Anda di halaman 1dari 3

TEKA-TEKI PERUSAHAAN INDUK:

KAPANKAH KESELURUHAN BERNILAI LEBIH SEDIKIT DIBANDINGKAN


SALAH SATU BAGIAN?
Latar Belakang
Banyak analis pasar melakukan studi terhadap teka-teki perusahaan induk, salah satunya
adalah William Blair (1999). Mereka mempelajari mengapa nilai pasar perusahaan induk
lebih rendah dibandingkan nilai pasar kepemilikannya di anak perusahaan yang
diperdagangkan secara umum. Beberapa berangapan bahwa teka-teki perusahaan induk ini
mirip dengan diskon yang terjadi pada closed-end funds (reksadana yang bersifat tertutup).
Untuk memecahkan teka-teki ini, maka Bradford Cornell dan Qiao Liu melakukan penelitian
lebih lanjut.
Data Sampel
Ada 7 pasang perusahaan (perusahaan induk dan perusahaan anak) yang dipergunakan
sebagai sampel dalam penelitian ini. Ke-7 pasang perusahaan tersebut dipilih dari berbagai
media keuangan yang melaporkan nilai perusahaan induk pernah lebih rendah daripada nilai
kepemilikannya di anak perusahaan, dengan rincian data seperti tercantum pada Tabel 1.
Mayoritas anak perusahaan dalam sampel tersebut merupakan sexy company (perusahaan
berteknologi tinggi atau produsen merek terkenal), kecuali Howmet.
Hasil dan Analisis
Penelitian tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut:
1. Seperti ditunjukkan pada Figur 1, selama periode tertentu semua perusahaan induk pernah
memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai kepemilikannya di anak perusahaan.
Penelitian terhadap laporan keuangan perusahaan induk untuk melihat adanya hidden
liabilities dan laporan analisis untuk melihat adanya masalah operasional yang unik,
perbandingan jumlah nilai buku neto aset lainnya dan nilai kepemilikan di anak
perusahaan dengan nilai perusahaan induk, perhitungan nilai perusahaan induk termasuk
option dan warrant, dan penelusuran artikel mengenai mispricing (kesalahan penetapan
harga) di berbagai media keuangan menunjukkan bahwa teka-teki perusahaan induk
tersebut bukan disebabkan oleh nilai aset lain atau nilai perusahaan induk yang terlalu
rendah ataupun kesalahan investor.
2. Ke-7 pasang perusahaan sampel cenderung memiliki basis risk yang tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa pembelian saham perusahaan induk dan penjualan saham
perusahaan anak akan menyebabkan risiko kerugian yang signifikan, setidaknya untuk
jangka pendek. Dalam hal ini, sulit bagi investor untuk melakukan arbitrage dengan
melakukan short selling terhadap saham anak perusahaan oleh karena sebagian besar
saham mereka dimiliki oleh perusahaan induk, sedangkan sisa saham yang dimiliki oleh
masyarakat cenderung sulit untuk dipinjam.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa 4 faktor berikut ini tidak mampu menjelaskan
terjadinya teka-teki perusahaan induk pada 7 pasang sampel:
1. Likuid tidaknya saham
Menurut Malkiel (1977), diskon pada closed-end funds (reksadana yang bersifat tertutup)
antara lain disebabkan oleh tidak likuidnya saham. Tetapi kenyataannya, saham dari ke-7
pasang perusahaan sampel cenderung aktif diperdagangkan secara umum. Lima
perusahaan induk bahkan memiliki volume perdagangan yang lebih tinggi dibandingkan
anak perusahaannya, tetapi tetap perusahaan induklah yang dijual dengan harga diskon.

