Anda di halaman 1dari 13

ASKEP POLISITEMIA

1. Anatomi Fisiologi
Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi
utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam
tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein
yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung
ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.

Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Jika
ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang
dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat
yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia".
jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap
awal polisitemia.

Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit
milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit mungkin
setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak
dua kali normal. Sistem vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan
sirkulasi kali untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal.
Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan sebanyak lima
kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui
pembuluh cenderung sangat lamban.

Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan oleh
beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah anggota dari
keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap eritropoietin (EPO). mutasi ini
mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau sebagai target untuk terapi masa depan.

Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada pada
risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan jantung dan
stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena hati), atau
Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat menormalkan
jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahun-tahun.
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN POLISITEMIA
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi,
polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat
pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia
sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga
dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan
oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat.Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik
mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan
kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan
eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah
merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah.
Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah
merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera.
Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi,
berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama
kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal.
Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder umumnya terjadi
sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti
tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera
lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah
tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang paha. Biasanya
produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan
sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena
berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel
darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.

.2 ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak
diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi
yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis
(kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru
parah, dan penyakit jantung.
Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah
merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

3 MANIFESTASI KLINIS
Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang
bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis
sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan :
Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis
sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
Penurunan laju transpor oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak,
mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi
trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah
trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa
epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan
trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah
mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia.
Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai
akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali,
hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel
darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi
lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10%
kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal
ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah,
sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 protein binding capacity)
dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini
memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta
psikosis.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai akibat
peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,
perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal
menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan
menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi
beresiko terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.

.4 PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan
volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa
perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan
normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem
cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel
batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal.
Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan
tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di
gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan
eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein
JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di
sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT).
Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga
terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.Pada penderita PV,
terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin
(V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan
sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat
berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih,
dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan
pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan
sel darah merah dan tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena,
arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga
dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan
terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.

Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk hematopoietik
adalah sebagai berikut:
1 tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik
2 adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel induk
hematopoietik normal.
3 Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3 GMCSF
dan sistem cell faktor.
Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :
Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit
yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk
menggendalikan viskositas darah dalam batasan normal.
Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode
panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan
leokositosis biasanya menetap.
Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis
menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia
mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi
trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%.
Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun,
sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan
pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi
pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

Pathway

5. KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)

.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
b. Pemeriksaan Darah
c. Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk
mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan
adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah
platelet.
d. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar
asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin
(EPO) dalam darah.
e. Pemeriksaan Sumsum tulang
f. Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen
Janus kinase-2/JAK2).

7 PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan
hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
a. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)
b. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis vena
dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
c. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

Prinsip terapi
a. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi.
b. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
c. 3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
d. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
e. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik.
Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
Leukositosis progresif
Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat
badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan
yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan
pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah
diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai
normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit
yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan
perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau
konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik
menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti
flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai
hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena
dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena
efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan
klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa
lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat
jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan
memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum
tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila
diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian
pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu
setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon
(Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat
dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid
(Cytoxan).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA


1. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama
2. Keadaan dan keluhan utama
Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat
lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe
3. Riwayat penyakit dahulu
-adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal
-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis
-adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.
4. Riwayat penyakit keluarga
-Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit yang
diderita klien saat ini
-adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
-adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia
5. Riwayat penyakit sekarang
-apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang
dideritanya(anemia)
6. Data sosial,psikologis dan agama
-Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan
pengobatan misal penolakan transfusi darah
-adanya depresi
7. Data kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
- Penurunan masukan diet
- masukan diet rendah protein hawan
- kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat

b. Aktivitas istirahat
-frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
c. Eliminasi BAK dan BAB
-Frekuensi,warna,konsistensi dan bau

d. Sistim Sirkulasi
Gejala :
- riwayat kehilangan darah kronis
- riwayat endokarditis infektif kronis
- palpitasi
Tanda:
- Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural.
- Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T jika terjadi takikardia.
- Denyut nadi : takikardi dan melebar
- Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring,
bibir dan dasar kuku)
- Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
- Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi
kompensasi)
- Kuku : Mudah patah.
- Rambut : Kering dan mudah putus.
e. Sistim Neurosensori
Gejala:
- sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan berkosentrasi
- imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata
- kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki
- sensasi menjadi dingin
Tanda:
- Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
- Mental : tak mampu berespon.
- Oftalmik : Hemoragis retina.
- Gangguan koordinasi.
f. Sistim Pernafasan
Gejala:
-napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas
Tanda :
-Takipnea,ortopnea, dan dispnea
g. Sistim Nutrisi
Gejala:
-penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah
-nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)
-mual muntah,dyspepsia,anoreksia
-adanya penurunan berat badan
Tanda:
-Lidah tampak merah daging
-Membran mukosa kering dan pucat.
-Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.
-Stomatitis dan glositis.
-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
h. Sistim Aktivitas/ Istirahat
Gejala:
- Keletihan,kelemahan,malaise umum
- kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
- toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
Tanda:
- Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
- Ataksia,tubuh tidak tegak
i. Sistim Seksualitas
Gejala:
-hilang libido(pria dan wanita)
-impoten
Tanda:
-Serviks dan dinding vagina pucat.
j. Sistim Keamanan dan Nyeri
Gejala:
-riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
-riwayat kanker
-tidak toleran terhadap panas dan dingin
-transfusi darah sebelumnya
-gangguan penglihatan
-penyembuhan luka buruk
-sakit kepala dan nyeri abdomen samar
Tanda:
-Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
-Limfadenopati umum
-Petekie dan ekimosis.
-Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
b. DIAGNOSA
1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan
kebutuhan/kelelahan

INTERVENSI
NO NO.DX TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
1 1 Setelah dilakukan 1. Mandiri
tindakan keperawatan a. Awasi tanda vital, kaji Memberikan
1x24 jam Px pengisian kapiler dan warna informasi tentang
menunjukkan perfusi kulit atau membrane mukosa. derajat/
ade kuat : tanda vital keadikuatan
stabil, membrane perfusi jaringan
merah muda, dan membantu
pengisian kapiler baik b. Tinggikan kepala tempat tidur menentukan
sesuai toleransi kebutuhan
interfensi
Meningkatkan
ekspansi paru dan
memaksimalkan
oksigennasi untuk
c. Kaji pernafasan, auskultasi kebutuhan seluler
bunyi napas kecuali bila ada
hipotensi

Dispnea,
d. Catat keluhan rasa dingin, gemericik
pertahankan suhu lingkungan menunjukkan
dan tubuh hangat sesuai adanya
indikasi peningkatan
2. Kolaborasi kompensasi
a. Awasi pemeriksaan jantung untuk
Laboratorium : Hb,Ht, Jumlah pengisian kapiler
SDM, GDA Vasokonstriksi ke
organ vital
menurunkan
sirkulasi perifer.

Kenyamanan
b. Berikan transfusi darah (SDM pasien akan
darah lengkap/ packed, produk kebutuhan rasa
darah sesuai dengan hangat harus
indikasi). seimbang untuk
Awasi ketat untuk komplikasi mengindari panas
tranfusi berlebihan
pencetus
vasodilatasi
(penurunan
perfusi organ)

Mengidentifikasi
defisiensi dan
kebutuhan
pengobatan
ataupun respon
terhadap
terapi.Meningkat
kan jumlah sel
pembawa
oksigen,
memperbaiki
defisiensi untuk
menurunkan
resiko perdarahan
2 2 Setelah dilakukan 1. Mandiri :
tindakan keperawatan a. Kaji riwayat nutrisi o Mengidentifikasi
selama 1x24 jam defisiensi,
maka akan b. Observasi intake menduga
menunjukkan: nutrisi pasien, timbang kemungkinan
peningkatan berat berat badan setiap interfensi
badan atau berat hari. o Mengawasi
badan stabil dengan masukan kalori
nilai laboratorium atau kualitas
normal, tidak c. Berikan intake nutrisi kekurangan
mengalami tanda sedikit tapi sering nutrisi,
malnutrisi, mengawasi
menunjukkan perilaku penurunan BB
atau perubahan pola atau efektivitas
hidup untuk intervensi nutrisi.
menigkatkan atau d. Observasi adanya o Intake yang
mempertahankan mual muntah dan sedikit tapi sering
berat badan yang gejala lain yang menurunkan
sesuai. berhubungan kelemahan dan
meningkatkan
e. Jaga hygiene mulut pemasukan serta
yang mencegah
distensi gaster.
o Gejala
gastrointestinal
f. Berikan diet halus, dapat
rendah serat, menunjukkan
menghindari makanan efek hipoksia
panas, pedas atau pada organ.
terlalu asam sesuai
indiksi bila perlu o Meningkatkan
berikan suplemen nafsu makan dan
nutrisi intake oral,
2. Kolaborasi menurunkan
a. Kolaborasi dengan pertumbuhan
ahli gizi. bakteri,
b. Pantau pemeriksaan meminimalkan
Lab : Hb, Ht, BUN, infeksi
Albumin, Protein, Bila ada lesi oral,
Transferin, Besiserum, nyeri dapat
B12, Asam folat. membatasi intake
c. Berikan pengobatan makanan yang
sesuai dengan indikasi dapat ditoleransi
misalnya : pasien,
- Vitamin dan meningkatkan
suplemen mineral : masukan protein
Vitamin B12, Asam dan kalori.
folat dan Asam Membantu dalam
askorbat (vitamin C) membuat rencana
diet untuk
memenuhi
kebutuhan
individual.
Meningkatkan
efektivitas
program
pengobatan
termasuk sumber
diet nutrisi yang
diperlukan.
Kebutuhan
penggantian
tergantung tipe
pada masukan
oral yang buruk
dan difesiensi
yang
diidentifikasi

3 3 Setelah dilakukan Mandiri :


tindakan keperawatan 1. Kaji kemampuan klien untuk o Mempengaruhi
selama 1x24 jam aktivitas, catat adanya pilihan intervensi
diharapkan ada kelemahan atau bantuan
peningkatan toleransi 2. Awasi dan kaji TTV selama o Manifestasi
aktivitas, menujukkan dan sesudah aktivitas, catat kardiopolmunal
penurunan tanda respon terhapad tingkat dari upaya
fisiologis intoleransi aktivitas seperti denyut jantung dan paru
misalnya: nadi, jantung, pusing, dispnea, untuk membawa
pernafasan dan takipnea. jumlah oksigen
pertahanan darah 3. Berikan bantuan dalam ade kuat ke
dalam rentang normal aktivitas dan libatkan keluarga jaringan.
4. Rencanakan kemajuan o Meningkatkan
aktivitas dengan pasien, harga diri pasien.
tingkatkan aktivitas sesuai o Meningkatkan
toleransi dengan tehnik secara bertahap
penghematan energi serta tingkat aktivitas
menghentikan aktivitas jika sampai normal
palpitasi, nyeri dada, napas dan memperbaiki
pendek, atau terjadi pusing. tonus otot,
dengan
membatasi
adanya
kelemahan, serta
menghindari
terjadinya
regangan/ stress
kardiopolmonal
yang dapat
menimbulkan
dekompensasi/
kegagalan.

KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keada an yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel darah
merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin,
atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi
18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai
suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain.
Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah
yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-
faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau
sindroma Cushing.
Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut. Polisitemia
sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan
jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak diketahui, maka
yang diperlukan adalah monitor teratur.

Anda mungkin juga menyukai