Anda di halaman 1dari 30

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH

GREEN SCIENTIFIC COMPETITION 2015


JUDUL KARYA TULIS:
SAYCO, Safety and Comfort Housing Concept : Konsep Revitalisasi
Permukiman Kumuh Bantaran Sungai Berbasis Mitigasi Bencana Melalui
Pendekatan Partisipasi Masyarakat di Kota Surabaya

Disusun oleh:
Nur Fitriah Andriani
Gatot Subroto
Muhammad Ermando N.S

3612100002
3612100022
3613100013

Angkatan 2012
Angkatan 2012
Angkatan 2013

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


SURABAYA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

ii

LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Nur Fitriah Andriani

NIM

: 3612100002

Jurusan/Fakultas

: S1 Perencanaan Wilayah dan Kota/ FTSP

Universitas

: Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Alamat

: Jl. Keputih Perintis Gang II Nomor 18 Surabaya

Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul,


SAYCO, Safety and Comfort Housing Concept: Konsep Revitalisasi
Permukiman Kumuh Bantaran Sungai Berbasis Mitigasi Bencana Melalui
Pendekatan Partisipasi Masyarakat di Kota Surabaya
yang kami sertakan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah ini adalah benar hasil karya
kelompok kami, bukan merupakan plagiat atau saduran dari karya tulis orang lain
serta belum pernah menjuarai dikompetisi serupa. Apabila dikemudian hari
pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan
oleh panitia LKTI GSC 2015 berupa diskualifikasi dari kompetisi.
Demikian surat ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada unsur paksaan, untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 8 Mei 2015


Ketua tim,

iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayahNya, sehingga laporan karya tulis ilmiah yang berjudul SAYCO, Safety and
Comfort Housing Concept : Konsep Revitalisasi Permukiman Kumuh
Bantaran Sungai Berbasis Mitigasi Bencana Melalui Pendekatan Partisipasi
Masyarakat di Kota Surabaya ini dapat diselesaikan dengan lancar.
Selama proses pembuatan laporan karya tulis ilmiah ini, banyak pihak yang
telah memberikan bantuan dan dorongan secara moral maupun material yang
diterima oleh penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNYA.
2. Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dukungan.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah
ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam
penulisan maupun isi dari laporan. Penulis menyampaikan terima kasih atas segala
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis, semoga laporan karya tulis ilmiah
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 8 Mei 2015

Penulis

iv

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
2.1 Pengertian Kumuh ............................................................................................. 4
2.2 Kawasan Kumuh ............................................................................................... 4
2.3 Kualitas Perumahan dan Pemukiman................................................................ 5
2.4 Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh ................... 6
2.5 Perencanaan Tataguna Lahan di Daerah Rawan Bencana ................................ 6
2.6 Sungai sebagai sistem setting ............................................................................ 7
2.7 Partisipasi Masyarakat ...................................................................................... 8
BAB III METODE PENULISAN ........................................................................... 9
3.1 Tahapan Penulisan ............................................................................................ 9
3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 9
3.3 Metode Analisis .............................................................................................. 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 11
4.1 Gambaran Umum Wilayah ............................................................................. 11
4.2 Permukiman kumuh di Surabaya .................................................................... 12
4.3 Karakteristik permukiman kumuh di Surabaya .............................................. 13
4.4 Solusi yang Pernah Ditawarkan ...................................................................... 14
4.5 Gagasan Baru yang Ditawarkan ...................................................................... 16
4.5.1 Konsep Permukiman Bantaran Sungai, SAYCO ......................................... 16
4.5.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Implementasi Gagasan ........................... 18
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 19
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 19
5.2 Saran ................................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Kota Surabaya ............................................................................. 11
Gambar 2 Peta Lokasi Permukiman Kumuh di Surabaya ..................................... 13
Gambar 3. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Sukolilo ...................... 14
Gambar 4. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Pabean Cantikan ......... 14
Gambar 5. Diagram Konsep SAYCO ................................................................... 16
Gambar 6. Desain Rumah Tampak Depan ........................................................... 16
Gambar 7. Biopori di sekat antar rumah .............................................................. 17
Gambar 8. Hydrant ................................................................................................ 17
Gambar 9. Evacuation Point ................................................................................. 17
Gambar 10. Pipa Air Untuk Pemadam Kebakaran ............................................... 17
Gambar 11. Sumur injeksi .................................................................................... 17
Gambar 12. Drainase Tertutup .............................................................................. 18
Gambar 13. Pipa Buangan.................................................................................... 18
Gambar 14. Konsep SAYCO secara keseluruhan ................................................. 18

vi

ABSTRAK
Nur Fitriah Andriani, Gatot Subroto, M. Ermando N.S
Pembimbing: Ardy Maulidy N, ST. MT.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2015
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota membawa pengaruh terhadap struktur
maupun kegiatan dalam suatu kota. Terpusatnya kegiatan pada kota mempengaruhi
laju urbanisasi menuju kota tersebut. Tingginya laju urbanisasi penduduk menuju
perkotaan di negara berkembang saat ini tidak diikuti dengan keterampilan yang
cukup sehingga menyebabkan adanya sebagian penduduk yang tidak mampu
bersaing dan menyebabkan penduduk tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya dibidang perumahan. Fenomena
ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan
perkotaan. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kondisi tersebut
memungkinkan terjadinya banyak dampak negatif bagi penduduk yang tinggal di
permukiman tersebut. Tatanan bangunan yang tidak beraturan, kepadatan bangunan
yang sesak, dan kondisi sarana dan prasarana yang buruk disebabkan pengelolaan
yang kurang baik dari penduduk setempat. Kurang adanya partisipasi penduduk
setempat dalam pengelolaan permukiman tersebut menyebabkan kondisi yang
kurang layak huni, sehingga rentan terjadinya bencana-bencana seperti banjir
ataupun kebakaran. Persoalan permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk
mewujudkan lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada
suatu kota. Karya tulis ini bertujuan untuk merumuskan konsep tatanan
permukiman kumuh berbasis mitigasi bencana melalui pendekatan partisipasi
masyarakat sebagai inovasi tata permukiman dalam upaya mewujudkan
kenyamanan ruang dan lingkungan. Penulisan ini bersifat analisis deskriptif,
sedangkan pemecahan masalah dilakukan dengan analisis komparatif dengan
beberapa teori dan studi kasus yang relevan. Data yang digunakan adalah data
primer yang berasal dari pengamatan sampel-sampel pemukiman kumuh di
bantaran sungai dan data sekunder yang berasal dari tinjauan referensi pustaka
ilmiah dan media baik media internet, cetak maupun elektronik. Konsep ini
mengarah pada inovasi berupa tatanan permukiman kumuh di bantaran sungai yang
berbasis mitigasi bencana untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya bencana
pada permukiman kumuh tersebut berdasarkan kondisi tata bangunannya yang
kurang rapi. Dalam implementasi konsep ini diperlukan partisipasi masyarakat
setempat untuk ikut berperan dalam upaya perubahan tata bangunan permukiman
yang berbasis mitigasi bencana. Konsep tata bangunan yang diusulkan akan
mengarah pada upaya-upaya pencegahan terjadinya bencana di permukiman
tersebut. Langkah-langkah implementasi gagasan dilakukan dengan strategi
insentif dan disinsentif demi tercapainya kerja sama yang efektif dan efisien antar
pihak-pihak yang terkait. Selain dengan strategi insentif dan disisentif perlu
dilakukannya pemetaan rawan bencana di kawasan kumuh, sehingga dapat
diketahui tingkat kerentanan kawasan tersebut ini dimaksudkan untuk
mempermudah tatanan permukiman kumuh yang aman dari bencana.
Kata kunci: permukiman kumuh, banjir, kebakaran, mitigasi bencana

vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota membawa pengaruh terhadap
struktur maupun kegiatan dalam suatu kota. Terpusatnya kegiatan pada kota
mempengaruhi laju urbanisasi menuju kota tersebut. Tingginya laju urbanisasi
suatu kota memberikan dampak pada suatu kota, baik dampak yang bersifat positif
maupun dampak yang bersifat negatif. Salah satu dampak tingginya laju urbanisasi
adalah peningkatan jumlah penduduk dan tidak terkendalinya pertumbuhan dan
perkembangan wilayah perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan
perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
perkembangan kegiatan suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah
pada kemerosotan suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan
tanah kawasan pusat kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut
bisa terjadi di setiap bagian kota. Kemerosotan lingkungan seringkali dikaitkan
dengan masalah sosial, seperti kriminalitas, kenakalan remaja, dan prostitusi
(Sujarto, 1980:17).
Salah satu sifat urbanisasi yang terjadi pada negara yang sedang
berkembang umumnya dikatakan sebagai Pseudo Urbanization atau urbanisasi
semu. Sebagai lawannya adalah sifat urbanisasi di negara-negara industri yang maju
yang dikatakan sebagai True urbanization atau urbanisasi murni. Hal ini
dikaitkan dengan kenyataan bahwa di negara-negara maju perpindahan penduduk
dari desa ke kota telah dijamin oleh tersedianya lapangan pekerjaan non pertanian
di kota-kota, tetapi umumnya di negara sedang berkembang pekerjaan non
pertanian di kota tidak terjamin (Sujarto, 2013). Kebanyakan kaum urbanis adalah
mereka yang ingin berjualan di pasar dan sebagian besar mereka dari golongan
ekonomi menengah ke bawah. Mereka mencari tempat tinggal di sekitar kawasan
pusat perdagangan dan kawasan pusat aktivitas lainnya. Dengan adanya pemusatan
kegiatan akan menyebabkan masalah bagi struktur perencanaan kota (Endang,
2006).
Tingginya laju urbanisasi penduduk menuju perkotaan di negara
berkembang saat ini tidak diikuti dengan keterampilan yang cukup sehingga

