Laporan Anpang Mikroba
Laporan Anpang Mikroba
Oleh:
Mujiati
13030234006
13030234010
Erviana Sundariyani
13030234018
KATA PENGANTAR
penulis
melaksanakan
praktikum,
serta
dapat
terdapat
kekurangan,
oleh
karenanya
penulis
memberikan
manfaat
bagi
semua
pihak
yang
memerlukannya.
Surabaya,
November 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................iv
DAFTAR TABEL .........................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN
1
2
3
4
Latar Belakang.............................................................
Rumusan Masalah ........................................................
Tujuan ..........................................................................
Manfaat........................................................................
1
3
3
3
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Abon....................................................................... 26
Gambar 2. Teknik pengenceran Sampel............................................. 44
DAFTAR TABEL
Hal.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pangan (bahan makanan) merupakan kebutuhan pokok bagi setiap
manusia. Komposisi umum bahan makanan baik yang berasal dari hewan
(ternak) maupun tumbuhan terdiri atas protein, karbohidrat, dan lemak yang
mengandung banyak senyawa atau zat gizi yang sangat bermanfaat (Winarno,
2004). Bahan pangan diperlukan tubuh untuk memulihkan dan memperbaiki
jaringan yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan, dan
menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan. Disamping itu
pangan juga didefinisikan sebagai suatu kebutuhan yang paling mendasar bagi
manusia. Beberapa kasus keracunan atau penyakit karena mengonsumsi
makanan yang tercemar mikroba telah banyak terjadi di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa keamanan pangan masih perlu mendapat perhatian yang
lebih serius.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai
yang berasal dari luka atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal
dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan
pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau baru sembuh dari
penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga
merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai beberapa hari
atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat
menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau
mengolah pangan.
Pada makanan, bahaya tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara: dari
pangan itu sendiri, pekerja, peralatan, proses pengolahan dan pembersihan
serta dari konsumen.
terkontaminasi oleh cemaran fisika apabila terdapat kotoran yang kasat mata
atau benda-benda fisik. Contohnya, pecahan gelas, pecahan lampu, pecahan
logam, paku, potongan kawat, kerikil, stapler, rambut, bulu binatang, karet
dan benda asing lainnya. Cemaran fisika akan merusak kualitas dan mutu dari
makanan tersebut, dan tentu juga dapat membahayakan manusia jika
termakan dan masuk ke dalam alat-alat pencernaan. Meskipun bahaya fisik
tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi
bahaya ini dapat menjadi pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan
tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.
Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan
cacing), virus, kapang, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan
berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi
dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat
menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh
manusia dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi ketika
toksin sudah terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga
mengindikasikan keadaan berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan
sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap
aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tidak
terdapat dalam makanan.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Berapa total mikroba yang ada pada sampel abon hati pisang susu,
klutuk dan kepok?
1.2.2. Bagaimana metode pengujian dalam menentukan berapa banyak
mikroba yang ada dalam sampel abon hati pisang susu, klutuk dan
kepok?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui total mikroba yang ada pada sampel hati pisang
susu, klutuk dan kepok
1.3.2. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk menentukan berapa
banyak mikroba yang ada pada sampel abon hati pisang susu, klutuk,
dan kepok.
BAB II
KAJIAN TEORI
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Species
0,15 g, kalsium 0,06 g, besi 0,002 g, vit B 0,00004 g dan vit C 0,004 g
(Anonim, 2011).
2.2 Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan yang berasal dari
daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut
atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah
suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus
disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon termasuk makanan ringan
atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat
umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa
sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya
daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau
(Suryani, 2007). Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir
atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng.
Menurut Anonim (2007), abon daging merupakan makanan kering yang
terbuat dari daging yang disayat-sayat dan bumbu-bumbu. Abon merupakan
daging kering yang telah disayat-sayat menjadi serat-serat yang halus dan
umumnya dibuat dari daging sapi (Astawan dan Astawan, 2006).
Gambar 1. Abon
Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum digunakan
dalam pembuatan abon. Penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk
mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan
sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur
simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang
khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009).
