Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode : 31 Oktober 2016 7 Januari 2017

1.1 Identitas Pasien


Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Suku Bangsa
Alamat
Tanggal masuk
Ruang

: An. AN
: 2 tahun
: Perempuan
: Islam
: Jawa
: Pedurungan, Semarang
: 10 November 2016
: Nakula 4

1.2 Identitas Orang tua/ Wali


Ayah

Ibu

Nama

: Tn. W

Nama

: Ny. N

Umur

: 30 tahun

Umur

: 25 tahun

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Suku bangsa : Jawa

Suku bangsa : Jawa

1.3 Anamnesis
Alloanamnesis pada tanggal 12 November 2016 di ruang Nakula 4 bed 3.2 , RSUD Kota
Semarang.
KELUHAN UTAMA

: sesak nafas

KELUHAN TAMBAHAN : batuk, demam, mual, muntah


RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
1

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Pasien datang ke IGD RSUD Kota Semarang pada tanggal 10 November 2016 dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin
memberat sejak 1 hari yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan sampai mengganggu
tidur pasien. Tidak terlihat kebiruan disekitar bibir. Pasien mengeluh batuk sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Batuk disertai dahak namun dahak tidak bisa dikeluarkan. Keluhan batuk
dengan bunyi grok grok. Batuk dirasakan terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh dingin.
Batuk darah disangkal.
Pasien juga mengeluh demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan
tidak terlalu tinggi (sekitar 37.5oC). Riwayat kejang disangkal oleh ibu pasien. Demam tidak
disertai menggigil dan nyeri sendi. Demam tidak disertai mimisan dan gusi berdarah atau tandatanda perdarahan lain. Demam tidak disertai gangguan pendengaran dan keluarnya cairan dari
telinga. Namun ibu pasien mengatakan anaknya sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga
mengalami mual yang disertai dengan muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Frekuensi muntah 3 kali. Muntah tidak disertai dengan darah. Ibu pasien mengaku nafsu
makan anaknya menurun dan badan terasa lemas. Anak terlihat lebih kurus dibanding 2 bulan
yang lalu. Riwayat BAK dan BAB dalam batas normal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien pernah berobat di BP4, Semarang, dengan keluhan yang sama. Pasien melakukan
pemeriksaan rontgen toraks dan uji tes mantoux dengan hasil positif. Pasien melakukan
pengobatan TB Paru yang sudah dijalani 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat asma
disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat kejang disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ibu pasien mengaku bahwa keluarga di rumah tidak ada yang menjalani pengobatan TB.
Riwayat asma disangkal. Riwayat alergi obat disangkal.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien merupakan anak pertama dan tinggal bersama kedua orangtuanya. Ayah pasien
bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS.

RIWAYAT PEMELIHARAAN PRENATAL


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
2

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Ibu pasien memeriksakan kandungannya secara teratur selama kehamilan. Selama hamil ibu
mengaku mendapat imunisasi TT 2 kali. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.
Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum
obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN


Pasien merupakan anak pertama dari ibu G1P0A0 dengan usia kehamilan cukup bulan yaitu
38 minggu, lahir secara spontan dengan bantuan bidan. Anak lahir langsung menangis, berat
badan lahir 2900 gram. Ibu tidak mengingat lingkar kepala, lingkar dada dan panjang badan saat
lahir.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan, BBLC.

RIWAYAT PEMELIHARAAN POSTNATAL


Kontrol ke Posyandu sesuai dengan jadwal imunisasi dan KMS selalu digaris hijau.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik.

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2900 gram, lingkar kepala, lingkar dada dan panjang badan ibu tidak ingat.
Berat badan sekarang 10 kg, panjang badan sekarang 84 cm.
Perkembangan:
Tersenyum : 1 bulan
Miring

: 3 bulan

Tengkurap

: 4 bulan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
3

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Duduk

: 6 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berdiri

: 9-12 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Bicara

: 9 bulan

Saat ini pasien berusia 2 tahun dan dapat berinteraksi dengan baik.
RIWAYAT MAKAN DAN MINUM
Ibu memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan. Setelah 6 bulan, ibu pasien mulai
memberikan makanan pendamping ASI berupa bubur susu dan pisang yang dihaluskan. ASI
masih dilanjutkan hingga pasien berusia 18 bulan. Pola makan anak saat ini berupa nasi, tahu,
telur, ikan dan kadang-kadang sayur dan buah. Frekuensi makan 3 kali sehari makanan rumah
dan pasien tidak pernah jajan makanan luar.
RIWAYAT IMUNISASI
BCG
: pernah 1x, usia 1 bulan.
Hepatitis B : pernah 4x, saat umur 0, 2, 3, 4 bulan.
HIB
: pernah 3x, saat umur 2, 3, 4 bulan.
DPT
: pernah 3x, saat umur 2, 3, 4 bulan.
Polio
: pernah 4x, saat umur 1, 2, 3, 4 bulan.
Campak
: pernah 1x, saat umur 10 bulan.
Kesan
: Anak telah mendapat imunisasi dasar sesuai dengan usia anak.

1.4 Pemeriksaan Fisik (12 November 2016)


Kondisi Umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, kurang aktif, rewel, tampak gizi
baik
Tanda vital
:
Denyut nadi
Pernapasan
Suhu
Kulit

: 108 x/menit, regular


: 30 x/menit, reguler
: 37.5 0C (aksilla)

: Anemis (-), sianosis (-), ikterik (-), lembab

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
4

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Kepala

: ubun-ubun besar tidak cekung, normocephalus, rambut hitam terdistribusi


merata, tidak kering, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), reflex pupil
(+/+), pupil bulat isokor (+/+)

Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Tenggorokan
Thoraks
PARU

: Tidak ada benjolan, simetris pada posisi statis dan

dinamis, retraksi
interkostal (+)
Palpasi
: Pergerakan nafas simetris, tidak teraba benjolan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi

JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

1cm, nyeri tekan (-)


: mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, kripta melebar (-), detritus (-)
: Dinding thoraks simetris, benjolan (-)
Inspeksi

: Bentuk normal, sekret (-/-)


: Nafas cuping hidung (-), sekret (-)
: Bibir kering (-), sianosis (-)
: Simetris, pembesaran kelenjar limfe leher (+) jumlah 3, diameter +

Auskultasi

ABDOMEN
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Suara dasar vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)

: Tidak tampak pulsasi ictus cordis


: Pulsasi ictus cordis teraba
: Batas jantung sulit dinilai
: Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)

: Tampak simetris dan flat


: Bising usus (+) normal
: Timpani di empat kuadran abdomen
: Supel, defense muskuler (-), turgor baik

Ekstremitas
Akral dingin (-/- ; -/-)
Sianosis (-/- ; -/-)
Anus
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
5

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061

Anus positif, tidak ada kelainan

Genitalia
Laki-laki, fimosis (-), hiperemis (-)

1.5 Pemeriksaan Lab (10 November 2016)

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Widal
o S.typhi O
o S.typhi H

: 12.8 g/dL
: 37.20 % (L)
: 4.8 /uL
: 251 /uL
: negatif
: negatif

Kimia Klinik

SGOT
SGPT

: 29 U/L
: 13 U/L

1.6 PEMERIKSAAN X FOTO THORAX AP

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
6

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061

Cor
Pulmo

: CTR 50.6% bentuk dan letak normal


: Corakan vaskuler meningkat. Tampak bercak pada kedua perihiler dan
parakardial kanan. Tak tampak jelas pembesaran hilus. Diafragma dan sinus

Kesan

kostofrenikus kanan kiri normal. Tulang dan soft tissue baik.


: Cor konfigurasi normal. Gambaran bronkopneumonia.

1.7 Scoring TB
Parameter

Skor

Kontak TB

Uji Tuberkulin

BB/Keadaan Gizi

Demam Idiopatik 2 minggu

Batuk kronik 3 minggu

Limfadenopati colli, axilla, inguinal: 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri

Bengkak tulang/ sendi panggul, lutut, phalang

Foto thorax

TOTAL

1.8 Pemeriksaan Status Gizi


Anak laki-laki usia : 2 tahun
Berat badan
: 10 kg
Panjang badan
: 84 cm
WAZ = BB median
SD
HAZ = TB median

= 10 11,5 = - 0.14 SD (Normal)


10,2
= 84 84,6 = - 0.007 (Normal)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
7

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


SD
WHZ = BB median
SD

81,5
= 10 11 = - 0.09 (Normal)
10,1

1.9 Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Semarang pada tanggal 10 November 2016 dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin
memberat 1 hari yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan sampai mengganggu tidur
pasien. Tidak terlihat kebiruan disekitar bibir. Pasien mengeluh batuk sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Batuk disertai dahak namun dahak tidak bisa dikeluarkan. Keluhan
batuk dengan bunyi grok grok. Batuk dirasakan terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh
dingin. Pasien juga mengeluh demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan tidak terlalu tinggi (sekitar 37.5oC). Pasien sering berkeringat pada malam hari.
Pasien juga mengalami mual yang disertai dengan muntah sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Frekuensi muntah 3 kali. Muntah tidak disertai dengan darah. Nafsu makan
pasien menurun dan badan terasa lemas.
Pasien pernah berobat di BP4, Semarang, dengan keluhan yang sama. Pasien melakukan
pemeriksaan rontgen toraks dan uji tes mantoux dengan hasil positif. Pasien melakukan
pengobatan TB Paru yang sudah dijalani 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Hasil pemeriksaan fisik, kondisi umum tampak sakit sedang, compos mentis, kurang
aktif, rewel, tampak gizi baik, nadi 108 x/menit, regular, pernapasan 30 x/menit, suhu 37.5
0

C (aksilla). Pada pemeriksaan fisik, terdapat pembesaran KGB leher dextra et sinistra,

retraksi dada bagian interkostal minimal, pada auskulatasi paru terdapat suara ronkhi +/+.
Pada pemeriksaan rontgen foto thorax AP, terdapat gambaran bronkopneumonia dengan
corakan vaskuler meningkat dan bercak pada kedua perihiler serta parakardial kanan. Pada
pemeriksaan scoring TB, hasil didapatkan 6 (positif TB).

1.10 Diagnosa Banding


Sesak nafas diagnosa banding:

Infeksi ( Pneumonia)

Gagal Jantung

Aspirasi benda asing

Atelektasis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
8

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Infeksi paru diagnosa banding:

Spesifik: TB Paru
Non-spesifik: Bronkopneumonia

1.11 Diagnosa Sementara

Bronkopneumonia
TB paru sedang pengobatan
Status Gizi baik

1.12 Tatalaksana

Non Farmako :
- Tirah baring
- Posisi tidur yang nyaman guna mengurangi sesak nafas
- Minum air hangat
- Evaluasi jalan nafas oleh karena akumulasi sekret
Farmako
:
- Ulsafat syr 3x1cth
- PCT syr 3x1cth
- m.f pulv 3 dd 1
GG tab
Salbutamol 0.8 mg
- Inj. Ranitidine 2x1/3amp
- Inj. Ondansetron 2x1.5mg
- Inj. Dexamethasone 3x1/2amp
- Inj. Amoksillin 4 x 500 mg
- Inj. PCT 150mg prn 39C
- Infus 2A1/2N 14 tpm
- Nebulizer Ventolin , Pulmicort 1, Nacl 0.9% 2cc setiap 12 jam
- Rifampisin 1x150 mg pulv a.c
- INH 1x100mg pulv p.c
- Vit. B6 tab 10 mg pulv p.c

1.13Prognosis
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungsionam

: ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
9

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


1.14Edukasi

Jauhkan anak dari asap rokok


Menjaga kebersihan rumah dan rumah berventilasi
Jika di keluarga ada yang batuk, gunakan masker dan alat makan disendirikan
Tirah baring dan istirahat cukup
Obat OAT harus diminum secara teratur setiap hari
Kontrol ke puskesmas atau dokter setiap 2 minggu selama 2 bulan pertama dan satu bulan

sekali untuk 4 bulan selanjutnya


Memberi edukasi mengenai cara pemakaian obat OAT dan efek sampingnya, misalkan
kencing akan berwarna kemerahan oleh karena efek samping obat rifampisin
Meminumkan obat penurun panas jika anak demam untuk mencegah kejang demam
Biasakan mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan minuman dan setelah buang
air besar dan buang air kecil
Edukasi mengenai cara batuk yang benar, pembuangan sputum yang tidak sembarangan,
pemakaian alat pelindung seperti masker

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
10

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


I.

TB Paru
1.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
1.2 Epidemiologi
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya
adalah TB. World Health Organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2
miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia,
dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak
hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan
salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang
maupun di negara maju.
1.3 Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier
mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi
respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya
dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan
tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak
di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB
membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
11

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer
secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer
inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami
salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat,
bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya
berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal yang akan menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi
obstruksi total yang menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
12

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan
disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic
spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut
kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman
dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.
1.4 Diagnosis
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum
atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru
bagian perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa.
Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000
kuman dalam 1 ml dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak,
walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan
lambung yang diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau
kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan
karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru
yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah
sakit TB.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
13

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor
yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB
dibagi 2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi
klinis antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang
dapat disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat
disertai penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk
manifestasi spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak
mengenai kelenjar kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (meningitis Tb dan tuberkuloma),
3) tuberkulosis skeletal (spondilitis), 4) tuberkulosis kulit (skrofuloderma).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem
skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan
tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter

Kontak TB

Tidak

Laporan

BTA (+)

keluarga,

jelas

BTA (-),
tidak
tahu/tidak
jelas

Uji tuberkulin

Negatif

Positif (10 mm,


atau 5 mm pada
keadaan
imunosupresi)

Berat badan/keadaan
gizi

BB/TB

Klinis gizi

<90% atau

buruk BB/TB

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
14

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


BB/U

<70% atau

<80%

BB/U < 60%

2 minggu

Batuk

3 minggu

Pembesaran kelenjar

1 cm,

Demam tanpa sebab


yang jelas

limfe Colli, aksila,

jumlah >1,

inguinal

tidak nyeri

Pembengkakan

Ada

tulang/sendi

pembengka

panggul, lutut,

kan

falang
Foto rontgen toraks

Normal/

Kesan TB

Tidak jelas
Keterangan : anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, ( skor maksimal 13).
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik
yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB
(telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap
TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena
vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah
suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat
aktivitas dan beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48
72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
15

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan
tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur
dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak
timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan
sebagai negative. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm
dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1015 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi
masih mungkin disebabkan oleh BCG-nya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil
positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah.Pada keadaan tertentu, yaitu
tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang
digunakan adalah 5 mm.
Uji tuberkulin (+) dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1

Infeksi TB alamiah
a.

infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)

b. infeksi TB dan sakit TB


c. TB yang telah sembuh
2

Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)

Infeksi mikobakterium atipik

Uji tuberkulin (-) dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:


1. Tidak ada infeksi TB
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB
3. Anergi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
16

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB
dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek
secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan
penunjang lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah
pembesaran kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi
dengan infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.
3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan
mikrobiologis.pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam yaitu
pemeriksaan mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman
M. tuberculosis.
1.6 Tatalaksana
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam


monoterapi

Pemberian gizi yang kuat

Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.

Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis


(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB
tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Paduan Obat Terapi TB Anak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
17

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain
untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.
OAT diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid.
Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase
lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier,
efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB
diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off
dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.
Nama obat

Dosis harian

Dosis

(mg/kgBB/hari)

maksimal

Efek samping

(mg/hari)
Isoniazid

5-15

300

Hepatitis, neuritis perifer,


hipersensitivitas

Rifampisin

10-20

600

Gastrointestinal, reaksi kulit,


hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan.

Pirazinamid

15-30

2000

Toksisitas hepar, artralgia,


gastrointestinal

Etambutol

15-20

1250

Neuritis optik, ketajaman mata


berkurang, buta warna merah hijau,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
18

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


hipersensitivitas, gastriintestinal
Streptomisin

15-40

1000

Ototoksik, nefrotoksik

II. Bronkopneumonia
2.1 Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang
akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
2.2 Klasifikasi
1

Berdasarkan lokasi lesi di paru

Pneumonia lobaris

Pneumonia interstitialis

Bronkopneumonia

Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =


CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
19

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061

Pneumonia jamur

Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

2.3 Etiologi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak
bervariasi tergantung :

Usia

Status lingkungan

Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

Status imunisasi

Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.


Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :
1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan)
Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram
negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis tersering , Sifilis
kongenital pneumonia alba.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
20

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP
2. Usia > 2 12 bulan
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal. Pneumonia
dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis
3. Usia 1 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering
Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal)
4. Usia sekolah dan remaja
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia atipikal)
terbanyak
2.4 Patogenesis
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi
bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi
virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
21

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan
intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium
hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan
kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian
menyebabkan terjadinya hipoksemia.

Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan

peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin
dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan
kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila
infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan
terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.
2.5 Manifestasi Klinik
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadangkadang melebihi 400C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

2.6 Pemeriksaan Fisik


Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a.

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
22

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian
yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting
dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah
terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing,
yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal
lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada
head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada
kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan
menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan
jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
b.

Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c.

Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d.

Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.


Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
23

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus
atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembunggelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
2.7 Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
2.8 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

2.9 Kriteria Diagnosis


Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
24

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
2.10 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi.
2.11 Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum
-

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak


nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus
-

mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya


tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung.

pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme


penyebab dan manifestasi klinis
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
25

Laporan Kasus Nadya Hambali 406151061


d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
-

ampicillin + aminoglikosid

amoksisillin-asam klavulanat

amoksisillin + aminoglikosid

sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


-

beta laktam amoksisillin

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)


- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam, ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empiema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 31 Oktober 2016 7 Januari 2017
26

Anda mungkin juga menyukai