2. Pajak
Masih menurut Malkiel, pajak menjadi salah satu penyebab terjadinya diskon pada
closed-end funds oleh karena adanya unrealized capital gain. Tetapi untuk perusahaan
induk, pajak atas capital gain hanya akan muncul apabila mereka menjual saham anak
perusahaan dan kalaupun hal tersebut terjadi, perusahaan induk masih dapat menghindari
timbulnya pajak melalui spin-off saham anak perusahaan (sesuai Section 355 dari kode
pajak Federal) atau struktur transaksi lain yang lebih kompleks.
3. Noise trader
Delong (1990) dan Lee (1991) berpendapat bahwa diskon pada closed-end funds
disebabkan oleh aktivitas para noise trader. Tetapi untuk kasus ini, tidak ada alasan bagi
noise trader untuk lebih tertarik kepada perusahaan induk dibandingkan anak
perusahaannya. Selain itu, tidak terdapat hubungan yang jelas di antara perubahan diskon
pada ke-7 perusahaan induk dalam sampel.
4. Biaya agensi (deadweight management cost)
Menurut Shin dan Stulz (1998) serta Rajan (2000), perusahaan yang terdiversifikasi
(perusahaan induk) cenderung memiliki nilai yang lebih rendah daripada jumlah nilai
komponennya (anak perusahaannya) oleh karena adanya biaya agensi dalam bentuk
alokasi kas secara internal atau konflik internal. Tetapi kenyataannya, penggunaan kas
anak perusahaan oleh perusahaan induk tidak hanya berpengaruh terhadap nilai
kepemilikan perusahaan induk, tetapi juga terhadap nilai kepemilikan investor
independen dari anak perusahaan. Selain itu, sampel yang dipergunakan juga
menunjukkan bahwa saat anak perusahaan menghasilkan kas yang negatif atau mendekati
0, perusahaan induk justru cenderung memiliki arus kas yang positif dan signifikan.
Dengan demikian, hipotesis final yang dapat menjelaskan teka-teki perusahaan induk ini
hanyalah penilaian saham anak perusahaan yang terlalu tinggi (overpricing) oleh karena
adanya permintaan dari noise trader terhadap saham anak perusahaan yang relatif terbatas
yang disertai dengan kendala untuk melakukan short selling. Dalam situasi seperti ini,
perusahaan maupun nvestment banker memiliki insentif untuk mengeksploitasi mispricing
tersebut melalui transaksi yang terkait dengan corporate control guna meningkatkan value
perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Dengan adanya transaksi yang terkait
dengan corporate control ini, investor akan membayarkan premium yang lebih tinggi kepada
perusahaan induk oleh karena premium pada anak perusahaan sudah tereliminasi oleh
overpricing-nya.
Kesimpulan
Teka-teki perusahaan induk tidak dapat dijelaskan dengan teori rasional (seperti biaya agensi,
pajak, dan likuid tidaknya saham), model risiko noise trader, ataupun kombinasinya. Satusatunya hipotesis yang mampu menjelaskan teka-teki ini secara konsisten adalah adanya
ketidakefisienan pasar dalam bentuk permintaan dari noise trader dan hambatan untuk
melakukan arbitrage karena adanya kendala untuk melakukan short selling.
Hipotesis ketidakefisienan pasar ini didukung oleh fakta bahwa diskon perusahaan induk
merupakan faktor penting dalam transaksi yang terkait dengan corporate control, dan
seringkali menimbulkan differential premium.
Tingginya permintaan terhadap saham anak perusahaan yang jumlahnya relatif terbatas dan
adanya kendala untuk melakukan short selling cenderung menyebabkan harga menjadi tinggi
dan tidak rasional. Mispricing ini berlangsung cukup lama, bahkan saat saham perusahaan
induk tersedia sebagai substitusi bagi saham anak perusahaannya. Semakin besar noise trader
dan semakin sedikit saham pengganti, maka penyimpangan dari harga yang rasional akan
semakin besar. Jika mispricing dapat diidentifikasi, maka perusahaan dan investment banker

dapat menciptakan value dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dengan cara
mendesain struktur transaksi agar mispricing tersebut tereksploitasi.

Anda mungkin juga menyukai