Anda di halaman 1dari 11

A.

KONSEP TEORI
1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu kondisi yang terjadi ketika jantung
tidak dapat berespons secara adekuat terhadap stres untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Aspiani, 2014).
Gagal jantung adalah keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian vena dalam keadaan normal (Muttaqin, 2009).
Congestive Hearth Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencapai
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat
(Udjianti, 2011).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung
merupakan keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung yang
berakibat jantung gagal mempertahankan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.Pada dasarnya kelainan fungsi
jantung baik kiri maupun kanan sering terjadi secara bersamaan,
meskipun salah satunya kadang lebih dominan.
2. Etiologi
Menurut Aspiani (2014) ada beberapa faktor yang menyebabkan
gagal jantung antara lain:
a. Faktor Predisposisi
1) Penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi ventrikel
seperti penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit
pembuluh darah, dan penyakit jantung kongenital.
2) Keadaan yang membatasi pengisisan ventrikel yaitu stenosis
mitral-penyakit perikardial dan kardiomiopati.
b. Faktor Presipitasi
1) Peningkatan asupan garam
2) Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung
3) Aritmia akut
4) Infeksi atau demam, anemia, dan emboli paru
5) Tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis inefektif.
c. Faktor Risiko
1) Merokok
2) Hipertensi
3) Hiperlipidemia
4) Obesitas
5) Kurang aktivitas fisik
6) Stres emosi
7) Diabetes melitus
Secara umum penyebab gagal jantung dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Disfungsi miokard

b. Beban tekanan berlebihan- pembebanan sistolik (sistolik overload).


1) Volume: defek septum atrial, defek sistem ventrikel, duktus
arteriosus paten.
2) Tekanan: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolik
overload).
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand overload).
3. Tanda dan Gejala
a. Gagal jantung kiri
Keluhan berupa perasaan badan lemah, cepat lelah, berdebardebar, sesak napas, batuk, anoreksia, dan keringat dingin, batuk dan
atau batuk berdarah, fungsi ginjal menurun. Tanda dan gejala
kegagalan ventrikel kiri:
1) Kongesti vaskuler pulmonal
2) Dispnea, nyeri dada dan syok
3) Ortpnea, dispnea nokturnal paroksimal
4) Batuk iritasi, edema polmunal akut
5) Penurunan curah jantung
6) Gallop atrial-S4, gallop ventrikel- S1
7) Crackles paru
8) Disritmia pulsus alterans
9) Peningkatan berat badan
10) Pernapasan chyne stokes
11) Bukti radiografi tentang kongesti vaskular pulmonal.
b. Gagal jantung kanan
Edema, anoreksia, mual, asites, sakit daerah perut. Tanda gejala
kegagalan ventrikel kanan:
1) Curah jantung rendah
2) Distensi vena jugularis
3) Edema
4) Disritmia
5) S3 dan S4 ventrikel kanan
6) Hipersonor pada perkusi
7) Imobilisasi diafragma rendah
8) Peningkatan diameter pada antero posterial
(Aspiani, 2014).

4. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokard yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, menggangu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respons terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme

yang dapat dilihat yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik,


meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron, dan hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal
jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik.
Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut
jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran
darah ke organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal,
agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai
serangkaian akibat antara lain penurunan darah ginjal dan akhirnya laju
filtrasi glomerulus, pelepasan renin dari aparatus juksta glomerulus,
interaksi renin dengan angitensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I, konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar, dan retensi natrium dan
air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah
hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, tergantung
dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,
sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial. Respon
miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta,
ditandai dengan dilatasi dan bertambah tebalnya dinding.
Gagal jantung kanan, karena ketidakmampuan jantung kanan
mengakibatkan penimbunan darah dalam atrium kanan, vena kava dan
sirkulasi besar. Penimbunan darah di vena hepatika menyebabkan
hepatomegali dan kemudian menyebabkan terjadinya asites. Pada ginjal
menyebakan penimbunan air dan natrium sehingga terjadi edema.
Penimbunan secara sistemik selain menimbulkan edema juga
meningkatkan tekanan vena jugularis dan pelebaran vena-vena lainnya.
Pada gagal jantung kiri, darah dari atrium ke ventrikel kiri
mengalami hambatan, sehingga atirum kiri dilatasi dan hipertrofi.
Aliran darah dari paru ke atrium kiri terbendung. Akibatnya tekanan
dalam vena pulmonalis, kapiler paru dan arteri pulmonalis meninggi.
Bendungan terjadi juga di paru yang akan mengakibatkan edema paru,
sesak waktu bekerja (dyspneu deffort) atau waktu istirahat (ortopnea).