menyebabkan adanya sebagian penduduk yang tidak mampu bersaing sehingga


menyebabkan

penduduk

tersebut

tidak

mempunyai

kemampuan

untuk

menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya dibidang perumahan. Fenomena


ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan
perkotaan. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan
kualitas fungsi sebagai tempat hunian (Undang Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman). Permukiman
kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya
banyak dampak negatif bagi penduduk yang tinggal di permukiman tersebut.
Tatanan bangunan yang tidak beraturan, kepadatan bangunan yang sesak, dan
kondisi sarana dan prasarana yang buruk disebabkan pengelolaan yang kurang baik
dari penduduk setempat. Kurang adanya partisipasi penduduk setempat dalam
pengelolaan permukiman tersebut menyebabkan kondisi yang kurang layak huni,
sehingga rentan terjadinya bencana-bencana seperti banjir ataupun kebakaran.
Persoalan permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk mewujudkan
lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada suatu kota.
Saat ini menjamurnya permukiman padat dan kumuh banyak ditemukan di
kota-kota besar, salah satunya yaitu di Kota Surabaya. Dengan jumlah penduduk
yang mencapai 2.765.487 jiwa (Sensus Penduduk 2010) dan cenderung meningkat
setiap tahunnya, kebutuhan ruang akan permukiman sebagai lingkungan hunian,
semakin terbatas. Keterbatasan ruang tersebut mendorong tumbuhnya permukiman
padat kumuh yang tersebar di Kota Surabaya. Berdasarkan analisa pada Peta
Persebaran Penduduk Migran dan Permukiman Kumuh per Kecamatan Kota
Surabaya (2013), ditemukan beberapa titik lokasi permukiman padat kumuh di
bantaran sungai atau saluran, baik saluran primer maupun sekunder. Beberapa titik
tersebut antara lain terdapat di bantaran sungai Kali Mas, sungai Kali Surabaya, dan
masih banyak lagi. Tentunya perlu dilakukan upaya penataan lingkungan yang
melibatkan peran aktif dari masyarakat setempat untuk menghilangkan kesan padat
dan kumuh tersebut sebagai salah satu langkah dalam perencanaan tata kelola
lingkungan yang baik. Oleh karena itu diperlukan konsep tata permukiman kumuh

bantaran sungai yang mengedpankan kenyamanan ruang dan lingkungan, salah


satunya terbebas dari bencana banjir, kebakaran, dan menciptakan lingkungan yang
bersih dan nyaman dengan tetap memperhatikan batas garis sempadan sungai.
1.2 Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa permasalahan permukiman kumuh bantaran sungai di Surabaya?
2. Bagaimana konsep SAYCO dalam mengatasi permasalahan permukiman
kumuh bantaran sungai di Surabaya?
3. Bagaimana strategi implementasi konsep SAYCO ?
1.3 Tujuan
Karya tulis ini bertujuan untuk merumuskan suatu konsep tatanan
permukiman kumuh bantaran sungai yang aman dari bencana banjir maupun
kebakaran dengan mengedepankan kenyamanan bagi penduduk sekitar.
1.4 Manfaat
Konsep ini bermanfaat bagi penduduk yang tinggal di permukiman kumuh
bantaran sungai (Studi kasus Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya) yang
seringkali mengalami berbagai permasalahan seperti banjir, kebakaran, ataupun
masalah kebersihan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Kumuh
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah
laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah.
Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan
golongan atas yang sudah mapan kepada Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab
dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan di mana pun juga, kata
kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif (Clinard dalam
Budiharjo, 1984). Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :
a. Sebab Kumuh
Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari
(1) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam
seperti air dan udara, (2) segi masyarakat/ sosial, yaitu gangguan yang
ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalu lintas, sampah.
b. Akibat Kumuh
Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain (1)
kondisi perumahan yang buruk; (2) penduduk yang terlalu padat; (3)
fasilitas lingkungan yang kurang memadai; (4) tingkah laku menyimpang;
(5) budaya kumuh; (6) apati dan isolasi
2.2 Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana
yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan,
kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi
maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan
fasilitas sosial lainnya. Ciri-ciri permukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh
Suparlan (1997) adalah:
a) Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
b) Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
c) Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam
penggunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga

mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan


ekonomi penghuninya.
d) Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup
secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan social yang jelas, yaitu
terwujud sebagai:
1. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu
dapat digolongkan sebagai hunian liar.
2. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah
3. RT atau sebuah RW.
4. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau
RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian
liar.
e) Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,
warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
f) Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di
sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor
informil.
Perumahan tidak layak huni adalah kondisi di mana rumah beserta
lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik
secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain:
1. Luas lantai per kapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang
dari 10 m2.
2. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
3. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
4. Jenis lantai tanah
5. Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
2.3 Kualitas Perumahan dan Pemukiman
Dalam rangka program dan proyek peningkatan kualitas lingkungan,
khususnya permukiman kumuh di perkotaan, memang perlu dilakukan telaah

(assessment) dan penilaian atas kondisi permukiman. Ukuran atau penilaian yang
dapat digunakan untuk menentukan kualitas permukiman antara lain:
1. Kepadatan penduduk
2. Kerapatan Bangunan
3. Kondisi jalan
4. Sanitasi dan pasokan air bersih
5. Kualitas konstruksi perumahan.
Penilaian tersebut digunakan untuk menentukan apakah permukiman
kumuh yang disebut kampung tersebut perlu diperbaiki atau tidak.
2.4 Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh
Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh
yang ada di kota menurut Suparlan (1997) adalah:
1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi.
2. Faktor bencana.
Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan
pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat
di antara sesama pendatang maka pendatang-pendatang tersebut hanya dapat
tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di
sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan
pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak.
Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan
kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa,
gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku
juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.

2.5 Perencanaan Tataguna Lahan di Daerah Rawan Bencana


Reaksi manusia terhadap bencana alam yang mungkin terjadi di lingkungan
dimana manusia itu tinggal adalah antara lain :
1. Menghindar (Avoidance).
Reaksi manusia terhadap potensi bencana alam yang paling banyak adalah
dengan cara menghindar, yaitu dengan cara tidak membangun dan

menempatkan bangunan di tempat-tempat yang berpotensi terkena bencana


alam seperti daerah banjir, dan daerah rawan gempa.
2. Stabilisasi (Stabilization)
Beberapa bencana alam dapat diseimbangkan dengan menerapkan rekayasa
keteknikan, seperti misalnya di daerah-daerah genangan yang kemiringan
lerenganya agak rendah, bangunan yang didirikan harus memiliki pondasi
yang tinggi.
3. Penetapan Persyaratan Keselamatan Struktur Bangunan (Provision for
safety in structures)
Untuk daerah-daerah yang berpotensi terkena banjir, maka bangunan harus
dibuat dengan struktur panggung guna menghindari terpaan air.
4. Pembatasan penggunaan lahan dan penempatan jumlah jiwa (Limitation of
land-use and occupancy)
Jenis peruntukan lahan, seperti lahan pertanian atau lahan pemukiman dapat
dilakukan dengan cara membuat peraturan peraturan yang berkaitan dengan
potensi bencana yang mungkin timbul. Penempatan jumlah jiwa per hektar
dapat disesuaikan untuk mengurangi tingkat bencana.
5. Membangun Sistem Peringatan Dini (Establishment of early warning
system)
Beberapa bencana alam dapat diprediksi, sehingga memungkinkan tindakan
darurat dilakukan. Banjir, Angin Puyuh, Gelombang Laut, serta Erupsi
Gunungapi adalah beberapa jenis bencana alam yang dapat diprediksikan.
Sistem Peringatan Dini telah terbukti efektif dalam mencegah dan
meminimalkan bencana yang akan terjadi di suatu daerah, seperti banjir dan
gelombang laut di daerah-daerah pantai.

2.6 Sungai sebagai sistem setting


Sungai sebagai suatu sistem setting untuk mitigasi bencana ini mempunyai
peran penting bagi kegiatan penghuni disekitarnya. Namun, karena belum adanya
pengendalian oleh sistem tersebut, maka keberadaan sungai tidak mewadahi
kebutuhan penghuninya, bahkan banyak menimbulkan konflik pemanfaatan bagi
kegiatan hunian (transportasi, perdagangan dan wisata). Melihat kegiatan yang
terjadi pada tepian sungai dan di atas sungai berupa kegiatan huni, gudang,
7

transportasi dan wisata, maka pengendalian sistem setting dilakukan melalui


elemen pengikatan (attachment) dan penghunian (occupancy), seperti :
1. Mendudukkan sungai sebagai orientasi bagi tata letak perumahan sehingga
dapat menunjukkkan adanya identitas penghunian.
2. Mengatur tata sirkulasi kendaraan sungai agar tidak mencemari air sungai,
serta mengatur kepadatan sirkulasinya
3. Menata ulang bentuk, orientasi dan konstruksi rumah yang lebih memenuhi
persyaratan layak huni serta menjadikan sungai sebagai teritori depan bagi
orientasi tata letak perumahannya.
4. Kawasan sempadan sungai dapat digunakan sebagai kawasan budidaya
(permukiman) tetapi harus tetap memperhatikan fungsi lindungnya. Dengan
kata lain kawasan di sempadan sungai dapat digunakan sebagai kawasan
permukiman dengan tidak merubah fungsi lindungnya terhadap fisik dan
kualitas pinggir sungai, dasar sungai dan lingkungannya.
2.7 Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat sebagai pelaku utama dalam perwujudan gagasan
merupakan hal yang sangat penting. Partisipasi tersebut hendaknya berlangsung
secara terus menerus dari tahap perencanaan, realisasi, hingga evaluasi. Sehingga,
masyarakat tidak hanya sebagai objek perencanaan, melainkan subjek utama dalam
merealisasikan rencana pembangunan. Pada tahap perencanaan, masyarakat dapat
memberikan pendapatnya dalam menentukan arah pembangunan, tahap ini
dilakukan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) sebagai upaya penjaringan
aspirasi untuk mencapai kesepakatan. Setelah itu, pada tahap realisasi, masyarakat
diharapkan dapat bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan dalam
mewujudkan rencana pembangunan yang telah disepakati. Setelah tahap realisasi
rencana selesai, masyarakat sebagai pelaku utama perencanaan dapat mengevaluasi
hasil pembangunan dengan tujuan untuk membentuk lingkungan yang lebih baik
lagi.

BAB III METODE PENULISAN


3.1 Tahapan Penulisan
Penyusunan karya tulis ini memiliki tahapan-tahapan dalam proses
penulisannya yang dilakukan sebagai landasan untuk pengembangan konsep dasar
dalam perumusan permasalahan yang diangkat. Tahapan-tahapan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Tahap perumusan tema dan permasalahan
Tahapan ini merupakan suatu awal bagi perumusan keseluruhan isi karya
tulis. Penentuan tema dan penjabaran masalahmasalah yang diangkat
merupakan tujuan dalam tahap ini yang dapat dianalogikan sebagai suatu
pijakan pertama bagi keselanjutan proses dalam penyelesaian karya tulis.
b. Tahap pengumpulan landasan teori dan kebijakan
Tahap ini secara makro memiliki tujuan mencari beberapa teori, data atau
informasi, dan kebijakan yang memiliki relevansi dengan penjabaran
permasalahan dan studi kasus yang diangkat dalam penyusunan karya tulis.
c. Tahap analisis dan sintesis
Tahap

analisis

melakukan

sintesis

teori

dan

kebijakankemudian

dihubungkan dengan permasalahan yang diangkat sehingga hubungan


keduanya jelas dan dapat ditemukan beberapa alternatif solusinya. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah mencapai tujuan yang telah dijabarkan dalam
tahapan pendahuluan.
d. Tahapan kesimpulan dan rekomendasi
Tahap ini bertujuan untuk menyimpulkan keseluruhan isi penulisan menjadi
satu pemahaman yang utuh dan bersifat komprehensif. Berdasarkan
kesimpulan yang diambil dari keseluruhan isi penulisan akan ditemukan
beberapa alternatif solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi
permasalahan yang dibahas.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini
menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Tinjauan Pustaka

Datadata yang diperoleh diambil dari reverensi buku yang diperoleh dari
perpustakaan maupun dokumen perencanaan dari instansi terkait yang
memiliki relevansi dengan pembahasan.
b. Tinjauan Media
Informasi-informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam penyusunan
makalah ini diperoleh dari internet, media cetak dan media elektronik.
Informasi yang diperoleh dalam tinjauan ini merupakan tambahan dari teoriteori yang menjadi acuan.
3.3 Metode Analisis
Metode pendekatan pada proses analisis yang dilakukan dalam penulisan karya tulis
ini adalah :
a. Metode analisis deskriptif yaitu analisis untuk mengelola dan menfsirkan
data yang diperoleh sehingga dapat menggambarkan keadaan yang
sebenarnya pada obyek yang dikaji.
b. Metode analisis komparatif untuk melihat perbandingan gagasan yang
ditawarkan dengan beberapa teori dan kebijakan yang relevan dengan
gagasan.

10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Wilayah

Gambar 1. Peta Kota Surabaya

Sumber: www.google.com

Posisi geografi sebagai permukiman pantai menjadikan Surabaya


berpotensi sebagai tempat persinggahan dan permukiman bagi kaum pendatang
(imigran). Proses imigrasi inilah yang menjadikan Kota Surabaya sebagai kota
multi etnis yang kaya akan budaya. Kota Surabaya terletak diantara 07012 070
21 Lintang Selatan dan 1120 36 1120 54 Bujur Timur, merupakan kota terbesar
kedua di Indonesia setelah Jakarta. Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah
sebagai berikut :

Batas Utara : Selat Madura

Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo

Batas Timur : Selat Madura

Batas Barat : Kabupaten Gresik

Topografi Kota Surabaya meliputi:

Kota pantai

Dataran rendah antara 3-6 m di atas permukaan laut

Daerah berbukit, di Surabaya bagian selatan 20-30 m di atas


permukaan laut

11

Kota Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga dengan luas
wilayah 326,81 km2 yang dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan, jumlah
penduduk Kota Surabaya sampai dengan tahun 2015 mencapai 2.875.696 jiwa
penduduk (dispendukcapil.surabaya.go.id, 2015). Kepadatan penduduk tersebut
akan terus meningkat. Kondisi yang seperti ini memperlihatkan bahwa Kota
Surabaya pasti tidak lepas dari adanya titik-titik lokasi pemukiman padat hunian.
4.2 Permukiman kumuh di Surabaya
Berdasarkan laporan data dasar RP4D Kota Surabaya, sebaran lokasi
permukiman kumuh tersebar merata hampir di seluruh kelurahan yang ada di Kota
Surabaya. Permukiman kumuh di Kota Surabaya jika ditinjau berdasarkan
lokasinya dapat dibedakan menjadi permukiman kumuh di sekitar pantai dan
tambak, di pinggiran sungai dan drainase kota, pinggiran rel kererta api, dan tengah
kampung. Sedangkan berdasarkan tingkat kekumuhannya dapat dibedakan menjadi
tiga (3) tingkatan yaitu kumuh berat, sedang dan ringan (Laporan Data Dasar
RP4D Kota Surabaya, 2008-2018). Berdasarkan studi yang pernah dilakukan oleh
Laboratorium Permukiman ITS, sebagai berikut :
1. Lokasi-lokasi yang lebih banyak ditempati rumah-rumah kumuh adalah
sekitar pasar, pertokoan, pabrik/kegiatan industri.
2. Umumnya yang bertempat tinggal di lokasi ini adalah masyarakat yang
berpenghasilan rendah bersedia tinggal walaupun kondisi lingkungan
fisiknya buruk. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik yang baik belum
menjadi kebutuhan prioritas mereka, yang lebih diprioritaskan adalah
memperoleh kesempatan di bidang ekonomi untuk mencukupi kebutuhan
mereka. Di Kota Surabaya sendiri yang merupakan kota besar akan lebih
sering ditemui kawasan-kawasan kumuh dibanding dengan kota-kota lain.
3. Keberadaan rumah-rumah kumuh telah tersebar di seluruh kecamatan.
Disimpulkan bahwa di Kota Surabaya sendiri yang paling banyak rumahrumah kumuhnya adalah di sepanjang pantai dengan mayoritas
penduduknya bekerja sebagai nelayan.
4. Yang paling banyak adalah di wilayah Kenjeran, Kecamatan Benowo
sebelah utara Surabaya yang juga di pesisir pantai. Untuk lebih jelasnya titik
penyebaran lokasi kawasan kumuh Kota Surabaya dapat dilihat pada
gambar berikut.
12

Gambar 2 Peta Lokasi Permukiman Kumuh di Surabaya

Sumber: www.google.com
4.3 Karakteristik permukiman kumuh di Surabaya
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana
yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan,
kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi
maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan
fasilitas sosialnya. Perumahan kumuh tidak layak huni adalah kondisi dimana
rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat
tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain :
2

Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m sedangkan untuk di desa kurang
2

dari 10 m .
Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
Jenis lantai tanah
Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
Letak persebaran permukiman kumuh beredar hampir merata di seluruh
kawasan kota Surabaya. Akan tetapi kawasan utara kota Surabaya teridentifikasi
lebih banyak titik-titik kawasan kumuhnya dibandingkan dengan kawasan lainnya.
Kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan kumuh ada 23 buah yaitu: Ujung,

13

Bulak Banteng, Wonokusumo, Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, Bulak,


Gading, Dupak, Bongkaran, Sukolilo, Gebang Putih, Medokan Semampir, Keputih,
Gununganyar, Rungkut Menanggal, Wiyung, Waru Gunung, Benowo, Moro
Krembangan, Romo Kalisari, Pabean Cantikan, Sememi dan Kandangan.
Gambaran beberapa wilayah pemukiman kumuh dan kondisi sanitasinya dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Sukolilo

Gambar 4. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Pabean Cantikan

4.4 Solusi yang Pernah Ditawarkan


Dalam rangka mewujudkan penataan kawasan permukiman bantaran sungai
telah diupayakan suatu pendekatan dengan menggunakan model penataan seperti
berikut :

Penghidupan kawasan (vitalisasi) yaitu: pendekatan penanganan dengan


meningkatkan kinerja dan dinamika fungsi kawasan, baik melalui optimasi
pemanfaatan potensi dan sumberdaya lokal, menambahkan (infill)
sarana/prasarana kawasan maupun membuka akses dan mengintegrasikan

14

kawasan terhadap pusat-pusat pelayanan/kegiatan kota yang telah


berkembang.

Penghidupan kembali kawasan yang surut (revitalisasi) yaitu: ditujukan


pada kawasan yang menurun fungsi sosial ekonominya melalui usaha
menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk
mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal serta terintegrasi dalam kesatuan
sistem kota.

Pembangunan kembali (redevelopment) yaitu: pendekatan penanganan


melalui cara membangun kembali (rekonstruksi) kawasan dengan fungsi
baru yang dinilai memiliki potensi dan prospek yang lebih baik dari fungsi
sebelumnya.

Peningkatan Kualitas Lingkungan melalui Peremajaan (renewal) yaitu:


pendekatan menata kembali kawasan dengan mengganti sebagian atau
seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru untuk tujuan
mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai sesuai dengan potensi dan
nilai ekonomi kawasan tersebut.

Intensifikasi Pembangunan

yaitu: pendekatan penanganan dengan

memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia seoptimal mungkin.

Rehabilitasi Kawasan yaitu: pendekatan penanganan dengan cara


memperbaiki lingkungan kawasan yang telah terjadi degradasi sehingga
dapat berfungsi kembali sebagai sedia kala.

Peningkatan kualitas lingkungan melalui peningkatan sarana dan prasarana.

15

4.5 Gagasan Baru yang Ditawarkan


4.5.1 Konsep Permukiman Bantaran Sungai, SAYCO
Safety
(Area/spot mitigasi
bencana)

"SAYCO"
Comfort
(Adanya ruang terbuka
hijau dan permukiman
tidak menempati daerah
sempadan sungai)

Gambar 5. Diagram Konsep SAYCO

Konsep SAYCO sebagai upaya revitalisasi permukiman bantaran sungai


mengutamakan pada 2 hal yaitu, keamanan dari bencana dan kenyamanan
masyarakat. Konsep tersebut telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menyediakan lingkungan yang nyaman. Rumah yang dibangun merupakan rumah
sederhana tipe 45 (9x5) yang memiliki kelengkapan khusus sebagai upaya
pencegahan bencana. Adapun kelengkapan-kelengkapan tersebut antara lain:
1. Setiap rumah dilengkapi dengan sprinkle di bagian halaman depan, yaitu air
mancur di langit-langit bangunan yang memiliki sensor dan secara otomatis
menyemprotkan air jika terjadi kebakaran.

Gambar 6. Desain Rumah Tampak Depan

2. Tersedia sekat antar rumah sebesar 1 meter yang difungsikan sebagai ruang
terbuka hijau dan lubang biopori, upaya pencegahan bencana banjir. Jarak
tersebut juga bertujuan agar bencana kebakaran tidak serta merta merambat
ke rumah-rumah di sepanjang sungai tersebut.

16

Gambar 7. Biopori di sekat antar rumah

3. Setiap rumah dilengkapi dengan menara penangkal petir.


4. Terdapat titik evakuasi (evacuation point) di sekitar perumahan tersebut
sebagai sarana evakuasi ketika terjadi bencana kebakaran. Adapun titik
evakuasi tersebut dilengkapi dengan hydrant dan terdapat sumur injeksi
untuk mencegah terjadinya banjir. Pipa pemadam kebakaran juga tersedia
di lingkungan perumahan tersebut.

Gambar 9. Evacuation Point

Gambar 11. Sumur injeksi

Gambar 8. Hydrant

Gambar 10. Pipa Air Untuk Pemadam


Kebakaran

17

Gambar 12. Drainase Tertutup

Gambar 13. Pipa Buangan

Gambar 14. Konsep SAYCO secara keseluruhan

4.5.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Implementasi Gagasan


Adapun pihak-pihak yang dapat berpartisipasi dalam implementasi gagasan,
antara lain sebagai berikut.
1. Konsultan perencana
Konsultan perencana memiliki peran dalam menganalisa kebutuhan ruang
yang tepat bagi masyarakat. Analisa tersebut meliputi analisa zonasi guna
lahan, analisa perkerasan jalan dan sistem drainase, analisa konstruksi
bangunan rumah, dan perancangan teknik kelengkapan mitigasi bencana di
lingkungan perumahan bantaran sungai.

