Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN HUKUM PERTANAHAN / AGRARIA

DAN RUANG LINGKUPNYA


Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
HUKUM PERTANAHAN

Disusun oleh:
1. Abdul Wahid F.
2. Asmira Wati
3. Khoerul Amri

(210114108)
(210114111)
(210114124)

Dosen Pengampu:
Ahmad Syakirin, M.H.
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI AHWAL SYAHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2016-2017

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dengan
untaian alhamdulillaahi robbil alamiin.
Sholawat serta salam tetap terlimpah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan para sahabat serta para pengikutnya sampai hari kiamat.
Pada kesempatan ini kami telah menyelesaikan makalah mengenai Hukum Pertanahan
dengan judul Pengertian Hukum Pertanahan/Agraria dan Ruang Lingkupnya. Dalam
makalah ini akan kami ulas beberapa hal yang terkait dengan hukum pertanahan serta agraria.
Akhirnya kami berharap makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Apabila terdapat kesalahan kami mohon maaf, kritik dan saran kami harapkan untuk
perbaikan makalah kami selanjutnya.
03 Oktober 2016
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pertanahan masih sering terdapat masalah bagi manusia. Tanah adalah tempat
penting bagi manusia, namun juga bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani,
lalu lintas, perjanjian, dan sampai urusan pemakaman tempat manusia dikubur pun tak lepas
dari tanah.
Di Indonesia, terdapatlah Undang-Undang yang mengatur tentang pertanahan, UU
ini sering disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Di dalam ini telah diatur
berbagai masalah terkait pertanahan dan agraria. Maka kemudian juga munculah bidang ilmu
hukum yaitu tentang Hukum Pertanahan atau Hukum Agraria, yang mana masuk ke dalam
bidang ilmu Hukum Tata Negara.
Lalu, apa itu tanah dan agraria? Apa yang beda dari kedua hal tersebut yang
hukumnya sering saling didampingkan? Lalu apa yang menjadi unsur, ruang lingkup, dan
2

dasar-dasar hukum pertanahan atau agraria? Pertanyaan ini akan coba kami sampaikan pada
makalah berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud Hukum Pertanahan dan Hukum Agraria?
2.
Apa yang menjadi unsur-unsur dalam Hukum Agraria?
3.
Apa yang menjadi ruang lingkup dari Hukum Agraria?
4.
Apa dasar hukum dari Hukum Agraria?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Pertanahan dan Hukum Agraria
1. Pengertian Agraria
Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu dengan
bahasa lainnya. Dalam bahasa Latin kata agraria berasal dari kata ager dan agrarius. Kata
ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai arti sama dengan
perladangan, persawahan, pertanian. Dalam terminilogi bahasa Indonesia, agraria berarti
urusan tanah pertanian, perkebunan, sedangkan dalam bahasa inggris kata agraria diartikan
tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian.
Selain pengertian agraria dilihat dari segi terminologi bahasa sebagaimana di atas,
pengertian agraria dapat pula ditemukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Oleh karena itu, pengertian agraria dan hukum agraria mempunyai arti atau makna yang
3

sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya (padal 1 ayat (2)). Sememntara itu pengertian bumi meliputi
permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah
air (pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (1)).
Berkaitan pengertian agraria di atas, tujuan pokok yang ingin dicapai dengan adanya
UUPA, yaitu:
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang
adil dan makmur.
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat keseluruhan. 1
Dengan mengacu pada tujuan pokok diadakannya UUPA, jelaslah bahwa UUPA
merupakan sarana yang akan dipakai untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara
sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.2
2. Pengertian Tanah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu
permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. 3 Pengertian tanah diatur dalam Pasal 4
UUPA dinyatakan sebagai berikut:
Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum.

1 Supriadi, Hukum Agraria (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), 1-2.


2 Ibid.
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia , Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka,1991), 11.
4

Yang dimaksud istilah tanah dalam pasal ini ialah permukaan bumi. Makna
permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan
hukum. Oleh karena itu, hak-hak yang timbul di atas hak atas permukaan bumi (hak atas
tanah) termasuk di dalamnya bangunan atau benda-benda yang terdapat di atasnya
merupakan suatu persoalan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang
berkaitan dengan dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah dengan
tanaman dan bangunan yang ada di atasnya.4
3. Pendapat Para Ahli
Dalam website http://www.jurnalhukum.com/, termuat pendapat beberapa ahli
hukum yang juga memberikan pendapatnya mengenai hukum agraria, yaitu sebagai berikut:
a. Subekti:
Hukum agraria adalah keseluruhan daripada ketentuan-ketentuan hukum, baik
hukum perdata, maupun hukum tata negara maupun pula hukum tata usaha
negara yang mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum,
dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur
pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-hubungan tersebut.

b. E. Utrecht:
Hukum agraria dan hukum tanah menjadi bagian hukum tata usaha negara yang
menguji perhubungan-perhubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria,
melakukan tugas mereka itu.
c. Lemaire:
Hukum agraria yang mengandung bagian-bagian dari hukum privat di samping
bagian-bagian dari hukum tata negara dan administrasi negara, juga dibicarakan
sebagai satu kelompok hukum yang bulat.
d. S.J. Fockema Andreae:

4 Supriadi, Hukum..., 3.
5

Keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian,


tersebar dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata, hukum pemerintahan)
yang disajikan sebagai satu kesatuan untuk keperluan studi tertentu.
e. Boedi Harsono:
Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, ada yang tertulis
ada pula yang tidak tertulis, yang semuanya mempunyai obyek pengaturan yang
sama, yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan
sebagai hubungan-hubungan hukum konkret, beraspek publik dan perdata, yang
dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi
satu kesatuan yang merupakan satu sistem.5
Dengan pemaparan panjang di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Hukum Agraria
dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Agraria dalam arti luas dan Hukum Agraria dalam
arti sempit (Hukum Tanah). Hukum Agraria dalam arti luas adalah seperangkat hukum yang
mengatur hak penguasaan atas sumber-sumber alam (natural resources), yang meliputi bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk ruang angkasa. Sedangkan
Hukum Agraria dalam arti sempit (Hukum Tanah) adalah seperangkat hukum yang mengatur
penguasaan atas permukaan tanah.6

B. Unsur-Unsur dalam Hukum Agraria


Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, yang biasanya dikenal dengan istilah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),
dipaparkan bahwa unsur-unsur keagrarian meliputi:
a. Bumi (Pasal 1 ayat 4 UUPA)
yang meliputi: - permukaan bumi (tanah); - tubuh bumi yang terdapat di bawah
tanah dan di bawah air.
5 Wibowo Tunardy, Pengertian Hukum Agraria dalam
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-hukum-agraria/, (diakses pada tanggal 03 Oktober
2016, jam 22.50 WIB).
6 Arie S. Hutagalung dkk, Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia (Bali: Pustaka
Larasan, 2012), 129.
6

b. Air (Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 47 UUPA)


termasuk di dalamnya perairan pedalaman (inland waters) seperti sungai, danau,
rawa dan di laut wilayah/laut teritorial Indonesia.
c. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan air (Pasal 1 ayat 2 UUPA)
seperti bahan-bahan galian/barang tambang, ikan, mutiara dan hasil laut lainnya.
d. Unsur-unsur dalam ruang angkasa (Pasal 48 UUPA).7

C. Ruang Lingkup Hukum Agraria


Ruang lingkup Hukum Agraria meliputi:
1. Hukum Tanah (Hukum Agraria dalam arti sempit), diatur dalam UUPA.
2. Hukum Air, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1974, sebagaimana diubah dengan
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
3. Hukum Pertambangan, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1967 yang telah dirubah
dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pengganti UU No. 44/
Prp/1960.
4. Hukum Perikanan, diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah
dengan UU No. 45 Tahun 2009.
5. Hukum Kehutanan, diatur dalam UU No. 41 Tahun 1999 (jo. UU No. 19 Tahun
2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-undang).
6. Hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas unsur-unsur dalam ruang
angkasa. Hukum ruang angkasa dipelajari karena unsur-unsur dalam ruang
angkasa diperlukan untuk kehidupan manusia.8
D. Dasar-dasar Hukum Agraria
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) yang diundangkan dalam Lembaran
Negara No. 104 tahun 1960 dan mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960, merupakan
sumber utama Hukum Agraria terutama Hukum Agraria dalam arti sempit, yaitu Hukum