Gagal jantung kanan dan kiri terjadi sebagai akibat lanjutan dari
gagal jantung kiri. Setelah terjadi hipertensi pulmonal terjadi
penimbunan darah dala ventrikel kanan, selanjutnya terjadi gagal
jantung kanan. Setiap hambatan pada aliran (forward flow) dalam
sirkulasi akan menimbulkan pada arah berlawanan dengan aliran
(bakcward congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan
menimbulkan gejala backward failure dalam sistem sirkulasi aliran
darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah
upaya tubuh untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan.
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah
dilatasi ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis
berupa takikardia dan vasiokonstriksi perifer, peninggian kadar
katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan
ekstrasi oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan kiri
bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan
adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung
pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut gagal
jantung kongestif (Aspiani, 2014).
5. Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui
sejauh mana gagal jantung telah mengganggu fungsi organ lain,
seperti hati, ginjal, dan lain-lain (Aspiani, 2014).
b. Radiologi
Ditemukan bayangan hulu paru yang tebal dan melebar,
kepadatan makin kepinggir berkurang, lapang paru bercak-bercak
karena edema paru, distensi vena paru, hidrotoraks, kardiomegali,
dan rasio kardio-thoraks meningkat (Aspiani, 2014).
c. EKG
Pada pemeriksaan EKG untuk pasien gagal jantung dapat
ditemuka kelainan EKG sebagai berikut:
1) Left bundle branch block, kelainan segme ST/T menunjukan
disfungsi ventrikel kiri kronis;
2) Gelombang Q menunjukan infark sebelumnya dan kelainan
segmen ST menunjukan penyakit jantung iskemik;
3) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukan
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi;
4) Aritmia;
5) Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan
hipertrofi ventrikel kanan menunjukan disfungsi ventrikel
kanan (Muttaqin, 2009).
d. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi gangguan


fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung
(Aspiani, 2014). Gambaran yang paling sering ditemukan pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati
dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri
yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel (Muttaqin,
2009).
e. Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung bertujuan untuk menilai freksi ejeksi
ventrikel (Udjianti, 2011). Pada gagal jantung kiri didapatkan
(VEDP) 10 mmHg atau pulmonary arterial wedge pressure >12
mmHg dalam keadaan istirahat. Curah jantung lebih rendah dari
2,7 L/menit/m2 luas permukaan tubuh (Aspiani, 2014).
6. Penatalaksanaan
a. Non Medis
Terapi non medis yang dapat dilakukan antara lain perubahan
gaya hidup, monitoring dan kontrol faktor risiko yang
menyebabkan gagal jantung (Huda & Kusuma, 2016).
b. Medis
1) Terapi oksigen;
2) Terapi nitrit dan vasodilator koroner;
3) Terapi diuretik;
4) Terapi digitalis;
5) Terapi inotropik positif;
6) Terapi sedatif (Muttaqin, 2009).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Keluhan Utama : kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
2) Riwayat penyakit saat ini: kaji kelemahan fisik pasien secara
PQRST.
3) Riwayat penyakit dahulu : tanyakan apakah sebelumnya
pasien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan
hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa
diminum.
4) Riwayat keluarga
: tanyakan penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga.

