaan Lambert-Beer. Dimana
Absorbansi yang digunakan adalah 0,198 milik 2-merkaptoetanol, b merupakan
lebar kuvet yaitu 1 cm, dan C merupakan konsentrasi 2-merkaptoetanol yang
digunakan sehingga didapatkan nilai AME sebesar 2200 M-1cm-1. Dengan
menggunakan persamaan Lambert-Beer mengunakan AME didapatkan konsentrasi
AME yang terbentuk 3,591 x 10-5 M. Dengan AuNp sebesar 2500 M-1cm-1 ke
dalam persamaan Lambert-Beer didapatkan konsentrasi AuNp yang tidak
membentuk kompleks sebesar 5,88 x 10-5 M. Sehingga didapatkan tetapan
pembentukan kompleks AME sebesar 9684,47. Tetapan kesetimbangan ini
bernilai cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan kompleks
AME dapat berlangsung dengan baik karena menghasilkan produk lebih banyak
daripada reaktan.

4.3 Pembuatan AME-CA


Penelitian ini bertujuan membuat sensor Melamin. Pengetahuan bahwa
asam sianurat melamin dapat bereaksi menjadi landasan modifikasi AuNp
dengan ME dan CA sehingga dapat digunakan sebagai sensor melamin. Oleh
karena itu, AME dimodifikasi dengan asam sianurat membentuk suatu kompleks
AME-CA melalui ikatan hidrogen antara 2-merkaptoetanol dengan asam sianurat.
Terbentuknya kompleks AME-CA ditandai dengan perubahan maks dan
absorbansi. Gambar 4.14 memperlihatkan bahwa, kompleks AME-CA telah

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


terbentuk ditandai dengan bergesernya maks ke arah batokromik dari 521 nm
menjadi 525 nm.
Pergeseran maks diakibatkan karena berkurangnya kuat ikatan S-Au antara
AuNp dengan 2-merkaptoetanol karena gugus OH yang kaya elektron pada
ujung bebas 2-merkaptoetanol sudah digunakan untuk berikatan hidrogen dengan
CA membentuk kompleks AME-CA sehingga menyebabkan AuNp mulai
berkumpul dan perlahan ukuran AuNp mulai membesar mengakibatkan
pergeseran kearah batokromik pada spektra serapan Uv-Vis. Perbesaran ukuran
AuNp ini dibuktikan dengan pengukuran PSA yang dapat dilihat pada Gambar
4.15. Gambar 4.15 memperlihatkan bahwa ukuran AuNp sebelum dimodifikasi
adalah 10,41 nm dengan intensitas sebaran partikel dalam larutan 99,6% volume
menjadi 23,41 nm dengan intensitas sebaran partikel dalam larutan 97,9% volume.
Intensitas sebaran partikel yang besar menandakan larutan kompleks memiliki
tingkat kehomogenan yang tinggi.

Gambar 4.14 Spektra UV-Vis Perbandingan AuNp, AME, dengan AME-CA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Gambar 4.15 PSA AME-CA

100

80
% Transmitan

60

40

20
AME-CA-Mel
2-merkaptoetanol 3344-3381cm-1 O-H
0
1000 2000 3000 4000
Bilangan Gelombang (cm-1)

Gambar 4.16 Spektra IR AME-CA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Gambar 4.16 yang memperlihatkan spektra IR dari AME-CA menguatkan
pembuktian bahwa kompleks AME-CA telah terbentuk ditandai dengan hilangnya
serapan gugus OH monomerik yang dimiliki 2-merkaptoetanol pada serapan IR
AME-CA yang menandakan OH monomerik telah hilang dan digantikan dengan
ikatan hidrogen HO - - HN antara 2-merkaptoetanol dengan asam sianurat.
Pembuatan kompleks AME-CA yang stabil dilakukan dengan
memvariasikan penambahan konsentrasi asam sianurat pada kompleks AME
untuk mencari kondisi optimum. Perubahan panjang gelombang dan absorbansi
dari variasi konsentrasi asam sianurat yang digunakan (1:1, 1:2, dan 2:1 dengan
2-Merkaptoetanol 9,0 x 10-5 M) dapat dilihat dan Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Optimasi AME-CA dengan variasi konsentrasi CA


Waktu Amaks maks
1:2 AME:CA 0.116 519
2:1 AME:CA 0.128 517
1:1 AME:CA 0.104 525

Konsentrasi CA yang lebih kecil menghasilkan panjang gelombang yang


paling kecil. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi ini asam sianurat yang
berinteraksi dengan 2-merkaptoetanol lebih sedikit sehingga ikatan S-Au antara
2-merkaptoetanol dengan AuNp masih kuat dan agregasi AuNp tetap terjaga.
Pada konsentrasi CA yang lebih besar menghasilkan panjang gelombang
maksimal yang lebih kecil dari konsentrasi yang sama. Hal ini dikarenakan
kelebihan CA akan menurunkan serapan sinar Visible larutan karena CA memiliki
serapan pada panjang gelombang UV sehingga menggeser panjang gelombang
kearah hipokromik. Spektra serapan UV-Vis perbandingan ketiga konsentrasi CA
dapat dilihat pada Lampiran 6.
Spektra yang terukur langsung belum dapat dijadikan acuan untuk
menentukan konsentrasi CA yang optimal sehingga dilakukan pengukuran dengan
variasi waktu agar dapat diketahui konsentrasi CA yang dapat menstabilkan
kompleks AME-CA. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi CA yang optimal.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil optimal pada konsentrasi
1:1 (2-Merkaptoetanol:Asam sianurat) dengan maks 525 dan absorbansi 0,104
yang stabil dalam waktu 24 jam yang dapat terlihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Spektra UV-Vis kestabilan AME-CA

Penggunaan perbandingan mol 2-merkaptoetanol:asam sianurat yang lebih


besar atau lebih kecil (1:2 dan 2:1) memperlihatkan perubahan spektra serapan
hanya dalam 25 menit. Hal ini menandakan kompleks yang terbentuk antara AME
dengan CA tidak stabil dan dapat berubah hanya dalam waktu 25 menit seperti
yang ditunjukkan berturut-turut pada lampiran 7 dan 8.
Untuk memudahkan pembacaan spektra serapan UV-Vis kestabilan AME-
CA (1:1) dibuat grafik hubungan antara waktu dengan perubahan maks dan
absorbansi seperti pada Gambar 4.18. Grafik hubungan absorbansi dengan waktu
AME-CA memperlihatkan terjadinya penurunan absorbansi pada waktu 8 menit.
Hal ini disebabkan karena ketidakhomogenan larutan akibat pengadukan dengan
stirrer yang berlebihan (seharusnya 2 menit saja) seperti yang telah dijelaskan
pada kestabilan AuNp sebelumnya pada Gambar 4.8. Kompleks AME-CA yang
terbentuk membutuhkan waktu penstabilan selama 20 menit yang digunakan
untuk melakukan reaksi pembentukan antara AME dengan CA.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Untuk menentukan tetapan pembentukan kompleks AME-CA dapat
dilakukan fitting pada spektra UV-Vis AME-CA dengan metode Gaussian seperti
pada Gambar 4.19.

Gambar 4.18 Grafik Hubungan Absorbansi dan Panjang Gelombang vs Waktu


AME-CA

0.6

Result
Absorbansi

offset= 0
0.4 1:Int.= 0.0671905
1:Pos = 324.101
1:Width=167.196
2:Int.= 0.0765109
2:Pos = 537.179
2:Width=138.159
0.2 3:Int.= 0.223543
3:Pos = -46.0457
3:Width=1464.01

0
200 400 600 800
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.19 Gaussian Fitting AME-CA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Spektra UV-Vis yang awalnya hanya terdiri dari satu puncak serapan
setelah difitting membentuk 3 puncak. Ketiga puncak ini berasal dari reagen yang
berlebih dan kompleks yang terbentuk. Dengan puncak yang paling besar adalah
milik AuNp (A= 0,224, maks= -46,0457). Puncak ini terlihat keluar dari serapan
UV-Vis karena mengikuti persamaan Lambert-Beer dimana yang akan ditandai
dengan absorbansi yang besar. Akan tetapi, karena absorbansi larutan AME-CA
jauh dibawah absorbansi AuNp maka fitting yang disesuaikan dengan melebarkan
luas area puncak. Puncak dengan nilai A= 0,067 dan maks= 324 diindikasi sebagai
kelebihan AME, sedangkan puncak dengan nilai A= 0,076 dan maks= 537
merupakan kompleks AME-CA yang terbentuk.
Dengan menggunakan persamaan Lambert-Beer dapat ditentukan nilai
dari AME-CA mengacu pada konsentrasi CA yang digunakan sehingga didapatkan
AME-CA sebesar 1155,55 M-1cm-1. Kompleks AME-CA yang terbentuk dapat
dihitung menggunakan AME-CA sebesar 1155,55 M-1cm-1 dan absorbansi 0,076
didapatkan konsentrasi kompleks AME-CA yang terbentuk sebesar 6,577 x 10-5
M. Kelebihan AME dapat ditentukan dengan menggunakan AME yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu 2200 M-1cm-1 dan absorbansi 0,067 sehingga
didapatkan konsentrasi AME berlebih 3,045 x 10-5 M. Sehingga tetapan
pembentukan kompleks AME-CA sebesar 12271,58. Tetapan kesetimbangan ini
bernilai cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan kompleks
AME-CA dapat berlangsung dengan baik karena menghasilkan produk lebih
banyak daripada reaktan.

4.4 Optimasi pH pada AME-CA


Percobaan memvariasikan pH dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap
kinerja sensor AME-CA mendeteksi melamin. Sensor memiliki pH awal 9,4, pH
ini sama dengan pH awal AuNp. Modifikasi AuNp dengan ligan
2-merkaptoetanol dan asam sianurat sebagai gugus aktif melamin tidak merubah
pH awal larutan.
Pengaturan pH dengan menurunkan atau menaikkan 1 unit angka pH
membuat warna larutan dari merah keunguan menjadi biru. Hal ini disebabkan
karena konsentrasi larutan yang kecil langsung ditambahkan asam atau basa

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


dengan konsentrasi tinggi, menyebabkan kerusakan pada kompleks AME-CA.
Kerusakan yang terjadi kemungkinan disebabkan putusnya ikatan asam sianurat
dengan 2-merkaptoetanol. Perubahan warna AME-CA dari merah keunguan
menjadi biru tidak diinginkan karena AME-CA diharapkan hanya dapat berubah
warna menjadi biru bila adanya melamin. Jika sensor sudah berwarna biru maka
adanya melamin tidak dapat diidentifikasi secara visual.
Asam sianurat merupakan asam lemah, dalam HCl dengan konsentrasi
tinggi maka asam sianurat akan berubah menjadi basa lemah dengan O ikatan
rangkap asam sianurat menjadi dalam bentuk OH sehingga ikatan hidrogen OH-
NH antara asam sinurat dengan 2-merkaptoetanol terganggu dan lepas membuat
2-merkaptoetanol bebas dengan gugus OH yang ada akan berikatan hidrogen
dengan sesamanya sehingga AuNp tidak lagi terselimuti dengan baik oleh ligan
penstabil 2-merkaptoetanol dan mulai beragregasi.
Penambahan NaOH yang merupakan basa kuat dengan konsentrasi tinggi
menyebabkan ikatan asam sianurat dengan 2-merkaptoetanol melemah. Karena
asam sianurat bersifat asam maka NH yang berikatan hidrogen dengan OH
2-merkaptoetanol akan terlepas dan asam sianurat mendonorkan H dari gugus NH
kepada NaOH. Hal ini menyebabkan ujung OH dari 2-merkaptoetanol menjadi
bebas kembali yang kemudian satu dengan yang lain akan dapat membentuk
ikatan hidrogen mengakibatkan melemahnya ikatan S-Au sehingga agregasi
AuNp tidak dapat terjaga dengan baik.
Untuk menguji apakah hal ini dikarenakan konsentrasi asam dan basa yang
tinggi maka dilakukan pengenceran pada HCl dan NaOH yang digunakan.
Pengenceran pertama pada HCl dimana konsentrasi HCl menjadi 0,1 M
menghasilkan hasil yang serupa. Baru setelah konsentrasi HCl 10 -3 M dan NaOH
mencapai 10-2 M perubahan warna larutan dari merah keunguan menjadi biru
tidak terjadi lagi, namun perubahan pH yang terjadi sangat kecil. Kemudian
AME-CA dengan variasi pH larutan ini diujikan sebagai sensor Melamin. Tabel
4.2 memperlihatkan pengaruh pH terhadap kinerja AME-CA sebagai sensor
Melamin.
Pada pH AME-CA yang lebih rendah (9,2) dari pH awal (9,4) terlihat
perubahan maks yang besar, tetapi perubahan absorbansi yang tidak signifikan.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Pada pH AME-CA yang lebih tinggi (9,7 dan 10,1) juga menghasilkan perubahan
absorbansi yang tidak signifikan. Karena baik atau tidaknya kinerja sensor tidak
dapat hanya dilihat dari absorbansi atau panjang gelombang saja tetapi keduanya.
Absorbansi merupakan standar pengukuran secara kuantitatif dan panjang
gelombang adalah standar pengukuran secara kualitatif. Sehingga dapat dikatakan
bahwa penyerapan Melamin yang paling baik terlihat pada pH 9,4 atau tidak
dilakukan perubahan pH dari pH awal larutan. Penurunan panjang gelombang
setelah ditambahkan HCl atau NaOH ke dalam larutan dibanding panjang
gelombang sensor tanpa penambahan HCl atau NaOH hanya dikarenakan
pengenceran akibat penambahan volume larutan yang besar yaitu 1 mL.

