Pembimbing
dr. Farhaan ABD, Sp. THT-KL
Oleh :
Dian C. Hutapea
210210094
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan paper yang
berjudul Limfadenitis TB untuk melengkapi Tugas Kepaniteraan KlinikSenior
(KKS) di bagian Telinga, Hidung dan Tenggorok Rumah Sakit TK-II Kesdam I
Bukit Barisan Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr.
Farhaan ABD, Sp, THT-KL, dr. M. Siddik Rauf, Sp. THT-KL, dr. Darma Malem,
Sp. THT-KL, dan dr. Patar Lumbanraja, Sp.THT-KL atas bimbingan dan
arahannya selama mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Telinga, Hidung
dan Tenggorok Rumah Sakit TK-II Kesdam I Bukit Barisan Medan.
Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
meningkatkan manfaat yang dapat diperoleh dari paper ini.
Medan,
Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis masih merupakan masalah terbesar di Indonesia. Prevalensi
mencapai 0,29% dan merupakan penyebab kematian ketiga. Indonesia merupakan
penyumbang kasus TB nomor tiga terbesar di dunia.
Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel yang
tersebar di seluruh tubuh. Mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter
terhadap kuman-kuman yang masuk ke dalam dan barier pula untuk sel-sel tumor
ganas (kanker). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel-sel limfosit
darah tepi.
Terdapat sekitar 9 juta kasus baru dan 2 juta kematian akibat tuberkulosis
di seluruh dunia setiap tahun. Insiden limfadenitis TB telah meningkat secara
bersamaan dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia.
Limfadenitis TB terlihat di hampir 35% dari TB Paru, dan sekitar 15-20% dari
semua kasus TB. Kelenjar getah bening di leher merupakan tempat yang paling
sering terjadi, angka kejadian sekitar 60-90% dengan atau tanpa keterlibatan
jaringan limfoid lainnya.
Limfadenitis merupakan manifestasi dari penyakit tuberkulosis. Pada
sebagian besar penelitian, insiden kejadian sering pada perempuan (2:1), juga ada
peningkatan frekuensi limfadenitis TB di benua asia. Infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) dikaitkan dengan peningkatan frekuensi TB Paru
dan luar paru terutama limfadenitis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Limfe
Sistem saluran limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah.
Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena.
Sebagian cairan yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe,
yang merembes dalam ruang-ruang jaringan. Hampir seluruh jaringan tubuh
mempunyai saluran limfatik kecuali: permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian
dalam saraf perifer, endomisium otot, dan tulang (Pearce, 2012).
Fungsi kelenjar limfe:
-
darah. Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.
Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk
menghindarkan penyebaran organisme itu dari tempat masuknya ke dalam
dengan
m.sternokleidomastoid
dan
batas
posterior
m.sternokleiomastoid.
4. Grup kelenjar di daerah juguaris inferior dan supraklavikula.
5. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal (Soepardi, 2007).
sistem limfatik ke nodus lain atau mungkin melewati nodus untuk mencapai aliran
darah sehingga dapat menyebar hampir ke semua organ tubuh.
Limfadenitis TB pada leher biasanya disebabkan oleh penyebaran dari
fokus utama seperti infeksi di amandel, kelenjar gondok atau osteomielitis sinosial
tulang etmoid. Bakteri dapat masuk melalui makanan ke rongga mulut dan
melalui tonsil mencapai kelenjar limfe di leher. Sering tanpa tanda TB Paru.
Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin
secara berangsur kelenjar didekatnya satu demi satu terkena radang yang khas.
Selain itu dapat juga terjadi perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar dapat
melekat satu sama lain berbentuk massa.
Bila mengenai kulit, kulit akan meradang, merah, bengkak, dan mungkin
sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan pecah mengeluarkan cairan seperti keju.
Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi membiru disertai sekret
jernih yang jika sembuh akan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau
berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan cairan seperti
keju lagi. Kulit seperti ini disebut skrofuloderma.
Secara umum, abses pada limfadenitis menunjukkan sinus tuberkulosis telah tipis,
kebiruan dan mengandung cairan yang jika pecah menimbulkan tukak yang
disebut skrofuloderma.