5) Riwayat pekerjaan dan pola hidup : tanyakan situasi tempat


pasien bekerja dan lingkungannya, kebiasaan dan pola hidup,
serta biografi.
6) Pengkajian psikososial
: perubahan integritas ego
yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan, dan keuangan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: biasanya compos mentis dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
2) B1 (breathing)
a) Kongesti vaskular pulmonal gejalanya dispnea, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal
akut.
b) Dispnea, dikarakteristikkan dengan pernapasan cepat,
dangkal dan keadaan yang menunjukan bahwa klien sulit
mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.
Terkadang keluhan klien insomnia, gelisah, atau
kelemahan yang disebabkan oleh dispnea.
c) Ortopnea, ketidakmampuan berbaring datar karena
dispnea.
d) Dispnea nokturnal paroksimal yaitu pasien biasanya
terbangun di tengah malam karena mengalami sesak napas
pendek yang hebat, hal ini disebabkan oleh posisi
telentang.
e) Batuk, batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti
vaskular pulmonal sering terjadi tapi jarang diperhatiakan.
f) Edema pulmonal terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan
di dalam saluran vaskular ( 30 mmHg).
3) B2 (blood)
a) Inspeksi; parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstremitas.
b) Palpasi; denyut nadi perifer melemah, thrill biasnya
ditemukan.
c) Auskultasi; TD biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup, bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung
adalah kelainan katup.
d) Perkusi; batas jantung yang mengalami pergeseran yang
menunjukan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
e) Penurunan curah jantung; biasanya klien mengeluh lemah,
mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi,
defisit memori, atau penurunan toleransi latihan.

4)

5)

6)

7)

f) Bunyi jantung dan crackles; tanda fisik yang berkaitan


dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenali
dengan mudah adalah bunyi jantung ketiga dan keempat
dan crackles pada paru-paru.
g) Disritmia; karena peningkatan frekuensi jantung adalah
respons awal jantung terhadap stres, sinus takikardia
mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
h) Distensi vena jugularis; bila ventrikel kanan tidak mampu
berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan
terjadi dilatasi diruang ventrikel, peningkatan volume, dan
tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan
untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada
tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan
diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui denga
peningkatan pada vena jugularis.
i) Kulit dingin; kulit tampak pucat dan terasa dingin karena
pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat.
j) Perubahan nadi; pemeriksaan denyut arteri selama gagal
jantung akan menunjkan denyut yang cepat dan lemah.
B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, sering ditemuakn
sianosis perifer, wajah meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat.
B4 (bladder)
Monitor oliguria karena merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik. Edema ekstremitas adanya retensi cairan yang
parah.
B5 (bowel)
a) Hepatomegali; hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh darah portal meningkat sehingga cairan
terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada difragma
sehingga pasien dapat mengalami distres pernapasan.
b) Anoreksia; terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena
di dala rongga abdomen.
B6 (bone)
a) Edema; manifestasi klinik gagal ventrikel kanan yang
tampak adalah edema ekstremitas bawahpertambahan BB,

hepatomegali, distres vena leher, asites, anoreksia dan


mual, nokturia, dan lemah.
b) Mudah lelah; pasien gagal jantung mudah lelah akibat
curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan
menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan
jantung memompakan sejumlah darah untuk mencukupi kebutuhan
jaringan tubuh.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan
dala alveoli paru sekunder terhadap status hemodinamik tidak
stabil.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal,
penurunan laju filtrasi glomerulus.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap
konsep diri, perubahan dalam status kesehatan.
f. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya pajanan.
3. Intervensi dan Rasional
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan
jantung memompakan sejumlah darah untuk mencukupi kebutuhan
jaringan tubuh.
Intervensi
Rasional
Kaji dan lapor tanda
Kejadian mortalitas dan morbiditas
penurunan curah jantung.
sehubungan dengan MI yang lebih
dari 24 jam pertama.
Periksa
keadaan
klien Biasanya terjadi takikardia meskipun
dengan mengauskultasi nadi saat istirahat untuk mengompensasi
apikal: kaji frekuensi, irama penurunan kontraktilitas ventrikel.
jantung.
Catat bunyi jantung
S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa, irama
gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah yang mengalir
kedalam serambi yang mengalami
distensi, murmur dapat menunjukan
stenosis mitral.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat

Pantau adanya output urin,


catat
jumlah
dan
kepekatan/konsentrasi urin.
Istirahatkan klien dengan
tirah baring yang optimal.
Atur posisi tirah baring
yang ideal. Kepala tempat
tidur harus dinaikkan 20-30
cm atau pasien didudukkan
dikursi.
Kaji
perubahan
pada
sensorik, seperti letargi,
cemas, dan depresi.
Berikan istirahat psikologi
dengan lingkungan tenang.

Berikan oksigen tambahan


dengan nasal kanul/masker
sesuai dengan indikasi.

ditunjukan dengan penurunannya nadi


radial, popliteal, dorsalis pedis, dan
post-tibial, nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur saat dipalpasi, dan
gangguan pulsasi.
Ginjal berespon terhadap penurunan
curah jantung dengan mereabsorpsi
natrium dan cairan.
Dengan
istirahat
kebutuhan
pemompaan jantung menurun
Posisi
yang
ideal
mengurangi
kesulitan bernapas dan mengurangi
jumlah darah yang kembali ke jantung,
sehingga dapat mengurangi kongesti
paru.
Dapat menunjukan tidak adekuatnya
perfusi serebral akibat dari penurunan
curah jantung.
Stres
emosi
menghasilkan
vasokontriksi yang terkait dan
meningkatkan TD dan meningkatkan
kerja jantung.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokardium melawan efek
hipoksia/iskemia.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan


dala alveoli paru sekunder terhadap status hemodinamik tidak
stabil.
Intervensi
Rasional
Posisi tidur semofowler, Memfasilitasi ekspansi paru dan
bed rest total, dan batasi mengurangi
konsumsi
oksigen
aktivitas selama periode miokard.
sesak napas.
Monitor
tanda
gejala Tanda
dan
gejala
hipoksia
hipoksia.
mengindikasikan tidak adekuanya
perfusi jaringan akibat kongesti
pulmonal dampak dari gagal jantung
kiri.
Kolaborasi tim medis
untuk terapi dan tindakan:
1. Pemberian
oksigen 1. Terapi oksigen dapat meningkatkan
suplai oksigen miokardium. Terapi
melalui 1-4 liter per

menit.
2. Diuretik dan suplemen
kalium.

3. Bronkodilator.
4. Sodium nitropruside.
5. Sodium bikarbonat.
Kolaborasi tim gizi untuk
memberikan diet jantung
(rendah garam dan lemak).

oksigen yang tidak adekuat dapat


mengakibatkan keracunan oksigen.
2. Diuretik menurunkan volume
cairan ekstraseluler sedangkan
suplemen
kalium
mencegah
hipokalemia selama terapi diuretik.
3. Membebaskan
jalan
napas,
meningkatkan inhalasi oksigen.
4. Relaksasi otot polos arteri dan vena
menurunkan tahanan perifer.
5. Mengoreksi asidosis metabolik.
Diet rendah garam dapat menurunkan
volume vaskular akibat retensi cairan.
Diet rendah lemak menurunkan kadar
kolesterol darah.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan


preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal,
penurunan laju filtrasi glomerulus.
Intervensi
Rasional
Monitor dan evaluasi CVP, Tanda
peningkatan
tekanan
PWP, denyut jantung/nadi, hemodinamik memicu kegagalan
tekanan darah tiap jam, sirkulasi akibat peningkatan volume
bunyi jantung; observasi vaskular, afterload, dan preload
tanda-tanda
edema, jantung kiri.
pembesaran
hati
dan
limpa, mual, muntah,
distensi, dan konstipasi;
serta timbang BB tiap hari.
Batasi asupan cairan dan Mencegah retensi cairan ekstraseluler
diet rendah garam; serta dan mempertahankan keseimbangan
observasi input dan output elektrolit.
cairan dan produksi urin
per ajm atau per 24 jam.
Kolaborasi tim medis
untuk terapi dan tindakan:
1. Menurunkan
volume
cairan
1. Diuretik
ekstraseluler.
2. Cek kadar elktrolit 2. Perubahan
elektrolit
memicu
serum
disritmia jantung.
3. Menurunkan tekanan intratorakal,
meningkatkan
kontraktilitas
3. Thoracocentesis,

paracentesis,
phlebotomi

jantung.

4. Evaluasi
a. Pasien melaporkan penurunan episode dipsnea.
b. Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
c. Nadi 80x/menit.
d. Tidak terjadi aritmia
e. Denyut dan irama jantung teratur
f. CRT < 3 detik
g. Produksi urin > 30 ml/jam
h. Pertukaran gas dalam paru adekuat
i. Tidak terjadi kelebihan volme cairan dan perfusi jaringan
meningkat.
C. DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta: EGC
Huda, A & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Jogjakarta: Mediaction Publishing
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Udjianti, W. J. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai