Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker
apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidakseimbangan antara fungsi onkogen
dengan gen tumor supresor dalam proses tumbuh dan kembang sebuah sel.
Perubahan atau mutasi gen menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan
atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor supresor menyebabkan sel tumbuh dan
berkembang tak terkendali.1
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang
normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa
yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia. 1,2

Sekalipun kanker paru merupakan penyakit yang relatif baru di Indonesia


dan baru dilaporkan oleh Bonne pada tahun 1935, serta tidak termasuk dalam
laporan Vos (1934), akan tetapi insiden kanker paru semakin meningkat di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia.3
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002
dilaporkan 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian
akibat kanker). Di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia kanker paru menduduki peringkat 4 kanker terbanyak.
Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu
juta penduduk tiap tahunnya.4
Insiden puncak kanker paru terjadi pada usia 55 dan 65 tahun; saat ini,
perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 2:1. Saat diagnosis, lebih 50%
pasien telah mengalami metastasis jauh, sementara seperempat memperlihatkan
penyakit di kelenjar getah bening regional. Prognosis kanker paru buruk: angka

kesintasan 5 tahun untuk semua stadium kanker paru yang digabungkan adalah
sekitar 14% bahkan, pasien dengan penyakit terbatas di paru memiliki angka
kesintasan 5 tahun hanya sekitar 45%.5
Penegakkan diagnosis kanker paru membutuhkan keterampilan dan sarana
yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran.
Pengobatan atau penatalaksanaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan
ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stage
dini akan sangat membantu penderita untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih
baik dalam perjalanan penyakitnya.1
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi
kanker paru, etiologi kanker paru, histopatologi kanker paru, patofisiologi kanker
paru, gambaran klinis kanker paru, diagnosis kanker paru, stadium kanker paru
dan penatalaksanaan kanker paru.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Penulis
Penulis mampu memahami kanker paru sampai penatalaksanaannya
sehingga dapat menambah wawasan yang dapat bermanfaat dalam
melaksanakan pelayanan.
1.3.2 Bagi Pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber referensi
yang dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan serta sebagai bekal
pengetahuan yang bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kelak.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kanker Paru
Kanker adalah salah satu jenis penyakit dimana sekelompok sel tumbuh
tidak terkendali membelah melebihi normal, menyusup kedalam jaringan
sekitarnya dan merusak jaringan tersebut, dan kadang menyebar (metastasis) ke
berbagai bagian tubuh melalui cairan limfe dan darah.6

Kanker Paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).1
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Kanker Paru
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab pasti kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama selain adanya faktor lain seperti
kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.4
a. Rokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru
sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata
jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia
mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok.2,4
Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Anakanak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena resiko
kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar dan perempuan
yang hidup dengan suami perokok juga terkena resiko kanker paru 2-3 kali lipat.
Diperkirakan 25% kanker paru dari non-perokok berasal dari perokok pasif. 4
b. Paparan zat karsinogen
Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma. Risiko kanker paru baik akibat
kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga

merokok.
Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida. 2,4

c. Polusi udara
Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi
udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah rural. Kematian akibat kanker paru
jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan

berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.2,4
d. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru. 4
e. Genetik
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni : proto oncogen, tumor suppressor gene dan gene encoding enzyme. 4
Teori onkogenesis
Terjadinya kanker paru didasari perubahan tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan basanya.
Tampilnya gen erbB1 atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (programmed
cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran, dalam hal ini
sel paru, berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang otonom. 4
Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promotor dan progresor yang
diketahui sangat berkaitan dengan terjadinya kanker paru. Dengan demikian kanker
merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian
menjadi agresif pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain. 4

2.3 Gambaran Klinis Kanker Paru


a. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Keluhan utama
dapat berupa :
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa
nyeri yang hebat.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang

Nafsu makan hilang


Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy",
trombosis vena perifer dan neuropatia.5
b. Pemeriksaan Fisik
Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan
gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila
disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan
vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga
dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB
atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan
perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan
intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.5
c. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CTscan toraks, bone scan, bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan
untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
-

Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat
bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,
tumor satelit tumor, dan lain-lain. Pada foto tumor juga dapat ditemukan
telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak

sulit ditentukan dengan foto toraks saja.


CT-Scan toraks : CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih
kecil dari 1 cm secara lebih tepat, bahkan bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif
dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa
gejala. Dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3)

dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan


-

metastasis intrapulmoner.
Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan
toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh.
Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT
untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan
dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan
tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,
kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.5

d. Pemeriksaan khusus
- Bronkoskopi : pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat
dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif,
mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.
- Biopsi aspirasi jarum : Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat
dilakukan, misalnya karena mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan
dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
- Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi
jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal.
-

Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)


Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik
maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan
flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak
di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
-

Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau
teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KGB harus dilakukan bila
teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila
diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Punksi dan

biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.


Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis,
pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
Sitologi sputum : tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak
memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang
pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.

d. Pemeriksaan invasif lain


Pada kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi dan
tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi
paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan
pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis
histologis / patologis tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan jenis histologis, derajat (staging) dan tampilan "performance status"
sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.5
2.4 Klasifikasi Kanker Paru
Untuk tujuan pengobatan, Komite kanker paru Amerika telah menetapkan
klasifikasi dari kanker paru menjadi kanker paru kecil (Small Cell Lung Cancer /
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (Non Small Cell Lung Cancer / NSCLC).4

Klasifikasi histologis kanker paru sel tidak kecil (NSCLC) menurut WHO
tahun 2004 yang dapat dibagi atas:2,4
1. Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik
Merupakan tipe histologik kanker paru yang sering ditemukan yang
berasal dari epitel bronkus. Tumor ini cenderung timbul di bagian sentral
bronkus lalu menyebar ke kelenjar hilus. Mempunyai cirri khas proses
kreatinisasi dan pembentukan bridge intraselular. Lebih sering pada lakilaki daripada perempuan.
2. Adenokarsinoma
Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan kearah
pembentukan konfigurasi papiler. Biasanya membentuk musin, sering
tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor
CEA (Carcinoma Embriogenic Antigen) karsinoma ini dibedakan dari
mesotelioma.
3. Karsinoma bronchoalveolar
Subtipe dari adenokarsinoma, meliputi permukaan alveolar tanpa
menginvasi atau merusak jaringan paru.
4. Karsinoma sel besar
Suatu subtipe yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusi.
Termasuk NSCLC tapi tak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau
glandular, sel bersifat anaplastik, tak berdiferensiasi, biasanya disertai
dengan infiltrasi sel netrofil.
2.5 Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC)
1997 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru.1,2,3,4,7

STADIUM
Karsinoma tersembunyi
Stadium 0
Stadium IA
Stadium IB
Stadium IIA

TNM
Tx, N0, M0
Tis, N0, M0
T1, N0, M0
T2, N0, M0
T1, N1, M0

Stadium IIB
Stadium IIIA
Stadium IIIB

T2, N1, M0
T3, N1, M0
T berapa pun, N3, M0
T4, N berapa pun, M0
T berapa pun, N berapa pun, M1

Stadium IV
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang
pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus
berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama
yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa
mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus
vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium
yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus
yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar
getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)


M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
2.6 Penatalaksanaan

10

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multimodaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga
kondisi non-medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita
juga merupakan faktor yang amat menentukan.1,2,3,4,7
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain
adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru
dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat
mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan
lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya
dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa
dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.
KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara
patologi anatomis.
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan
dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji
faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah
(AGD) :
Syarat untuk reseksi paru
. Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1 >
60%.
. Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 >
60%. 1,2,3,4,7
Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.
Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk
KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang

11

harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena


kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak. 1,2,3,4,7
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum penderita
diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.

Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus
lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi
regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan. 1,2,3,4,7
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi
adalah:
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian
terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

12

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin


5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski
3.
4.
5.
6.
7.

Hb < 10 g% tidak perlu


tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia.
Granulosit > 1500/mm3
Trombosit > 100.000/mm3
Fungsi hati baik
Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik

masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas
permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan AUC (area under
the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya.
Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter
tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat
pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar)

Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka
dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram.
Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration
rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita.
Evaluasi hasil pengobatan
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita
menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan
melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius)
kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah
4 kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap
- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan
- Respons obyektif
- Efek samping obat
Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan

13

1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor


hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.
2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor
> 50% tetapi < 100%.
3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau
mengecil > 25% tetapi < 50%.
4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran
tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain.
Hal lain yang perlu diperhatikan datam pemberian kemoterapi adalah
timbulnya efek samping atau toksisiti. Berat ringannya efek toksisiti kemoterapi
dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat WHO. 1,2,3,4,7
Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya. 1,2,3,4,7
Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya. 1,2,3,4,7
Terapi Gen
Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian. 1,2,3,4,7
PENGOBATAN PALIATIF DAN REHABILITASI
Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada.
Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi, kemoterapi,
medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada beberapa keadaan intervensi
bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapat dilakukan. 1,2,3,4,7
Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal
terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke
vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, baal, nyeri

14

dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat akhir
terjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi.
Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak.
- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi
medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil
optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah
(misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat mobilisasi.
Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel adalah untuk
memperbaiki dan mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai
berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif
penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah). 1,2,3,4,7
EVALUASI (follow-up)
Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2 tahun
pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal dilakukan
setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi pemeriksaan klinis dan radiologis yaitu
foto toraks PA / lateral dan Ct-scan thoraks, sedangkan pemeriksaan lain
dilakukan atas indikasi. 1,2,3,4,7
2.10 Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium
penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan
pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ,
kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I,
sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang
dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis
bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup
rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC
tanpa terapi hanya 3-5 bulan.2
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35
% pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu,

15

angka harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan
sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal,
tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American
Cancer Society, 2008).2

