Anda di halaman 1dari 37

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi merupakan salah satu alat pencernaan yang mempunyai fungsi
sebagai alat pemotong, alat pengoyak atau perobek makanan, dan sebagai alat
pengunyah makanan. Oleh sebab itu, pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
sangat penting dilakukan untuk mencegah kerusakan gigi seperti karies dan
penyakit periodontal (Kertasapotra dalam Jayanti, 2012).
Kesehatan gigi menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia,
hal ini didukung oleh data Kementrian Kesehatan RI (2011) yaitu sebanyak 25,9
persen penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut. Data
yang dilaporkan yakni 31,1 persen melakukan perawatan gigi dan 68,9 persen
tidak melakukan perawatan gigi. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember (2013) masalah kesehatan gigi meliputi karies dan jaringan
periodontal menempati urutan ke-9 dengan persentase sebesar 2,49 persen
menurut angka kesakitan (morbiditas).
Tingginya persentase masalah kesehatan gigi disebabkan oleh faktor-faktor
antara lain struktur gigi, mikroorganisme rongga mulut, makanan, dan lamanya
waktu makanan menempel di dalam mulut (Schurus dalam Dewanti, 2012).
Faktor-faktor lain adalah usia, jenis kelamin, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan,
lingkungan, kesadaran dan prilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi
(Suwelo dalam Dewanti, 2012). Hal ini didukung oleh hasil Riset Kesehatan
Dasar 2007 (Kemenkes), menunjukkan prevalensi karies gigi dalam 12 bulan
terakhir di Indonesia adalah 46,5 persen dan yang mempunyai pengalaman karies
sebesar 72,1 persen. Prevalensi karies akif kelompok umur 12 tahun sebesar 29,8
persen sedangkan pengalaman karies 36,1 persen. Besarnya kerusakan gigi yang
belum ditangani dan memerlukan penumpatan/pencabutan (RTI) pada usia 12
tahun sebesar 62,3 persen sedangkan persentasi dari jumlah gigi tetap yang sudah
di tumpat (PTI) pada usia ini baru mencapai 0,7 persen dan 26,2 persen telah
terlanjur dicabut.

Desa Ambulu Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember memiliki batas


wilayah sebelah utara dengan Desa Karanganyar Kecamatan Ambulu, sebelah
selatan dengan Desa Tegalsari, sebelah timur dengan Desa Andongsari, dan Desa
Pontang,dan sebelah barat dengan Desa Tegalsari. Desa Ambulu terdiri dari 3
dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Sumberan dan Dusun Langon. Jumlah
penduduk Desa Ambulu 15.754 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki
sebanyak 7.551 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 8.203 jiwa, dan
jumlah KK 3.556 (Yani, dkk., 2016).
Orientasi medan yang dilakukan pada masyarakat dusun Sumberan dan
dusun Langonmenunjukkanhasil pemeriksaan indeks karies gigi yang paling
tinggi berada pada kategori sedang dan hasil pemeriksaan indeks kebersihan
mulut yang paling tinggi berada pada kategori buruk. Hal ini juga didukung oleh
data SP2TP Puskesmas Ambulu bulan Juni tahun 2016 yang menunjukkan bahwa
kasus penyakit pulpa dan jaringan periapikal menempati urutan ketiga dari
laporan 11 penyakit terbanyak.
Dari data yang diperoleh berdasarkan survey tersebut menunjukan
perlunya dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan kepedulian dan pengetahuan
masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut. Usaha-usaha yang dilakukan
pemerintah dimulai dari usia dini, yaitu pada usia anak-anak. Pertumbuhan dan
kesehatan pada anak merupakan suatu proses yang penting, termasuk
pertumbuhan dan kesehatan gigi anak. Pertumbuhan gigi pada anak harus
diperhatikan guna meningkatkan kesehatan gigi anak, dan kesadaran pada anak
akan pentingnya kesehatan gigi. Berdasarkan Kementrian Kesehatan RI (2012)
Pemerintah disini juga ikut berperan serta dalam meningkatkan kesehatan gigi
anak, melalui Departemen Kesehatan menyelenggarakan berbagai progam. Salah
satu progam pemerintah tersebut adalah dengan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS) yang sesuai dengan UU no 36 tahun 2009 mengenai pelayanan kesehatan
gigi dan mulut.
Berdasarkan Kementrian Kesehatan RI (2012) Unit Kesehatan Gigi
Sekolah (UKGS) adalah suatu komponen dari usaha kesehatan sekolah (UKS) dan
merupakan strategi secara teknis pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi anak