5. Diagnosis
a. Anamnese :
-
Riwayat kontak TB
Riwayat batuk dan demam.
Status gizi.
c. Laboratorium:
-
limfosit.
Pemeriksaan sputum 3 kali (Sewaktu, Pagi, Sewaktu)
Cairan pleura
Cairan serebrospinal
d. Fotothoraks
Lesi TB aktif :
-
Parotitis epidemika
Kanker nasofaring
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis dibagi menjadi dua bagian, yakni secara
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obat
yang sama dengan tuberkulosis paru.
A. Terapi Non Farmakologis
Pembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang dapat
dilakukan adalah dengan:
Biopsi eksisional
Aspirasi
Indikasi pembedahan pada limfadenitis adalah ketika pusat radang tuberkulosis
sudah terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa. Adanya jaringan
nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah radang sehingga
pembasmian kuman tidak efektif, oleh karena itu sering di berbagai organ
misalnya kaverne di paru dan debris di tulang harus dibuang. Jadi, tindak bedah
menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi medis.
B. Terapi Farmakologis
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasi
limfadenitis TB ke dalam TB ekstra paru dan mendapat terapi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) Kategori 1. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu
tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk mmbunuh
kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
8
Regimen
pengobatan
yang
digunakan
pada
Limfadenitis
TB
Berat badan
selama 56 hari
selama 16 minggu
30-37 kg
2 tablet 4FDC
2 tablet FDC
38-54 kg
3 tablet 4FDC
3 tablet 4FDC
55.70 Kg
4 tablet 4FDC
> 71 kg
4 tablet 4FDC
5 tablet 4FDC
5 tablet 4FDC
Penyebab
Rifamfisin
Penatalaksanaan
Semua OAT diminum malam sebelum
Pirazinamid
INH
tidur
Beri aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg per
terbakar di kaki
Urine kemerahan
Rifamfisin
hari
Hanya beri penjelasan kepada pasien
Penyebab
Semua jenis OAT
Streptomisin
Penatalaksanaan
Evaluasi penyebab, Beri antihistamin
Streptomisin hentikan, ganti
Gangguan
Streptomisin
Etambutol
Streptomisin hentikan ganti Etambutol
keseimbangan
Ikterus tanpa penyebab
lain
Bingung dan muntahmuntah
Gangguan penglihatan
Purpura dan syok
menghilang
Hentikan semua OAT segera lakukan
Etambutol
Rifamfisin
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, Ikterus
Neuritis optik, Anak < 13 tahun
Kerusakan hati berat
Penyakit hati yang diinduksi obat
Gangguan pendengaran, Kehamilan, Myastenia gravis
8. Komplikasi
Abses pada limfadenitis menunjukkan sinus tuberkulosis telah tipis,
kebiruan dan mengandung cairan yang jika pecah menimbulkan tukak
9. Prognosis
Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta
ketekunan berobat. Bila diagnosa dapat ditegakkan pada stadium dini maka
prognosis baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis ekstrapulmonal yang paling umum terjadi adalah kelenjar
getah bening tuberkulosis atau dikenal dengan limfadenitis TB.
Limfadenitis tuberkulosis dicirikan dengan pembesaran kelenjar getah
bening yang tidak nyeri (pada umumnya di servikalis posterior dan
supraklavikular).
Penatalaksanaan limfadenitis dibagi menjadi dua bagian, yakni secara
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
11
B. Saran
Diharapkan makalah selanjutnya dapat membahas lebih mendetail
mengenai limfadenitis tuberkulosis sehingga menjadi bermanfaat bagi semua.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Amalia. 2013. Pendekatan diagnosis limfadenopati. Jakarta: cermin dunia
2.
3.
4.
5.
kedokteran.
Bagian Farmakologi FK UGM. 2008. Farmakoterapi Antiinfeksi/Antibiotika.
Bonaditya. 2014. Kelenjar getah bening. Wikipedia.
Brooks. 2012. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 23. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman nasional
Available
from:
www.uptodate.com
12. World Health Organisation. 2013. Global tuberculosis control. Geneva: WHO.
13