Tabel 4.2 Pengaruh pH sensor terhadap reaksi dengan melamin


pH Perubahan max (nm) Perubahan Absorbansi

9,2 520528 0,0920,088

9,4 525529 0,1040,080

9,7 525528 0,1170,115

10,1 521529 0,1070,107

4.5 Aplikasi AME-CA sebagai Sensor Melamin


AME-CA yang sudah dioptimalkan kemudian diuji kepada melamin.
Diamati perubahan yang terjadi pada penambahan variasi konsentrasi melamin
dari 1,0 x 10-2 M sampai 1,0 x 10 -13 M yang masing-masing diambil 100 L dan
ditambahkan kepada sensor. Sensor AME-CA hanya mampu mendeteksi
konsentrasi melamin dengan ditandai dengan perubahan warna sensor dari merah
keunguan menjadi biru, dari konsentrasi melamin paling besar (1,0 x 10-9 M)
sampai dengan konsentrasi paling kecil (1,0 x 10-13 M). Hasil pengukuran dengan
spektrofotometer UV-Vis diperlihatkan pada Gambar 4.20 dan Lampiran 9.
Hal ini menunjukkan bahwa AME-CA yang ada hanya dapat mendeteksi
melamin dengan rentang konsentrasi 1,0 x 10-9 M sampai 1,0 x 10-13 M dalam
keseluruhan larutan. Dengan kata lain kompleks AME-CA yang warnanya
didasari oleh band gap AuNp yang telah dimodifikasi 2-merkaptoetanol-asam

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


sianurat hanya dapat menampung elektron hasil pembentukan kompleks yang
terjadi akibat interaksi ikatan hidrogen CA dengan melamin dari konsentrasi
1,0 x 10-9 sampai 1,0 x 10-13. Pada konsentrasi diatas 1,0 x 10-9 asam sianurat
sebagai gugus aktif melamin pada sensor telah habis berikatan dengan melamin
menyebabkan melemahnya ikatan S-Au antara AuNp dengan 2-merkaptoetanol
sehingga 2-merkaptoetanol terlepas dan AuNp beragregasi. Sedangkan kompleks
yang terbentuk dari konsentrasi yang lebih kecil dari 1,0 x 10 -13 tidak
menghasilkan perbedaan signifikan karena ikatan hydrogen antara asam sianurat
dan melamin belum terjadi sehingga perubahan warnanya tidak dapat teramati.

0.2
AME-CA
9x10-4 Mel
9x10-5 Mel
Absorbansi

9x10-6 Mel
9x10-7 Mel
9x10-8 Mel
9x10-9 Mel
9x10-10 Mel
0.1 9x10-11 Mel
9x10-12 Mel
9x10-13 Mel
9x10-14 Mel
9x10-15 Mel

0
300 400 500 600 700 800 900
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.20 Spektra UV-Vis Sensor Terhadap Melamin

Untuk lebih jelas melihat perubahan yang terjadi pada sensor dengan
penambahan melamin, dibuat kurva hubungan panjang gelombang dan absorbansi
AME-CA terhadap konsentrasi melamin seperti pada Gambar 4.21 dimana
perubahan maks yang terjadi akibat penambahan melamin dapat menjadi acuan
untuk penentuan secara kualitatif adanya melamin di dalam larutan sensor.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Perubahan absorbansi dapat menjadi acuan penentuan secara kualitatif adanya
melamin di dalam larutan sensor.

