Anda di halaman 1dari 3

Nama : Alvin Febriano

Kelas : MM 65 B
NIM : 00000009359
Subject
: Limited Arbitrage in Equity Markets
Arbitrase adalah praktek mengambil keuntungan dari sebuah perbedaan harga untuk satu
objek di pasar. Arbitrase merupakan salah satu ide sentral di dalam ekonomi keuangan, dan
merupakan praktek yang menyebabkan tercetusnya law of one price dan juga berperan dalam
menjaga pasar tetap efisien. Dalam pengertian yang sesungguhnya, arbitrase tidak
membutuhkan modal dan bersifat risk free karena dengan membeli dan menjual suatu surat
berharga pada harga yang berbeda dengan cepat, maka tidak ada modal yang diperlukan dan
hal itu juga bersifat risk free. Namun praktek arbitrase seperti ini hanya terjadi pada pasar
modal yang sempurna. Pada kenyataannya, imperfect information dan market frictions
menyebabkan arbitrase tetap membutuhkan modal dan juga berisiko.
Imperfect information dan market friction membatasi terjadinya arbitrase dengan dua cara:
Ketika ada ketidakpastian mengenai perbedaan harga atau ketika dibutuhkan biaya yang
besar untuk mempelajari potensi mengambil keuntungan melalui arbitrase, maka pelaku
arbitrase cenderung enggan melakukan arbitrase. Ketidakpastian mengenai return yang
akan diperoleh juga dapat menyebabkan para pelaku arbitrase enggan melakukan
arbitrase.
Ketika praktek arbitrase sudah dijalankan, maka imperfect information dan market
frictions akan mendorong terjadinya spesialisasi. Spesialisasi akan membatasi
diversifikasi portofolio pelaku arbitrase.

SAMPEL PENELITIAN
Untuk mempelajari keterbatasan praktek arbitrase di dalam pasar modal, Penulis mengambil
sampel dimana nilai pasar dari parent company lebih rendah dari nilai kepemilikan sahamnya
di subsidiary company. Situasi ini dikenal sebagai negative stub values. Diperoleh 82
kejadian seperti ini dalam rentang waktu antara tahun 1985 sampai tahun 2000. 82 kejadian
inilah yang dijadikan sampel oleh Penulis.
Selanjutnya, Penulis terus mengamati pergerakan harga saham dari parent company dan
subsidiary company hingga terjadi peristiwa dimana hubungan antara kedua perusahaan
tersebut sudah hilang atau hingga selisih harga tersebut hilang.
HASIL PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan Penulis menunjukkan beberapa hasil sebagai berikut:
Ada suatu biaya yang membatasi arbitrase di pasar saham.
Negative stub values bukan merupakan peluang arbitrase yang bersifat risk free.
Hubungan antara parent company dan subsidiary company dapat hilang tanpa adanya
perubahan harga saham dari parent company. Sebagai contoh, dari beberapa sampel
Penulis, parent company menggunakan kepemilikan sahamnya di subsidiary company
sebagai agunan namun kemudian mengalami kebangkrutan. Akibatnya, hubungan antara
parent company dan subsidiary company hilang sebelum harga saham parent company
bergerak mendekati nilai kepemilikan sahamnya di subsidiary company.
Seandainya pun harga saham parent company akhirnya bergerak hingga sama dengan
nilai kepemilikan sahamnya di subsidiary company, rentang waktunya pun sangat
bervariasi. Rata-rata rentang waktunya adalah 236 hari, sementara rentang waktu minimal
selama 1 hari dan maksimal 2.796 hari. Jika rentang waktunya terlalu lama, bukan tidak
mungkin pada akhirnya investasi di negative stub values hanya menghasilkan return yang

lebih rendah dari risk free rate. Ketidakpastian return merupakan penyebab utama tetap
bertahannya negative stub values.
Secara garis besar, dapat disimpulkan ada beberapa risiko dari investasi di negative stub
values:
Fundamental risk: mengacu pada kemungkinan berakhirnya hubungan antara parent
company dengan subsidiary company sebelum harga saham parent company bergerak
mendekati nilai kepemilikan sahamnya di subsidiary company.
Horizon risk: risiko yang dihadapi pelaku arbitrase jika rentang waktu pergerakan harga
saham parent company hingga mendekati nilai kepemilikan sahamnya di subsidiary
company ternyata sangat panjang dan pergerakan harganya pun sangat berfluktuasi. Jika
rentang waktu tersebut sangat panjang, maka return yang akan diperoleh pelaku arbitrase
akan tergerus.
Margin risk: volatilitas harga saham parent company dan rentang waktu yang panjang
hingga harga saham parent company mendekati nilai kepemilikan sahamnya di subsidiary
company dapat menyebabkan pelaku arbitrase menghadapi margin call, dimana pelaku
arbitrase terpaksa harus menambah collateral atau menjual sebagian kepemilikan
sahamnya. Jika pelaku arbitrase terpaksa harus menjual sebagian kepemilikan sahamnya
sebelum harga saham parent company naik, maka pelaku arbitrase dapat menderita
kerugian.
Buy-in risk: risiko forced termination yang disebabkan karena ketidakmampuan pelaku
arbitrase untuk menjaga short position.