18

2. Arsitek
Arsitek berperan dalam merancang detail konsep perumahan bantaran
sungai. Rancangan tersebut meliputi detail bangunan rumah dan
perancangan aspek estetika lingkungan perumahan bantaran sungai.
Sentuhan desain pada konsep perumahan bantaran sungai akan menambah
nilai kenyamanan lingkungan.
3. Pemerintah
Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan lingkungan yang layak
sebagai hunian bagi masyarakat. Spesifikasi instansi pemerintahan yang
dibutuhkan dalam realisasi konsep ini antara lain sebagai berikut.

Kementerian

Perumahan

pemanfaatan

sumber

Rakyat

daya

berwenang

pembangunan

meningkatkan

perumahan

dan

permukiman serta mengembangkan dan memanfaatkan hasil-hasil


penelitian dan pengembangan teknologi maupun sumber daya dan
kearifan lokal yang berkaitan dengan perumahan.

Dinas Pemadam

Kebakaran dan Penanggulangan Bencana

memfasilitasi upaya mitigasi bencana di perumahan bantaran sungai.

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang yang berperan dalam mengurus
proses perencanaan ruang publik.

Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga merupakan pihak yang


berwenang

dalam

penyelenggaraan

teknis

pembangunan

lingkungan.
4. Masyarakat
Masyarakat merupakan pelaku utama dalam realisasi konsep SAYCO.
Kegiatan mitigasi bencana harus dikuasai oleh masyarakat setempat,
sehingga masyarakat secara mandiri dapat mengelola perumahan bantaran
sungai berbasis mitigasi bencana tersebut.

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perkembangan suatu kota sangat mempengaruhi struktur ruang kota.
Tingkat urbanisasi yang sangat tinggi juga dipengaruhi oleh pengembangan
hanya berpusat di kota. Sehingga semakin tinggi pula tingkat permintaan

19

akan permukiman. Akhirnya memicu adanya permukiman liar atau informal


dibantaran sungai. Namun kondisi permukiman dibantaran sungai terlihat
kumuh dan tidak memperhatikan keamanan dari bencana serta kenyamanan.
Sehingga perlu adanya inovasi atau konsep pengembangan permukiman
dibantaran sungai yang berbasiskan mitigasi bencana. Ini dimaksudkan agar
permintaan akan lahan dikota dapat terselesaikan dengan membuat konsep
revitalisasi permukiman dibantaran sungai berbasis mitigasi bencana.
Konsep Sayco ini sangat membutuhkan peran aktif (partisipatif) dari
beberapa stakeholder yang terkait, antara lain konsultan perencanaan,
arsitek, pemerintah, serta masyarakat. Keempat stakeholder tersebut harus
saling melengkapi agar konsep permukiman dibantaran sungai berbasis
mitigasi bencana dapat diterapkan.
5.2 Saran
1. Masyarakat seharusnya dapat memperhatikan keamanan dan
kenyamanan saat tinggal di permukiman sekitar bantaran sungai.
2. Perlu adanya konsep hunian yang ramah lingkungan serta keamanan
terhadap adanya bencana.
3. Pemerintah seharusnya lebih aktif dalam sosialisasi hunian yang aman,
nyaman, dan ramah lingkungan

DAFTAR PUSTAKA
Catherine, Debora, dkk. 2012. Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh di
Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan
Partisipasi Masyarakat. Surabaya: Jurnal Teknik POMITS.
Sulestianson, Erick, dan Petrus Natalivan. _. Penanganan Permukiman Kumuh
Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi
Kasus:Permukiman Kumuh di Kelurahan Tamansari dan Kelurahan
Braga). Bandung: Jurnal SAPPK ITB.
Hariyanto, Asep. _. Strategi Penanganan Kawasan Kumuh Sebagai Upaya
Menciptakan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Yang Sehat
(Contoh Kasus : Kota Pangkalpinang). Bandung: Jurnal PWK Unisba

20

LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
KETUA KELOMPOK
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap
2 Jenis Kelamin
3 Program Studi
4 NRP
5 Tempat Tanggal Lahir
6 E-mail
7 Nomor Telepon/HP

Nur Fitriah Andriani


Perempuan
Perencanaan Wilayah dan Kota
3612100002
Sidoarjo, 11 September 1994
nurfitriah_pipit@yahoo.com
085733881419

B. Riwayat Pendidikan
Nama Institusi
Jurusan
Tahun Masuk-Lulus

SD
SDN Kebonsari
2000-2006

SMP
SMPN 1 Candi
2006-2009

SMA
SMAN 2 Sidoarjo
IPA
2009-2012

C. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation)


D. Penghargaan dalam 10 tahun terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi
lainnya)
No. Jenis Penghargaan
Institutsi
Judul Karya
Tahun
Pemberi
Penghargaan

21

22

23

Anda mungkin juga menyukai