Scald Burn
PEMBIMBING:
dr. Arya Tjipta Prananda, Sp.BP RE
PENYUSUN:
Carvin Herryanto
110100204
Kyna Troeman
110100115
Devandran Mahendran
110100403
Pieter Lumbanraja
110100366
110100118
110100338
Angelia Sitanggang
110100277
Regina Tambunan
110100097
Puvana Subramaniam
110100503
Hemakanen Nair
110100413
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Scald Burn.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Arya
Tjipta Prananda Sp,BP RE selaku supervisor pembimbing dan dr. Krisna Murti
selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberi masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................
Bab 1 Pendahuluan......................................................................................
1.2. Tujuan.................................................................................................
10
12
2.5.
13
16
17
18
2.9. Penatalaksanaan...............................................................................
18
21
2.11 . Prognosis..........................................................................................
24
2.12 . Komplikasi.......................................................................................
25
30
Bab 4 Diskusi................................................................................................
39
Bab 5 Kesimpulan........................................................................................
44
Daftar Pustaka.............................................................................................
45
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), kilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).
Luka bakar merupakan suatu kasus trauma yang banyak terjadi, yang
menyumbang angka morbiditas dan derajat cacat serta mortalitas yang tinggi
dibanding dengan cedera oleh sebab lain.
Luka bakar menyebabkan sekitar 1000 kematian per tahun dan sekitar
3000 kasus menjalani perawatan Rumah Sakit di AS. Sekitar 20% dari semua
cedera listrik terjadi pada anak-anak, dengan puncak kejadian bimodal tertinggi
pada remaja balita. Pada orang dewasa, kebanyakan cedera luka bakar terjadi di
tempat kerja dan merupakan penyebab ke empat tertinggi penyebab kematian
yang berhubungan dengan pekerjaan. Laki-laki rasio 9: 1 dibanding perempuan.
Penyebab tingginya angka kematian tersebut melibatkan banyak faktor,
Sepsis, trauma inhalasi, dan kegagalan multi organ merupakan penyebab kematian
yang paling sering. Beberapa penelitian menginvestigasi faktor-faktor mortalitas
dan morbiditas yang mempengaruhi pada luka bakar. Demografis, dan beberapa
variabel seperti umur, jenis kelamin, luas luka bakar, lama rawatan, etiologi luka
bakar, faktor-faktor komorbid lainnya (DM, Hipertensi, penyakit jantung dll),
adanya trauma inhalasi, kadar albumin yang rendah, kegagalan fungsi organ serta
sepsis digunakan sebagai faktor resiko terhadap tingginya mortalitas pada luka
bakar.
Memahami dengan baik karakteristik deskripsi faktor-faktor yang
berhubungan dengan mortalitas pasien luka bakar merupakan hal yang penting
dalam penanganan luka bakar, meningkatkan pelayanan dan kualitas hidup pasien
Tatalaksana penanganan luka bakar harus bersifat holistik yang mencakup
tatalaksana jalan napas dan oksigenasi, resusitasi cairan, pemberian antibiotik,
4
Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi, klasifikasi, etiologi, faktor risiko, manifestasi klinis,
patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, teknik anestesi, dan komplikasi
luka bakar listrik.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung
menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju
yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis
seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu
tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka
bakar derajat I, II, atau III:
1. Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak
jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya
sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya
tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau
hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.
2. Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang masih sehat
tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar
berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh
darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
3. Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau
jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel
yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk
menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit.
Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada
dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak
intak.
2.3.
10
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
11
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of
body surface area affected by burns in children.
2.4.
I Derajat
IIa Derajat
(Superficial)
Patologi
(Partial
(Partial
Thickness
Thickness
Superficial
Deep dermal)
Hanya
dermal)
Seluruh
Seluruh
Seluruh
mengenai
epidermis
epidermis,
epidermis,
Epidermis
dan
lapisan lapisan
atas dermis
Thickness)
dermis seluruh
dermis,
lapisan
(tidak
seluruh subkutan
Warna
Kemerahan
dermis
Merah Muda Merah Putih
Putih,
Bula
Capillary
+
+
Kemerahan
+/+
+/+
Kehitaman
-
Refill
Nyeri
Kekeringa
+
Kering
+
Lembab
+ (tumpul)
Lembab
Kering
n
Lainnya
Edema, Pucat
Tidak
pucat
2.5.
terlalu Hangus,
Coklat
disertai
eskar
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
13
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada
kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain
berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
14
15
memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama
didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita
menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian,
korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila
luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak
berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka
bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
2.6.
bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan
gangguan
sirkulasi
seperti
keseimbangan
cairan
elektrolit,
syok
hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah
yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan
jaringan (luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti
parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat
kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan
16
ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah
disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi.
Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami
penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona
pertama.
2.7.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
17
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar
di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka
bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka
bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh
karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya
adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu,
penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat
membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan
transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan,
melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
18
Tindakan
intubasi
dikerjakan
sebelum
edema
mukosa
menimbulkan
morbiditas
lebih
besar
dibanding
intubasi.
19
20
2.10.
morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
maintenance 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2
mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (510 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang
bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri
walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 57) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a.
b.
21
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga
skin grafting (dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria
penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih
dari 3 minggu.
2. Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
3. Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
4. Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang
terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah
(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau
Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan
luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong
jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas.
Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian
larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan halhal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini adalah
didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian
dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah
yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan
22
penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat
yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong
electrocautery. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
1. Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,
endpoint yang lebih mudah ditentukan
2. Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari
eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada
luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit
manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal
dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa
digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik
mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness
skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut
adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan
dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini
disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang
akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau
Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga
vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
23
Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada
luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.
2.12.
Komplikasi
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,
luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.
Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka,
namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus,
24
25
Tahap I
Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka
bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai
mediator pro-inflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon
inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel
retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi.
Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNF), interleukin (IL1,
IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular
respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Selsel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin,
leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida
nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin
mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini
mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek
pembatasan (walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah
inflamasi terisolasi.
Tahap II
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru
meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi
produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon
fase akut yang terkontrol secara simultan melalui penurunan kadar mediator
proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis reseptor IL1 dan
mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF
(Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator
tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down
regulating cytokine production dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah
dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.
Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS);
terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi
destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas
26
vasodilatasi
trombosis
perifer,
gangguan
mikrovaskular,
aktivasi
permeabilitas
sel
mikrovaskular,
leukosit-endotel)
yang
tidak
dapat
dikendalikan,
terjadi
syok
septik,
Disseminated
27
28
masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss
yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses
inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak
menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan
memperberat stres metabolisme.
Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin
dianggap tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat
namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.
Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan
menjinakkan leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi
lypoxygenase
pathway
pada
metabolisme
asam
arakhidonat,
sehingga
Identitas Pasien
Nama
: Ramadhany Barus
Usia
: 26 Tahun
Alamat
Agama
: Islam
29
3.2.
Pekerjaan
: Pedagang
Pendidikan
: Tamat SLTA
Status
: Menikah
Tgl Masuk
Anamnesa
Keluhan Utama
Luka bakar pada kepala, leher, dada, perut dan anggota gerak
Telaah
Hal ini dialami oleh pasien sejak 6 jam sebelum masuk Rumah Sakit Haji
Adam Malik Medan. Pasien dalam keadaan bertengkar dengan istri nya perihal
rumah tangga. Saat itu istri pasien sedang memasak air, dalam keadaan emosi,
sang istri menuangkan air panas yang mendidih tersebut ke seluruh badan pasien.
Pingsan (-), sesak nafas (-), mual (-), muntah (-).
Pasien kemudian dibawa ke Rumah Sakit Amanda dan diberi perawatan
infus, antibiotic dan antinyeri, kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
3.3.
RPO
: Tidak ada
RPT
: Tidak ada
Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Exposure
: Jejas (-), dijumpai luka bakar pada daerah kepala, leher, dada,
30
3.4.
Secondary Survey
Status Presens
Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan Darah
MAP
Nadi
Pernapasan
Temperatur
: CM
: 100/60 mmHg
: 73
: 110/i, reg, t/v cukup
: 20 x/i
: 37C (axilla)
Keadaaan Penyakit
Pancaran Wajah
Sikap Paksa
Reflek Fisiologis
Reflek Patologis
: Nyeri
:+
:+
:-
Status Generalisata
Kepala
Mata
Leher
Dada
:
:
:
:
Deformitas (-), tampak luka bakar pada wajah kiri, bibir edema (-)
Kelopak mata edema (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Luka bakar pada sebelah kiri, bula (-), merah muda
Simetris, luka bakar seluruh badan dan punggung, bula (+), luka
berwarna merah muda dan merah putih, lembab
Abdomen
Ekstrimita
Status Lokalisata
31
Kepala
Leher
Trunkus anterior
Trunkus posterior
Ekstrimitas superior
Ekstrimitas inferior
Total
3.5.
Pemeriksaan Penunjang
32
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Hemoglobin (HGB)
13.7
1318
Eritrosit
4.58
4,50-6,50
Leukosit (WBC)
15.620
411x103
Hematokrit
40
3954%
Trombosit (PLT)
240.000
150450x103
PT
14.7/13.80
APTT
32.0/34.5
TT
21.5/18.5
HEMATOLOGI
GINJAL
Ureum
13
18-55 mg/dL
Kreatinin
0.57
0,71,3 mg/dL
Natrium (Na)
134
135155 mEq/L
Kalium (K)
3.9
3,65,5 mEq/L
Klorida (Cl)
105
96106 mEq/L
ELEKTROLIT
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (puasa)
75
70-105 mg/dL
33
Kesimpulan
3.6.
Diagnosa Kerja
Luka bakar grade IIa IIb 55% ec air panas (Scald Burn)
3.7.
Penanganan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
3.8.
1. Pemasangan CVC
2. Debridement di KBE
3. Rencana Rawat HCU post Debridement
34
3.9.
Prognosis
Quo ad Vitam
: Dubia
Quo ad Functionam
: Dubia
Quo ad Sanationam
: Dubia
3.10.
Follow Up
S
O
A
07 November 2016 11 November 2016
Nyeri
Sens CM
Scald
Burn
HD stabil
pada
Grade IIa IIb
TD 120 130 /
luka
55% + Post
70 80 mmHg,
bakar
Debridement II
HR 76 82 x/I
RR 18 20 x/I
T 36,8 37,2
P
Bed Rest, Head Up 30o
IVFD RL 0.9% 30 gtt/i
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj Ketolorac 30 mg/8 Jam
Diet MB TKTP
Debridement ke II dilakukan
tanggal 11 November 2016
Direncanakan ke ruangan RB3
karena keadaan umum stabil
Cek
Lab
(DL,
Albumin,
Elektrolit, KGD)
35
Meropenem
36
BAB 4
DISKUSI
Teori
Etiologi
Luka
bakar
Kasus
adalah
suatu
disebabkan
kontak
akibat
disiram
air
panas
dengan mendidih
(American
Burn
Association)
terbakar
1.
2.
3.
4.
berwarna
merah
muda
ringan
(American
Burn
Association)
1. Luka bakar ringan
2. Luka bakar sedang
3. Luka bakar berat
10%
atau lebih
telinga,
mata,
kaki,
dan
genitalia/perineum.
Luka
bakar
dengan
cedera
Association)
Perhitungan
total
area
tubuh yang terbakar (TBSA) dapat Trunkus post: Grade IIa IIb 18%
dihitung dengan Rule of 9.
clear
2. Breathing: Pasien ini bernapas
dan
suhu
ektermitas.
Pasien
diberikan
Laktat
parkland
dalam kg x 4 mL.
berdasarkan
rumus
39
Antibiotik
dan
jam.
bakar,
karena
bisa Penanganan
nyeri
pasien
ini
Ketarolac 30 mg/8jam
dan
resisten.
imunisasi
sirkulasi
tidak
luka
intravena
dipantau
Tambahan
tetanus
bisa
disesuaikan.
Opioid dapat meredakan nyeri
dengan cepat dan dapat dititrasi
sampai
mencapai
tingkat
penggunaan
pada
kesadaran.
Sebaiknya
gunakan
obat
anti-inflamasi
nonsteroid
Pemasukan
(NSAID).
ketamin
melalui
adekuat.
Pada stadium lanjut, opioid oral
dan
seperti
antidepressan
amitriptilin,
trisiklik,
bisa
40
digunakan
Perawatan luka bakar & tindakan
bedah
Pasien
dilakukan
debridement
prioritas
untuk
melakukan
bedah
biasanya
akan
mengurangi
mengurangi
infeksi,
nyeri
dan
mempercepat penyembuhan.
Pada tahap lanjut, bekas luka
dan
kontrakturitas
dapat
konvensional.
Pertimbangan
yang
diberikan
adalah
dapat
dengan
harus
dinilai
kebutuhan
individu masing-masing.
41
BAB 5
KESIMPULAN
RB, laki laki, 35 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan keluhan luka bakar di seluruhh
tubuh. Pasien di diagnose dengan Scald Burn Grade IIa IIb 55%. Penanganan
awal di IGD pada pasien ini adalah:
1.
2.
3.
4.
42
43
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
44