ii
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
DENNY RIO HARTONO
A14070048
iii
RINGKASAN
DENNY RIO HARTONO. Pengomposan Sampah Sisa Buah-buahan Dalam
Lubang Resapan Biopori di Berbagai Penggunaan Lahan. Dibimbing oleh Enni
Dwi Wahjunie dan Dwi Putro Tejo Baskoro.
Sampah yang dihasilkan oleh manusia semakin bertambah seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Apabila tidak ada kesadaran manusia untuk
mengolahnya, maka sampah akan menjadi masalah serius. Di Indonesia, masalah
yang terjadi akibat adanya sampah cukup banyak, diantaranya berupa pencemaran
lingkungan ataupun bencana yang langsung menelan korban seperti banjir dan
longsor. Agar tidak terjadi pencemaran atau bencana maka sampah terutama
sampah organik dapat diatasi di sumbernya, salah satunya menggunakan teknologi
Lubang Resapan Biopori (LRB). Proses maupun laju dekomposisi sampah
organik di LRB belum banyak diketahui. Salah satu sumber sampah organik yang
memerlukan penanganan adalah limbah buah-buahan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini dilakukan pengomposan sampah buah-buahan pada LRB di berbagai
penggunaan lahan.
Penelitian dilakukan di Kebun percobaan Cikabayan Kampus IPB
Darmaga. Sisa buah-buahan di ambil dari Babakan Raya, Darmaga, Bogor.
Penelitian dilakukan kurang lebih selama tiga bulan, yaitu sejak April hingga Juni
2011. Analisis tanah dan bahan kompos dilakukan di Laboratorium Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Serangkaian
penelitian untuk mengetahui laju pengomposan dilakukan penetapan lokasi
penelitian, pengambilan contoh tanah, pengomposan di LRB, analisis tanah dan
kompos, dan analisis data.
Pengomposan di dalam lubang resapan biopori dengan menggunakan
bahan kulit buah-buahan, yaitu kulit pisang dan kulit nanas pada berbagai
penggunaan lahan membutuhkan waktu 60 hari. Penggunaan lahan berpengaruh
nyata terhadap penurunan volume kompos, dimana lahan kopi dan bera memiliki
laju penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan jeruk. Bahan kompos
yang berbeda mengalami laju dekomposisi dan perubahan warna yang berbeda,
dimana kulit pisang memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan kulit nanas.
Kualitas kompos yang dihasilkan dapat dikatakan baik, karena diindikasikan oleh:
warna bahan menjadi gelap, volume turun hingga sepertiga, rasio C/N mendekati
10, dan pH mendekati netral.
Kata Kunci: kualitas kompos, laju pengomposan, lubang resapan biopori, sampah
buah-buahan
iv
SUMMARY
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NRP
: A14070048
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya lahan
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Laju Pengomposan (Sampah Sisa Buah-Buahan) Dalam Lubang Resapan
Biopori sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril
dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie M.Si dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberi pengarahan, diskusi, dan bimbingan serta persetujuan sehingga
skripsi ini dapat selesai dengan baik.
2. Ir Kamir Raziudin Brata, M.Sc selaku dosen ilmu tanah yang telah bersedia
menjadi penguji tamu dan memberikan banyak masukan bagi penulis.
3. Staf Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Faperta IPB yang telah membantu penulis untuk
melakukan kegiatan penelitian.
4. Staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Faperta IPB yang telah membantu penulis dalam
melakukan kegiatan penelitian.
5. Bapak dan ibuku tercinta, serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan
motivasi dan doa.
6. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, 13 Maret 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
No
Halaman
1.2
Tujuan ....................................................................................................... 2
2.2
2.3
2.4
2.5
3.2
3.2.1
Bahan .................................................................................................. 10
3.2.2
Alat...................................................................................................... 10
3.3
Metode Penelitian.................................................................................... 11
3.3.1
3.3.2
3.3.3
3.3.4
3.3.5
4.2
4.3
4.3.1
4.3.2
4.3.3
4.3.4
Kesimpulan ............................................................................................. 25
5.2
Saran ....................................................................................................... 25
ix
DAFTAR TABEL
No
Halaman
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Skema tata letak LRB dan lokasi pengambilan contoh tanah di setiap
penggunaan lahan .......................................................................................... 12
2. Kurva pF pada berbagai penggunaan lahan..................................................... 17
3. Hasil akhir bahan kompos kulit pisang dan kulit nanas ................................... 20
4. Pengaruh tiga penggunaan lahan terhadap penurunan volume dan Pengaruh dua
bahan kompos terhadap penurunan volume ................................................... 21
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sampah yang dihasilkan oleh manusia semakin bertambah seiring dengan
Tujuan
Mengukur laju pengomposan beberapa jenis sampah sisa buah-buahan di
Sampah Organik
Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh
2.2
mahluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai
liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk
menyalurkan air dan udara dalam tanah. Liang pada biopori terbentuk oleh adanya
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta meningkatnya
aktifitas fauna tanah, seperti cacing tanah, rayap, dan semut yang menggali liang
di dalam tanah. Jumlah dan ukuran biopori akan terus bertambah mengikuti
pertumbuhan akar tanaman serta peningkatan populasi dan aktivitas organisme
tanah (Brata dan Nelistya, 2008).