550 0,14
548
0,121 0,125
545 0,119 0,12
543
0,107
Panjang Gelombang

540 0,1
538

Absorbansi
535 0,08 0,08

530 529 530 0,06

525 Panjang Gelombang 0,04

520 Absorbansi 0,02

515 0
1 x 10-13 1 x 10-12 1 x 10-11 1 x 10-10 1 x 10-9
Konsentrasi (M)

Gambar 4.21. Hubungan Aborbansi dan Panjang Gelombang Sensor terhadap


Konsentrasi Melamin

0,14

0,12 0,121
0,107
0,1
Konsentrasi (M)

0,08 0,08

0,06
y = 0,0205x + 0,0617 Absorbansi
0,04
R2 = 0,9676
0,02 Linear (Absorbansi)
0
1 x 10-13 1 x 10-12 1 x 10-11
Absorbansi

Gambar 4.22 Kurva Standar Sensor terhadap Melamin

Linearitas dari absorbansi dijadikan standar acuan untuk menentukan


konsentrasi melamin pada suatu sampel yang tidak diketahui. Daerah linier
terlihat pada absorbansi dari konsentrasi melamin yang paling kecil yaitu

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


1,0 x 10-13 M, sampai konsentrasi melamin yang paling besar yaitu 1,0 x 10-11 M.
Dari daerah ini dapat dibuat suatu kurva standar seperti yang terlihat pada Gambar
4.22.

4.6 Aplikasi AME-CA pada susu


Digunakan Susu bermerk A sebagai sampel yang diuji kepada sensor
dengan 3 perlakuan awal yang berbeda berbeda yaitu disentrifugasi, didenaturasi
dengan pemanasan (Denaturasi I), dan didenaturasi dengan asam trikloroasetat
(Denaturasi II) untuk melihat pengaruh matrix terhadap sensitifitas sensor. Matrix
yang diamati adalah protein dan partikel koloid. Pengaruh matriks diamati dengan
mengikuti metode standar adisi. Didapat hasil seperti yang tertera pada Tabel 4.3
berikut:

Tabel 4.3 Aplikasi Sensor pada susu formula A


Pretreatment Perubahan max (nm) Perubahan Absorbansi
Sentrifuge 531536 0,1330,131
Denaturasi I 528534 0,1480,153
Denaturasi II 525537 0,0560,097

Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa pretreatment dengan Denaturasi I


menghasilkan maks yang lebih rendah dikarenakan kompleks AME-CA-melamin
yang terbentuk dalam perlakuan ini secara kualitatif berkisar pada max 534 nm.
Absorbansi yang lebih tinggi diakibatkan karena masih terdapat partikel koloid
yang memiliki serapan lebih besar. Pretreatment dengan sentrifugasi
menghasilkan maks yang lebih tinggi dari Denaturasi I. Hal ini dikarenakan
kompleks AME-CA-melamin yang terbentuk dalam perlakuan ini secara kualitatif
berkisar pada max 536 nm yang menandakan bahwa lebih banyak melamin yang
dapat membentuk kompleks dengan AME-CA. Absorbansi pada proses
sentrifugasi lebih rendah dari denaturasi yang menandakan bahwa partikel koloid
berhasil diendapkan. Akan tetapi belum semua partikel koloid terendapkan. Dari
dua perlakuan awal didapatkan bahwa protein-protein yang memiliki gugus NH2
seperti yang ada pada melamin bukan merupakan pengganggu utama sensor

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


dalam mendeteksi melamin. Partikel koloid yang memiliki absorbansi sangat
besar lebih mengganggu penentuan kuantitatif kinerja sensor. Oleh karena itu
dilakukan perlakuan awal dengan Denaturasi II. Perlakuan awal ini dapat
menghasilkan maks yang lebih tinggi daripada kedua pretreatment lain yang
menandakan bahwa kompleks AME-CA-melamin yang terbentuk lebih banyak.
Absorbansi yang dihasilkan sudah masuk kedalam kisaran kinerja sensor. Asam
trikloroasetat yang digunakan dalam proses ini berguna untuk mendenaturasi dan
memecah partikel koloid yang ada di dalam susu menjadikannya suatu suspensi
yang dapat dipisahkan dengan sentrifugasi. Pembasaan dengan NaOH dilakukan
untuk mengatur pH sampel menjadi netral sehingga mencegah bias yang
diakibatkan perubahan pH karena kinerja sensor yang menurun jika pH larutan
sensor berubah.
Konsentrasi Melamin yang ditambahkan di dalam larutan sampel menjadi
1,0 x 10-10 M. Untuk melihat pengaruh matriks susu terhadap pendeteksian
Melamin oleh sensor dibuat tabel pembanding seperti yang terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perbandingan kinerja sensor Melamin terhadap matriks

Matriks Preatreatment Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

Pelarut - 543 0,119

Susu Sentrifuge 536 0,131

Susu Denaturasi I 534 0,153

Susu Denaturasi II 537 0.086

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa panjang gelombang dan absorbansi
yang paling mendekati adalah pretreatmen yang dilakukan dengan menggunakan
Denaturasi II. Nilai maks yang lebih kecil dikarenakan pembentukan kompleks
asam sianurat melamin dalam matrik sampel susu dengan perlakuan awal
Denaturasi II memiliki daerah serapan maksimal pada panjang gelombang 537 nm.
Dengan menggunakan panjang gelombang ini dilakukan pengukuran absorbansi
sensor terhadap variasi konsentrasi melamin dengan konsentrasi larutan induk