Abon daging yang diolah mempunyai tujuan menambah keanekaragaman
pangan,
memperoleh
tinggi,
tahan
selama
pangan yang
agar
Fardiaz
(1989)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tersebut
yang
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
10
Fardiaz
(1992),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan bakteri dan jamur adalah zat makanan, pH, air, oksigen, dan
senyawa penghambat pertumbuhan. Adapun menurut Buckle (1987), selain
zat makanan, suhu, pH, dan aktifitas air, pertumbuhan bakteri juga
dipengaruhi oleh waktu, potensial reduksi oksidiasi (redoks), struktur
biologi, dan faktor pengolahan.
1. Zat Makanan
Komponen kimiawi dan bahan makanan dapat ikut menentukan jenis
mikroorganisme yang dominan di dalam bahan makanan tersebut.
Komponen kimiawi tersebut sangat menentukan jumlah zat-zat gizi yang
paling penting untuk perkembangan mikroorganisme (Buckle 1987).
2. Suhu Pertumbuhan
Menurut Buckle (1987), suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme dengan dua cara yang berlawanan yaitu (1) apabila suhu
mengalami kenaikan sekitar suhu optimalnya, kecepatan metabolisme
naik dan pertumbuhan dipercepat sedangkan bila suhu turun sekitar suhu
optimalnya, kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan juga
diperlambat. Selanjutnya, Winarno (2002) menyebutkan bahwa setiap
penurunan suhu 8C akan membuat kecepatan reaksi berkurang menjadi
setengahnya. (2) bila suhu naik hingga diatas suhu maksimal atau turun
11
Mikroorganisme
juga
memerlukan
pH
tertentu
untuk
mekanisme
pertumbuhannya
menyebabkan
perbedaan
dalam
12
semakin lama. Bakteri membelah lebih cepat dari pada khamir, sedangkan
khamir lebih cepat dari pada kapang. Bakteri membelah secara cepat dan
tumbuh maksimal dalam waktu 45 menit, khamir baru membelah dengan
cepat dalam waktu 90 menit, kemudian kapang membelah dalam waktu
180 menit.
8. Potensial Reduksi Oksidiasi ( Redoks )
Potensial reduksi oksidasi menunjukkan kemampuan substrat untuk
melepaskan elektron (oksidasi) atau menerima elektron (reduksi).
Potensial redoks sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroba.
Mikroba memerlukan potensial redoks positif (teroksidasi), sedangkan
pada mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif (tereduksi).
9. Struktur Biologi
Struktur biologi seperti kulit dan kulit pada telur, kulit kacangkacangan
dan kulit buah berperan mencegah masuknya mikroba ke dalam bahan
pangan tersebut.
10. Faktor Pengolahan
Mikroba spesifik yang terdapat di dalam bahan pangan dapat dikurangi
jumlahnya oleh berbagai jenis metode pengolahan atau pengawetan
pangan. Jenis-jenis pengolahan atau pengawetan pangan yang berpengaruh
terhadap kehidupan mikroba, antara lain suhu tinggi, suhu rendah,
penambahan bahan pengawet dan irradiasi.
mikroorganisme.
Kerugiannya
adalah
populasi
13
14
15
Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya berupa satu titik, namun ada
tidak rata.
Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata dengan permukaan medium, ada
permukaannya suram.
Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan.
Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lender, ada yang keras dan kering.
16
dinyatakan
sebagai
tabung
positif, sedangkan
tabung
lainnya negative. Cara melihat jumlah bakteri dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :
17
18
BAB III
METODE PENELITIAN
19
terkandung dari
di dalam
sampel. pengenceran
Teknik pengitungan
Diencerkan
10-1 sampai
10-5 ini membutuhkan
Diambil
1 ml melakukan
dari tiap pengenceran
kemampuan
pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran.
Dimasukkan ke dalam cawan petri
Cawan-cawan tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah
Dituangkan media NA ke dalam petri yang di dalamnya terdapat sampel abon h
koloni yangdengan
terbentuk.
Metode yangdidigunakan
Disterilkan
pemanasan
spirtus pada ALT yaitu pour-plate
Digerakkan
secara
diatas
merata
method, volume
yangperlahan-lahan
biasa digunakan adalah
0,1meja
1 mlsecara
dari kultur
untuk di
Dibiarkan sampai memadat
letakkan
padamenggunakan
cawan Petri. Kemudian,
cawannya
Petri
ditutup
plastik
wrap diinkubasikan hingga koloni
Dimasukkan
ke dalam inkubator dengan posisi terbalik
muncul.
Ditunggu sampai 48 jam
Tumbuh Koloni
Alat:
Pisau
Penyaring
Baskom
Cobek dan Penumbuk
Kompor
LPG
Wajan
Spatula
Plastik
Neraca Analitik
Gelas Kimia
Mikro pipet
Cawan petri
Blue tip
Erlenmeyer
Eppendorf
klutuk
Air
Minyak goreng
Bawang merah
Bawang putih
Cabe rawit
Daun salam
Daun jeruk
Serai
Santan bubuk
Gula
Garam
Media NB
Agar
Aquades
20
Ares Pisang
Dipotong dadu kecil-kecil
Dicuci dengan air bersih
Diperas
Ares Pisang (Kadar air telah berkurang)
mis bumbu yang telah dihaluskan (dengan sedikit minyak dan tambahan rempah-rempah)
asukkan ares pisang yang sudah disiapkan (ditunggu sampai kering dengan diaduk secara terus-me
Abon Pisang
b. Persiapan media
Nutrient Broth
Ditimbang 6,5 gram
Diencerkan sampai 500 ml
Ditambahkan dengan Agar 7,5 gram
di stirrer sampai semua larut
Disterilkan di autoklaf
Nutrient Agar
21
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji cemaran mikroba total pada abon yang terbuat dari hati pisang susu,
kepok, dan klutuk dilakukan dengan menggunakan metode angka lempeng
total atau disebut juga total plate count (TPC). Uji Angka Lempeng Total
merupakan suatu metode untuk menghitung angka cemaran bakteri aerob
mesofil dan jamur yang terdapat dalam sampel berupa abon dengan cara
tuang (pour plate method) pada media padat dan diinkubasi dalam posisi
terbalik pada suhu 35-37oC selama 24-72 jam. Dalam persyaratan uji cemaran
mikrobiologi, salah satu pengujian yang dilakukan yaitu uji Angka Lempeng
Total (ALT) yang disyaratkan dalam SNI 1995 untuk Abon yaitu maksimal 5
x 104 koloni/g.
Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka
Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.
23
Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat
dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah :
1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba,
seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya.
2. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena
penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama
masa inkubasi.
3. Kemungkinan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh
permukaan media agar sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan
mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung.
4. Perhitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya
antara 30 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan
menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila
lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi
persaingan diantara koloni.
5. Perhitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang
umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih (Buckle, 1987).
Menurut Cappucino (2008) bakteri mesofil dapat tumbuh dengan baik
pada suhu optimum 35-45oC, oleh sebab itu dipilih suhu inkubasi 35-37oC.
Bakteri mesofil merupakan jenis bakteri yang paling banyak dijumpai sebagai
patogen dalam tubuh manusia, karena suhu tubuh manusia normal adalah
37oC yang merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini. Oleh
sebab itu bakteri mesofil merupakan target utama pada uji ALT dalam sampel
abon karena dapat berbahaya bagi kesehatan apabila terdapat didalam tubuh
manusia.
Ada beberapa alasan mengapa mikroorganime sebagai indikator mutu, yaitu:
24
daun
salam, merica bubuk, masako, ketumbar bubuk, dan santan bubuk. Diaduk
terus menerus sampai hati pisang kering, dibolak-balik agar abon tidak
25
gosong. Dipastikan abon hati pisang benar-benar kering agar dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah.
Abon hati pisang inilah yang kemudian disebut sebagai sampel. Langkah
selanjutnya yaitu proses pengujian cemaran mikroba pada abon hati pisang.
Media yang digunakan pada pengujian cemaran mikroba adalah Nutrien
Agar (NA). NA adalah suatu media berbentuk padat yang mengandung
sumber nitrogen dalam jumlah cukup yaitu 0,3% ekstrak sapi dan 0,5%
pepton, tetapi tidak mengandung sumber karbohidrat. Oleh karena itu baik
untuk pertumbuhan bakteri tetapi kapang dan khamir tidak dapat tumbuh
dengan baik. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari
mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof.
NA merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur
bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan.
