Anda di halaman 1dari 6

ANALISA KASUS : ANEMIA

KELOMPOK
Laki-laki dewasa
Wanita dewasa tidak hamil
Wanita hamil

TEORI
KRITERIA ANEMIA (Hb)
<13 g/dl
<12 g/dl
<11 g/dl

KASUS
Pada kasus pasien laki-laki
dewasa dengan HB 11.1 g/dl
maka termasuk ke dalam
criteria anemia

Referensi : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi VI


ANALISA KASUS : PENDEKATAN DIAGNOSIS ANEMIA
TEORI KLASIFIKASI
Anemia hipokromik mikrositer
(bila MCV <80fl dan MCH <27pg)
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronis
d. Anemia sideroblastik
II.
Anemia normokromik normositer
(bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronis
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologic
III.
Anemia makrositer
(bila MCV >95)
a. Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia
pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronis
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Referensi : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi VI

KASUS

I.

MCV 89.9
MCH 29.6
Maka
termasuk
anemia
normokromik normositer

Alasan yang paling utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien
dengan gagal ginjal yang berat. Produksi eritropoetin yang inadekuat ini merupakan akibat
kerusakan yang progresif dari bagian ginjal yang memproduksi eritropoetin. Peran penting
defisiensi eritropoetin pada patogenesis anemia pada gagal ginjal dilihat dari semakin beratnya

derajat anemia. Inflamasi kronik, menurunkan produksi sel darah merah dengan efek tambahan
terjadi defisiensi erotropoetin..
Guideline KDIGO (The Kidney Disease Improving Global Outcomes) untuk tata laksana anemia
pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) selama ini menjadi panduan bagi klinisi untuk
memberikan terapi anemia pada pasien PGK.
Chapter 1

Diagnosis dan Evaluasi Anemia pada Pasien PGK

Pada pasien PGK tanpa anemia, lakukan pemantauan kadar Hemoglobin (Hb) jika
terindikasi atau secara berkala (tergantung stadium).

Pada pasien PGK dengan anemia tanpa terapi ESA, lakukan pemantauan kadar Hb jika
terindikasi atau secara berkala (tergantung stadium).

Diagnosis anemia pada pasien dewasa atau anak usia >15 tahun jika kadar Hb <13
g/dL pada pria atau <12 g/dL pada wanita.

Diagnosis anemia pada pasien anak jika kadar Hb <11 g/dL (usia 0,5 5 tahun), <11,5
g/dL (usia 5 12 tahun), dan <12 g/dL (usia 12 15 tahun).

Pada pasien PGK dengan anemia, lakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung
retikulosit absolut, kadar feritin serum, saturasi transferin serum (TSAT), serta kadar
vitamin B12 dan folat serum. (KDIGO 2012)

Chapter 2

Pemberian Fe untuk Terapi Anemia pada Pasien PGK

Saat memberikan terapi Fe, pertimbangkan rasio risiko-manfaat (meminimalkan transfusi


darah, pemberian ESA, gejala dan komplikasi anemia, serta risiko efek samping terapi
Fe).

Pada pasien PGK dewasa dengan anemia tanpa terapi ESA atau Fe, dianjurkan
pemberian Fe IV sebagai uji coba (trial) jika diinginkan peningkatan kadar Hb
tanpa pemberian ESA atau kadar TSAT 30% dan kadar feritin 500 ng/mL.

Pada pasien PGK dewasa yang tidak mendapat terapi Fe namun mendapat terapi ESA,
dianjurkan pemberian Fe IV sebagai uji coba (trial) jika diinginkan peningkatan kadar Hb
atau penurunan dosis ESA dan TSAT 30% dan kadar feritin 500 ng/mL.

Pada pasien PGK non-dialisis yang membutuhkan suplementasi Fe, pemilihan rute
pemberian Fe berdasarkan derajat defisiensi Fe, ketersediaan akses intravena, respons
terhadap pemberian Fe oral sebelumnya, efek samping pemberian Fe oral/IV sebelumnya,
tingkat kepatuhan pasien, dan biaya terapi.

Pemberian Fe berikutnya disesuaikan berdasarkan respons Hb, status Fe, respons


terhadap terapi ESA, dan status klinis pasien.

Untuk semua pasien PGK anak dengan anemia yang tidak mendapat terapi Fe atau ESA,
direkomendasikan pemberian Fe oral (atau Fe IV jika menjalani hemodialisis) saat TSAT
20% dan kadar feritin serum 100 ng/mL.Untuk semua pasien PGK anak dengan
anemia yang mendapat terapi ESA namun tidak mendapat terapi Fe, direkomendasikan
pemberian Fe oral (atau Fe IV jika menjalani hemodialisis) untuk mempertahankan TSAT
>20% dan feritin serum >100 ng/mL.

Pemantauan status Fe (TSAT dan feritin serum) dilakukan minimal setiap 3 bulan selama
mendapat terapi ESA. Pemantauan dianjurkan lebih sering saat mulai atau peningkatan
dosis terapi ESA, saat terjadi kehilangan darah, pemantauan respons setelah 1 siklus
terapi Fe IV, atau kondisi lain dimana terjadi kehilangan Fe.

Pasien yang mendapat Fe IV dianjurkan untuk dipantau selama 60 menit pasca infus
terhadap terjadinya reaksi alergi.

Hindari pemberian Fe IV pada pasien dengan infeksi sistemik.

Chapter 3

Pemberian ESA dan Terapi Lain untuk Terapi Anemia Pasien PGK

Sebelum memulai terapi ESA, singkirkan kemungkinan penyebab terjadinya anemia


(termasuk defisiensi Fe dan kondisi inflamasi).

Pertimbangkan rasio risiko-manfaat sebelum memulai terapi ESA.

Hati-hati pemberian ESA pada pasien PGK dengan penyakit kanker.

Jika kadar Hb >10 g/dL tidak direkomendasikan pemberian terapi ESA.

Pada pasien PGK dewasa, terapi ESA dianjurkan untuk dimulai saat kadar Hb 9,0
10,0 g/dL untuk mencegah penurunan kadar Hb <9 g/dL. Sedangkan pada pasien
anak perlu pertimbangan individual.

Pada beberapa pasien di mana peningkatan kualitas hidup pasien terpantau pada kadar Hb
yang lebih tinggi, terapi ESA dapat dimulai pada kadar Hb >10 g/dL.

Terapi ESA secara umum tidak ditujukan untuk mempertahankan kadar Hb >11,5 g/dL
pada pasien PGK dewasa. Namun, pada pasien tertentu kadar Hb >11,5 g/dL mungkin
diperlukan.

Pada seluruh pasien PGK dewasa, direkomendasikan pemberian ESA tidak untuk
meningkatkan kada Hb >13 g/dL.

Pada pasien PGK anak, pemberian ESA ditujukan untuk mencapai kisaran kadah Hb 11,0
12,0 g/dL.

Dosis ESA awal ditentukan menurut kadar Hb pasien, berat badan, dan pertimbangan
klinis.

Penyesuaian dosis ESA menurut kadar Hb pasien, perubahan kadar Hb, dosis ESA saat
ini, serta pertimbangan klinis.

Dosis awal ESA (epoetin alfa dan beta) yaitu 20 50 IU/kg 3 kali seminggu.

Dosis epoetin alfa dapat ditingkatkan setiap 4 minggu dengan peningkatan dosis
mingguan 3 x 20 IU/kg jika diperlukan.

Jika kadar Hb mendekati 11,5 g/dL, dosis ESA diturunkan 25%. Jika kadar Hb terus
meningkat, terapi sementara perlu dihentikan hingga kadar Hb mulai turun kembali.

Jika kadar Hb meningkat >1 g/dL dalam periode 2 minggu, dosis ESA harus dikurangi
25% dari dosis sebelumnya.

Dianjurkan untuk mengurangi dosis ESA dibandingkan penghentian ESA saat diperlukan
pengurangan dosis ESA.

Evaluasi ulang dosis ESA jika pasien mengalami efek samping ESA atau pasien
mengalami penyakit akut/progresif yang dapat menyebabkan hiporesponsif ESA.

Pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis, ESA dapat diberikan secara
subkutan/intravena. Sedangkan pada pasien yang tidak menjalani dialisis/dialisis
peritoneal direkomendasikan pemberian ESA secara subkutan.

Frekuensi pemberian ESA ditentukan berdasarkan stadium PGK, treatment setting,


efikasi, toleransi dan pilihan pasien, serta jenis ESA.

Pemilihan ESA berdasarkan pertimbangan farmakodinamik, aspek keamanan, efikasi,


biaya, dan ketersediaan. Serta ESA yang diberikan harus yang sudah
mendapat approval dari badan regulasi setempat.

Selama pasien mulai mendapat ESA, pemantauan Hb sekurang-kurangnya sebulan sekali.

Pada pasien yang tidak menjalani dialisis, selama mendapat terapi pemeliharaan dengan
ESA, pemeriksana kadar Hb sekurang kurangnya setiap 3 bulan. Sedangkan pada
pasien dengan dialisis sekurang kurangnya sebulan sekali.

Pasien dianggap hiporesponsif terhadap ESA jika tidak terdapat peningkatan kadar Hb
setelah 1 bulan terapi ESA dengan dosis sesuai. Pada pasien tersebut tidak disarankan
pemberian ESA dengan dosis 2 kali lipat.

Pasien diklasifikasikan sebagai acquired ESA hyporesponsiveness jika pasca terapi


dengan dosis ESA stabil, membutuhkan 2 kali peningkatan dosis hingga 50% di atas
dosis stabil sebelumnya untuk mempertahankan kadar Hb.

Pada pasien hiporesponsif, perlu evaluasi dan penanganan penyebab spesifik buruknya
respons terhadap ESA.

Jika tetap hiporesponsif setelah penanganan tersebut, direkomendasikan terapi individual


dengan mempertimbangkan rasio risiko-manfaat dari penurunan kadar Hb, kontinuitas
terapi ESA, dan transfusi darah.

Tidak direkomendasikan pemberian androgen maupun terapi lainnya (misal, vitamin C,


D, E, asam folat, l-carnitine, dan pentoxifyllin) sebagai terapi adjuvan ESA.

Pantau terhadap kemungkinan terjadinya Pure Red Cell Aplasia (PRCA) pada pasien
yang mendapat terapi ESA lebih dari 8 minggu dan mengalami penurunan Hb cepat (0,5
1,0 g/dfL/minggu) atau membutuhkan transfusi 1-2 kali/minggu, kadar trombosit dan
sel darah putih normal, dan jumlah retikulosit absolut <10.000 /L.

Jika pasien terdiagnosa mengalami PRCA, terapi ESA harus dihentikan.


Direkomendasikan pemberian peginesatidesebagai terapi PRCA.

Chapter 4

Transfusi Sel Darah Merah untuk Terapi Anemia pada Pasien PGK

Untuk penanganan anemia kronik, direkomendasikan sedapat mungkin menghindari


transfusi sel darah merah untuk menghindari risikonya.

Pada pasien kandidat transplantasi organ, direkomendasikan sedapat mungkin


menghindari transfusi sel darah merah untuk meminimalkan risikoallosensitization.

Untuk penanganan anemia kronik, direkomendasikan pemberian transfusi sel darah


merah pada pasien di mana terapi ESA tidak efektif dan risiko terapi ESA melebihi
manfaatnya (misal, riwayat keganasan/riwayatstroke).

Pertimbangan untuk memberikan transfusi pasien PGK dengan anemia non-akut tidak
berdasarkan ambang batas kadar Hb, namun berdasarkan gejala anemia.

Pada kondisi klinis akut tertentu, direkomendasikan pemberian transfusi jika manfaatnya
melebihi risiko (meliputi saat koreksi cepat anemia dibutuhkan untuk menstabilkan
kondisi pasien atau saat koreksi Hb pre-operasi dibutuhkan).

Pada kasus anemia normositik normokromik kemungkinan terjadi karena adanya gagal ginjal
kronik yang ditandai dengan hasil ureum kreatinin yang meningkat serta hasil USG ditemukan
adanya gambaran proses kronis ginjal bilateral ditandai ukuran ginjal yang mengecil.
Berdasarkan guideline KDIGO anemia pada kasus ini tidak perlu di terapi karena kadar HB >10
g/dl.

Anda mungkin juga menyukai