7 Ibid., 128-129.
8 Ibid., 129.
7

Tanah. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar isi pasal-pasalnya serta penjelasannya yang
mengatur Hak Penguasaan atas Tanah.9
Kemudian dalam website http://www.jurnalhukum.com/, penulis menemukan 10
poin utama yang menjadikan dasar-dasar hukum agraria nasional yang diamanatkan dalam
UUPA, yaitu:10
1. Dasar kenasionalan yang dapat kita temukan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1
ayat (2) UUPA. Dasar kenasionalan mengandung pengertian bahwa bumi, air
dan ruang angkasa yang terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah hak
bersama dari seluruh warga Indonesia, bukan semata-mata hak dari pemiliknya
saja. Demikian pula dengan tanah ulayat bukan semata-mata menjadi hak dari
masyarakat adat di daerah tersebut, melainkan harus dipandang dari tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu seluruh wilayah negara. Dasar kenasionalan ini berlanjut
pada Pasal 1 ayat (3) UUPA yang menentukan bahwa hubungan antara bangsa
Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa yang terdapat di wilayah
Republik Indonesia adalah bersifat abadi.
2. Tidak diakuinya asas domein. Asas domein adalah asas yang memandang semua
tanah yang tidak dibuktikan haknya oleh orang lain merupakan milik negara.
Asas domein tidak diakui dalam UUPA karena tidak sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar. Pasal 33 ayat 3
Undang-Undang Dasar yang kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (1) lebih
menghendaki agar negara yang merupakan organisasi kekuasaan dari seluruh
rakyat menguasai (bukan memiliki) bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya. Bentuk dari penguasaan tersebut adalah sebagai
berikut:

Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan


pemeliharaannya;

Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari)
bumi, air dan ruang angkasa itu;

9 Ibid., 130.
10 Wibowo Tunardy, Dasar-Dasar Hukum Agraria Nasional yang Diamanatkan dalam
UUPA dalam http://www.jurnalhukum.com/dasar-dasar-hukum-agraria-nasional-yangdiamanatkan-dalam-uupa/, (diakses pada tanggal 03 Oktober 2016, jam 22.50 WIB).
8

Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang


dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.

3. Diakuinya hak ulayat. Hal ini dapat kita temukan dalam Pasal 3 UUPA. Hak
ulayat adalah hak dari persekutuan hukum adat, untuk menggunakan dengan
bebas tanah-tanah yang masih merupakan hutan belukar di dalam lingkungan
wilayahnya guna kepentingan persekutuan hukum itu sendiri dan anggotaanggota atau guna kepentingan orang-orang luar. Meskipun UUPA mengakui
keberadaan hak ulayat, namun hak ulayat tersebut harus:

Sesuai dengan kepentingan nasional dan negara;

berdasarkan atas persatuan bangsa;

tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain


yang lebih tinggi.

4. Fungsi sosial dari hak atas tanah. Penjabaran dari dasar ini dapat kita temukan
dalam Pasal 6 yang menentukan bahwa Semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Maksud dari ketentuan tersebut adalah bahwa hak atas tanah yang
ada pada seseorang tidak boleh digunakan hanya semata-mata untuk kepentingan
pribadinya, terlebih apabila hal tersebut merugikan masyarakat. Penggunaan hak
atas tanah tersebut harus memberikan manfaat bagi pemiliknya, masyarakat dan
negara. Meskipun demikian, ketentuan ini bukan berarti kepentingan pribadi
akan terdesak oleh kepentingan umum. Melainkan harus seimbang antara
kepentingan pribadi dan kepentingan umum.11
5. Hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah
(Pasal 9 jo. Pasal 21 ayat (1) UUPA). Sedangkan orang asing dan badan hukum
tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah. Orang asing hanya boleh
mempunyai tanah hak pakai (Pasal 42 UUPA). Sedangkan badan hukum
dipandang tidak perlu mempunyai hak milik, tetapi cukup hak-hak lainnya.
Meskipun demikian, terbuka peluang bagi badan hukum tertentu untuk
mempunyai hak milik (Pasal 21 ayat (2) UUPA). Badan hukum-badan hukum
11 Ibid.
9