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


yang sama (1,0 x 10-8 M) untuk mempelajari rekoveri melamin dari standar adisi
menggunakan kurva standar melamin yang telah ditentukan dari linearitas
absorbansi sensor terhadap melamin.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada volume sampel 100 L dan 80 L
nilai absorbansi masih masuk dalam kurva linearitas daerah kerja sensor terhadap
melamin. Sedangkan pada penambahan yang lebih kecil absorbansi yang terbaca
tidak masuk dalam kisaran linearitas sensor terhadap melamin. Hal ini
dikarenakan volume yang sangat kecil dari penambahan sehingga tidak
terdistribusi dengan baik didalam larutan mengakibatkan sensor tidak dapat
mendeteksi adanya melamin.

Tabel 4.5 Absorbansi sensor terhadap variasi konsentrasi melamin


Volume melamin (L) 100 80 60 40 20
Absorbansi 0,097 0,086 0,056 0,024 0,023

Hubungan konsentrasi melamin dengan absorbansi yang terbaca pada =


537 nm dibuat grafik seperti pada Gambar 4.23.

Gambar 4.23 Grafik hubungan konsentrasi melamin dengan absorbansi sensor

Hanya ada dua titik nilai absorbansi yang masuk dalam daerah kerja
sensor terhadap melamin. Oleh karena itu, persamaan linear hanya dapat dibuat

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


dari kedua titik tersebut seperti pada gambar 4.23. Dari persamaan dapat
dihitung %rekoveri yang dihasilkan dengan metode ini sebesar 84% yang
ditunjukkan pada Lampiran 10. Nilai %rekoveri yang besar menandakan bahwa
perlakuan awal sampel susu dengan Denaturasi II cukup baik untuk digunakan.
Akan tetapi karena absorbansi blanko diluar daerah kerja sensor, maka dapat
dikatakan bahwa konsentrasi melamin pada analit tidak dapat ditentukan.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
a) AuNp dimodifikasi dengan 2-merkaptoetanol asam sianurat dapat menjadi
sensor yang sensitif dan selektif dalam mendeteksi melamin
b) Kestabilan sensor tercapai melalui:
- Konsentrasi NaBH4 4,7581 x 10-3 M
- Konsentrasi 2-merkaptoetanol 9,0x10-5 M
- Perbandingan mol 2-merkaptoetanol:asam sianurat 1:1
- pH awal sensor
c) Batas deteksi sensor 1,0x10-9 1,0x10-11 M melamin
d) Aplikasi sensor untuk mendeteksi melamin pada susu dipengaruhi oleh adanya
partikel koloid.

5.2. Saran
Dalam peneltian yang telah dilakukan masih banyak kekurangan yang
mungkin dapat dilengkapi oleh peneliti selanjutnya, hal-hal yang perlu dilengkapi
diantaranya:
1. Data pendukung; pada penelitian ini pengukuran untuk memperoleh data
hanya dilakukan dengan instrumen Spektrofotomete UV-Vis sehingga data
yang diperoleh lebih lengkap.
2. Mencari metode penyimpanan reagen stok yang sesuai agar tidak terlalu
boros bahan kimia yang digunakan dan mencemari pembuangan.
3. Mencari Ligan selain 2-merkaptoetanol yang lebih stabil dalam bentuk
larutan sebagai jembatan penghubung asam sianurat dengan AuNp.
4. Mencari metode perlakuan awal terhadap susu yang lebih baik lagi agar
sensor dapat diaplikasikan kepada susu.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR PUSTAKA

