Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

PENGUJIAN CEMARAN BAKTERI PADA ABON HATI PISANG


KEPOK, SUSU, DAN KLUTUK

Oleh:
Mujiati

13030234006

Naztiti Dian E.P

13030234010

Erviana Sundariyani

13030234018

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT,


yang senantiasa melimpahkan segala rahmat dan petunjuk-Nya
selama

penulis

melaksanakan

praktikum,

serta

dapat

menyelesaikan penyususnan laporan yang berjudul Pengujian


Cemaran Bakteri Pada Abon Hati Pisang Kepok, Susu, Dan
Klutuk. Dalam pelaksanaannya, penulis telah mendapatkan
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1 Ibu Rusmini, S.Pd., M.Si

dan ibu Dr.titik Taufikurohmah,

S.Si., M.Si. selaku dosen pengemban mata perkuliahan


analisis pangan.
2 Seluruh pihak yang telah mendukung penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini
masih

terdapat

kekurangan,

oleh

karenanya

penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua


pihak berkaitan dengan laporan ini. Namun demikian semoga
laporan praktikum analisis pangan pada abon hati pisang ini
dapat

memberikan

manfaat

bagi

semua

pihak

yang

memerlukannya.

Surabaya,

November 2016

Penulis,

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................iv
DAFTAR TABEL .........................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN
1
2
3
4

Latar Belakang.............................................................
Rumusan Masalah ........................................................
Tujuan ..........................................................................
Manfaat........................................................................

1
3
3
3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tanaman Pisang...........................................................4
2.2................................................................................Abon..............
6
2.3..................................................Bahan Baku Pembuatan Baku..............
7
2.4....................................... Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme..............
11
2.5................................ Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme..............
14
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ..........................................................30
3.2. Metode yang digunakan.....................................................31
3.3 Alat dan Bahan...............................................................33
3.4 Prosedur Kerja.................................................................35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan ......................................................................23
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................51
5.2 Saran...................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN FOTO
3

DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Abon....................................................................... 26
Gambar 2. Teknik pengenceran Sampel............................................. 44

DAFTAR TABEL
Hal.

Tabel 1. Syarat Mutu Abon....................................................... 5

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pangan (bahan makanan) merupakan kebutuhan pokok bagi setiap
manusia. Komposisi umum bahan makanan baik yang berasal dari hewan
(ternak) maupun tumbuhan terdiri atas protein, karbohidrat, dan lemak yang
mengandung banyak senyawa atau zat gizi yang sangat bermanfaat (Winarno,
2004). Bahan pangan diperlukan tubuh untuk memulihkan dan memperbaiki
jaringan yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan, dan
menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan. Disamping itu
pangan juga didefinisikan sebagai suatu kebutuhan yang paling mendasar bagi
manusia. Beberapa kasus keracunan atau penyakit karena mengonsumsi
makanan yang tercemar mikroba telah banyak terjadi di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa keamanan pangan masih perlu mendapat perhatian yang
lebih serius.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai

perubahan, mikroba yang merugikan misalnya yang menyebabkan kerusakan


atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau
keracunan pangan. Oleh sebab itu dengan mengetahui sifat-sifat mikroba pada
pangan kita dapat mengatur kondisi sedemikian rupa sehingga pertumbuhan
mikroba yang merugikan dapat dicegah.
Mikroba terdapat dimana-mana, misalnya dalam air, tanah, udara,
tanaman, hewan, dan manusia. Oleh karena itu mikroba dapat masuk ke dalam
pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui air yang digunakan untuk
menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan, terutama bila air
tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat
masuk dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan
sayuran, melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia dan pencemaran
selama tahap-tahap peanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui
berbagai sumber pencemaran mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk
mencegah masuknya mikroba pada pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena penyakit
dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan
penyakit tersebut. Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri
1

yang berasal dari luka atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal
dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan
pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau baru sembuh dari
penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga
merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai beberapa hari
atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat
menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau
mengolah pangan.
Pada makanan, bahaya tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara: dari
pangan itu sendiri, pekerja, peralatan, proses pengolahan dan pembersihan
serta dari konsumen.

Makanan dapat dikatakan tidak aman atau

terkontaminasi oleh cemaran fisika apabila terdapat kotoran yang kasat mata
atau benda-benda fisik. Contohnya, pecahan gelas, pecahan lampu, pecahan
logam, paku, potongan kawat, kerikil, stapler, rambut, bulu binatang, karet
dan benda asing lainnya. Cemaran fisika akan merusak kualitas dan mutu dari
makanan tersebut, dan tentu juga dapat membahayakan manusia jika
termakan dan masuk ke dalam alat-alat pencernaan. Meskipun bahaya fisik
tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi
bahaya ini dapat menjadi pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan
tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.
Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan
cacing), virus, kapang, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan
berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi
dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat
menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh
manusia dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi ketika
toksin sudah terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga
mengindikasikan keadaan berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan
sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap
aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tidak
terdapat dalam makanan.
1.2.

Rumusan Masalah

1.2.1. Berapa total mikroba yang ada pada sampel abon hati pisang susu,
klutuk dan kepok?
1.2.2. Bagaimana metode pengujian dalam menentukan berapa banyak
mikroba yang ada dalam sampel abon hati pisang susu, klutuk dan
kepok?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui total mikroba yang ada pada sampel hati pisang
susu, klutuk dan kepok
1.3.2. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk menentukan berapa
banyak mikroba yang ada pada sampel abon hati pisang susu, klutuk,
dan kepok.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Tanaman Pisang


Pisang tergolong tanaman buah herbal yang tidak asing lagi bagi
sebagian besar masyarakat. Pisang merupakan tanaman yang memiliki
banyak kegunaan, mulai dari buah, batang, daun, kulit hingga bonggolnya.
Tanaman pisang yang merupakan suku Musaceae termasuk tanaman yang
besar memanjang. Tanaman pisang sangat menyukai sekali pada daerah
yang beriklim tropis panas dan lembab terlebih didataran rendah. Ditemui
pula di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Indonesia serta termasuk
pulau Papua, Australia Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat berubah
sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun.
Umumnya, kebanyakan orang memakan buah pisang saja dan kulitnya akan
dibuang begitu saja.
Tumbuhan ini berdasarkan klasifikasi ilmiahnya tergolong dalam
keluarga besar Musaceae, adapun klasifikasi pisang (musa paradisiaca
formatypica) menurut Tjitrosoepomo (2001) :
Kerajaan : Plantae
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Musaceae

Genus

: Musa

Species

: Musa paradisiaca formatypica

Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai


varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yaang berbeda-beda.
Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang
Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan, Pisang Kepok, Pisang Susu,
Pisang Raja, Pisang Klutuk, dan Pisang Nangka. Empulur batang pisang
kepok merupakan salah satu limbah yang kurang dimanfaatkan, yang
sebenarnya banyak mengandung nilai ekonomi. Agar limbah ini dapat
dimanfaatkan dan digunakan dalam waktu yang relatif lama, perlu diproses
lebih lanjut menjadi beberapa hasil yang bervariasi. Empulur batang pisang
memiliki komposisi kimia per 100 gram bahan yakni mengandung pati 510%, kadar air 20%, kalori 245 kkal, protein 3,4 g, karbohidrat 66,2 g, fosfor

0,15 g, kalsium 0,06 g, besi 0,002 g, vit B 0,00004 g dan vit C 0,004 g
(Anonim, 2011).
2.2 Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan yang berasal dari
daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut
atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah
suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus
disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon termasuk makanan ringan
atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat
umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa
sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya
daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau
(Suryani, 2007). Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir
atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng.
Menurut Anonim (2007), abon daging merupakan makanan kering yang
terbuat dari daging yang disayat-sayat dan bumbu-bumbu. Abon merupakan
daging kering yang telah disayat-sayat menjadi serat-serat yang halus dan
umumnya dibuat dari daging sapi (Astawan dan Astawan, 2006).

Gambar 1. Abon
Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum digunakan
dalam pembuatan abon. Penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk
mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan
sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur
simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang
khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009).
Abon daging yang diolah mempunyai tujuan menambah keanekaragaman
pangan,

memperoleh

pangan yang berkualitas

tinggi,

tahan

selama

penyimpanan, meningkatkan nilai tukar, dan meningkatkan daya guna bahan


mentahnya. Abon sebagai salah satu bentuk olahan kering yang sudah dikenal
masyarakat luas karena harganya cukup terjangkau dan lezat (Fachruddin,
1997). Abon memiliki prospek ekonomi yang baik karena konsumennya luas.
Kalangan masyarakat ekonomi bawah sampai kalangan masyarakat ekonomi
tinggi menyukai abon. Konsumen abon juga tidak hanya masyarakat kota saja,
tetapi masyarakat desa pun banyak yang menyukainya (Fachruddin, 1997).
Abon memiliki harga yang cukup beragam tergantung pada biaya
produksi dan bahan baku yang digunakan. Abon yang terbuat dari daging atau
ikan biasanya memiliki harga yang cukup tinggi. Walaupun harga abon dari
bahan tertentu cukup tinggi, namun peminatnya tetap banyak. Untuk menekan
harga agar terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, maka produk abon
dapat dibuat dari bahan nabati (Fachruddin, 1997).

2.3 Bahan Baku Pembuatan Baku


Bahan pembuatan abon terdiri atas bahan baku dan bahan tambahan.
Bahan baku merupakan bahan pokok untuk abon. Bahan tambahan atau

bahan penolong berfungsi menambah cita rasa produk, mengawetkan, dan


memperbaiki penampakan produk (Fachruddin, 1997).
a. Santan Kelapa
Santan merupakan emulsi lemak dalam air berwarna putih yang
diperoleh dari daging kelapa segar. Kepekatan santan yang diperoleh
tergantung pada ketuaan kelapa dan jumlah air yang ditambahkan
(Fachrudin, 1997). Penambahan santan dapat menambah cita rasa dan
nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan memberikan rasa gurih karena
kandungan lemaknya cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, abon
yang dimasak dengan santan kelapa lebih disukai konsumen daripada
abon yang diolah tanpa penambahan santan (Fachrudin, 1997).
b. Rempah-rempah
Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon
bertujuan memberi aroma dan rasa yang dapat membangkitkan selera
makan. Rempah-rempah dapat berupa umbi (tuber), akar (Rhizome),
batang atau kulit, batang, daun, dan buah. Jenis rempah-rempah yang
digunakan dalam pembuatan abon adalah :
1) Bawang merah (Allium ascalonicum L.)
Bawang merah adalah nama tanaman dari familia Alliaceae dan
nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang merah
merupakan bahan utama untuk bumbu dasar makanan Indonesia.
Bawang merah mengandung zat pengatur tumbuh hormon auksin
dan giberelin (Anonim, 2010).
2) Bawang putih (Allium sativum L.)
Bawang putih merupakan salah satu rempah yang biasa
digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma. Bawang putih terutama
digunakan menambah flavour, sehingga produk akhir mempunyai
flavour yang menarik. Bahan aktif dalam bawang putih adalah
minyak atsiri dan bahan yang mengandung belerang. Selain sebagai
bumbu bawang putih dilaporkan juga dapat digunakan sebagai bahan
pengawet produk (Wills, 1956).
3) Kemiri (Aleurites moluccana)
Kemiri adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai
sumber

minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan antar-

negara dikenal sebagai canleberry, indian walnut, serta candlenut.


Pohonnya disebut varnish tree. Tanaman sekarang tersebar luas di
7

daerah-daerah tropis. Tinggi tanaman ini mencapai sekitar 15-25


meter. Daunnya berwarna hijau pucat. Biji yang terdapat di
dalamnya memiliki lapisan pelindung yang sangat keras dan
mengandung minyak yang cukup banyak (Anonim, 2010).
4) Ketumbar (Cariandrum sativum)
Bentuknya berupa biji kecil-kecil mempunyai diameter 1-2
milimeter. Mirip dengan biji lada tetapi kecil dan lebih gelap. Selain
itu terasa tidak berisi dan lebih ringan dari lada. Berbagai makanan
tradisional Indonesia kerap menggunakan bumbu berupa biji
berbentuk butiran beraroma keras yang dinamakan ketumbar, dengan
tambahan bumbu tersebut aroma masakan menjadi lebih nyata
(Anonim, 2010).
5) Lengkuas (Alpina galanga)
Lengkuas adalah rempah-rempah populer dalam tradisi boga dan
pengobatan tradisional Indonesia maupun Asia Tenggara lainnya.
Bagian yang dimanfaatkan adalah rimpangnya yang beraroma khas.
Pemanfaatan lengkuas biasanya dengan cara dimemarkan rimpang
yang akan digunakan kemudian dicelupkan begitu ke dalam
campuran masakan (Anonim, 2010).
6) Salam (Syzygium polyanthum)
Daun salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum
masakan di sejumlah makanan Asia Tenggara, baik untuk masakan
daging, ikan, sayur-mayur, maupun nasi. Daun ini dicampurkan
dalam keadaan utuh, kering ataupun segar dan turut dimasak hingga
makanan tersebut matang (Anonim, 2010).
7) Gula dan Garam
Gula merah adalah bahan yang ditambahkan dalam pembuatan
abon dengan konsentrasi tertentu. Gula merah ditambahkan pada
kisaran 50 - 60 g tiap 1 kg daging (Purnomo, 1996). Penggunaan
gula dalam pembuatan abon bertujuan menambah citarasa dan
memperbaiki tekstur produk. Pada proses pembuatan abon bila
mengalami reaksi Maillard sehingga menimbulkan warna kecoklatan
yang dapat menambah daya tarik produk abon (Fachrudin, 1997).
Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir
selalu digunakan dalam membuat masakan. Garam dapat berfungsi

pula sebagai pengawet karena berbagai mikrobia pembusuk


khususnya bersifat proteolitik, sangat peka terhadap kadar garam
meskipun rendah (kurang dari 6%) (Fachrudin, 1997).
8) Minyak Goreng
Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai
penghantar panas, menambah rasa gurih, dan menambah nilai gizi,
khususnya kalori dari bahan pangan. Minyak goreng yang digunakan
dapat pula menjadi faktor yang mempengaruhi umur simpan abon
(Fachrudin, 1997). Minyak yang digunakan dalam pembuatan abon
harus berkualitas baik, belum tengik, dan memiliki titik asap yang
tinggi. Titik asap adalah suhu pemanasan minyak sampai terbentuk
akroelin yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Minyak baru memiliki titik asap yang tinggi, sedangkan minyak
yang telah pernah digunakan (minyak bekas) titik asapnya akan
turun.
9) Air
Air adalah bahan yang terpenting dalam proses pembuatan abon,
air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena
air mempengaruhi penampilan tekstur, cita rasa makanan (Winarno,
2002). Air yang dipergunakan dalam proses pengolahan makanan,
baik secara langsung (ditambahkan dalam produk olahan) maupun
tidak langsung (sebagai bahan pencuci, perendaman, perebus), harus
memenuhi syarat kualitas air minum yang antara lain meliputi
sebagai berikut :
a. Tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau.
b. Bersih dan jernih.
c. Tidak mengandung logam atau bahan kimia berbahaya.
d. Derajat kesadahan nol.
e. Tidak mengandung mikroorganisme berbahaya.
(Suprapti, 2003).
2.4 Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang
berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme dapat berinteraksi dengan organisme lain
dengan cara yang menguntungkan atau merugikan (Akhiarif 2011). Interaksi
mikroorganisme dengan bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang

menguntungkan. Selain itu, interaksi mikroorganisme semacam bakteri,


jamur dan cendawan dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
kerusakan atau pembusukan (Afrianti 2004).
Kerusakan bahan pangan dapat berlangsung cepat atau lambat
tergantung dari jenis bahan pangan atau makanan yang bersangkutan dan
kondisi lingkungan dimana bahan pangan atau makanan diletakkan
(Wijayanti 2011). Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme tersebut berkembang biak
dan bermetabolisme sehingga bahan makanan mengalami perubahan. Secara
rinci menurut Buckle et al. (1987) kerusakan bahan

pangan yang

disebabkan oleh mikroorganisme terjadi akibat struktur seluler bahan


pangan rusak sehingga mudah diserang mikroorganisme. Mikroorganisme
akan memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana

agar

disintesa yang pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan tekstur, warna,


bau, dan rasa.
Menurut

Fardiaz

(1989)

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme antara lain meliputi faktor intrinsik dan faktor


ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit. Faktor intrinsik meliputi pH,
aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan mengoksidasi-reduksi
(redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur
bahan makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme adalah suhu penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O 2),
cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Selain faktor intrinsik dan ekstrinsik menurut Yudhabuntara (2010)
terdapat juga faktor proses dan faktor implisit. Semua proses teknologi
pengolahan bahan makanan (pemanasan, pengeringan, modifikasi pH,
penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian
medan listrik dan pemberian bahan tambahan pangan) mengubah bahan
makanan

tersebut

yang

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

mikroorganisme. Sedangkan faktor implisit adalah adanya sinergisme atau


antagonisme di antara mikroorganisme di dalam bahan makanan. Ketika
mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk
memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di

10

antara mikroorganisme yang berbeda yang dapat saling mendukung maupun


saling menghambat.
Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan
jenisnya berbeda. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil
kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar
mikroba, seperti tanah, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan
manusia atau hewan. Dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada
bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan
tersebut. Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba
untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak
karenanya (Dwidjoseputro 2005).
Menurut

Fardiaz

(1992),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pertumbuhan bakteri dan jamur adalah zat makanan, pH, air, oksigen, dan
senyawa penghambat pertumbuhan. Adapun menurut Buckle (1987), selain
zat makanan, suhu, pH, dan aktifitas air, pertumbuhan bakteri juga
dipengaruhi oleh waktu, potensial reduksi oksidiasi (redoks), struktur
biologi, dan faktor pengolahan.

1. Zat Makanan
Komponen kimiawi dan bahan makanan dapat ikut menentukan jenis
mikroorganisme yang dominan di dalam bahan makanan tersebut.
Komponen kimiawi tersebut sangat menentukan jumlah zat-zat gizi yang
paling penting untuk perkembangan mikroorganisme (Buckle 1987).
2. Suhu Pertumbuhan
Menurut Buckle (1987), suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme dengan dua cara yang berlawanan yaitu (1) apabila suhu
mengalami kenaikan sekitar suhu optimalnya, kecepatan metabolisme
naik dan pertumbuhan dipercepat sedangkan bila suhu turun sekitar suhu
optimalnya, kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan juga
diperlambat. Selanjutnya, Winarno (2002) menyebutkan bahwa setiap
penurunan suhu 8C akan membuat kecepatan reaksi berkurang menjadi
setengahnya. (2) bila suhu naik hingga diatas suhu maksimal atau turun

11

dibawah suhu minimal, maka pertumbuhan mungkin akan terhenti,


komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel mengalami kematian.
3. Nilai pH
Setiap organisme memiliki kisaran pH tertentu yang masih
memungkinkan bagi pertumbuhannya dan juga mempunyai pH optimum.
Pada umumnya, mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran suhu 6,6-8,0
dan nilai pH luar pada kisaran 2,0-1,0 sudah bersifat merusak (Buckle
1987).

Mikroorganisme

juga

memerlukan

pH

tertentu

untuk

pertumbuhannya, namun pada umumnya bakteri memiliki kisaran pH


yang sempit, yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral.
4. Aktifitas Air
Jumlah air yang terkandung didalam bahan makanan atau larutan disebut
sebagai aktivitas air (water activity). Jenis mikroorganisme yang berbeda
membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.
Bakteri umumnya memerlukan media yang memiliki nilai aw tinggi
(0,91), khamir membutuhkan nilai aw 0,87-0,91 sedangkan kapang
membutuhkan nilai aw yang lebih rendah lagi, yaitu 0,80-0,87 (Buckle
1987).
5. Ketersediaan Oksigen
Masing-masing organisme membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda
untuk metabolismenya. Ada organisme yang tidak membutuhkan oksigen
sama sekali untuk pertumbuhannya (anaerob), ada yang membutuhkan
sedikit oksigen (mikroaerofil) dan ada yang dapat tumbuh dan
berkembang biak pada kondisi lingkungan yang cukup oksigen maupun
tidak ada oksigen sama sekali (anaerob fakultatif).
6. Senyawa penghambat
Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh senyawa-senyawa dalam
bahan makanan yang bersifat antimikroba yang secara ilmiah ada didalam
bahan makanan tersebut maupun yang sengaja ditambahkan seperti asam
benzoat dan asam sorbat.
7. Waktu
Menurut Fardiaz (1992), perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organisme
dan

mekanisme

pertumbuhannya

menyebabkan

perbedaan

dalam

kecepatan pertumbuhan. Umumnya, semakin komplek dalam sifat-sifat sel


suatu organisme, maka waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah

12

semakin lama. Bakteri membelah lebih cepat dari pada khamir, sedangkan
khamir lebih cepat dari pada kapang. Bakteri membelah secara cepat dan
tumbuh maksimal dalam waktu 45 menit, khamir baru membelah dengan
cepat dalam waktu 90 menit, kemudian kapang membelah dalam waktu
180 menit.
8. Potensial Reduksi Oksidiasi ( Redoks )
Potensial reduksi oksidasi menunjukkan kemampuan substrat untuk
melepaskan elektron (oksidasi) atau menerima elektron (reduksi).
Potensial redoks sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroba.
Mikroba memerlukan potensial redoks positif (teroksidasi), sedangkan
pada mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif (tereduksi).
9. Struktur Biologi
Struktur biologi seperti kulit dan kulit pada telur, kulit kacangkacangan
dan kulit buah berperan mencegah masuknya mikroba ke dalam bahan
pangan tersebut.
10. Faktor Pengolahan
Mikroba spesifik yang terdapat di dalam bahan pangan dapat dikurangi
jumlahnya oleh berbagai jenis metode pengolahan atau pengawetan
pangan. Jenis-jenis pengolahan atau pengawetan pangan yang berpengaruh
terhadap kehidupan mikroba, antara lain suhu tinggi, suhu rendah,
penambahan bahan pengawet dan irradiasi.

2.5 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme


Pengukuran mikroorganisme dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran mikroorganisme secara
langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Pengukuran Menggunakan Bilik Hitung (Counting Chamber)
Pada pengukuran ini, untuk bakteri digunakan bilik hitung
PetroffHausser, sedangkan untuk mikroorganisme eukariot digunakan
hemositometer. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mudah,
murah, dan cepat, serta bisa diperoleh informasi tentang ukuran dan
morfologi

mikroorganisme.

Kerugiannya

adalah

populasi

mikroorganisme yang digunakan harus banyak (minimum berkisar 106

13

CFU/ml), karena pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit tidak


dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati, serta kesulitan
menghitung sel yang motil (Pratiwi, 2008).
b. Pengukuran Menggunakan Electronic Counter
Pada pengukuran ini, suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang
kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan
pada dua sisi orifice mengukur tahanan listrik (ditandai dengan naiknya
tahanan) pada saat bakteri melalui orifice. Pada saat inilah sel terhitung.
Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat
dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar.
Kerugiannya adalah metode ini tidak bisa digunakan untuk menghitung
bakteri karena adanya gangguan debris, filamen, dan sebagainya, serta
tidak dapat membedakan antara sel hidup dan mati (Pratiwi, 2008).
c. Pengukuran dengan Planting Technique
Metode ini merupakan metode penghitungan jumlah sel tampak (visible)
dan didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh,
membelah, dan memproduksi satu koloni tunggal. Satuan penghitungan
yang dipakai adalah CFU (colony forming unit) dengan cara membuat
seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat.
Pengukuran dilakukan pada plate dengan jumlah koloni berkisar 25-250
atau 30-300 (Pratiwi, 2008). Keuntungan metode ini adalah sederhana,
mudah, dan sensitif karena menggunakan colony counter sebagai alat
hitung dan dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme pada
sampel makanan, air, ataupun tanah. Kerugiannya adalah kurang akurat
karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu sel (Pratiwi,
2008).
Pengukuran mikroorganisme secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
a. Cawan petri (total plate count/TPC)
Prinsip metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) adalah
menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media agar,
sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa

14

menggunakan mikroskop. Kelebihan metode ini yaitu sederhana, mudah


dan sensitif. Metode ini merupakan cara paling sensitif untuk
-

menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan :


Hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung
- Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus
- Dapat digunakan untuk isolasi, dan identifikasi mikroba karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai
penampang spesifik (Dwidjoseputro,2005).
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus
dikuasai. Sebelum mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih
dahulu dilakukan pengenceran sampel menggunakan larutan fisiologis.
Secara keseluruhan, tahap pengenceran dijelaskan dalam gambar berikut
ini :

Gambar 2. Teknik pengenceran Sampel (Pearson, 2006)


Setelah dilakukan pengenceran, kemudian dilakukan penanaman pada media
lempeng agar. Setelah diinkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati
dan dihitung. Koloni merupakan sekumpulan mikroorganisme yang memiliki
kesamaan sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya. Sifat-sifat
yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan medium
adalah sebagai berikut :

15

Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya berupa satu titik, namun ada

pula yang melebar sampai menutup permukaan medium.


Bentuk. Ada koloni yang bulat dan memanjang. Ada yang tepinya rata dan

tidak rata.
Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata dengan permukaan medium, ada

pula yang timbul diatas permukaan medium.


Halus kasarnya pemukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang

permukaannya kasar dan tidak rata.


Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat da nada yang

permukaannya suram.
Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan.
Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lender, ada yang keras dan kering.

Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni


bakteri antara 30-300.Perhitungan Total Plate Count dinyatakan sebagai jumlah
koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer.

Keuntungan dari metode TPC adalah dapat mengetahui jumlah mikroba


yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain
yang terdapat dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah:
1) Memungkinkan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba,
seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
2) Memungkinkan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang
sebenarnya. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh
karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen
selama masa inkubasi.
3) Memungkinkan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di
seluruh permukaan media,sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini
akan mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung.
4) Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi
mikrobanya antara 30 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30

16

koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik,


namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena
terjadi persaingan diantara koloni.
5) Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi
yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.

b. Metode MPN (Perhitungan Jumlah Terkecil atau Terdekat)


Metode MPN merupakan metode dengan menggunakan medium cair
didalam tabung reaksi. Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah tabung
reaksi yang positif, yakni yang ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi
pada suhu waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat I dilihat
dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas didalam
tabung kecil (tabung durham) yang dilekatkan pada posisi terbaik,yaitu untuk
jasad renik yang membentuk gas.
Dalam metode MPN, pengenceran sampel harus lebih tinggi dari pada
pengenceran pada hitung cawan,sehingga beberapa tabung yang berisi
medium cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut
mengandung 1 jasad renik,beberapa tabung mungkin mengandung lebih dari
1 sel, sedangkan tabung yang lain tidak mengandung sama sekali. Dengan
demikian, setelah diinkubasi diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa
tabung, yang

dinyatakan

sebagai

tabung

positif, sedangkan

tabung

lainnya negative. Cara melihat jumlah bakteri dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :

17

Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah jasad renik


didalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat digunakan untuk contoh
berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari sampel.
Grup mikroba yang dapat dihitung dengan metode MPN juga bervariasi
tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan. Kelebihan
metode ini yaitu cukup mudah dilakukan dan dapat menentukan densitas
bakteri coliform fekal. Kelemahan metode ini yaitu membutuhkan alat gelas
dalam jumlah yang banyak dan tidak dapat digunakan dalam pengamatan
morfologi dari suatu mikroorganisme.
c. Metode Kalorimeter (cara kekeruhan atau turbidimetri)
Pengukuran turbidimetri didasarkan pada prinsip bahwa jumlah mikroba
dalam suatu suspensi adalah sebanding dengan jumlah sinar yang diteruskan.
Turbidimetri diukur sebagai OD (optical density) unit yang sebanding dengan
persen cahaya yang diteruskan (% T). Pada metode ini digunakan alat
colorimeter atau spektrofotometer. Alat ini akan mendeteksi jumlah sinar yang
diserap dan diteruskan oleh suatu suspensi. Alat ini terdiri dari sumber cahaya,
tempat untuk meletakkan sampel, dan photoreseptor untuk mengukur jumlah
cahaya yang diteruskan. Nilai OD yang dihasilkan tidak dapat langsung
memberikan informasi bagi kita mengenai jumlah sel yang terdapat dalam
suspensi. Nilai OD akan diubah menjadi jumlah sel ataumassa sel
menggunakan kurva kalibrasi, yang dibuat dengan cara menghubungkan nilai

18

OD terhadap beberapa parameter yang menggambarkan populasi mikroba


seperti total viable count.
d. Pengukuran dengan menggunakan Teknik Filtrasi Membrane (Membrane
Filtration Technique)
Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu system filter membrane dengan
bantuan vacuum. Bakteri yang terperangkap selanjutnya ditumbuhkan pada
media yang sesuai dan jumlah koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah
dapat menghitung sel hidup dan system perhitungannya langsung , sedangkan
kerugiannya adalah tidak ekonomis.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Pengujian cemaran mikroba pada abon hati pisang dilakukan di dua tempat
yaitu:
1. Persiapan sampel: Mojokerto (Ds. Ngrowo, kec. Bangsal) pada tanggal 27
september 2016
2. Pengujian cemaran mikroba : Surabaya (Laboratorium Biokimia jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam)
3.2. Metode yang digunakan
Metode yang digunakan adalah metode Angka Lempeng Total (ALT).
Prinsipnya yaitu pertumbuhan koloni bakteri diinokulasikan pada media

19

Sampel abon hati pisang


Ditimbang sebanyak 1 gram
Ditambah 9 mL aquades, dihomogenkan
disaring
lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
Filtrat
Residu
Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah oganisme yang

terkandung dari
di dalam
sampel. pengenceran
Teknik pengitungan
Diencerkan
10-1 sampai
10-5 ini membutuhkan
Diambil
1 ml melakukan
dari tiap pengenceran
kemampuan
pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran.
Dimasukkan ke dalam cawan petri
Cawan-cawan tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah
Dituangkan media NA ke dalam petri yang di dalamnya terdapat sampel abon h
koloni yangdengan
terbentuk.
Metode yangdidigunakan
Disterilkan
pemanasan
spirtus pada ALT yaitu pour-plate
Digerakkan
secara
diatas
merata
method, volume
yangperlahan-lahan
biasa digunakan adalah
0,1meja
1 mlsecara
dari kultur
untuk di
Dibiarkan sampai memadat
letakkan
padamenggunakan
cawan Petri. Kemudian,
cawannya
Petri
ditutup
plastik
wrap diinkubasikan hingga koloni
Dimasukkan
ke dalam inkubator dengan posisi terbalik
muncul.
Ditunggu sampai 48 jam

Tumbuh Koloni

3.3. Alat dan Bahan


Bahan:

Alat:

Pisau
Penyaring
Baskom
Cobek dan Penumbuk
Kompor
LPG
Wajan
Spatula
Plastik
Neraca Analitik
Gelas Kimia
Mikro pipet
Cawan petri
Blue tip
Erlenmeyer
Eppendorf

Ares pisang susu, kepok,

klutuk
Air
Minyak goreng
Bawang merah
Bawang putih
Cabe rawit
Daun salam
Daun jeruk
Serai
Santan bubuk
Gula
Garam
Media NB
Agar
Aquades