yang dapat mempunyai hak milik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38


tahun 1963 adalah: Bank-bank negara, Koperasi pertanian, badan-badan sosial,
dan badan-badan keagamaan.
6. Asas kebangsaan, yang ditentukan dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA. Ketentuan ini
memberikan jaminan bagi seluruh warganegara Indonesia untuk memperoleh
kesempatan yang sama dalam memperoleh hak atas tanah. Asas ini bertujuan
untuk melindungi warganegara yang lemah dari segi ekonomi.
7. Penyelenggaraan landreform, yakni tanah pertanian harus dikerjakan atau
diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Penyelenggaraan landreform
diwujudkan melalui penentuan luas minimum yang harus dimiliki oleh orang
tani, sehingga ia memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi
dirinya dan keluarganya (Pasal 13 jo. Pasal 17 UUPA). Selain itu juga ditentukan
batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak milik (Pasal 17
UUPA) tuntuk mencegah penumpukan tanah di tangan golongan-golongan
tertentu.
8. Perencanaan (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi,
air dan ruang angkasa untuk kepentingan hidup rakyat dan negara. Perencanaan
tersebut dibagi menjadi rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh
wilayah Indonesia dan rencana khusus (regional planning) yang merupakan
penjabaran dari rencana umum yang diterapkan di daerah-daerah.
9. Kesatuan dan kesederhanaan hukum agraria, yakni sebuah upaya untuk
menghapus dualisme hukum agraria yang diatur dalam hukum adat dan hukum
barat. Hal ini diwujudkan dengan penyusunan hukum agraria yang berpedoman
pada hukum adat yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan
masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia
internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia. Hukum adat dipilih
karena sebagian besar rakyat Indonesia tunduk pada hukum adat.
10. Kepastian hukum, yakni para pemegang hak harus memperoleh kepastian
mengenai haknya dan adanya instruksi yang jelas bagi pemerintah. Hal ini

10

diwujudkan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bersifat rechtskadaster, sehingga dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum.12

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Hukum Agraria dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Agraria dalam arti luas dan
Hukum Agraria dalam arti sempit (Hukum Tanah). Hukum Agraria dalam arti luas
adalah seperangkat hukum yang mengatur hak penguasaan atas sumber-sumber alam
(natural resources), yang meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya termasuk ruang angkasa. Sedangkan Hukum Agraria dalam arti sempit
(Hukum Tanah) adalah seperangkat hukum yang mengatur penguasaan atas
permukaan tanah.
2. Unsur-Unsur Hukum Agraria menurut UUPA: bumi, air, kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi dan air, serta unsur-unsur dalam ruang angkasa.
3. Ruang lingkup Hukum Agraria meliputi: Hukum Tanah, Hukum Air, Hukum
Pertambangan, Hukum Perikanan, Hukum Kehutanan, Hukum yang mengatur hakhak penguasaan atas unsur-unsur dalam ruang angkasa.
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) yang diundangkan dalam Lembaran
Negara No. 104 tahun 1960 dan mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960,
merupakan sumber utama Hukum Agraria terutama Hukum Agraria dalam arti sempit,
yaitu Hukum Tanah. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar isi pasal-pasalnya serta
penjelasannya yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah.

12 Ibid.
11

DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung, Arie S. dkk. Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia. Bali: Pustaka
Larasan, 2012.
Supriadi. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
Tunardy, Wibowo. Dasar-Dasar Hukum Agraria Nasional yang Diamanatkan dalam UUPA
dalam http://www.jurnalhukum.com/dasar-dasar-hukum-agraria-nasional-yang
diamanatkan-dalam-uupa/. (diakses pada tanggal 03 Oktober 2016, jam 22.50 WIB). Ibid.
Tunardy, Wibowo. Pengertian Hukum Agraria dalam
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-hukum-agraria/. (diakses pada tanggal 03
Oktober 2016, jam 22.50 WIB).

12

Anda mungkin juga menyukai