Hal pertama yang dilakukan pada uji cemaran adalah persiapan media
dengan menimbang media NB sebanyak 6,5 gram dan agar sebanyak 7,5
gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan
aquades sebanyak 500 mL kemudian ditutup dengan kapas dan di lapisi
dengan alumunium foil dan dilakukan stirrer. Kemudian menyiapkan tabung
untuk pengenceran 10-1 sampai 10-5 dan diisi masing-masing dengan 9 mL
aquades. Selanjutnya semua peralatan dan media yang digunakan terlebih
dahulu disterilkan dengan pemanasan basah menggunakan bantuan alat
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak terjadi kontaminasi
yang berasal dari media maupun alat-alat yang digunakan, sehingga bakteri
yang tumbuh dalam media benar-benar berasal dari abon. Berdasarkan hasil
pengamatan,
sebelum
disterilisasi
media NA berwarna
26
sampel merupakan suatu tahapan awal yang harus dilakukan pada sampel
supaya diperoleh distribusi mikroba yang merata di dalam sampel sehingga
mudah
untuk
sampel
adalah
untuk
membebaskan sel-sel bakteri yang masih terlindungi oleh partikel dari sampel
yang akan diperiksa serta untuk mengaktifkan kembali sel-sel bakteri yang
kemungkinan pertumbuhannya terganggu karena berbagai kondisi yang
kurang sesuai didalam sampel. Homogenisasi sampel dilakukan dengan
menimbang 1 gram sampel abon, kemudian ditambahkan 9 mL aquades, lalu
dihomogenkan sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Kemudian dipipet
menggunakan mikro pipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan kedalam
pengenceran 10-2 sambil dihomogenkan. Kemudian dipipet 1 mL lagi dari
pengenceran 10-2 yang telah dihomogenkan tersebut lalu dimasukkan kedalam
pengenceran 10-3, begitu juga perlakuannya pada pengenceran 10-4 dan
pengenceran 10-5, sambil dihomogenkan.
Prinsip dari metode hitungan cawan yakni menganggap bahwa setiap sel
yang dapat hidup akan berkembang menjadi 1 koloni dan koloni tersebutlah
yang nantinya akan dihitung. Sehingga apabila tidak dilakukan pengenceran
maka sejumlah koloni yang tumbuh akan sangat banyak yang dapat
mengakibatkan pertumbuhan bakteri akan saling tumpang tindih satu sama
lain atau tidak terpisah dengan baik sehingga dapat mempersulit proses
perhitungan jumlah bakteri serta jumlah koloni yang ada pada 1 cawan adalah
berkisar antara 30-300 koloni saja. Prinsip pengenceran adalah menurunkan
jumlah bakteri sehingga semakin tinggi pengenceran yang dilakukan semakin
rendah jumlah mikroba begitupun sebaliknya.
Kemudian seri pengenceran dari 10-2 sampai 10-5 yang telah
dihomogenkan tersebut dipipet 1 mL kedalam cawan petri secara duplo dan
ditanam dalam media NA menggunakan metode tuang (pour plate). Pada saat
menuangkan tidak boleh lebih lama dari 30 menit, ini menjaga agar sampel
tidak terkontaminasi, kemudian ditambahkan Nutrien Agar sekitar 15 mL dan
digerakkan secara perlahan-lahan diatas meja untuk menyebarkan sel-sel
mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar seperti angka
delapan, petri ditutup menggunakan plastik wrap dan diamkan sampai
27
menjadi padat. Semua proses uji dilakukan di dalam Laminar Air Flow yaitu
seperti lemari aseptik yang memiliki ruangan kecil yang digunakan untuk
inokulasi (penanaman) mikrobia yang dilengkapi dengan sinar UV. Setelah
agar memadat, selanjutnya cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan di
dalam inkubator dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan secara terbalik
supaya uap air yang terbentuk selama masa inkubasi tidak menetes pada
media karena dapat mempersulit perhitungan jumlah koloni bakteri. Inkubator
yaitu alat yang digunakan untuk inkubasi media pengujian yang suhunya
telah
diatur.
Inkubator
berfungsi
untuk
menginkubasikan
atau
mengkondisikan media/ kultur pada kondisi terutama suhu tertentu yaitu suhu
35-37C selama 48 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung. Koloni yang tumbuh dalam media selanjutnya
dihitung sesuai dengan cara perhitungan ALT yang tercantum dalam MA
PPOMN tahun 2006. Jumlah bakteri dihitung dengan mengalikan jumlah
koloni yang tumbuh pada media dengan pengenceran atau homogenisasi.
Jumlah terbaik bakteri adalah antara 30-300 sel mikroba. Hal ini bertujuan
untuk memperkecil kemungkinan kesalahan dalam perhitungan. Karena
percobaan dilakukan dua kali (duplo) maka harus menggunakan data dari
kedua pengulangan dengan cara mengambil rata-rata dari kedua data,
dihitung dan dibandingkan dengan standar uji cemaran mikroba untuk abon.
Jumlah
mikroorganisme
dari
sampel
abon
dapat
dihitung
dengan
1
Faktor Pengenceran
Bakteri
Waktu
inkubasi
48 jam
10-3
10-4
10-5
TBUD
52
45
Jumlah
koloni
5 x 104
koloni/g
Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
5 x 104 koloni/g
Keterangan:
28
55+45
2
1
103
= 5 x 104
koloni/g
Jamur
Waktu
inkubasi
48 jam
Jumlah
koloni
10-2
10-3
10-4
10-5
TBUD
34
30
13
16
3
2
3,2 x 104
koloni/g
1
103
34+30
2
Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
-
= 3,2 x 104
koloni/g
Sampel Abon dari Hati Pisang Kepok
Bakteri
Waktu
inkubasi
Jumlah
koloni
10-3
0
10-4
0
10-5
0
< 1x 102
* (diluar
25-250)
48 jam
Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
5 x 104 koloni/g
Jamur
Waktu
inkubasi
48 jam
10-3
TBUD
7
12
10
10-4
0
Jumlah
koloni
10-5
1,1 x 104
* (diluar
25-250)
12+10
2
1
3
10
Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
-
= 1,1 x 104
koloni/g
29
Bakteri
Waktu
inkubasi
10-3
10-4
10-5
TBUD
Jumlah
koloni
< 1x 102
* (diluar
25-250)
48 jam
Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
5 x 104 koloni/g
Jamur
Jumlah koloni tiap cawan petri
Waktu
inkubasi
10-2
10-3
10-4
10-5
13
35
48 jam
TBUD
18
( 13+35
2 )
Jumlah
koloni
2,4x 104
* (diluar
25-250)
1
3
10
Batas Maksimum
Cemaran
Mikroba
-
= 2,4 x 104
koloni/g
Berdasarkan hasil pengujian sampel produk olahan abon hati pisang yang
tersaji dalam tabel diatas bahwa produk abon hati pisang susu, klutuk dan
kepok ini masih di bawah ambang maksimum syarat uji cemaran mikroba SNI
1995 yaitu sebesar 5 x 104 koloni/g. Namun untuk batas uji cemaran jamur
tidak tercantum dalam SNI maupun BPOM. Abon hati pisang yang ditumbuhi
jamur dan bakteri ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi sumber zat
makanan karena komponen kimiawi dalam bahan makanan sangat menentukan
jumlah zat-zat gizi yang paling penting untuk perkembangan mikroorganisme
dan dapat ikut menentukan jenis mikroorganisme yang dominan di dalam
bahan makanan tersebut, aktivitas air atau jumlah air yang terkandung didalam
bahan makanan atau larutan, kemampuan mengoksidasi-reduksi, dan suhu
pertumbuhan.
Faktor
ekstrinsik
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan menggunaan
metode angka lempeng total (Total Plate Count) dapat diketahui bahwa dari
ketiga sampel yaitu :
Jenis Pisang
Cemaran Bakteri
Cemaran Jamur
Susu
5 x 104 koloni/g
31
Kepok
Klutuk
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa abon sudah tidak aman dikonsumsi
karena ditumbuhi jamur.
5.2 Saran
Melihat dari hasil uji yang dilakukan dari sampel abon berbahan hati pisang
susu, klutuk, dan kepok maka penulis menyarankan melakukan uji lebih lanjut untuk
mengetahui jenis bakteri dan jamur yang terdapat dalam sampel dan dilakukan uji
cemaran mikroba dengan metode lain sehingga nantinya dapat disimpulkan
bagaimana nilai gizi dari sampel abon ares pisang untuk kelayakan konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Pisang. http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang. Di akses tanggal 16
Oktober 2016.
Anonim, 2016. Santan. http://id.wikipedia.org/wiki/Santan. Di akses tanggal 16
Oktober 2016.
Alaerts, G. dan Santika, S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional.
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Fardiaz, S.,.1989. Analisis Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. IPB
32
33