20

3.4. Prosedur Kerja


a. Persiapan Sampel

Ares Pisang
Dipotong dadu kecil-kecil
Dicuci dengan air bersih
Diperas
Ares Pisang (Kadar air telah berkurang)

mis bumbu yang telah dihaluskan (dengan sedikit minyak dan tambahan rempah-rempah)
asukkan ares pisang yang sudah disiapkan (ditunggu sampai kering dengan diaduk secara terus-me

Abon Pisang
b. Persiapan media

Nutrient Broth
Ditimbang 6,5 gram
Diencerkan sampai 500 ml
Ditambahkan dengan Agar 7,5 gram
di stirrer sampai semua larut
Disterilkan di autoklaf

Nutrient Agar

21

c. Pengujian Cemaran Mikroba

22

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji cemaran mikroba total pada abon yang terbuat dari hati pisang susu,
kepok, dan klutuk dilakukan dengan menggunakan metode angka lempeng
total atau disebut juga total plate count (TPC). Uji Angka Lempeng Total
merupakan suatu metode untuk menghitung angka cemaran bakteri aerob
mesofil dan jamur yang terdapat dalam sampel berupa abon dengan cara
tuang (pour plate method) pada media padat dan diinkubasi dalam posisi
terbalik pada suhu 35-37oC selama 24-72 jam. Dalam persyaratan uji cemaran
mikrobiologi, salah satu pengujian yang dilakukan yaitu uji Angka Lempeng
Total (ALT) yang disyaratkan dalam SNI 1995 untuk Abon yaitu maksimal 5
x 104 koloni/g.
Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka
Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.

23

Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat
dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah :
1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba,
seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya.
2. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena
penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama
masa inkubasi.
3. Kemungkinan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh
permukaan media agar sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan
mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung.
4. Perhitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya
antara 30 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan
menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila
lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi
persaingan diantara koloni.
5. Perhitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang
umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih (Buckle, 1987).
Menurut Cappucino (2008) bakteri mesofil dapat tumbuh dengan baik
pada suhu optimum 35-45oC, oleh sebab itu dipilih suhu inkubasi 35-37oC.
Bakteri mesofil merupakan jenis bakteri yang paling banyak dijumpai sebagai
patogen dalam tubuh manusia, karena suhu tubuh manusia normal adalah
37oC yang merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini. Oleh
sebab itu bakteri mesofil merupakan target utama pada uji ALT dalam sampel
abon karena dapat berbahaya bagi kesehatan apabila terdapat didalam tubuh
manusia.
Ada beberapa alasan mengapa mikroorganime sebagai indikator mutu, yaitu:

Kandungan mikroorganisme menentukan mutu bahan makanan karena


berkaitan dengan mutu bahan mentah, proses sanitasi, dan keefektifan
metode pengolahan

24

Persyaratan mikrobiologi menjadi salah satu persyaratan yang dikeluarkan


oleh Badan pengawas obat dan makanan (BPOM/FDA) agar suatu produk

makanan dapat beredar di masyarakat


Suatu produk makanan harus memenuhi aturan standar dari SNI

Pembuatan Abon Hati Pohon Pisang


Abon adalah salah satu menu makanan yang banyak digemari oleh
masyarakat karena proses pengolahannya yang mudah dan tergolong bahan
tahan lama. Pada proses pembuatan abon hati pisang pertama yang dilakukan
yaitu membuat bumbu yang terdiri dari 500 gram bawang merah dan 300
gram bawang putih masing-masing

dikupas kulitnya dan dicuci hingga

bersih. Selanjutnya dipotong kecil dan ditambahkan potongan cabe rawit


yang telah dicuci dan ditambahkan beberapa sendok garam. Semua bahan
dihaluskan dengan cara ditumbuk. Rempah dan bumbu yang digunakan harus
masih segar, karena selain sebagai penambah rasa, rempah juga berfungsi
sebagai pengawet pada proses pembuatan abon. Pemilihan bahan yang masih
segar dan berkualitas baik akan menentukan kualitas abon yang dihasilkan.
Kemudian dilakukan proses pembuatan abon hati pohon pisang yang
dimulai dari pemotongan batang pisang dan dibuang bagian kulit luar
berwarna coklat kehitaman selapis demi selapis sampai ke bagian tengah
yang berwarna putih cerah, bagian inilah yang disebut hati pohon pisang.
Pisang yang digunakan terdiri dari 3 jenis, yakni pisang susu, kepok, dan
klutuk yang diperoleh dari Desa Ngrowo Kecamatan Bangsal Mojokerto.
Hati pohon pisang kemudian dipotong kecil-kecil atau diparut hingga
halus, kemudian dicuci hingga bersih dan direbus dalam panci dengan diberi
garam, daun salam dan lengkuas. Jika hati pisang sudah empuk kemudian
ditiriskan, diperas hingga air yang terkandung menjadi hampir hilang. Bumbu
halus kemudian ditumis hingga harum dalam wajan/penggorengan yang telah
diberi sedikit minyak, lalu dimasukkan hati pohon pisang yang telah diperas.
Ditambahkan gula, lengkuas dan sereh

(yang telah dimemarkan),

daun

salam, merica bubuk, masako, ketumbar bubuk, dan santan bubuk. Diaduk
terus menerus sampai hati pisang kering, dibolak-balik agar abon tidak

25

gosong. Dipastikan abon hati pisang benar-benar kering agar dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah.
Abon hati pisang inilah yang kemudian disebut sebagai sampel. Langkah
selanjutnya yaitu proses pengujian cemaran mikroba pada abon hati pisang.
Media yang digunakan pada pengujian cemaran mikroba adalah Nutrien
Agar (NA). NA adalah suatu media berbentuk padat yang mengandung
sumber nitrogen dalam jumlah cukup yaitu 0,3% ekstrak sapi dan 0,5%
pepton, tetapi tidak mengandung sumber karbohidrat. Oleh karena itu baik
untuk pertumbuhan bakteri tetapi kapang dan khamir tidak dapat tumbuh
dengan baik. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari
mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof.
NA merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur
bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan.
Hal pertama yang dilakukan pada uji cemaran adalah persiapan media
dengan menimbang media NB sebanyak 6,5 gram dan agar sebanyak 7,5
gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan
aquades sebanyak 500 mL kemudian ditutup dengan kapas dan di lapisi
dengan alumunium foil dan dilakukan stirrer. Kemudian menyiapkan tabung
untuk pengenceran 10-1 sampai 10-5 dan diisi masing-masing dengan 9 mL
aquades. Selanjutnya semua peralatan dan media yang digunakan terlebih
dahulu disterilkan dengan pemanasan basah menggunakan bantuan alat
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak terjadi kontaminasi
yang berasal dari media maupun alat-alat yang digunakan, sehingga bakteri
yang tumbuh dalam media benar-benar berasal dari abon. Berdasarkan hasil
pengamatan,

sebelum

disterilisasi

media NA berwarna

coklat kekuningan dengan bentuk cair. Tetapi setelah disterilisasi di autoklaf


elektrik medianya berubah warna menjadi kuning kecoklatan dengan bentuk
menjadi semi padat.
Proses pengujian dalam penelitian ini diawali dengan mensterilkan area
kerja dan tangan menggunakan alkohol 96% yang bertujuan agar tidak ada
bakteri yang akan masuk pada saat praktik. Langkah selanjutnya adalah
melakukan homogenisasi sampel. Menurut Radji (2010) homogenisasi

26

sampel merupakan suatu tahapan awal yang harus dilakukan pada sampel
supaya diperoleh distribusi mikroba yang merata di dalam sampel sehingga
mudah

untuk

diamati. Tujuan homogenisasi

sampel

adalah

untuk

membebaskan sel-sel bakteri yang masih terlindungi oleh partikel dari sampel
yang akan diperiksa serta untuk mengaktifkan kembali sel-sel bakteri yang
kemungkinan pertumbuhannya terganggu karena berbagai kondisi yang
kurang sesuai didalam sampel. Homogenisasi sampel dilakukan dengan
menimbang 1 gram sampel abon, kemudian ditambahkan 9 mL aquades, lalu
dihomogenkan sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Kemudian dipipet
menggunakan mikro pipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan kedalam
pengenceran 10-2 sambil dihomogenkan. Kemudian dipipet 1 mL lagi dari
pengenceran 10-2 yang telah dihomogenkan tersebut lalu dimasukkan kedalam
pengenceran 10-3, begitu juga perlakuannya pada pengenceran 10-4 dan
pengenceran 10-5, sambil dihomogenkan.
Prinsip dari metode hitungan cawan yakni menganggap bahwa setiap sel
yang dapat hidup akan berkembang menjadi 1 koloni dan koloni tersebutlah
yang nantinya akan dihitung. Sehingga apabila tidak dilakukan pengenceran
maka sejumlah koloni yang tumbuh akan sangat banyak yang dapat
mengakibatkan pertumbuhan bakteri akan saling tumpang tindih satu sama
lain atau tidak terpisah dengan baik sehingga dapat mempersulit proses
perhitungan jumlah bakteri serta jumlah koloni yang ada pada 1 cawan adalah
berkisar antara 30-300 koloni saja. Prinsip pengenceran adalah menurunkan
jumlah bakteri sehingga semakin tinggi pengenceran yang dilakukan semakin
rendah jumlah mikroba begitupun sebaliknya.
Kemudian seri pengenceran dari 10-2 sampai 10-5 yang telah
dihomogenkan tersebut dipipet 1 mL kedalam cawan petri secara duplo dan
ditanam dalam media NA menggunakan metode tuang (pour plate). Pada saat
menuangkan tidak boleh lebih lama dari 30 menit, ini menjaga agar sampel
tidak terkontaminasi, kemudian ditambahkan Nutrien Agar sekitar 15 mL dan
digerakkan secara perlahan-lahan diatas meja untuk menyebarkan sel-sel
mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar seperti angka
delapan, petri ditutup menggunakan plastik wrap dan diamkan sampai

27

menjadi padat. Semua proses uji dilakukan di dalam Laminar Air Flow yaitu
seperti lemari aseptik yang memiliki ruangan kecil yang digunakan untuk
inokulasi (penanaman) mikrobia yang dilengkapi dengan sinar UV. Setelah
agar memadat, selanjutnya cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan di
dalam inkubator dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan secara terbalik
supaya uap air yang terbentuk selama masa inkubasi tidak menetes pada
media karena dapat mempersulit perhitungan jumlah koloni bakteri. Inkubator
yaitu alat yang digunakan untuk inkubasi media pengujian yang suhunya
telah

diatur.

Inkubator

berfungsi

untuk

menginkubasikan

atau

mengkondisikan media/ kultur pada kondisi terutama suhu tertentu yaitu suhu
35-37C selama 48 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung. Koloni yang tumbuh dalam media selanjutnya
dihitung sesuai dengan cara perhitungan ALT yang tercantum dalam MA
PPOMN tahun 2006. Jumlah bakteri dihitung dengan mengalikan jumlah
koloni yang tumbuh pada media dengan pengenceran atau homogenisasi.
Jumlah terbaik bakteri adalah antara 30-300 sel mikroba. Hal ini bertujuan
untuk memperkecil kemungkinan kesalahan dalam perhitungan. Karena
percobaan dilakukan dua kali (duplo) maka harus menggunakan data dari
kedua pengulangan dengan cara mengambil rata-rata dari kedua data,
dihitung dan dibandingkan dengan standar uji cemaran mikroba untuk abon.
Jumlah

mikroorganisme

dari

sampel

abon

dapat

dihitung

dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:


CFU = Jumlah koloni x

1
Faktor Pengenceran

Sampel Abon dari Hati Pisang Susu

Bakteri
Waktu
inkubasi
48 jam

Jumlah koloni tiap cawan petri


10-2

10-3

10-4

10-5

TBUD

52
45

Jumlah
koloni
5 x 104
koloni/g

Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
5 x 104 koloni/g

Keterangan:

28

TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung


Perhitungan Total Plate Count adalah:

55+45
2

1
103

= 5 x 104

koloni/g

Jamur
Waktu
inkubasi
48 jam

Jumlah koloni tiap cawan petri

Jumlah
koloni

10-2

10-3

10-4

10-5

TBUD

34
30

13
16

3
2

3,2 x 104
koloni/g

1
103

Perhitungan Total Plate Count adalah:

34+30
2

Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
-

= 3,2 x 104

koloni/g
Sampel Abon dari Hati Pisang Kepok

Bakteri
Waktu
inkubasi

Jumlah
koloni

Jumlah koloni tiap cawan petri


10-2
0

10-3
0

10-4
0

10-5
0

< 1x 102
* (diluar
25-250)

48 jam

Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
5 x 104 koloni/g

Jamur
Waktu
inkubasi
48 jam

Jumlah koloni tiap cawan petri


10-2

10-3

TBUD
7

12
10

Perhitungan Total Plate Count adalah:

10-4
0

Jumlah
koloni

10-5

1,1 x 104
* (diluar
25-250)

12+10
2

1
3
10

Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
-

= 1,1 x 104

koloni/g

29

Sampel Abon dari Hati Pisang Klutuk

Bakteri
Waktu
inkubasi

Jumlah koloni tiap cawan petri


10-2

10-3

10-4

10-5

TBUD

Jumlah
koloni
< 1x 102
* (diluar
25-250)

48 jam

Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
5 x 104 koloni/g

Jamur
Jumlah koloni tiap cawan petri

Waktu
inkubasi

10-2

10-3

10-4

10-5

13
35

48 jam

TBUD
18

Perhitungan Total Plate Count adalah:

( 13+35
2 )

Jumlah
koloni
2,4x 104
* (diluar
25-250)

1
3
10

Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
-

= 2,4 x 104

koloni/g

Berdasarkan hasil pengujian sampel produk olahan abon hati pisang yang
tersaji dalam tabel diatas bahwa produk abon hati pisang susu, klutuk dan
kepok ini masih di bawah ambang maksimum syarat uji cemaran mikroba SNI
1995 yaitu sebesar 5 x 104 koloni/g. Namun untuk batas uji cemaran jamur
tidak tercantum dalam SNI maupun BPOM. Abon hati pisang yang ditumbuhi
jamur dan bakteri ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi sumber zat
makanan karena komponen kimiawi dalam bahan makanan sangat menentukan
jumlah zat-zat gizi yang paling penting untuk perkembangan mikroorganisme
dan dapat ikut menentukan jenis mikroorganisme yang dominan di dalam
bahan makanan tersebut, aktivitas air atau jumlah air yang terkandung didalam
bahan makanan atau larutan, kemampuan mengoksidasi-reduksi, dan suhu
pertumbuhan.

Faktor

ekstrinsik

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

30

mikroorganisme terjadi pada proses pengolahan seperti alat-alat memasak yang


kurang steril, kesehatan perorangan yang kurang baik, penyimpanan makanan
pada suhu yang tidak sesuai misalnya pada temperatur hangat dan kelembaban
tinggi yang merupakan tempat berpotensi tumbuhnya jamur sehingga jamur
tumbuh pesat, tekanan gas (O2), dan cara pengawetan yang kurang tepat.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan menggunaan
metode angka lempeng total (Total Plate Count) dapat diketahui bahwa dari
ketiga sampel yaitu :
Jenis Pisang

Cemaran Bakteri

Cemaran Jamur

Susu

5 x 104 koloni/g

3,2 x 104 koloni/g

31

Kepok

<1x 102 * (diluar 25-250)

1,1 x 104 * (diluar 25-250)

Klutuk

< 1x 102 *(diluar 25-250)

2,4x 104 * (diluar 25-250)

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa abon sudah tidak aman dikonsumsi
karena ditumbuhi jamur.

5.2 Saran
Melihat dari hasil uji yang dilakukan dari sampel abon berbahan hati pisang
susu, klutuk, dan kepok maka penulis menyarankan melakukan uji lebih lanjut untuk
mengetahui jenis bakteri dan jamur yang terdapat dalam sampel dan dilakukan uji
cemaran mikroba dengan metode lain sehingga nantinya dapat disimpulkan
bagaimana nilai gizi dari sampel abon ares pisang untuk kelayakan konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Pisang. http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang. Di akses tanggal 16
Oktober 2016.
Anonim, 2016. Santan. http://id.wikipedia.org/wiki/Santan. Di akses tanggal 16
Oktober 2016.
Alaerts, G. dan Santika, S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional.
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Fardiaz, S.,.1989. Analisis Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. IPB
32

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia


Gobel, Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar:
Universitas Hasanuddin
Hadioetomo, R. 1990. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Jakarta:
Gramedia
Pelczar, Michael, J. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia
Penn, C. 1991. Handling laboratory microorganism. Open University: Milton
Keynes.
Perdana, A. 2009. Proses Pembuatan Abon Sapi. http://perdanaangga.
wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abon-dan-nugget//. Diakses pada
20 Oktober 2016
Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Erlangga.
Purnomo. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging Kering Dan Dendeng
Selam Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas
Brawijaya, Malang.
Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
Sutedjo, M. 1991. Mikrobiologi tanah. Jakarta : Renika cipta
Team Teaching. 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi dan Parasitologi.
Laboratorium Kesehatan Masyarakat UNG
Waluyo, Lud.2008. teknik metode dasar Mikrobiologi. Malang: UMM Press

33

Anda mungkin juga menyukai

  • Review Jurnal Mikrobiologi
    Review Jurnal Mikrobiologi
    Dokumen1 halaman
    Review Jurnal Mikrobiologi
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Protozoa
    Makalah Protozoa
    Dokumen31 halaman
    Makalah Protozoa
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • BEKASAM
    BEKASAM
    Dokumen22 halaman
    BEKASAM
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Laporan PKL Depan
    Laporan PKL Depan
    Dokumen8 halaman
    Laporan PKL Depan
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Oksigen Dari Lita
    Oksigen Dari Lita
    Dokumen7 halaman
    Oksigen Dari Lita
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Polutan Tanah (PUPUK)
    Polutan Tanah (PUPUK)
    Dokumen7 halaman
    Polutan Tanah (PUPUK)
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Review Jurnal
    Review Jurnal
    Dokumen8 halaman
    Review Jurnal
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Polutan Tanah (PUPUK)
    Polutan Tanah (PUPUK)
    Dokumen7 halaman
    Polutan Tanah (PUPUK)
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Ampisilin Word
    Ampisilin Word
    Dokumen4 halaman
    Ampisilin Word
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • AMPISILIN
    AMPISILIN
    Dokumen9 halaman
    AMPISILIN
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Ketengikan
    Ketengikan
    Dokumen23 halaman
    Ketengikan
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Oksigen Dari Lita
    Oksigen Dari Lita
    Dokumen7 halaman
    Oksigen Dari Lita
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat
  • Resume Viskometer Print
    Resume Viskometer Print
    Dokumen8 halaman
    Resume Viskometer Print
    NaztitiDianErlitaPutri
    Belum ada peringkat