Lubang resapan biopori (LRB) merupakan teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan untuk mengatasi banjir berbentuk lubang silindris berdiameter sekitar
10 cm yang digali di dalam tanah dan diberikan bahan organik ke dalam lubang
untuk makanan fauna tanah sehingga terbentuk biopori. Kedalamannya tidak
melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah. LRB dapat
meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap
melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di
sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta
menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Brata dan Nelistya, 2008).
Struktur biopori berupa liang memanjang bercabang-cabang sehingga
dapat memperlancar peresapan air ke segala arah di sekitar LRB. Biopori
diperkuat oleh senyawa organik yang berasal dari organisme tanah, sehingga
cukup mantap dan tidak mudah rusak. Dengan demikian, akan selalu tersedia
jalan untuk meresapnya air dan udara ke dalam tanah. Di dalam biopori tersedia
cukup bahan organik, air, oksigen, dan unsur hara sehingga cocok bagi
perkembangan akar tanaman dan organisme tanah, termasuk mikroorganisme
yang membantu pelapukan sampah (Brata dan Nelistya, 2008).
Manfaat-manfaat yang diperoleh dari penerapan Lubang Resapan Biopori
berkaitan langsung dengan terciptanya lingkungan hidup yang nyaman dan lestari.
Brata dan Nelistya (2008), menyebutkan manfaat-manfaat tersebut yaitu,
memperbaiki ekosistem tanah, meresapkan air dalam mencegah banjir, menambah
cadangan air tanah, mengatasi kekeringan, mempermudah penanganan sampah
yang dihasilkan setiap harinya. Hal ini sangat logis karena setiap pedagang buah
baik yang menjual langsung buah ataupun membuat jus menghasilkan sampah,
baik sampah organik maupun anorganik. Sampah organik yang dihasilkan
pedagang jus buah atau makanan dari buah yaitu sampah organik kulit buah sisasisa buah.
Menurut Brata dan Nelistya (2008), sampah rumah tangga, dalam hal ini
termasuk kulit buah, terdiri dari 60-70% sampah organik. Sampah organik
merupakan sumber makanan yang sangat dibutuhkan oleh organisme tanah. Oleh
karena itu sampah organik setiap rumah tangga bisa dimanfaatkan untuk
memperbaiki ekosistem tanah. Lubang resapan biopori dapat mempermudah
penanganan sampah organik, dengan memasukkannya ke dalam tanah untuk
menghidupi biota tanah. Fauna tanah dapat memproses sampah tersebut dengan
cara memperkecil ukuran dan mencampurkannya dengan mikroba tanah yang
secara sinergi dapat mempercepat proses pengomposan secara alami. Dengan
segera dimasukkannya sampah organik ke dalam LRB, maka tidak terjadi
penumpukan sampah baik di TPS ataupun TPA.
2.4
kompos serta pengomposan itu sendiri sangat beragam. Menurut Obeng dan
Wright (1987), pengomposan bisa diartikan sebagai proses dekomposisi biologi
dari unsur pokok sampah organik dengan kondisi yang diatur. Murbandono
(1999), mengartikan kompos sebagai bahan organis yang telah menjadi lapuk,
seperti daun-daun, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang
jagung, sulur, carang-carang, serta kotoran hewan. Sedangkan Sutanto (2002),
mengartikan pengomposan sebagai proses biologi oleh mikroorganisme secara
terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan
semacam humus. Proses pengomposan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai
bermacam-macam
dan
ukurannya
berkisar
0,5-20
mikron.
itu
sendiri.
Menurur
Rynk
(1992)
faktor-faktor
yang
rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein
sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Ukuran Partikel: Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak
antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat.
Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.
Aerasi: Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap.
Porositas: Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan
oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content): Kelembaban memegang peranan yang sangat
penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 %
adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah
lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan
akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur: Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung
antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur
akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
o
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 C akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman
dan benih-benih gulma.
pH: Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan hara: Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan
dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan bahan berbahaya: Beberapa bahan organik ada yang mengandung
bahan-bahan berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg,
Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logamlogam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Berikut adalah Tabel C/N rasio beberapa bahan organik yang berguna untuk
membandingkan C/N rasio sesama bahan organik termasuk kulit pisang dan kulit
nanas..
Tabel 1. C/N rasio beberapa bahan organik
Bahan
C/N Rasio
Sisa makanan
15
Dedaunan
50
Jerami
80
Sisa-sisa buah-buahan
35
20
bisa terbentuk dengan sendirinya. Melalui proses yang alami, rumput, daun-
daunan, dan kotoran hewan lama-kelamaan membusuk karena kerja sama antara
mikroorganisme dengan cuaca. Pengomposan dalam LRB menciptakan kondisi
alami seperti disebutkan diatas, akan tetapi proses pengomposan dalam LRB bisa
berlangsung lebih cepat dari kondisi biasa. Hal ini dikarenakan sampah organik
dimasukkan langsung kedalam tanah dimana mikroorganisme berada. Hal tersebut
dianalogikan sebagai makanan yang disodorkan langsung terhadap konsumennya
sehingga proses yang terjadi bisa lebih cepat.
Lubang resapan biopori dibuat dengan menggali lubang vertikal ke dalam
tanah. Diameter lubang yang dianjurkan sekitar 10 cm dengan kedalaman sekitar
100 cm atau tidak melebihi/mencapai kedalaman permukaan air tanah. Pemilihan
dimensi yang dianjurkan tersebut untuk efisiensi penggunaan ruang horizontal
yang semakin terbatas dan mengurangi beban pengomposan. LRB berdiameter 10
cm dengan kedalaman 100 cm hanya menggunakan permukaan horizontal 79 cm2
menghasilkan permukaan vertikal dengan luas dinding lubang 0,314 m2, berarti
memperluas permukaan tanah 40 kali yang dapat kontak langsung dengan bahan
kompos. Volume sampah yang tertampung dalam lubang tidak lebih dari 7,9 liter
dan menimbulkan beban pengomposan maksimum 25 liter/m2. Peningkatan
diameter lubang akan mengakibatkan penurunan luas permukaan tanah, sehingga
beban pengomposan akan meningkat. Untuk lebih jelas hubungan diameter LRB
dengan pertambahan luas permukaan dan beban pengomposan bisa dilihat dalam
Tabel 2 (Brata dan Nelistya, 2008).
Tabel 2. Hubungan Diameter Lubang Resapan Biopori dengan Pertambahan Luas
Permukaan dan Beban Pengomposan
Diameter
Lubang
(cm)
Mulut
Lubang
(cm2)
Luas
Dinding
(m2)
Pertambahan
Luas (kali)
Volume
(liter)
10
79
0.314
40
7.857
25
100
7.857
3.143
785.714
250
Beban
Pengomposan
(liter/m2)
3.1
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: bahan tanah,
bahan kompos, dan bahan yang digunakan dalam analisis di laboratorium. Bahan
tanah meliputi: contoh tanah agregat, contoh tanah utuh, dan contoh tanah tidak
utuh yang diambil dari tiga penggunaan lahan. Bahan kompos meliputi: sampah
kulit pisang dan kulit nanas. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis
dilaboratorium meliputi: aquades, H2SO4, NaOH, H3BO4, HCl, Parafin cair,
Indikator Conway, Selenium mix, bahan kompos, dan lain-lain.
3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan meliputi: alat pengambilan contoh tanah, alat
pembuatan LRB, alat pengomposan di LRB, dan alat untuk analisis di
laboratorium. Alat pengambilan contoh tanah meliputi: ring sample, cangkul,
balok kayu, pisau, kantong plastik, dan kaleng. Alat pembuatan LRB meliputi: bor
tanah, golok, dan bambu. Alat pengomposan di LRB meliputi: trashback, kayu,
dan golok. Alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium disebutkan pada
Tabel 3.
11
Tabel 3. Metode analisis dan alat yang digunakan dalam analisis sifat-sifat tanah
di laboratorium
Parameter
Metode
N-total
Kjeldahl
C-organik
Pengabuan 700oC
pH
Kadar air
H2O 1:1
Gravimetri
Tekstur
Bouyoucos
(Hidrometer)
Kemantapan
agregat
Bobot jenis
partikel
Bobot isi
Permeabilitas
Penetapan
kurva pF
3.3
Pengayakan
kering dan basah
Metode
Piknometer
Metode Silinder
Constant head
method
Gravimetri
Alat
neraca analitik, diggestion apparatus, labu
kjeldahl, buret, erlenmeyer 100 ml
cawan porselen, eksikator, neraca,
tanur/furnace
botol kocok 100 ml, mesin kocok, pH meter
cawan, timbangan, oven, eksikator,
gelas piala 400ml, milk shaker, hidrometer
ASTM, termometer, bak air pengatur suhu,
tabung sedimentasi, dan alat penyumbat
Ayakan, lumpang, alu, cawan nikel, oven
Labu ukur, alat pemanas, timbangan
cawan, timbangan, oven
Permeameter (pengukuran di lapang)
cawan, timbangan, oven, pressure dan
membrane plate apparatus
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah: metode
12
Ulangan
Jenis Sampah
1
AS1(1)
AS2(1)
BS1(1)
BS2(1)
CS1(1)
CS2(1)
2
AS1(2)
AS2(2)
BS1(2)
BS2(2)
CS1(2)
CS2(2)
3
AS1(3)
AS2(3)
BS1(3)
BS2(3)
CS1(3)
CS2(3)
100 cm
P1
P2
P3
N2
N3
100 cm
N1
Gambar 1. Skema tata letak LRB dan lokasi pengambilan contoh tanah di setiap
penggunaan lahan
Keterangan:
: Pohon
: LRB (P : LRB di isi kulit pisang; N : LRB di isi kulit nanas)
: Lokasi pengambilan contoh tanah
13
14
Pengamatan dan analisis kompos. Hal yang diamati adalah perubahan warna
bahan, perubahan volume bahan, perubahan C/N dan perubahan pH kompos dan
tanah. Untuk pengamatan perubahan warna dan volume bahan dilakukan
seminggu sekali. Sedangkan perubahan C/N rasio dilakukan sebulan sekali. Waktu
pengamatan dihitung mulai sejak sampah dimasukkan kedalam lubang resapan
biopori. Pengamatan pertama dilakukan seminggu setelah sampah dimasukkan,
dengan asumsi sampah organik paling cepat melapuk selama satu minggu.
Pengambilan sample tanah untuk analisis warna dengan cara memasukkan tangan
ke LRB hingga kedalaman 2-6 cm dari permukaan kompos. Bahan kompos
dikembalikan lagi ke LRB setelah dilakukan analisis, hal ini bertujuan agar
volume bahan kompos tidak berubah. Perubahan warna diamati menggunakan
Munsel Soil Colour Chart. Perubahan volume diamati menggunakan penggaris.
Sedangkan perubahan rasio C/N diamati di laboratorium. Pengambilan contoh
tanah untuk C, N, dan pH tanah dilakukan dengan cara komposit di sekitar LRB
seperti yang terdapat dalam Gambar 1. Sedangkan untuk C, N, dan pH kompos
dilakukan dengan cara mengambil dari dalam LRB kemudian dianalilis di
laboratorium. Analisis sifat kimia yang diamati adalah: C organik, N total, dan
pH. Hal ini di maksudkan untuk mengetahui rasio C/N dari bahan yang diamati.
Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan tingkat dekomposisi dari
bahan organik tanah. Semakin lanjut tingkat dekomposisinya, maka akan semakin
kecil nisbah C/N-nya.
Pengamatan volume kompos dilakukan dengan menggunakan penggaris
yang dimasukkan ke dalam LRB sehingga dapat diketahui penyusutan volume
bahan kompos. Setelah didapat jarak antara permukaan tanah dengan bahan
kompos dilakukan konversi menjadi volume dengan rumus tabung yaitu luas alas
X tinggi. Pengamatan warna kompos menggunakan Munsel Soil Colour Chart
dengan membaca kilap (hue), nilai (value), dan kroma (chroma). Kilap
berhubungan erat dengan panjang gelombang cahaya, nilai berhubungan dengan
kebersihan warna, dan kroma yang kadang-kadang disebut kejenuhan yaitu
kemurnian relatif dari spektrum penetapan warna. Semakin rendah value maka
semakin gelap; sedangkan chroma yang semakin tinggi maka semakin bersih.
15
16
Jenis
pengguna
an lahan
Teks
tur
Permeabi
litas
(cm/jam)
BI
(g/cm3)
RPT
(%Vol)
Kemantap
an
Agregat
pF 1
pF 2
pF 2.54
pF 4.2
Kopi
Liat
13.60
1.10
57.73
268.4
53.91
50.40
42.62
36.53
Bera
Liat
12.11
1.06
58.25
275.9
53.08
43.47
40.61
32.31
Jeruk
Liat
15.51
1.11
58.45
309.7
50.18
47.13
42.65
35.64
17
segar ditampilkan pada Tabel 6. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa lahan kopi
memiliki C-organik dan N-total serta rasio C/N yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan lahan yang lain. Pada tanah bera C-organik dan N-total paling
rendah serta rasio C/N rendah. Perbedaan kandungan C-organik dan N-total
diberbagai penggunaan lahan disebabkan oleh akumulasi bahan organik yang
berasal dari dekomposisi serasah. Selain itu, perbedaan konsentrasi N pada tanah
dapat disebabkan oleh pupuk yang diberikan pada tanah. Pada bahan kompos
segar, kulit pisang memiliki rasio C/N yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan kulit nanas.
Tabel 6. Kandungan C-org, N-total, dan rasio C/N tanah lapisan 0-10 cm dan
bahan segar
Bahan
C-Org (%)
N-total (%)
Rasio C/N
Tanah Kopi
2.75
0.24
11.6
Tanah Jeruk
2.23
0.21
10.9
Tanah Bera
1.76
0.18
9.8
Kulit Pisang
45.23
1.57
28.82
Kulit Nanas
43.65
1.71
25.49
18
4.3
Sifat-sifat kompos
Beberapa sifat kompos terkait dengan bahan kompos (kulit pisang dan
kulit nanas) adalah: perubahan warna, penurunan volume, nisbah C/N, dan tingkat
kemasaman (pH). Pengamatan perubahan warna dan penurunan volume kompos
dilakukan seminggu sekali selama delapan minggu, sedangkan nisbah C/N
dilakukan empat minggu sekali selama delapan minggu.
4.3.1 Perubahan warna bahan kompos
Proses dekomposisi dicirikan oleh terjadinya perubahan warna. Kompos
yang sudah matang biasanya berwarna gelap atau kehitaman. Kompos yang telah
berwarna hitam menunjukkan pengomposan berjalan secara aerobik (Sutanto,
2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengomposan,
maka warna kompos menjadi lebih gelap (Tabel 7). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Anif, Rahayu, dan Faatih (2007) yang menunjukkan bahwa warna
kompos berubah dari coklat pada minggu ke-0 menjadi hitam kecoklatan pada
minggu ke-8.
Kilap (hue) semua jenis kompos kulit pisang dan nanas sama, yaitu 5
(Tabel 7), sedangkan value dan chroma tidak jauh berbeda. Value dan chroma
kompos dari kulit pisang berkisar antara 2.5, 3, dan 4, namun yang membedakan
keduanya adalah hasil akhir setelah berumur delapan minggu. Bahan kompos dari
kulit pisang memiliki nilai warna 5YR2,5/1 (Hitam pada Gambar 3A), sedangkan
bahan kompos dari kulit nanas memiliki nilai warna 5YR2,5/2 (Coklat tua pada
Gambar 3B). Sampah kulit pisang memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan
dengan sampah kulit nanas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah zat etilen pada kulit pisang lebih banyak dari pada kulit nanas
(Scott dan Robert 1987). Etilen adalah zat yang mempercepat pematangan buah.
Semakin tinggi zat etilen yang terkandung dalam buah maka buah akan cepat
matang dan busuk sehingga warna akan lebih gelap dibandingkan dengan buah
yang memiliki sedikit etilen. Dapat disimpulkan bahwa kompos dari bahan kulit
pisang memiliki warna lebih baik. Warna kompos yang sudah matang adalah
coklat kehitam-hitaman (Isroi, 2008). Kompos berkualitas baik memiliki ciri-ciri
berwarna coklat gelap hingga hitam (Djaja, 2008).
19
Jenis
Sampah
Kulit
Pisang
2,5Y8/8
(Kuning)
Kulit
Nanas
5Y6/8
(Hijau
kekuningan)
Kulit
Pisang
2,5Y8/8
(Kuning)
Kopi
Jeruk
Kulit
Nanas
5Y6/8
(Hijau
kekuningan)
Kulit
Pisang
2,5Y8/8
(Kuning)
Bera
Kulit
Nanas
5Y6/8
(Hijau
kekuningan)
5YR3/2
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR3/1
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR4/2
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR4/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR3/3
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR4/2
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR3/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR3/1
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR3/2
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR4/1
Abu-abu gelap
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR3/3
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR4/2
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR3/2
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR3/1
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR2.5/1
Hitam
5YR3/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR3/1
20
Gambar 3. Hasil akhir bahan kompos kulit pisang (Hitam 5YR2.5/1) (A) dan
bahan kompos kulit nanas (Coklat tua 5YR2.5/2) (B)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahan kompos mengalami
perubahan warna yang berbeda, dimana kulit pisang memiliki warna lebih gelap
dibandingkan dengan kulit nanas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah: penggunaan lahan tidak jauh berbeda, pengomposan
dilakukan pada jenis tanah yang sama, dan tempat yang berdekatan.
4.3.2 Laju penurunan volume bahan kompos
Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos,
maka terjadi penurunan volume kompos. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa bahan
kompos kulit nanas menunjukkan penurunan volume yang lebih besar
dibandingkan kulit pisang. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar air kulit nanas
segar, yang kemudian turun secara drastis pada saat menjadi kompos sehingga
mempengaruhi penurunan volume yang besar. Kadar air kulit pisang yang masih
segar tidak terlalu tinggi, sehingga penurunan volumenya lebih kecil dari pada
kulit nanas. Kadar air pada kulit nanas dan kulit pisang tersebut dapat dilihat
secara visual dan dirasakan dengan jari.
Tabel 8. Penurunan volume bahan kompos dari segar hingga menjadi kompos
Penggunaan
lahan
Kopi
Jeruk
Bera
Rataan (%)
Kulit
nanas
66.67
65.42
52.08
61.39
Rataan
(%)
58.75
61.67
56.67
21
B
Gambar 4. Pengaruh tiga penggunaan lahan terhadap penurunan volume (A) dan
Pengaruh dua bahan kompos terhadap penurunan volume (B)
Gambar 4A menunjukkan pengaruh dari ketiga penggunaan lahan terhadap
volume kompos tiap minggu. Laju penurunan volume kompos di lahan kopi dan
bera hampir sama, namun di lahan jeruk berjalan sedikit lambat. Namun pada
22
karena
sudah
terdapat
organisme
yang
dapat
dan
stabilisasi
bahan
organik
saat
pengomposan
karena
23
menjadi lebih rendah karena banyak karbon yang berubah menjadi CO2 dan
menguap ke udara. Namun sebaliknya kandungan nitrogennya justru meningkat.
Jika dilihat dari Tabel 9, maka dapat dikatakan bahwa lahan jeruk memiliki
rasio C/N bahan kompos paling tinggi baik pada bulan pertama maupun kedua.
Hal ini disebabkan oleh tingginya C-organik dan rendahnya N-total yang
menunjukkan bahwa laju dekomposisi di lahan jeruk lebih lambat (Gambar 4A).
Pada lahan kopi rasio C/N bahan kompos relatif lebih rendah dibandingkan
dengan kedua penggunaan lahan lainnya.
Tabel 9. Kandungan C-org, N-total, dan rasio C/N pada bahan kompos
Penutup
Bahan
lahan
kompos
Kopi
Jeruk
Bera
Bulan 1
Bulan 2
C-org
N-tot
Rasio
C-org
N-tot
Rasio
(%)
(%)
C/N
(%)
(%)
C/N
Kulit Pisang
27.63
1.73
15.78
20.31
2.05
9.94
Kulit Nanas
15.99
1.25
12.80
12.85
1.34
9.77
Kulit Pisang
19.34
1.27
15.32
15.77
1.38
11.49
Kulit Nanas
31.43
1.96
16.21
14.97
1.31
11.54
Kulit Pisang
16.21
1.02
15.70
15.13
1.31
11.52
Kulit Nanas
15.20
0.98
15.91
14.34
1.40
10.29
24
Rataan
6.80
6.73
6.67
Kesimpulan
Pengomposan di dalam lubang resapan biopori dengan menggunakan
bahan beberapa jenis kulit buah-buahan, yaitu kulit pisang dan kulit nanas pada
berbagai penggunaan lahan membutuhkan waktu 60 hari. Penggunaan lahan
berpengaruh nyata terhadap penurunan volume kompos, dimana lahan kopi dan
bera memiliki laju penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan jeruk.
Sedangkan penggunaan kedua bahan kompos mengalami laju dekomposisi dan
perubahan warna yang berbeda, dimana kulit pisang memiliki warna lebih gelap
dibandingkan dengan kulit nanas. Kualitas kompos yang dihasilkan dapat
dikatakan baik, karena diindikasikan oleh: warna bahan menjadi gelap, volume
turun hingga sepertiga, rasio C/N mendekati 10, dan pH mendekati netral.
5.2
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap komposisi unsur kimia
yang terkandung dalam kompos yang berasal dari beberapa jenis sampah buahbuahan. Hal ini berguna untuk mengatur pemanfaatan dari kompos tersebut.
27
28
Lampiran 1.
Pembuatan lubang biopori: Pembuatan lubang resapan biopori dimulai dengan
penentuan lokasi yang tepat pada setiap penggunaan lahan dan terdiri dari 6
lubang di setiap lokasi. Setelah didapat lokasi, pembuatan lubang dilakukan
dengan menggunakan bor tanah. Ada tahap-tahap dalam pembuatan lubang yaitu :
Persiapan peralatan seperti bor, golok, dan bambu. Mulai membuat lubang
menggunakan bor, posisikan mata bor pada permukaan tanah. Tangkai bor
ditegakkan secara vertikal. Putar bor searah jarum jam sambil menekan bor ke
dalam tanah. Setelah bor masuk sedalam 20 cm atau setelah mata bor terlihat
penuh dengan tanah, tarik bor keluar dengan sedikit memutar tetap searah jarum
jam. Keluarkan tanah dalam mata bor dengan menggunakan golok atau bambu
sehingga bersih dari tanah. Lanjutkan kembali pemboran. Setiap kali mata bor
penuh terisi tanah atau setiap kali bor menembus 10 cm, angkat kembali bor lalu
bersihkan seperti tahap sebelumnya. Lakukan terus hingga mencapai kedalaman
80 cm. Bila pembuatan satu lubang telah selesai, kembali buat lubang lain hingga
mencapai enam lubang resapan pada satu jenis penggunaan lahan.
Lampiran 2.
Kadar air tanah pada berbagai tekanan
KA (%Vol)
No
RPDL
RPAT
pF 2
pF
4.2
RPDC
pF 1
pF
2.54
RPDSC
RPT
RPT-pF1
pF1-pF2
pF2-pF2.54
pF2.54-pF4
57.73
53.91
50.40
42.62
36.53
3.82
3.51
7.78
6.09
58.25
53.08
43.47
40.61
32.31
5.17
9.61
2.86
8.30
58.45
50.18
47.13
42.65
35.64
8.27
3.05
4.48
7.01
Keterangan:
1 : Lahan kopi
2 : Lahan bera
3 : Lahan jeruk
29
Lampiran 3.
Sifat fisik tanah pada tiga penggunaan lahan
Data Kurva pF
Contoh
Tanah
Jeruk
Bera
Kopi
pF
1
2
2.54
4.2
1
2
2.54
4.2
1
2
2.54
4.2
Bobot
Jenis Permeabilitas
KA
Rata(cm/jam)
Partikel
rataBI
rata BI
3
)
(g/cm
rata
(g/cm3)
(g/cm3)
(%Vol)
50.18
47.14
42.65
35.64
53.08
43.47
40.61
32.31
53.91
50.40
42.62
36.53
1.05
1.21
1.07
1.01
1.01
1.16
1.07
1.15
1.08
1.11
1.06
1.10
Kemantapan
Agregat
Tekstur
2.60
2.54
2.68
13.6
15.51
12.11
%
Pasir
%
Liat
%
Debu
Kelas
Tekstur
Indeks
Stabilitas
Liat
Liat
Liat
258.2
278.5
268.6
Liat
Liat
Pasir
berlempung
20.89 56.97 22.14
Liat
24.13 58.82 17.05
Liat
24.06 61.32 14.62
Liat
382.2
282.8
299.1
280.9
369.1
370.4
Rata2
Indeks
Stabilitas
268.4
321.4
340.2
30
Lampiran 4.
Klasifikasi indeks stabilitas agregat metode pengayakan
Kelas
Indeks stabilitas
> 200
Sangat stabil
80 200
Stabil
66 80
Agak stabil
50 66
Kurang stabil
40 50
Tidak stabil
< 40
Lampiran 5.
Klasifikasi permeabilitas menurut Uhland dan Oneal
Kelas
Sangat Lambat
Lambat
Agak Lambat
Sedang
Agak Cepat
Cepat
Sangat Cepat
Permeabilitas (cm/jam)
< 0.125
0.125 0.5
0.5 2.0
2.0 6.25
6.25 12.25
12.25 25
> 25
Lampiran 6.
Kisaran bobot isi pada berbagai jenis tanah menurut Hakim (1986)
Jenis tanah
1.10 1.35
Regosol (entisol)
1.07 1.48
Aluvial (entisol/inseptisol)
1.02 1.42
Grumusol (vertisol)
0.98 1.37
Mediteran (alfisol/inseptisol)
0.97 1.48
Latosol (inseptisol)
0.93 1.11
0.90 0.22
Andosil (inseptisol)
0.68 - 0.86
Organosol (histosol)
0.14 - 0.21
31
Lampiran 7.
Perubahan Warna Kompos setiap minggu
Penggunaan
Jenis
Lahan
Sampah
Kulit
Pisang
Kopi
Kulit
Nanas
Kulit
Pisang
Jeruk
Kulit
Nanas
Kulit
Pisang
Bera
Kulit
Nanas
1
5YR3/2
2.5Y8/8 5YR3/1
5YR4/2
5YR4/2
5Y6/8
5YR3/3
5YR4/2
5YR2.5/1
2.5Y8/8 5YR3/1
5YR3/2
5YR4/3
5Y6/8
5YR3/3
5YR4/2
5YR2.5/1
2.5Y8/8 5YR3/2
5YR3/1
5YR3/2
5YR3/1
5Y6/8
5YR3/1
2
5YR2.5/2
5YR3/1
5YR2.5/1
5YR3/1
5YR3/1
5YR3/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR3/2
5YR3/2
5YR3/3
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR3/1
5YR3/2
5YR3/1
5YR3/1
3
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR3/1
5YR3/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR3/1
5YR3/1
5YR3/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR3/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
6
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
7
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
8
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/1
5YR2.5/2
5YR2.5/2
5YR2.5/2
32
Lampiran 8.
Volume Kompos setiap minggu selama pengomposan
Volume (cm3)
Penutup
Jenis
No
Ulangan
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Lahan Sampah
Awal
ke 1
ke 2
ke 3
ke 4
ke 5
ke 6
ke 7
ke 8
1
1
4474.5 4239.0 4160.5 4082.0 4003.5 3925.0 3846.5 3768.0
Kulit
6280 4317.5 4082.0 3925.0 3768.0 3611.0 3532.5 3454.0 3375.5
2
2
Pisang
3
3
4631.5 4474.5 4396.0 4160.5 3925.0 3768.0 3611.0 3532.5
Kopi
4
1
3218.5 3061.5 2904.5 2747.5 2590.5 2512.0 2433.5 2355.0
Kulit
5
2
6280 3532.5 3218.5 2983.0 2512.0 2433.5 2355.0 2198.0 2041.0
Nanas
6
3
3454.0 3061.5 2983.0 2669.0 2590.5 2433.5 2276.5 2198.0
7
1
5652.0 4396.0 3297.0 3218.5 3061.5 2826.0 2669.0 2512.0
Kulit
8
2
6280 4788.5 4160.5 3768.0 3689.5 3454.0 3140.0 2747.5 2590.5
Pisang
9
3
4553.0 4003.5 3611.0 3454.0 3218.5 2983.0 2904.5 2826.0
Jeruk
10
1
5102.5 4317.5 4003.5 3925.0 3454.0 3061.5 2669.0 2433.5
Kulit
11
2
6280 4553.0 4003.5 3846.5 3689.5 3297.0 2826.0 2355.0 1805.5
Nanas
12
3
5024.0 4239.0 4082.0 4003.5 3611.0 3140.0 2826.0 2276.5
13
1
4082.0 3454.0 3297.0 3218.5 3140.0 3061.5 3061.5 2983.0
Kulit
14
2
6280 4710.0 3925.0 3611.0 3375.5 3297.0 3140.0 3218.5 3061.5
Pisang
15
3
4396.0 3532.5 3218.5 3140.0 3140.0 3061.5 3061.5 2983.0
Bera
16
1
3532.5 2983.0 2904.5 2747.5 2669.0 2669.0 2590.5 2512.0
Kulit
17
2
6280 3532.5 2983.0 2826.0 2590.5 2512.0 2433.5 2433.5 2355.0
Nanas
18
3
3689.5 3297.0 2904.5 2669.0 2590.5 2590.5 2512.0 2433.5
33
Lampiran 9.
Rasio C/N dari bahan kompos dan tanah pada tiga penggunaan lahan
C-org
(%)
Bulan 1
N-tot
(%)
C/N
Rasio
C-org
(%)
Bulan 2
N-tot
(%)
C/N
Rasio
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
28.34
17.07
37.47
1.84
1.14
2.21
15.40
15.01
16.94
20.15
17.27
23.52
1.99
1.72
2.43
10.14
10.02
9.66
20.87
14.85
12.25
16.40
1.67
1.10
0.99
0.97
12.47
13.50
12.43
16.92
13.09
13.10
12.36
13.52
1.46
1.46
1.09
1.19
8.94
8.97
11.39
11.41
15.64
25.98
1.10
1.76
14.23
14.80
13.61
20.18
1.14
1.82
11.98
11.09
29.96
35.44
28.89
11.04
1.74
2.43
1.71
0.87
17.21
14.56
16.87
12.62
22.27
11.37
11.26
12.53
1.93
1.13
0.87
1.17
11.56
10.10
12.97
10.68
2
3
20.71
16.87
17.34
1.16
1.02
0.94
17.92
16.53
18.44
16.47
16.40
16.91
1.37
1.38
1.68
12.03
11.84
10.04
1.19
0.79
0.62
0.74
12.50
16.78
15.96
11.89
13.11
13.00
1.31
1.20
10.01
10.80
Tanah Kopi
Tanah Jeruk
14.92
13.34
9.45
8.94
21
Tanah Bera
8.10
0.78
10.35
22
Kulit Pisang
45.23
1.57
28.82
23
Kulit Nanas
43.65
1.71
25.49
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Penutup
Lahan
Jenis
Sampah
Kulit
Pisang
Kopi
Kulit
Nanas
Kulit
Pisang
Jeruk
Kulit
Nanas
Kulit
Pisang
Bera
Kulit
Nanas
Ulan
gan
1
2
3
34
Lampiran 10.
Hasil Akhir Pengomposan
Tanah Kopi
Tanah Jeruk
K.Pisang
Tanah Bera
K.Nanas
LRB M1
K.Pisang
LRB M0
K.Pisang