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kanker Paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Klasifikasi dari kanker paru
menjadi kanker paru kecil (Small Cell Lung Cancer / SCLC) dan kanker paru sel
tidak kecil (Non Small Cell Lung Cancer / NSCLC). Klasifikasi histologis kanker
paru sel tidak kecil (NSCLC) terbagi atas : Karsinoma sel skuamosa/karsinoma
bronkogenik, adenokarsinoma, karsinoma bronchoalveolar dan karsinoma sel
besar.
Gambaran klinis kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif. Dari anamnesis akan

16

didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit serta faktor lain yang sering sangat
membantu tegaknya diagnosis.
3.2 Saran
Melihat tingginya persentase kanker paru, sangat disarankan terhadap
masyarakat untuk lebih memperhatikan kesehatannya, terutama bagi perokok.
Selain itu sebaiknya masyarakat lebih peka terhadap tanda dan gejala yang timbul
sehingga tahap pengobatan lebih efektif untuk ditangani.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jusuf Anwar, RA Haryanto,Syahruddin Elisna,dkk. Perhimpunan Dokter Paru


Indonesia. Perhimpunan Onkologi Indonesia. Kanker Paru Jenis Karsinoma
Bukan Sel Kecil. Jakarta : PDPI, 2011 : 1-25.
2. Christine NSS. 2011. Kanker Paru Chapter II
(Available at: www.repository.usu.ac.id)
3. Rab Tabrani. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media, 2010 : 437-460.
4. Sudoyo, A.W,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed.V. Jakarta :
Interna Publishing, 2009 : 2254-2262.
5. Robbins Stanley, Cotran Ramzi S, Kumar Vinay. Buku Ajar Patologi. Vol.2.
Ed.7. Jakarta : EGC, 2007: 559-565.
6. J.Corwin,Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi.BAB 4 Kanker. Jakarta: EGC,
2001: 86.
7. Jusuf Anwar, RA Haryanto,Syahruddin Elisna,dkk. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Perhimpunan Onkologi Indonesia. Kanker Paru Jenis Karsinoma
Bukan Sel Kecil. Jakarta : PDPI, 2003

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Gangguan Somatoform - Jiwa
    Referat Gangguan Somatoform - Jiwa
    Dokumen16 halaman
    Referat Gangguan Somatoform - Jiwa
    Putu Aryuda Bagus Hanggara
    100% (6)
  • Diabetes Mellitus
    Diabetes Mellitus
    Dokumen33 halaman
    Diabetes Mellitus
    FahmyRegard
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Obyn Fix
    Portofolio Obyn Fix
    Dokumen11 halaman
    Portofolio Obyn Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Igd
    Lapkas Igd
    Dokumen8 halaman
    Lapkas Igd
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen16 halaman
    Lapkas
    claudia
    Belum ada peringkat
  • DM
    DM
    Dokumen34 halaman
    DM
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Dengan Parut Uterus Dan Hipertensi
    Kehamilan Dengan Parut Uterus Dan Hipertensi
    Dokumen26 halaman
    Kehamilan Dengan Parut Uterus Dan Hipertensi
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Bab 5 Fix
    Bab 5 Fix
    Dokumen6 halaman
    Bab 5 Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Bedah
    Lapkas Bedah
    Dokumen15 halaman
    Lapkas Bedah
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Fix
    Bab 4 Fix
    Dokumen4 halaman
    Bab 4 Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Nefrotik
    Sindrom Nefrotik
    Dokumen22 halaman
    Sindrom Nefrotik
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Kista Ovarium
    Penyakit Kista Ovarium
    Dokumen7 halaman
    Penyakit Kista Ovarium
    Agam Chekmat
    Belum ada peringkat
  • Somatoform
    Somatoform
    Dokumen20 halaman
    Somatoform
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Bab 6 Fix
    Bab 6 Fix
    Dokumen2 halaman
    Bab 6 Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Bedah
    Lapkas Bedah
    Dokumen15 halaman
    Lapkas Bedah
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • PEB
    PEB
    Dokumen22 halaman
    PEB
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Fix
    Bab 2 Fix
    Dokumen10 halaman
    Bab 2 Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kanker Paru
    Makalah Kanker Paru
    Dokumen9 halaman
    Makalah Kanker Paru
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Fix
    Lapkas Fix
    Dokumen35 halaman
    Lapkas Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Fix
    Lapkas Fix
    Dokumen35 halaman
    Lapkas Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • GINEKOLOGI
    GINEKOLOGI
    Dokumen33 halaman
    GINEKOLOGI
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Obgyn Boru Lagi
    Lapkas Obgyn Boru Lagi
    Dokumen34 halaman
    Lapkas Obgyn Boru Lagi
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Fraktur
    Fraktur
    Dokumen35 halaman
    Fraktur
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Neuro
    BAB 1 Neuro
    Dokumen30 halaman
    BAB 1 Neuro
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 SDH
    BAB 1 SDH
    Dokumen29 halaman
    BAB 1 SDH
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Hematoma Subdural Presentasi Kasus
    Hematoma Subdural Presentasi Kasus
    Dokumen32 halaman
    Hematoma Subdural Presentasi Kasus
    endahwm
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Fix
    Lapkas Fix
    Dokumen35 halaman
    Lapkas Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Fix
    Lapkas Fix
    Dokumen35 halaman
    Lapkas Fix
    Ranie MageZta
    Belum ada peringkat