epiosod I
Di dalam melakukan hisab kita wajib mengtahui perjalanan bulan sebagai bidang yang
di ukur (hisab). dan wajib pula untuk mengitahui perputaran bumi (rotasi) sebagai alat
ukurnya / alat hitungnya.!
DI FINISI di dalam melakukan HISAB / perhitungan perjalanan bulan mengelilingi bumi :
1 - Menentukan titik nol dari fase-fase bulan yang posisinya seperti lingkaran (sebagai
bidang yang di ukur).
2 - Menentukan titik nol Alat ukurnya . dalam hal ini HARI posisinya juga bulat seperti
lingkaran (karena bumi bulat seperti bola).
3 - Menyatukan titik nol bidang yang di ukur dg titik nol alat ukurnya (hari) yaitu di IDL .
Maka dengan demikian untuk penyusunan kalender hijriyah global yang berdasarkan
hisab , semestinya pengamatan posisi bulan dengan ilmu mesti di garis batas
pergantian hari yaitu di IDL.
Oleh karena posisi dari fase-fase bulan seperti lingkaran dan untuk melakukan hisab
(perhitungan) bisa di awali dari fase mana saja,
maka kita berpedoman kepada perintah dari Rasullulah saw , bahwa untuk memulai
dan mengakhiri pengamalan ibadah puasa ramadan atas terlihatnya hilal setelah dari
fase bulan mati !
di dalam melakukan hisab wajib mengetahui proses terbentuknya hilal .
hilal akan terbentuk jika di lihat dari bumi apabila posisi bulan sudah tertinggal dan
lepas (ada jarak) dengan posisi matahari.
TER BENTUKNYA HILAL (berdasarkan hisab)
oleh karena posisi bulan berada diantara matahari (sumber cahaya) dengan bumi, tentu
bagian permukaan bulan yang terang tersinari oleh matahari berada membelakangi
bumi.
hilal akan terbentuk apa bila posisi bulan ada jaraknya dengan posisi matahari
(elongasi)
kemajuan ilmu teknologi saat ini bisa melihat hilal setipis mungkin,
sebab posisi bulan selalu berjarak dengan posisi matahari di saat ijtimak/kunjungsi
( jarang terjadi gerhana matahari), seperti di gambar I
sehingga tak ada lagi terjadi hilangnya hilal (bulan mati).
untuk penentu perubahan dari bulan ke bulan berikutnya adalah tertinggalnya bulan
oleh matahari ( bukan di saat ijtimak / kunjungsi ).
dengan kata lain saat ijtimak(kunjungsi) dianggap terjadi gerhana
matahari, tentu saat itu hilal belum ujud / belum ada terlihat dari
bumi, walaupun mempergunakan alat super canggih apapun.
hilal akan ujud / terbentuk dilihat dari bumi apabila posisi bulan minimal sudah tertinggal
dan lepas oleh posisi matahari. seperti di gambar II
imkanul rukyat bisa di trapkan untuk global jika posisi pengamatan saat terbentuknya
hilal di IDL saat terbenamnya matahari (magrib).
Dan begitu juga halnya telah di tentukannya pula titik awal / garis batas pergantian hari
yaitu di IDL (Internasional Date Line) di lautan samudra pasifik.
Untuk pelaksanaan HISAB tentu posisi pengamatan kita dengan ilmu (stelarium) di
lakukan di IDL (di lautan samudra pasifik)
waktu pengamatannya di hari ke 29 saat terbenamnya matahari (magrib).
Jika dengan posisi pengamatan kita di IDL saat terbenamnya matahari (magrib) di IDL /
di lautan samudra pasifik, apabila posisi bulan di saat itu sudah tertinggal dan lepas
oleh posisi matahari (sudah terlewat dari kunjungsi topo sentris akhir) ,
Maka jumlah hari di bulan bersangkutan hanya 29 hari.
Dan apabila posisi bulan di saat itu belum tertinggal dan lepas oleh posisi matahari
(sudah terlewat dari kunjungsi topo sentris akhir) ,
Maka jumlah hari di bulan bersangkutan hanya 30 hari.
ke bulan berikutnya, yaitu berkisar antara dari 3 derajat s/d 15 derajat, maka batas
wilayah ISTIKMAL berada antara IDL s/d Mekah.
Misalkan di dalam pengamatan posisi bulan (dengan ilmu) saat terbenamnya matahari
(magrib) di IDL sudah 3 derajat lebih (artinya berdasarkan hisab telah masuk bulan
baru), tentu di saat itu mustahil hilal bisa terlihat dengan kasatmata.
Posisi bulan tertinggal oleh posisi matahari 0,508 derajat di setiap jamnya, dengan beda
waktu antara waktu di IDL dengan waktu di Mekah 10 jam, maka saat terbenamnya
matahari (magrib) di Mekan pasisi bulan sudah menjadi 9 derajat, dengan itu hilal
terlihat dengan kasatmata di mekah.
Maka dengan semuanya itu wilayah yang berada di antara IDL berikut ke arah baratnya
sampai ke Mekah menjadi ISTIKMAL (di dalam pelaksanaan ibadah menjadi terlambat
satu hari.