KOMENTAR MAHASISWA
Law of One Price adalah sebuah konsep ekonomi, yang menyatakan bahwa sebuah barang
yang sama harus dijual dengan harga yang sama di seluruh lokasi. Law of One Price
berdasarkan pada asumsi bahwa perbedaan harga akan dieliminasi oleh pemain pasar melalui
proses arbitrase. Sebagai contoh, apabila ada satu barang tertentu yang dijual dengan harga
yang berbeda pada dua lokasi yang berbeda, sementara tidak ada biaya transportasi dan tidak
ada barrier di antara kedua lokasi tersebut. Dengan kondisi demikian, maka para pelaku
pasar akan melakukan proses arbitrase: seluruh pelaku arbitrase akan membeli barang dari
lokasi yang harga barangnya lebih murah untuk dijual kembali di lokasi yang harga
barangnya lebih mahal. Sementara para pembeli akan cenderung membeli di lokasi yang
harga barangnya lebih murah dan enggan membeli di lokasi yang harga barangnya lebih
mahal. Hal ini akan meningkatkan demand di lokasi yang harga barangnya lebih murah dan
juga akan meningkatkan supply di lokasi yang harga barangnya lebih mahal. Pada akhirnya,
harga barang di lokasi yang harganya lebih murah akan naik. Sementara harga barang di
lokasi yang harganya lebih mahal akan turun hingga akhirnya akan tercapai harga yang sama
di antara kedua lokasi. Berdasarkan penjelasan ini, jelas bahwa praktek arbitrase merupakan
asumsi dasar yang digunakan di dalam Law of One Price. Namun dengan adanya
keterbatasan dalam praktek arbitrase seperti yang sudah dijelaskan di atas, apakah Law of
One Price dapat berjalan dengan sempurna? Memang jurnal di atas hanya menjelaskan
keterbatasan arbitrase secara spesifik di pasar modal, dimana harga saham parent company
lebih rendah dari nilai kepemilikannya di subsidiary company. Namun mungkin saja
keterbatasan arbitrase tersebut juga terjadi di dalam pasar-pasar lainnya. Hal ini menarik
untuk dicari tahu lebih lanjut karena jika memang keterbatasan arbitrase tersebut juga terjadi
di pasar-pasar lainnya, maka Law of One Price tidak dapat berjalan dengan sempurna.
Selain Law of One Price, satu lagi teori di dalam ekonomi yang berkaitan erat dengan praktek
arbitrase adalah Efficient-Market Hypothesis. Efficient Market Hypothesis menyatakan bahwa
tidak mungkin untuk mengalahkan pasar karena efisiensi di pasar saham akan

menyebabkan harga saham selalu menyesuaikan diri dan mencerminkan seluruh informasi
yang relevan. Menurut Efficient Market Hypothesis, harga saham selalu diperdagangkan di
fair value, sehingga tidak mungkin bagi investor untuk membeli saham pada harga yang
undervalue atau menjual saham di harga yang overvalue. Proses arbitrase merupakan salah
satu ide sentral di dalam Efficient-Market Hypothesis karena proses arbitrase-lah yang
menjaga pasar tetap efisien. Sebagai contoh, jika ada harga saham yang undervalue, maka
proses arbitrase akan menyebabkan harga saham tersebut dengan cepat bergerak menuju fair
value. Sebaliknya, jika ada harga saham yang overvalue, maka proses arbitrase juga akan
menyebabkan harga saham tersebut dengan cepat menuju fair value. Namun seperti telah
dijelaskan di jurnal, ternyata ada sejumlah keterbatasan dalam proses arbitrase. Salah satu
contoh penyebab terjadinya keterbatasan dalam proses arbitrase yang disebutkan di jurnal
adalah hubungan antara parent company dan subsidiary company ternyata berakhir sebelum
harga saham parent company menuju fair value. Atau seandainya pun harga saham parent
company bisa mencapai fair value, rentang waktunya bisa sangat panjang sehingga return
yang diterima oleh pelaku arbitrase dapat lebih kecil dari risk free rate. Dengan diketahui
bahwa ada keterbatasan dalam proses arbitrase, maka perlu dipertanyakan apakah pasar
saham memang selalu efisien? Apalagi proses arbitrase yang merupakan salah satu ide sentral
di dalam menjaga pasar efisien, ternyata terbukti memiliki keterbatasan.

Anda mungkin juga menyukai