Aryal, Santosh; B.K.C., Remant; Dharmaraj, N.; Bhattarai, Narayan; Kim, Chi
Hun; dan Kim, Hak Yong. 2005. Spekctroscopic identification S-Au
interaction in cystein capped gold nanoparticles.Spectrochimica Acta.Part
A.63.2006.160-163
Atkins, P.W.1997.Physical Chemistry 6th edition.UK:Oxford University Press
Barrett MP, Gilbert IH. 2006. Targeting of toxic compounds to the trypanosome's
interior. Adv. Parasitol. 63: 12583. UK
Brown, et al. 2007. Outbreaks of renal failure associated with melamine and
cyanuric acid in dogs and cats in 2004 and 2007. J Vet Diagn Invest 19:525
531
USA: Sagepub
Budavari, Susan, ed.1996, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals,
Drugs, and Biologicals (12th ed.). Merck, ISBN 0911910123
Committee for Veterinary Medical Product. 2001. Cyromazine Summary Report
(2). Europe: The European Agency for the Evaluation of Medical Product
Finechem. 2011. 2-Mercaptoethanol. Chemicalland21
Guoa, Shanjun; Erking, Wang. 2007. Synthesis and Electrochemical Application
of Gold Nanoparticles. Analytica Chimica Acta Volume 598, Issue 2, 29
August 2007, Pages 181-192
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Mc Graw Hill. New York.
Huthmacher, Klaus. 2005. Cyanuric Acid and Cyanuric Chloride" Ullmann's
Encyclopedia of Industrial Chemistr. Weinheim: ISBN
IARC.2010.IARC TP53 Database.Inggris:WHO
Karunasagar, I. 2009.Melamin in fish feed and implication for safety of
aquaculture product.FAO Aquaculture Newsletter (FAO) , (no. 42) p. 29-
31.LIB
Knight, J. J. 2004. 2-Mercaptoethanol in Encyclopedia of Reagents for Organic
Synthesis (Ed: L. Paquette). New York: DOI

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Li, Li; Li, Baoxin; Chang, Di; dan Mao, Lihui. 2010. Visual detection of
melamine in raw milk using gold nanoparticles as colorimetric probe. Food
Chemistry Vol.122, issue 3, 1 October 2010, Pages 895-900.China:
ScienceDirect
Li, Na; Wei, Feng; R, Lam; Zou, Jiaqi; S, Cheng; S, Lu; Ho, Dean.2011. Gold
nanoparticle-mediated detection of melamine based on a dual colorimetric
and turbidometric readouts. Nanotechnology (IEEE-NANO), 2010 10th
IEEE Conference on 17-20 Aug. 2010 page(s): 736 739. Korea
Lori 0, Lim; Susan J, Scherer; Kenneth D, Shuler; dan John P, Toth. 1990.
Disposition of Cyromazine in Plants under Environmental Conditions J.
Agric 38, 860864. Food Chem
Lu, Lehui. 2009. Hydrogen-Bonding Recognition-Induced Color Change of Gold
Nanoparticles for Visual Detection of Melamine in Raw Milk and Infant
Formula.J.AM.CHEM.SOC.2009, 131, 9496-9497.Cina: State Key
Laboratory of Electroanalytical Chemistry, Changchun Institute of Applied
Chemistry, Chinese Academy of Sciences
Manna, A.; Chen, P.; Akiyama, H.; Wei, T.; Tamada, K.; Knoll, W. 2003.
Optimized Photoisomerization on Gold Nanoparticles Capped by
Unsymmetrical Azobenzene Disulfides. Chem. Mater. 15 (1): 2028.
doi:10.1021/cm0207696. USA
Martoyo, P. Yuniarti. 2008. Cemaran Melamin dalam Pangan. Indonesia:
foodreview
Mulja, Dr. H. Muhammad. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya:Airlangga
University Press
Rockky. 2007. Studi AuNp Termodifikasi Dithizone sebagai Sensor Ion Logam.
Depok: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
S, Pilliai; K. R., Catachpole; T, Trupke; dan M. A., Green.2007. Surface Plasmon
enchanced silicon solar cells. J.Appl.Phys.101(9):093105.Bibcode 2007JAP
101i3105P
Sha, HE; Ding Bin, Liu; Zhuo, Wang; Kai Yong, Cai; Xing Yu, Jiang.
2011.Utilization of unmodified gold nanoparticles in colorimetric detection.

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Sci China Phys Mech Astron October (2011) Vol. 54 No. 10: 17571765.
Cina
Silverstein, RM (1991). spectrometric identification of organic compounds. John
Wiley & Sons, Inc.
Suherman, Alex Lukmanto. 2010. Studi Fabrikasi Sensor Kimia untuk Analisis
Ion Logam: Variasi Jenis Elektroda dan Konsentrasi Ligan. Depok:
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Shaber, Peter M. et al. 1999. Study of the thermal decomposition of urea
(pyrolysis) reaction and importance to cyanuric acid production.American
Laboratory
T.W., Green; P.G.M., Wuts. 1999. Protective Groups in Organic Synthesis, 4th
edtion. New York: Wiley-Interscience
The Carcinogenic Potency Database (CPDB).2011.Trichloroacetic Acid.USA
Thermonicolet.2001.Introduction to Fourier Transform Infrared
Spectrometry.USA
Totoki, Shinichiro.2007.Particle Size Analyzer.USPatent.No.US 7,248,363
B2.USA
V.G., Praig; H, Mcllwee; C.L., Schauer; R., Boukherroub; S.,
Szunerits.2009.Localized surface Plasmon resonance of gold nanoparticles-
modified chitosan films for heavy-metal ion sensing.J.Nanosci
Nanotechnol.2009 Jan;9(1):350-7.US
Wei, Fang; Lam, Robert; Cheng, Stacy; Lu, Steven; Ho, Dean; Li, Na.2011.Rapid
detection of melamine in whole milk mediated by unmodified gold
nanoparticles. Appl. Phys. Lett. 96, 133702 (2010); doi:10.1063/1.3373325
(3 pages).USA
WHO. 2009. Toxicological and Health Aspects of Melamine and Cyanuric Acid.
Canada: ISBN
Wiley DJ, et al.2002.External genital warts: Diagnosis, treatment, and
prevention. Clinical Infectious Diseases, 35(Suppl 2): S210S224
Yang Bai, Lian; Xia Dong, Cai; Ping Zhang, Yu; Li, Wei; dan Chen, Jun.
Comparative Studies on the Quick Recognition of Melamine Using

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Unmodified Gold Nanoparticles and p-Nitrobenzenesulfonic Grafted Silver
Nanoparticles. Journal of the Chinese Chemical Society, 2011, 58, 846-852.
Cina
Yi Sun, Eric; Lee Josephson, Ralph W. 2006. Development of Nanoparticles
Libraries for Biosensing. Bioconjugate Chem., 2006, 17 (1), pp 109113.
USA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Lampiran 1. Spektra UV-Vis Kestabilan AME 9 x 10-5 M

0.3

0.2
Absorbansi

0.1

2 menit
1 hari
1 hari + 20 menit
0
300 400 500 600 700 800
Panjang Gelombang (nm)

Lampiran 2. Spektra UV-Vis Kestabilan AME 5 x 10-4 M

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Lampiran 3. Spektra UV-Vis Kestabilan AME 1,0 x 10-6 M

Lampiran 4. Spektra UV-Vis Kestabilan AME 5,0 x 10-7 M

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Lampiran 5. Spektra UV-Vis AME 9 x 10-5 M tanpa pengenceran

Lampiran 6. Spektra UV-Vis Variasi konsentrasi AME-CA

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Lampiran 7. Spektra UV-Vis Kestabilan AME:CA 1:2

Lampiran 8. Spektra UV-Vis Kestabilan AME:CA 2:1

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012


Lampiran 9. Kurva Sensor vs Melamin

555 0,18
550 0,161 0,16
548
545
543 0,14
540 539 0,125 0,119 0,121
538 0,12
535 0,115 0,115
0,104 0,108 0,105 0,107 0,103
530 530 529 0,1
525 525 0,08 5250,08
523 523
520 521
518 0,06
515
0,04
510 Panjang Gelombang
505 0,02
Absorbansi
500 0

in

in

in

in

in

in
in

in

in

in

in
or

am

am

am

am

am

am
am

am

am

am

am
ns

el

el

el

el

el

el
el

el

el

el

el
se

M
M

5
-5

-6

-7

-8

-9

-1

-1

-1

-1

-1

-1
10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10
x

x
9

9
Lampiran 10. Perhitungan %rekoveri
A. Blanko
1 gr susu/15 mL + 5 mL 1,8 M Asam Trikloroasetat = 1gr susu/20 mL larutan
1 mL/10 mL 1/20 x 1 gr susu = 0,05 gr susu/10 mL
B. Sampel
1 mL dari 1gr susu/20 mL dicampur dengan 100 L 10-8 M melamin diencerkan
sampai 10 mL.
[susu] = 0,05 gr/10 mL
[Melamin] = (100 L x 10-8 M)/10 mL = 10-12 mol/10 mL = 10-10 M
Diambil 100 L sampel dimasukkan ke dalam sensor
[Melamin] = (100 L x 10-10 M)/10 mL = 10-14 mol/10 mL = 10-12 M
C. %rekoveri
y = 0,0005x + 0,042
ketika y = 0
x = 0,042/0,0005 = 84
%rekoveri = (84/100) x 100% = 84%

Modifikasi nanopartikel..., Putri Lestari, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai