Anda di halaman 1dari 19

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak
organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk
gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Demensia merupakan
kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran.
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif
serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir ,
daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada
kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial
atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan
pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.
Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas
65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada
kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh
pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia
yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimersdiseases). Prevalensi
demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang
berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada
usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer
membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). Jenis demensia
yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif
dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi
seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari
seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang
berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.

Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5


persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan
berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit
Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan
mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat
pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien
tertentu.
Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun
adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya.
Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy
(Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,
demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)
atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan
metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau
defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.
Klasifikasi
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu :
Reversibel :
- Alkoholisme
- Gangguan pasikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular
Ireversibel :
-Demensia Alzheimer
-Picks Disease
-Parkinsons Disease Dementia1

a. Demensia tipe Alzheimer


Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya
diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita
berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir
Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian,
demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab
demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.

Gambar 1. Perbandingan otak normal dengan penderita alzheimer


b. Penyakit pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal.
Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick
neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada
beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari
penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua
demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki
keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan
demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh
perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan.
Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas)
lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.
c. Penyakit parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada
ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20
hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan
kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan
perlambatan berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh
para klinis sebagai bradifrenia.
d. Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan
gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat
hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai

pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan
menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark
berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat
lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil
funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung.
Patofisiologi
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor
genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler.
DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan
juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum
dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4
akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron,
VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk
reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang
dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko
tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian
terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan
perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam
respon terhadap trauma sistem saraf pusat 3,4.
Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti.
Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian telah
berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan
pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior).
Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di
bagian anterolateral dan medial thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi
yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari
forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak
tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer
(neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan
gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan
degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi3.

Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi


adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa patologi
vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak
emboli jantung, dan perdarahan.Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab
disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba
pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi infark
dan substansia alba tanpa infark3.
Faktor resiko
Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia, AfricoAmerican ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis,
konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang
berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume
kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.
Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian
menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena
dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh.
Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati
(CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan
infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal
dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada
demensia vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga
lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia3.
Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-pasien stroke,
dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak. Hubungan antara
VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa
adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi

juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan
bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel 4
dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler.
Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria
NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah mungkin dan
menjelaskan hubungan dengan APOE24.
Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah dikonfirmasikan
pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan daerah rural.
Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al, dan. hubungan antara zat
ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson4.
Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang
meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak
dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua
domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol6
.Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark, dan
stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan
terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan kejadian
TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori arteri
serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
-Lesi iskemik substansia alba
-Infark lakuner subkortikal
-Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN( National Institute
of Neurological Disorders and Stroke, and LAssociation Internationale pour la Recherche et
LEnseignmement en Neurosciences ).1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal

dibawah ini :a) Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya
defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah
bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan
stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan
pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah
besar atau infark tunggal tempat strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori
arteri serebri posterio dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan
substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainankelainan di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih
keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif..
2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
Sindroma disexecution : gangguan formulasi

tujuan,

inisiasi,

perencanaan,

pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi.


Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial yang
tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
B. CVD :
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah,
refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak6.
Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai berikut
:A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic, apraxicataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi.
Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit
subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi3.
B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD
:1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain
seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi
( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi. Tidak ditemukan
lesi pada CT-scan atau MRI kepala5.

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :


1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan,
refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan
retardasi psikomotor.
D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain seperti
disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.
PemeriksaanPemeriksaan VaD secara umum antara :
A. Riwayat medis meliputi
1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan
demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit jantung
kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme.,
neoplasma, infeksi kronik ( sifilis, AIDS )
2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA,
trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor
atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan
berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal
menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.
3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi,
kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah
sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien
mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi,
pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk,
defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak
spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga
dapat mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :

1.

Pemeriksaan

fisik

umum.

Meliputi

observasi

penampilan,

tanda-tanda

vital,

arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.


2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol
motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan
keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori, orientasi,
bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan
visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa nyata penderita dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental penyandang
demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau mengalami gejala
psikotik8.
Manajemen Terapi

A. Terapi farmakologik.
Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus
mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap
penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. Terapi simptomatik pada demensia
vaskuler kolinergik sehinggaadalah pemberian kolinesterase inhibitor karena terjadi
penurunan neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini
dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita
demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan
adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi nonfarmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih
ada.

Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri,
pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan
latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi wicara dan okupasi.

