Proses Pembuatan Bioethanol Berkadar 90
Proses Pembuatan Bioethanol Berkadar 90
Ubi Kayu
1000
250-300
166,6
6,5 : 1
Ubi Jalar
1000
150-200
125
8:1
Jagung
1000
600-700
200
5:1
Sagu
1000
120-160
90
12 : 1
Tetes
1000
500
250
4:1
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat
pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua
jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan
hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses
pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam
proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air
dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan
menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol
secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n ----------------------------2 C2H5OH + 2 CO2. (2)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa (mis:
jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih
sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak kami
rekomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah
lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol
dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara
lain mengenai
neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai
teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga
tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku,Liquefikasi dan Sakarifikasi,Fermentasi,Distilasi,dan
Dehidrasi.
I. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara
langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet
sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan
gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung
pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku Singkong (ubi
kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan
tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.
Penghancuran Singkong
III. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian
fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah
mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam
wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun
waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan
ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari
persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan.
Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7
hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif
lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan
aktifitasnya.
IV. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan
alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius
(setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik
didih 95 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor
sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan
bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya
dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator,
untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang
teknik fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini
kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan
cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 90-95 % melalui 2 (dua)
tahap penyulingan.
V. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar bensin.
Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering.
Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan
beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika
ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa
ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol
(FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang
digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.