Anda di halaman 1dari 9

Referat

Giant Papillary Conjunctivitis

Pembimbing :
dr. Yulia Fitriani, Sp.M

Disusun oleh:
Sudjati Adhinugroho

G4A014078

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi referat berjudul


" Giant Papillary Conjunctivitis "

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian


Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Sudjati Adhinugroho

G4A014078

Pada tanggal : Maret 2015

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Yulia Fitriani, Sp. M.

BAB 1

PENDAHULUAN

Konjungtivitis papiler raksasa (Giant papillary conjunctivitis) merupakan komplikasi


yang umum terjadi pada penggunaan lensa kontak. Konjungtivitis pailer raksasa merupakan tipe
dari konjungtvitis alergi. Hal ini terjadi karena mata bersentuhan dengan alergen. Sistem
kekebalan tubuh akan bereaksi tidak normal akibat zat tertentu atau dikenal dengan alergen.
Tanda-tanda alergi yang menyertai perubahan papiler pada konjungtiva palpebra tarsal
okular merupakan bagian dari immunoglobulin E (IgE) menimbulkan reaksi hipersensitivitas.
Rata-rata 1-3% dari pengguna kontak lensa akan mendapatkan gejala simptom GPC yang
kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatas, debris pada tear film, lapisan
lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihnan.
Selain komplikasi dari penggunaan lensa, konjungtivitis papiler raksasa juga merupakan
komplikasi dari mata buatan atau prostesis dan jahitan yang digunakan pada operasi
mata.Beberapa reaksi yang ditimbulkan seperti pada okuler prostheses, penekanan terhadap
sklera, pembukaan sutura di ocular, dan bahkan meniggikan bekas luka pada kornea.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Konjungtivitis papiler raksasa merupakan tipe dari konjungtvitis alergi yang
merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat
berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari
kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi
antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi.(Ilyas, 2010)
B. ETIOLOGI
Antigen sebagai penyebab terjadi konjungtivitis papiler raksasa (Giant papillary
conjunctivities) belum teridentifikasi hingga saat ini. Hingga saat ini terjadinya
konjungtivitis papiler raksasa dipercaya disebabkan oleh iritasi mekanik dan atau
stimulus yang disebabkan oleh antigen dari conjungtiva tarsal yang disebabkan ada
kontak dengan lensa kontak.
Debris pada permukaan lensa kontak mungkin merupakan penyebab terjadinya
konjungtivitis papiler raksasa. Hal tersebut dikarenakan adanya inflamasi bakteri
sehingga menyebabkan perubahan bentuk dan membuat terjadinya inflamasi yang
lanjut. (Medscape, 2013)
C. EPIDEMIOLOGI
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa angka kejadian
konjungtivitis papiler raksasa di Amerika Serikat, gel lensa kontak merupakan
penyebab terjadinya konjungtivitis papiler raksasa sebesar 85% dari 221 pasien,
sedangkan hanya 15% yang disebabkan oleh penggunaan kontak lensa itu sendiri.
Secara Internasional, angka kejadian konjungtivitis papiler raksasa menyerupai
penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat. Jenis kelamin tidak
mempengaruhi prevalensi dari terjadinya konjungtivitis papiler raksasa. (Medscape,
2013)
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Liesegang et al. (2004), konjungtivitis alergi menggambarkan suatu
respon imun spesifik sekunder pada antigen yang disebut sebagai alergen, yang
menginduksi respon efektor IgE sel mast secara akut. Ketika respon prImer

berlangsung, alergen spesifik sel-sel B disebar ke area tertentu di berbagai lokasi


MALT (Mucusal Assocoated Lymphoid Tissue). Di lokasi tersebut, sel B dengan
bantuan sel T mengubah produksi antialergen IgM menjadi IgE. IgE selanjutnya
dilepaskan pada tempat itu dan berikatan dengan reseptor Fe di permukaan sel mast.
Perjalanan alergen berikutnya terjadi di tempat yang berbeda dari perjalanan awal,
yang menyebabkan alergen bisa menembus melewati epitel konjungtiva superficial
menuju daerah subepitel, lalu antigen akan mengikat spesifik alergen IgE tersebut
pada permukaan sel mast. Selanjutnya dalam 60 menit akan terjadi degranulasi,
diawali dengan pelepasan mediator-mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan
rasa gatal di konjungtiva. Pada reaksi fase lambat, yaitu terjadi antara 4-24 jam
berikutnya, ditandai dengan pengerahan sel-sel limfosit, eosinofil dan neutrofil.
(medscape, 2013)
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Tanda dan gejala yang muncul pada konjungtivitis alergi antara lain (Ilyas, 2010):
1. Peradangan (merah, sakit, bengkak, dan panas)
2. Gatal
3. Silau berulang dan menahun
4. Papil besar pada konjungtiva

Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat
memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Sedangkan pada hasil
laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil. Selain itu
ditemukan juga peningkatan histamin, immunoglobulin G (IgG), IgE, dan
immunoglobulin M (IgM). Walaupun demikian, pemeriksaan laboratorium bukanlah
merupakan suatu gold standard dalam mendiagnosis konjungtivitis papiler raksasa
(medscape, 2013)

Gambar. Konjungtivitis papiler raksasa yang terlihat pada palpebra

F. PENATALAKSANAAN
Steroid topikal dapat digunakan untuk penanganan dari konjungtivitis pailer
raksasa. Lensa kontak hygiene merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada
kasus ini. Karena konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh
snediri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala
dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian
jangka panjang. Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa
gatal dan mempunyai efek samping (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain) yang
sangat merugikan (Vaughan, 2008). Obat kortikosteroid topikal yang digunakan
antara lain:
1. Hidrokortison asetat, larutan 2,5%
2. Prednisolon asetat larutan 0,125% dan 1%
3. Prednisolon sodium fosfat, larutan 0,125% dan 1%
4. Deksametason sodium fosfat, larutan 0,1%
5. Medrison larutan 1%
6. Fluorometolon larutan 1%
Penggunaan antiinflamasi steroid dalam kasus ini dapat menyebabkan:
1. Mengurangkan permeabilitas pembuluh darah
2. Mengurangi gejala radang
3. Mengurangi pembentukan jaringan parut

Selain golongan kortikosteroid dapat juga digunakan anti inflamasi non steroid.
Obat ini diberikan pada mata akibat terbentuknya bahan histamin yang memberikan
keluhan gatal, merah berair. Obat dapat berupa naftazolin (vasokonstiktor simpatis)
ataupun antazolin (antihistamin yang tidak iritatif).
Pada tatalaksana non medikamentosa dapat diberikan edukasi karena terapi untuk
alergi adalah menhindari pencetus alergi. Penderita dan keluarganya diberikan
pendidikan untuk mampu mengenali pemicu aleri karena sifatnya sangat individual
dan alergi sangat sulit untuk disembuhkan, hanya mampu dijaga agar tidak muncul.
Pengenalan pemicu ini sangat penting dalam penanganan reaksi anafilaksi khususnya
karena dengan menghindari pemicu, kematian dapat dihindarkan. (medscape, 2013)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan
infeksi sekunder.
H. PROGNOSIS
Prognosis konjungtivitis papiler raksasa tergolong baik. Sebesar 80% dari pasien
dapat menggunakan lensa kontak kembali selama konjungtivitis papiler raksasa
tertangani dengan baik. Ptosis pada palpebrae bagian atas dan turunnya toleransi dari
penggunaan lensa kontak dapat terjadi. Konjungtivitis papiler raksasa merupan
penyebab utama dari intoleransi lensa kontak baik bersifat sementara ataupun
selamanya. Konjungtivitis papiler raksasa tidak dapat menyebabkan kematian.
(medscape, 2013)

BAB III
KESIMPULAN

1. Konjungtivitis pailer raksasa merupakan tipe dari konjungtvitis alergi yang


merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat
berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari
kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik.
2. Hingga saat ini terjadinya konjungtivitis papiler raksasa dipercaya disebabkan oleh
iritasi mekanik dan atau stimulus yang disebabkan oleh antigen dari conjungtiva
tarsal yang disebabkan ada kontak dengan lensa kontak.
3. Angka kejadian konjungtivitis papiler raksasa di Amerika Serikat, gel lensa kontak
merupakan penyebab terjadinya konjungtivitis papiler raksasa sebesar 85% dari 221
pasien, sedangkan hanya 15% yang disebabkan oleh penggunaan kontak lensa itu
sendiri.
4. Konjungtivitis alergi menggambarkan suatu respon imun spesifik sekunder pada
antigen yang disebut sebagai alergen, yang menginduksi respon efektor IgE sel mast
secara akut.
5. Gejala utama pada konjungtivitis alergi adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan
panas), gatal, silau berulang dan menahun.
6. Konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri sehingga perlu
dilakukan edukasi untuk menjaga kebersihan dari lensa kontak.
7. Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, S., 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Liesegang T.J ., Deutsch T.A., Grand M.G., Basic and clinical science course, intraocular
inflamation and uveitis Section 9 : The Foundation of the American Academy of
Ophthalmology, San Francisco, 2004: 72

http://emedicine.medscape.com/article/1191641-overview
Vaughan, D.G., Asbury, T., 2010. General ophthalmology (17th. Ed.). Brahm, U. 2008
(Alih Bahasa), EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai