Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Diperkirakan 1,5% dari populasi dapat mengalami luka dalam satu
waktu. Luka dapat berdampak pada pribadi, sosial, dan ekonomi. Tidak hanya
terbatas pada individu, luka juga memiliki dampak yang signifikan pada
layanan kesehatan dan masyarakat secra keseluruhan. Sebuah penelitian di
Inggris menunjukkan sekitar 4% dari total anggaran layanan kesehatan
digunakan untuk manajemen luka, sementara di Irlandia, duapertiga dari
waktu pelayanan keperawatan dihabiskan di manajemen luka (HSE, 2009).
Luka memiliki banyak jenisnya dan tiap luka membutuhkan
tatalakasana yang berbeda pula. Kesalahan penanganan luka dapat
menyebabkan luka lambat sembuh bahkan dapat memicu terjadinya infeksi.
Infeksi luka terus menjadi masalah yang cukup menjadi beban kesehatan.
Deteksi awal yang cepat dengan penanganan yang tepat dan efektif sangatlah
penting.
Semua luka mengandung mikroorganisme, namun mayoritas tidak
menginfeksi. Interaksi antara komunitas mikroorganisme dan host yang tidak
seimbang secara bertahap akan mencapai titik dimana proses penyembuhan
luka terganggu sehingga infeksi lokalpun terinisiasi. Saat infeksi terdeteksi
antibiotik akan digunakan. Namun saat ini banyak masalah yang muncul
terkait

dengan

peningkatan

prevalensi

resistensi

antibiotik

akibat

penyalahgunaan antibiotik. Resistensi terhadap agen topikalpun juga telah


dilaporkan. Artikel ini akan membahas tentang pengamatan klinis dan
manajemen strategi yang diperlukan untuk menggunakan antibiotik yang tepat
pada luka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Luka
1. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam dan tumpul, perubahan suhu,
zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Syamsuhidayat,
2011). Sedangkan menurut Pottrer, Patricia A (2006) luka adalah rusaknya
fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
maupun external dan mengenai organ tertentu.
Dan luka juga dapat digambarkan sebagai gangguan dalam kontinuitas selsel, kemudian diikuti dengan penyembuhan luka yang merupakan
pemulihan kontinuitas tersebut. Ketika terjadi luka, beragam efek dapat
terjadi antara lain : kehilangan segera atau sebagian fungsi organ,
hemorhagia dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri serta kematian
sel.
Untuk semua jenis luka, penanganan dan perawatan luka dengan tehnik
asepsis yang cermat adalah faktor paling penting untuk meminimalkan dan
meningkatkan keberhasilan perawatan luka (Smeltzer. Suzanne. C,
2002).
2. Klasifikasi Luka
Beberapa klasifikasi luka antara lain :
a. Berdasarkan penyebab Luka
1) Luka insisi
Luka yang dibuat dengan potongan bersih menggunakan instrumen
tajam sebagai contoh, luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam
setiap prosedur operasi. Luka bersih (luka yang dibuat secara

aseptik) biasanya ditutup dengan jahitan setelah semua pembuluh


yang berdarah diligasi dengan cermat.
2) Luka kontusi
Luka yang terjadi dengan dorongan tumpul dan ditandai dengan
cidera berat bagian yang lunak, hemorhagi dan pembengkakan.
3) Luka laserasi
Luka dengan bagian tepi jaringan bergerigi, tidak teratur, seperti
luka yang dibuat oleh kaca atau goresan kawat.
4) Luka tusuk
Luka dengan bukaan kecil pada kulit sebagai contoh, luka yang
dibuat oleh peluru atau tusukan pisau. (Smeltzer. Suzanne. C,
2002).
b. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
1) Luka bersih
Merupakan luka bedah tidak terinfeksi dimana tidak terdapat
inflamasi dan saluran pernapasan, pencernaan, genital, atau saluran
kemih yang tidak terinfeksi, tidak dimasuki. Luka bersih biasanya
dijahit tertutup, jika diperlukan, dengan sistem drainase tertutup
dipasangkan. Kemungkinan relatif dari infeksi luka adalah 1%
sampai 5%.
2) Luka Kontaminasi-bersih
Adalah luka bedah dimana saluran pernapasan,

pencernaan,

genital, atau perkemihan dimasuki di bawah kondisi yang


terkontrol,

tidak

terdapat

kontaminasi

yang

tidak

lazim.

Kemungkinan relative dari infeksi luka adalah 3% sampai 11%.


3) Luka terkontaminasi
Luka terbuka kurang dari 4 jam. Mencakup luka terbuka, luka
akibat

kecelakaan,

dan

prosedur bedah dengan pelanggaran

dalam teknik aseptik atau semburan banyak


3

dari

saluran

gastrointestinal,

termasuk

dalam

kategori ini adalah insisi

dimana terdapat inflamasi akut, nonpurulen. Kemungkinan relatif


dari infeksi luka adalah 10% sampai 17%.
4) Luka kotor atau terinfeksi
Merupakan luka trbuka lebih dri 4 jam. Luka infeksi juga
merupakan luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi
pascaoperatif

terdapat

dalam

lapang

operatif

sebelum

pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama


dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang
melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang
mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah
lebih dari 27% (Smeltzer. Suzanne. C, 2002).
c. Berdasarkan waktu penyembuhan
Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2
jenis, yaitu:
1) Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak
dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan.

2)

Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.


Luka Kronis
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lama atau sering
timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multi
faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada
waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan
punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus
tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular

perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Briant,


2007).

B. Infeksi Luka
1. Definisi Infeksi
Infeksi

adalah

invasi

dan

penggandaan

tubuh

pathogen

atau

mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005;


Tietjen, 2004).
Infeksi adalah adanya suatu mikroorganisme pada jaringan atau cairan
tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi
dapat terjadi pada kulit dan jaringan lunak, luka terbuka seperti ulkus,
bekas terbakar, dan luka operasi (Wahyudi, 2006)
2. Definisi Infeksi Luka
Infeksi luka adalah komplikasi infeksi penting pada pasien dengan luka
kulit karena kolonisasi mikroba dan infeksi berikut dapat terjadi ketika
penghalang kulit alami rusak, mengekspos jaringan di bawahnya
(Weinstein dan MAYHALL , 2003).
Infeksi luka dapat dipisahkan menjadi tanpa komplikasi dan dengan
komplikasi. Tanpa komplikasi mengacu pada kondisi yang dapat ditangani
dengan pengobatan antibiotika sederhana dan tanpa intervensi bedah,
seperti infeksi pada luka yang berhubungan dengan trauma minor,
sedangkan infeksi dengan komplikasi adalah infeksi yang masuk ke
jaringan yang lebih dalam atau memerlukan pembedahan.(May , 2009).
3. Etiologi Infeksi Luka
Faktor mikroba yang mempengaruhi pembentukan infeksi luka adalah
inokulum bakteri, virulensi, dan efek dari lingkungan itu sendiri. Ketika
faktor-faktor mikroba yang kondusif dan terjadi gangguan pertahanan
dalam tubuh, maka akan mendukung terjadinya infeksi luka. Kebanyakan
infeksi luka terkontaminasi oleh flora endogen pasien sendiri, yang hadir
pada kulit, selaput lendir, atau suatu organ berongga.

Mayoritas infeksi kulit sekunder disebabkan oleh Staphylococcus aureus


dan streptococci (Williford, 1999). Mikroorganisme Pseudonomas
aeruginosa, Escherichia coli, dan Staphylococcus epidermidis juga
dikenal untuk berkontribusi infeksi kulit (Percival et al., 2012).
4. Klasifikasi Infeksi Luka
a. Luka Akut
Luka infeksi yang secara akut dapat terjadi karena operasi yang
terkontaminasi,

prosedur

operasi

yang

lama,

trauma

dengan

penanganan yang terlambat, dan pada jaringan nekrotik. Terdapat


tanda-tanda dari infeksi luka akut, sebagai berikut:
1) Infeksi lokal
a) Tanda dan gejala klasik:
- Terdapat rasa nyeri baru atau rasa nyeri yang meningkat
- Eritema
- Oedema
- Peningkatan suhu disekitar daerah luka
- Terdapat cairan purulent pada luka
b) Pyrexia
c) Penyembuhan luka terlambat atau bahkan terhenti
d) Terdapat Abses
e) Muncul bau yang tidak sedap
2) Infeksi yang sudah menyebar
Tanda-tanda pada infeksi lokal ditambah dengan:
a) Eritema yang semakin meluas
b) Limfangitis
c) Krepitasi pada jaringan lunak
d) Luka yang kembali terbuka dan rusak
(Cutting et al., 1994; Gardner et al., 2004)
b. Luka Kronis
Luka infeksi kronis dapat terjadi karena jaringan yang nekrotik, luka
yang lama dan berkelanjutan, luka yang lebar dan dalam, serta letak
luka secara anatomi dekat dengan daerah yang rentan dengan infeksi
seperti area anal. Contoh luka kronis diantaranya adalah luka ulkus
deabetikum, ulkus vena kaki, ulkus arteri kaki, dan ulkus pressure.
Terdapat tanda dan gejala pada infeksi luka kronis, sebagai berikut:
1) Luka infeksi lokal
a) Nyeri yang semakin bertambah

b) Penyembuhan luka yang terlambat


c) Perdarahan pada jaringan granulasi
d) Terdapat bau yang yang tidak sedap atau perubahan bau luka
e) Dasar luka tidak berwarna seharusnya
f) Terdapat eksudat purulen
g) Indurasi
h) Pocketing
i) Bridging
2) Luka yang menyebar
a) Rusaknya penyembuhan luka
b) Eritema yang meluas
c) Krepitasi, peningkatan suhu, dan perubahan warna sampai area
tepi luka
d) Limfangitis
e) Malaise atau gejala tidak spesifik secara umum.
(Cutting et al., 1994; Gardner et al., 2004)
5. Tatalaksana Luka Infeksi
Tatalaksana yang efektif dalam infeksi luka biasanya membutuhkan
pendekatan multidisiplin dan rujukan ke spesialis. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan respon dari tubuh (host) dan menurunkan angka
mikroorganisme yang menginfeksi.
a. Meningkatkan Respon Host
Pelaksanaan langkah-langkah untuk mengoptimalkan respon host akan
meningkatkan kemampuan pasien untuk melawan infeksi dan
meningkatkan potensi penyembuhan mereka. faktor sistemik yang
mungkin telah berkontribusi untuk pengembangan infeksi luka (dan
sering dalam kasus luka kronis, luka itu sendiri) harus ditangani,
misalnya optimalisasi kontrol glikemik diabetes dan penggunaan obat
yag dimodifikasi pada rheumatoid arthritis.
1) Mengoptimalisasi faktor komorbid, seperti menormalkan gula
darah pada penderita diabetes
2) Meminimalisasi atau mengeliminasi faktor risiko infeksi
3) Menjaga asupan nutrisi dan hidrasi
4) Memberikan terapi pada infeksi di tempat lain seperti infeksi
saluran kemih
b. Mengurangi Jumlah bakteri

Untuk mengurangi jumlah bakteri dengan cara mencegah terjadinya


infeksi luka yang lebih lanjut atau cross contamination dengan cara
menggunakan balutan yang sesuai pada luka tersebut, memfasilitasi
drainase dari luka, membersihkan jaringan nekrotik, selalu mengganti
balutan sesuai waktunya, dan membersihkan luka setiap pergantian
balutan.
1) Kebersihan yang efektif dan langkah-langkah pencegahan
prosedur pengendalian infeksi harus diikuti untuk mencegah
kontaminasi lebih lanjut dari luka dan kontaminasi silang. praktik
kebersihan yang baik termasuk memberikan perhatian khusus
untuk kebersihan tangan yang menyeluruh / tindakan desinfeksi
dan pakaian kerja pelindung, termasuk sarung tangan
2) Drainase luka dan debridement
Pus, jaringan nekrotik, dan slough adalah media tumbuh yang baik
bagi mikroorganisme. Drainase pus dan kelebihan eksudat dapat
diatasi dengan pembalutan yang sesuai, yaitu balutan absorbent,
penggunaan drainase ostomy, intervensi bedah, memasukkan
drainase, serta terapi topical yang bertekanan negatif. Keuntungan
dari debridemen mekanis pada luka infeksi adalah dapat
menghapus biofilm dari suatu bakteri.
3) Membersihkan Luka Infeksi
Luka infeksi harus selalu dibersihkan setiap penggantian balutan.
Pembersihan dengan irigasi harus menggunakan tekanan supa
dapat menghilangkan debria dan mikroorganisme secara efektif
tanpa merusak luka dan menempatkan mikroorganisme ke dalam
jaringan luka.
4) Terapi Antimikroba
Terapi antimikroba mungkin diperlukan jika metode lain untuk
mengurangi luka jumlah bakteri mungkin tidak cukup pada infeksi
lokal, atau ketika infeksi telah menyebar / sistemik. Agen

antimikroba termasuk antiseptik dan antibiotik bertindak langsung


untuk mengurangi jumlah mikro-organisme:
a) Antiseptik
Antiseptik digunakan secara topikal, namun tidak spesifik
dalam

menghambat

pertumbuhan

atau

membunuh

mikrobakteri. Antiseptik juga bersifat toksik pada sel manusia.


Indikasi penggunaan antiseptik adalah sebagai berikut:
- Untuk mencegah terjadinya luka infeksi atau luka infeksi
-

yang berulang pada penderita yang memiliki risiko tinggi.


Untuk mengobati infeksi lokal, infeksi yang menyebar, atau
infeksi yang menimbulkan gejala sistemik. Terapi ini juga

dikombinasi dengan antibiotic sistemik.


(Drosou, 2003)
b) Antibiotik
Antibiotik berkerja selektif dalam membunuh

atau

menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik bisa digunakan


secara sistematik atau topical (tidak biasa dianjurkan). Namun,
resistensi terhadap antibiotik yang terus meningkat adalah
permasalahan utama saat ini.
C. Antibiotics Dressing
1. Definisi Antimicrobial Dressing
Dressing antimikroba memainkan bagian penting dalam perawatan luka
dalam pencegahan dan manajemen infeksi. Namun, klinisi harus
menyadari sifat yang berbeda dan kapan harus memulai dan menghentikan
pengobatan.
Antimikroba adalah agen yang membunuh mikro - organisme .
Antimikroba adalah 'payung' yang meliputi: desinfektan, antiseptik dan
antibiotik. Desinfektan merujuk agen atau biosida kimia yang digunakan
untuk menghambat atau membunuh mikroba pada benda mati misalnya ,
alkohol , natrium hyperchlorite dan glutaraldehid . Antiseptik digunakan
untuk menghambat atau membunuh mikro - organisme dalam luka atau
pada kulit utuh. Akttivitas desinfektan dan antiseptik antimikroba

bervariasi dan agen ini disebut sebagai bakterisida , fungisida , virucidal


atau sporicidal ketika mereka membunuh mikroba , dan bakteriostatik ,
fungistatic,

sporistatic

atau

virustatic

jika

mereka

menghambat

pertumbuhan mikroba.
Dressing luka antimikroba memberikan pengobatan lokal dan efek terapi
yang paling efektif dalam dermis dan dermis superfisial sebagai bahan
aktif terkonsentrasi di permukaan kulit dan kurang mencapai lemak
subkutan. Obat antimikroba yang ideal untuk pengobatan topikal harus
memiliki aktivitas yang luas, menjadi mikrobisida, aman ( tidak beracun )
dan tidak menyebabkan reaksi alergi ( Kaye , 2000) .
Dressing luka antimikroba dapat berisi baik antiseptik atau antibiotik.
Antiseptik

bias

diterapkan

untuk

membunuh

atau

menghambat

mikroorganisme dan memiliki potensi untuk menargetkan beberapa


microbials. Mereka memiliki spektrum antimikroba yang luas, tetapi tidak
memiliki keamanan yang optimal karena mereka sering beracun ke
jaringan kulit manusia, termasuk fibroblas dan keratinosit. Contoh
dressing luka antimikroba dengan antiseptik adalah dressing cadexomer
yodium, busa chlorhexidine glukonat , hidrogel povidone iodine dan silver
dressing. Antibiotik, di sisi lain, umumnya tidak beracun, tetapi mereka
sering bertindak melawan bakteri spektrum sempit, dan efeknya dapat
dikurangi atau bahkan hilang karena resistensi bakteri. Contoh antibiotik
topikal digunakan untuk manajemen luka adalah bacitracin, asam fusidic,
gentamisin dan mupirocin ( Lipsky dan Hoey , 2009).
2. Penggunaan Antibiotics Dressing
Penggunaan antibiotics dressing pada luka direkomendasikan untuk :
a. Mencegah infeksi pada pasien dengan risiko tinggi
b. Pengobatan luka infeksi lokal
c. pengobatan
luka
infeksi
lokal
dalam

kasus

penyebaran

atau infeksi luka sistemik hingga memerlukan antibiotik sistemik.

10

Efek penggunaan antibiotics dressing perlu dipantau secara ketat.


Kegagalan respon atau luka yang menjadi lebih parah menunjukkan perlu
dilakukannya penilaian ulang untuk mencari penyebab lain selain infeksi
dan mungkin perlu dilakukan pendekatan alternatif atau terapi sitemik
tambahan.
Untuk luka yang mengalami perbaikan, penggunaan antibiotics dressing
harus dilanjutkan selama 14-21 hari. Setelah hari ke-14, kebutuhan
penggunaan lenjutan untuk antibiotics dressing harus kembali dinilai.
Pada kebanyakan luka infeksi, penggunaan antimicrobial dressing sudah
dapat dihentikan di fase ini. Namun pengamatan yang cermat perlu tetap
dilakukan mengingat adanya kemungkinan bakteri dapat tumbuh kembali.
3. Pemilihan Antibiotics Dressing yang Ideal
Saat penggunaan balutan luka yang mengandung antimikroba dibutuhkan,
maka pemilihan antimikroba yang sesuai diperlukan untuk menunjang
kesembuhan luka. Pemilihan yang dilakukan berdasarkan level pelepasan
antimikroba, durasi kerja efektif, kemampuan untuk mengatasi produksi
eksudat, bau dan nyeri. Kondisi klinis, faktor komorbid, kepribadian dan
harapan pasien juga dapat mempengaruhi pemilihan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antimicrobial
dressing :
1. Bekerja broad spectrum, termasuk pada bakteri yang resisten.
2. Bersifat bacteriocidal bukan hanya bacteriostatic
3. Bekerja cepat namun efektif
4. Cocok digunakan pada kulit atau membran mukosa yang rusak
5. Tidak bersifat irritant maupun toxic
6. Tidak dihambat oleh cairan tubuh maupun eksudat luka
7. Membantu dalam persiapan dasar luka, misalnya pada debridemen.
8. Dapat mengurangi bau
9. Sesuai dengan bentuk luka
10. Mudah digunakan dan disimpan
11. Cost-effective
12. Dapat memuaskan expektasi pasien
(Vowden dan Cowper, 2006)
11

BAB III
PENUTUP
1. Luka adalah rusaknya fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun external dan mengenai organ tertentu.
2. Infeksi adalah invasi dan penggandaan tubuh pathogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit
3. Infeksi luka adalah komplikasi infeksi penting pada pasien dengan luka kulit
karena kolonisasi mikroba dan infeksi berikut dapat terjadi ketika penghalang
kulit alami rusak, mengekspos jaringan di bawahnya
4. Infeksi luka diklasifikasikan menjadi luka akut dan luka kronis
5. Tatalaksana yang efektif dalam infeksi luka biasanya membutuhkan
pendekatan multidisiplin dan rujukan ke spesialis yang dimaksudkan untuk
meningkatkan

respon

dari

tubuh

(host)

dan

menurunkan

angka

mikroorganisme yang menginfeksi


6. Dressing luka antimikroba memberikan pengobatan lokal dan efek terapi yang
paling efektif dalam dermis dan dermis superfisial sebagai bahan aktif
terkonsentrasi di permukaan kulit dan kurang mencapai lemak subkutan
7. Dressing luka antimikroba dapat berisi baik antiseptik atau antibiotik.
Antiseptik memiliki spektrum antimikroba yang luas, tetapi tidak memiliki
keamanan yang optimal karena mereka sering beracun ke jaringan kulit
manusia. Antibiotik umumnya tidak beracun, tetapi mereka sering bertindak
melawan bakteri spektrum sempit, dan efeknya dapat dikurangi atau bahkan
hilang karena resistensi bakteri

12

13

Anda mungkin juga menyukai