Anda di halaman 1dari 2

LABA KEJUTAN, EKSPEKTASI PERTUMBUHAN, DAN RETURN SAHAM ATAU

JANGAN BIARKAN EARNING TORPEDO MENENGGELAMKAN PORTOFOLIO


ANDA
Latar Belakang
Hasil beberapa studi menyebutkan 3 penyebab terjadinya inferior return dari growth stock,
yaitu:
1. Ekspektasi yang terlalu optimistis terhadap prospek dari growth stock, yang kemudian
berakibat pada penurunan return saat ekspektasi tersebut tidak terpenuhi (Lakonishok,
Shleifer, dan Vishny atau LSV, 1994)
2. Growth stock cenderung kurang berisiko (Fama dan French, 1992).
3. Kesalahan metodologi dalam pengukuran return abnormal jangka panjang (Fama (1998)
serta Kothari, Sabino, dan Zach (1999)).
Bermuara dari hasil-hasil studi tersebut, Douglas J. Skinner dan Richard G. Sloan melakukan
penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hipotesis bahwa inferior return dari growth stock
disebabkan oleh kesalahan ekspektasi para investor. Terdapat 3 prediksi yang akan dibuktikan
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Terdapat return negatif yang asimetris pada growth stock yang melaporkan earning
surprise negatif.
2. Return differential antara growth stock dan saham lainnya akan terealisasi saat earning
surprise negatif diumumkan.
3. Return differential antara growth stock dan value stock akan terkonsentrasi di sekitar
tanggal pe-release-an berita mengenai negative earning.
Data dan Metodologi
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini mencakup prediksi laba triwulanan, realisasi
laba triwulanan, serta harga saham antara tahun 1984 dan 1996, yang diperoleh dari database
historis I/B/E/S dan terdiri dari 139.027 observasi. Selain itu, juga dipersyaratkan adanya data
untuk menghitung nilai growth/value pada COMPUSTAT dan data return harian saham
selama paling sedikit 1 triwulan pada CRSP, sehingga sampel akhirnya berkurang menjadi
103.274.
Selanjutnya, sampel tersebut diteliti dengan desain penelitian sebagai berikut:
1. Pengukuran karakteristik growth/value dengan menggunakan rasio market-to-book.
2. Pengukuran karakteristik earning surprise untuk setiap triwulan selama 5 tahun (20
triwulan), dimana hasilnya kemudian akan dibedakan ke dalam 3 indikator, yaitu
SURPRISE, GOOD, dan BAD.
3. Perhitungan return saham selama 20 triwulan.
4. Perhitungan return abnormal dan kumulasinya ke dalam 4 interval yang berbeda, yaitu:
Fullret, yang berawal sejak 2 hari setelah pengumuman laba pada triwulan dan
berakhir 1 hari setelah pengumuman laba pada triwulan berjalan (63 hari trading).
Preret, yang berawal sejak 2 hari setelah pengumuman laba pada triwulan dan
berakhir 13 hari trading sebelum akhir triwulan berjalan (31 hari trading).
Postret, yang berawal sejak 12 hari trading sebelum akhir triwulan berjalan dan
berakhir 1 hari setelah pengumuman laba pada triwulan berjalan (31 hari trading).
Aret, yang berawal sejak 1 hari sebelum pengumuman laba dan berakhir 1 hari setelah
pengumuman tersebut (3 hari).

Hasil Analisis Empirik


Penelitian tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut:
1. Tabel 1 membuktikan kebenaran prediksi 1 dan 2, dimana return negatif yang asimetris
hanya terlihat pada growth stock yang melaporkan earning surprise negative dan akan
terealisasi saat earning surprise negatif tersebut diumumkan.
2. Sementara itu, Figur 3 menunjukkan kebenaran prediksi 3, dimana return differential
akan terkonsentrasi pada periode postret dimana earning news di-release.
3. Lebih lanjut, Figur 4 memperlihatkan perbedaan hubungan antara return saham dan
earning surprise pada value stock dan growth stock. Untuk value stock, hubungan
tersebut cenderung simetris baik untuk positive maupun negative surprise. Sedangkan
untuk growth stock, hubungan tersebut bersifat asimetris dimana terjadi earning torpedo
saat terdapat negative surprise. Dengan demikian, pada earning surprise positif, kinerja
growth stock akan lebih baik daripada value stock, sedangkan pada earning surprise
negatif, kinerja growth stock cenderung lebih buruk daripada value stock.
4. Hasil analisis regresi pada Tabel 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa reaksi asimetris investor
lebih merupakan fungsi dari tanda (sign) dari earning surprise negative pada growth
stock daripada magnitude-nya.
5. Selanjutnya, Tabel 5 memperlihatkan bahwa respon asimetris dari growth stock terhadap
earning surprise negatif cenderung bervariasi pada setiap interval pengukuran return
differential, dengan konsentrasi terutama pada periode postret. Namun demikian, reaksi
asimetris pada periode aret (yang termasuk dalam periode postret) cenderung tidak
signifikan, mengindikasikan bahwa sebagian besar berita mengenai adverse earning
untuk growth stock cenderung diumumkan terlebih dahulu sehingga reaksi harga saham
telah terjadi sebelum earning tersebut diumumkan.
6. Penggunaan rasio PE (price-to-earning), ataupun LTG (long-term growth) sebagai
alternatif pengukuran pertumbuhan selain rasio MB menunjukkan bahwa return
differential tetap akan terealisasi pada triwulan dimana earning surprise negatif direlease sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 6.
7. Lebih lanjut, variasi inter-temporal terhadap frekuensi good dan bad earning surprise
memperlihatkan bahwa kinerja growth stock dapat melebihi value stock saat growth stock
mengalami kinerja good earning yang tidak biasa (seperti yang terjadi pada akhir 1990an).
Kesimpulan
Inferior return dari growth stock terhadap value stock merupakan hasil kesalahan ekspektasi
terhadap kinerja future earning. Growth stock cenderung menunjukkan respon asimetris
terhadap earning surprise yang negatif dan respon yang asimetris inilah yang menyebabkan
adanya return differential antara growth stock dan value stock. Inferior return dari growth
stock tersebut umumnya terjadi pada triwulan dimana earning surprise yang negative
diumumkan, terutama 31 hari menjelang pengumuman laba triwulanan (postret) saat berita
yang terkait dengan laba mulai di-release. Namun demikian, return differential pada tanggal
pengumuman earning cenderung makin kecil oleh karena manajer dari growth stock telah
terlebih dahulu mengumumkan earning surprise negatif.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kesalahan ekspektasi sebagai penyebab inferior
return dari growth stock. Hal ini senada dengan pendapat LSV (1994) bahwa return
differential timbul karena ekspektasi investor yang terlalu optimistis terhadap prospek future
earning dari growth stock, yang mengakibatkan terjadinya penurunan harga saat ekspektasi
tersebut tidak terpenuhi.

Anda mungkin juga menyukai