3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, penyediaan fasilitas
perawatan, day care center, nursing home.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat
bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah
depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering
( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis
harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering
diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan
seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan
kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien
demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat
dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki
gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2.Menghindari tugas yang kompleks.
3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4.Konseling dengan psikiater.
Manajemen terapi farmakologis :
1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam jangka
waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek samping obat
dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini mempunyai
tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek
hipotensi ortostatik yang minimal
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c.Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek sampingnya.Ansietas dan
agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
Manajemen terapi non-farmakologi:
1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4.Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah.
Manajemen terapi farmakologis:

1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka pendek ansietas
yang tidak terlalu berat atau agitasi.
2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat tidur,
kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati agitasi.

BAB 2
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Jenis Kelamin : perempuan


Umur

: 70 tahun

Alamat

: Simpang Rumbio, Solok

Pekerjaan

: tidak bekerja

No.rekam medis : 834475


Tanggal masuk : 24 Desember 2013
ANAMNESIS
Seorang pasien wanita umur 70 tahun, datang ke poliklinik saraf RSUD Solok pada
tanggal 18 Desember 2013 dengan :
Keluhan Utama : mudah pelupa sejak 3 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :

mudah pelupa sejak 3 bulan yang lalu, awalnya pasien lupa tangga dan hari,
kemudian kesulitan mengingat orang yang baru dikenal maupun teman yang
sudah lama dikenal dan sering mengulang pertanyaan yang sama dan
pekerjaan yang sudah dilakukan. Pasien tidak betah di rumah dan sering
bepergian tanpa tujuan yang jelas. Kemudian pasien kadang-kadang tersesat di
jalan yang sering dilalui. Pasien juga cenderung mudah marah, tersinggung,
cemas. Kehidupan sehari-hari dan sosial juga terganggu. Tidak ada riwayat

trauma maupun pemakaian obat-obatan sebelum kejadian ini.


Pasien mengalami kesulitan berbicara namun pasien mengerti pembicaraan
orang lain sejak 4 bulan yang lalu, sekarang sudah berangsur pulih

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien dirawat dengan stroke sejak 4 bulan yang lalu, dirawat selama 15 hari dengan
lemah anggoota gerak kanan secara tiba-tiba tetapi masih sadar. Selain itu diketahui

pasien menderita hipertensi. Pasien pulang dan dianjurkan untuk fisioterapi.


Riwayat hipertensi diketahui sejak 4 bulan yang lalu, sebelumnya tidak diketahui.

Kontrol teratur.
Riwayat diabetes melitus, jantung disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Kakak pasien menderita hipertensi dan stroke.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien tidak bekerja.

Aktifitas fisik kurang

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: Sedang

Frekuensi nadi

: 88 x/menit

Kesadaran

: CMC

Frekuensi nafas

: 20 x/menit

GCS

: 15 (E4,M6,V5)

Suhu

: 36,5o C

Tekanan darah

: 160/100 mmHg

Status gizi

: sedang

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 50 Kg

Status Internus :
Rambut

: dalam batas normal

Kulit dan kuku

: tidak ada kelainan

Kelenjer getah bening

: tidak membesar

Thorak

: paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen

: tidak ada kelainan

Corpus Vertebralis

: deformitas (-)

Genitalia

: tidak diperiksa

Status Neurologis :
1

Tanda rangsangan meningeal


Kaku kuduk

: (-)

Brudzinsky I : (-)

Kernig

: (-)

Brudzinsky II : (-)

Tanda peningkatan tekanan intrakranial : -

Nervus Kranialis
N. I

: Penciuman baik.

N. II

: pupil isokor, 3mm/3mm, reflek cahaya +/+.

N. III,IV,VI : bola mata dapat digerakkan kesegalah arah


N. V

: motorik dan sensorik baik

N. VII

: plika nasolabialis kanan lebih datar, menutup mata (+/+),


mengerutkan dahi (+/+)

N. VIII

: mendengar suara berbisik dan detik arloji (+/+), tes garpu tala tidak
dilakukan

N. IX

: reflek muntah (+)

N. X

: menelan (+), artikulasi baik

N. XI

: dapat menoleh, mengangkat bahu kiri kanan

N. XII

: deviasi lidah ke kanan minimal

Koordinasi dan keseimbangan


Romberg test

: (-)

Finger to nose

: tidak terganggu

Stepping test

: tidak dilakukan

Motorik
Ektermitas Superior
Kanan : aktif, 4/4/4, eutonus, eutrofi
Kiri

: aktif, 5/5/5, eutonus, eutrofi

Ektremitas Inferior
Kanan : aktif, 4/4/4, eutonus, eutrofi
Kiri

: aktif, 5/5/5, eutonus, eutrofi

Sensorik : Sensibilitas halus dan kasar baik.

Reflek fisiologis

: +/+

Reflek Patologis

:-/-

Tanda dementia

: reflek glabela (+), reflek snout (+), reflek menghisap (+),

reflek palmomental (-)


8

Fungsi otonom
Miksi

: dalam batas normal

Defekasi

: dalam batas normal

Sekresi keringat

: dalam batas normal

Fungsi Luhur

: refleks bicara baik, refleks intelek terganggu, refleks emosi

terganggu

Pemeriksaan laboratorium
Darah : Hb

: 12,3

Leukosit

: 7.800

Trombosit

: 179.000

Hematokrit

: 38%

Na/K/Cl

: 137/ 3,6/ 104

Ur/kr

: 16/ 0,6

Pemeriksaan Penunjang
Skor MMSE : 16
Kesan

: Definite gangguan kognitif

Diagnosis :
1. Diagnosis Klinik

: demensia vaskuler

2. Diagnosis topik

: subkorteks serebri hemisfer sinistra

3. Diagnosis etiologi

: post stroke infark

4. Diagnosis sekunder : hipertensi stage II


Terapi

Aspilet 2x80 mg PO
Doneprezil 1x10 mg PO
Amitriptilin 1x25 mg PO
Neurodex 2x1 tab

Terapi yang dianjurkan untuk demensia :


Program harian penderita :
1. kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu
aktivitas fisik dan otak yang baik.

2. asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna,


penyajian menarik dan praktis.
3. mencegah/mengelola faktor risiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya
hipertensi, gangguan vaskuler, diabetes dan merokok.
4. melaksanakan hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan.
5. melaksanakan LUPA (Latih, Ulang, Perhatikan dan Asosiasi)
6. tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan
cahaya cukup.
Orientasi realitas :
1. penderita diingatkan akan waktu dan tempat
2. beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar mandi.

BAB 3
DISKUSI
Telah diperiksa seorang permepuan berumur 70 tahun di poliklinik saraf RSUD Solok
pada tanggal 18 Desember 2013 dengan diagnosa klinik demensia vaskular, diagnosa topik
subkorteks serebri hemisfer sinistra, diagnosa etiologi post stroke.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Demensia
ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien berusia 70 tahun, pasien mempunyai
riwayat stroke yang merupakan penyebab demensia vaskular. Pasien sering dan mudah lupa
dan semakin sering dirasakan keluarga 3 bulan ini pasien sering mengulang pembicaraan,
pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Ada perubahan suasana hati
namun tidak didapatkan perubahan perilaku. Pasien juga memiliki riwayat stroke sejak 4
bulan yang lalu yang ditandai dengan adanya kelemahan anggota gerak kanan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan refleks glabella, snout dan menghisap yang
menunjukkan adanya regresi, serta gangguan kognitif definitif melalui pemeriksaan mini
mental state examination (MMSE) dengan skor 16.
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak dan
hipertensi yang merupakan faktor-faktor resiko demensia karena menimbulkan kerusakan
pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami stroke, tidak menutup kemungkinan
bahwa gejala yang dialami menjadi bertambah berat sesuai dengan teori bahwa demensia

berhubungan dengan infark pembuluh darah otak. Demensia juga terjadi kurang dari 3 bulan
setelah pasien mengalami gangguan pembuluh darah otak yang merupakan kriteria untuk
demensia vaskular.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan anti kolinesterase (doneprezil 1x10 mg),
anti agregasi trombosit (aspilet 2x80 mg po), dimana agregasi trombosit juga merupakan
agent modifying disease pada demensia, antidepresan (amitriptilin 1x25 mg po) karena
penderita mulai tampak depresi dan neurodex 2x1 tablet. Penatalaksanaan non farmakologis
pada penderita demensia antara lain program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang
teratur dan sistematis misalnya aktivitas fisik yang baik , melaksanakan LUPA (latih, ulang,
perhatikan dan asosiasi) serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat,
beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
DAFTAR PUSTAKA
1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:
PERDOSSI.
2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal 211-214
3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging.
American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal of
Medicine. 1996; (8);330-364.
5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline frequency,
risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992; 42(6): 1185-936.
6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in
Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-Prevalence Research
Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular Disease om
Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999;
(5):1548-538.

8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are associated with
Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall Thickening. American Heart
Association. 2003;(10):869-739.
9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between Hypertension, ApoE,
and Cerebral White Matter Lesions. American Heart Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
10 Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in Aneurysmal
Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5

Anda mungkin juga menyukai