Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN POLISTEMIA VERA


DIRUANG ROSELLA RSUD KARDINAH TEGAL

DISUSUN OLEH:
GRACE RIZKA PRAWESTY
200104028

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
2

A. PENGERTIAN
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt
(sel), dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan
jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah
yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia adalah suatu
kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia
memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel
darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Polisitemia vera adalah salah satu kelompok kanker darah
yang di kenal sebagai neoplasma myelopraliferatifive.ini terjadi
ketika mutasi pada gen menyebabkan masalah dengan produksi
sel darah. Ada dua jenis utama polisitemia:
1. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai
"polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis
polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak
disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam
polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah
karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan
sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan
tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan
kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses
proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang
adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer.
Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya
berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah
ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya.
Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal.
3

Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera.

2. Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai


peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik
dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah
merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh
polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia
sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-
faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan,
seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.

B. ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000
orang. Penyebabnya tidak diketahui. Namun, polisitemia ini
hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor
sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon
terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya
atau gangguan, seperti:
a) Tumor hati,
b) Tumor ginjal atau sindroma cushing
c) Peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik
dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar
oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi
eritropoietin
d) Perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di
tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah, dan
4

penyakit jantung. Bila ada kekurangan oksigen,


tubuh merespon dengan memproduksi lebih
banyak sel darah merah yang membawa oksigen ke
sel-sel tubuh.

C. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena


peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas
darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan
aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan
penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:

a. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan


viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan :

1) Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate),


lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis
sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

2) Penurunan laju transport oksige

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya


oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena
terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark)
seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan
ekstremitas.

b. Penurunan shear rate.


c. Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi
hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel.
Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan
5

walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan


terjadi pada 10 - 30 % kasus Polisitemia Vera,
manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan
perdarahan gastrointestinal.
d. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada
Polisitemia Vera tidak ada korelasi trombositosis dengan
trombosis.
6

e. Basofilia
Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan
gatal (pruritus) diseluruh tubuh terutama setelah mandi
air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan
urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat
meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan
perdarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar
histamin
f. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia
vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder
hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular
g. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia
Vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali
juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas
hemopoesis ekstramedular.
h. Gout.
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan
splenomegali adalah sekuentrasi sel darah makin cepat
dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah
akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular
menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout
dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia .
i. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan
defisiensi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai
pada ± 30% kasus Polisitemis Vera karena penggunaan
untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein
tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (Unsaturated B12
7

Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.


j. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir,
konjungtiva hiperemis sebagai akibat peningkatan massa
eritrosit.
k. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit
kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas.
l. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa
epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal
menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena
peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur
spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera
yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu
operasi atau trauma.

D. PATOFISIOLOGI

Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan


sekunder.

a) Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan


relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa
sel darah merah tidak mengalami perubahan.
b) Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi
berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu
rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar
eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses
proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang
kuat.
c) Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit
disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan
massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai
8

keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali


normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV)
disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells)
pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang
normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang
abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan
pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana
perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih
belum diketahui. Progenitor sel darah penderita
menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak
dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-
kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya
perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini
terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam
produksi darah. Pada keadaan normal, kelangsungan
proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan
eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo- R).
Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein
JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi,
kemudian memfosforilasi domain reseptor di
sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal
transducers and activators of transcription (STAT).
Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu
mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga
terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari
hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi
mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi
pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal
9

dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi


autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi
JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,
proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau
hanya sedikit hematopoetic growth factor. Terjadi
peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel
darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan
viskositas darah meningkat. Penderita cenderung
mengalami thrombosis dan pendarahan dan
menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang
disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan
tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di
pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,
pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-
Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak
normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat
menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan
resiko pirai dan batu ginjal.

E. KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi
lain, termasuk Kemungkinan Komplikasi
a) Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran
pencernaan.
b) Batu Ginjal Asam urat
c) Gagal jantung
d) Leukemia / leukositosis
e) Myelofibrosis
f) Penyakit ulkus peptikum
g) Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan
10

stroke atau
serangan jantung).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa
dan penampilan kulit (eritema).
b) Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count
(CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi
eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai
dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah
putih(terutama neutrofil), dan jumlah platelet. Pemeriksaan
darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12,
peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen
pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam
darah.
c) Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis
kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui
kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang
akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).

G. PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan
pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan
memperpanjang harapan hidup pasien.
a. Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel
darah merah (eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena,
serebrovaskular,thrombosis vena dalam, infark miokard,
11

oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.


3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
b. Prinsip terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal
kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan
flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/
polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek
sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis
tertentu atau kemoterapi sitostatik.
c. Terapi PV
1. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin
satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk
banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan
merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi
terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan
pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi,
sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai
hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah
mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan,
sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin
dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada
pria kulit hitam dan perempuan.
2. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat
mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet). Tujuan
pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih
baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama
12

pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat


dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah
Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang
merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik
karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan
tentang keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan
golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi
yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan
klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan
pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2
sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan
pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan
memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan
memberikannya lagi jika > 49%.
3. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah
satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali
diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena,
apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.
Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32
Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika
diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang
dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua
dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12
minggu setelah dosis pertama.
4. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada
polisitemia vera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk
13

biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A,


Roveron-) digunakan terutama pada keadaan
trombositemia yang tidak dapat dikendalikan.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan
sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
5. Pengobatan pendukung
a) Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600
mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang
aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
b) Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti
histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
c) Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan
penghambat reseptor H2.
d) Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari
Quinazolin.
e) Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau
tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan
toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis
sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid
mengurangi tingkat pembentukan trombosit di
sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan
penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan
anagrelid.

H. TINJAUAN KEPERAWATAN
a) Identitas klien
b) Keadaan dan keluhan utama
c) Apa yang.menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita
lakukan yaitu pucat,cepat lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe
d) Riwayat penyakit dahulu
14

1. Adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal


2. Adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya
perdarahan kronis
3. Adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.
e) Riwayat penyakit keluarga
1. Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang
berhubungan dengan status penyakit yang diderita klien saat
ini
2. Adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
f) Riwayat penyakit sekarang
Apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan
status penyakit yang dideritanya(anemia)
g) Data sosial,psikologis dan agama
Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang
mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan pengobatan misal
penolakan transfusi darah dan adanya depresi
h) Aktivitas istirahat
Frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
i) Eliminasi BAK dan BAB Frekuensi,warna,konsistensi dan bau

I. PENGKAJIAN
1. Sistim Sirkulasi
a) Gejala:
1) Riwayat kehilangan darah kronis
2) Riwayat endokarditis infektif kronis
3) Palpitasi
b) Tanda:
1) Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic
stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
2) Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T jika terjadi
15

takikardia.
3) Denyut nadi : takikardi dan melebar
4) Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran
mukosa (konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)
5) Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
6) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke
perifer dan vasokonstriksi kompensasi
2. Sistim Neurosensori
a) Gejala:
1) sakit
kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan
berkosentrasi
2) imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan
pada mata
3) kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia
tangan /kaki sensasi menjadi dingin
b) Tanda:
1) Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
2) Mental : tak mampu berespon.
3) Oftalmik : Hemoragis retina.
4) Gangguan koordinasi.

3. Sistim Pernafasan
a) Gejala: napas pendek pada istirahat dan meningkat pada
aktivitas
b) Tanda: akipnea,ortopnea, dan dispnea
4. Sistim Nutrisi a
a) Gejala:
1) Penurunan masukan diet,masukan protein hewani rendah
2) Nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan (ulkus
pada faring)
16

3) Mual muntah,dyspepsia,anoreksia
4) Adanya penurunan berat badan
b) Tanda:
1) Lidah tampak merah daging
2) Membran mukosa kering dan pucat.
3) Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas
4) Stomatitis dan glositis.
5) Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
5. Sistim Aktivitas/ Istirahat a).
a) Gejala:
1) Keletihan,kelemahan,malaise umum
2) Kehilangan produktivitas,penurunan semangat untuk
bekarja
3) Toleransi terhadap latihan rendah
4) Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
b) Tanda:
1) Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
2) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik
pada sekitarnya.
3) Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
4) Ataksia,tubuh tidak tegak
6. Sistim Seksualitas
a. Gejala:
hilang libido (pria dan wanita), impoten b).
b. Tanda: Serviks dan dinding vagina pucat.
7. Sistim Keamanan dan Nyeri
a) Gejala:
1) Riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
2) Riwayat kanker
3) Tidak toleran terhadap panas dan dingin
4) Transfusi darah sebelumnya
17

5) Gangguan penglihatan
6) Penyembuhan luka buruk
7) Sakit kepala dan nyeri abdomen samar
b) Tanda:
1) Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
2) Limfadenopati umum
3) Petekie dan ekimosis.
4) Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan perubahan afinitas hemoglobin untuk oksigen
2. Nyeri akut berhubugan dengan agen cedera biologis
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan
neuromuskular, Nyeri
4. Kerusakan integritaskulit berhubungan dengan Perubahan
turgor (elastisitas kulit)

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
berhubunga dengan perubahan afinitas hemoglobin untuk
oksigen
Tujuan : perfusi jaringan dapat efektif
Kriteria hasi : mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif, fungsi
motorik/sensorik
Intervensi:
a) Observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, saturasi,
RR, suhu, pupil).
b) Observasi balance cairan.
c) Observasi status neurologis
18

d) Tinggikan kepala tempat tidur 15- 30 derajat


e) Pertahankan lingkungan yang tenang dan batasi
jumlah pengunjung
f) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan
terapi
b. Nyeri akut berhubugan dengan agen cedera biologis
Tujuan : menunjukkan nyeri berkurang atau
hilang
Kriteria Hasil : terlihat tenang dan rileks dan tidak ada
keluhan nyeri
Intervensi:
a) Kaji tingkat, frekuensi, intensitas, dan reaksi nyeri
b) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas
dalam
c) Libatkan keluarga dalam tata laksana nyeri
dengan memberikan kompres hangat
d) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien
e) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai
indikasi
19

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan

neuromuskular

Tujuan : untuk menghindari bahaya imobilitas, mencegah

kecacatan, dan membantu pasien dalam memulihkan,

melestarikan, atau mempertahankan mobilitas

Kriteria hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik

Intervensi :

a) Periksa tingkat fungsionalitas mobilitas.

b) Kaji kekuatan untuk melakukan ROM ke

semua sendi.

c) Pantau kebutuhan nutrisi yang berkaitan

dengan imobilitas.

d) Hadirkan lingkungan yang aman: rel tempat

tidur, tempat tidur di posisi bawah, barang

penting yang dekat.

e) Jalankan latihan ROM pasif atau aktif ke

semua ekstremitas.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

turgor (elastisitas kulit)

Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Kriteria hasil :Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan

(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

Intervensi :
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
20

b) Hindari kerutan pada tempat tidur


c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d) Monitor kulit akan adanya kemerahan
e) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang
tertekan
f) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
21
22
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan,


Jakarta : EGC. Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta : Depkes RI

Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan kabupaten nganjuk.


Surabaya : Depkes RI

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis.


Jakarta: Salemba Medika

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC

Internasional, NANDA,(2012). Diagnosis


Keperawatan Difinisi dan Klasifikasi(2012-2014).
Jakarta : EG

Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-


NOC. Jilid 1, 2 dan 3. Yogyakarta. Media Action.

Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan


Edisi 4. EGC, jakarta. RSU Bahteramas. 2018. Profil
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2018. Kendari (Tidak dipublikasikan).

Sugeng. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press

Suriadi & Yuliani, R., 2006, Asuhan Keperawatan Pada


Anak,Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya,

Tarwoto&Wartonah, 2006, Kebutuhan Dasar Manusia dan


Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika

Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan : diagnosis NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil / NOC. Alih bahasa : Esty Wahyuningsih,
editor edisi bahasa Indonesia: Dwi Widiarti. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
24

Anda mungkin juga menyukai