sekolah yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh kembang


anak. Seharusnya dengan adanya progam Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
tersebut diharapkan angka terjadinya masalah gigi dan mulut pada usia anak-anak
dapat menurun. Akan tetapi pada laporan-laporan penelitian diperoleh data yang
tinggi terjadinya masalah gigi pada murid-murid sekolah dasar terutama masalah
karies gigi.
Tim UKGS kelompok 2 melakukan usaha promotif dan preventif terhadap
kesehatan gigi dan mulut pada siswa-siswi SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso
dan SDN Ambulu 04. Usaha promotif dan preventif yang dilakukan dengan cara
penyuluhan, pemeriksaan gigi, dan sikat gigi bersama. Kegiatan UKGS ini
dilaksanakan dengan melibatkan siswa-siswi kelas III, IVdan V di setiap sekolah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut siswa-siswi
SDN Ambulu 3, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4 mengenai kesehatan
dan kebersihan gigi dan mulut?
2. Berapa indeks karies dan indeks kebersihan gigi siswa-siswi SDN Ambulu 3,
SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara peningkatan pengetahuan siswa-siswi SDN Ambulu 03,
SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 mengenai kebersihan dan
2

kesehatan gigi dan mulut.


Mengetahui indeks karies dan indeks kebersihan gigi siswa-siswi SDN
Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi mahasiswa
a. Meningkatkan pengalaman dan pengetahuan mahasiswa mengenai indeks
karies dan indeks kebersihan mulut di tingkat Sekolah Dasar.
2. Bagi Sekolah
a. Meningkatkan pengetahuan siswa-siswi SDN Ambulu 03, SDK Yos
Sudarso dan SDN Ambulu 04 akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut.
3. Bagi Puskesmas
3

a. Mendapatkan informasi tentang banyaknya siswa-siswi yang perlu


perawatan di puskesmas.
b. Mendapatkan data indekskebersihan rongga mulut pada SDN Ambulu 03,
SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)


Anak usia sekolah dasar merupakan usia yang paling efektif dalam
menerima pengetahuan perawatan kesehatan gigi. Menanamkan kesadaran,
kemauan dan kebiasaan memelihara kesehatan gigi dan mulut melalui suatu
program kesehatan yang terencana dan teratur sangatlah penting, dalam hal ini
yaitu melalui kegiatan UKGS (Chemiawan dkk., 2004).
Usaha untuk mengatasi masalah kesehatan gigi pada anak adalah program
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), yaitu salah satu program pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di puskesmas dan dibawahi oleh program Usaha
Kesehatan Sekolah. UKGS memberikan pelayanan dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang ditujukan bagi anak usia sekolah di
lingkungan sekolah binaan agar mendapatkan generasi yang sehat (Setiawan dkk.,
2014).

2.2 Anatomi Gigi

Gambar 1. Anatomi

Gigi (Putri, 2010)

Anatomi gigi:
a. Email adalah

bagian paling luar

yang
Lapisan

ini

berwarna

putih.

sangat

keras
5

sehingga mampu menghancurkan makanan yang terjepit diantara gigi atas


dan bawah.
b. Mahkota gigi adalah bagian gigi yang terlihat atau tidak menancap di
dalam gusi dan tulang rahang. Email tadi letaknya juga di mahkota gigi.
c. Akar gigi adalah bagian gigi yang menancap di dalam gusi dan tulang
rahang. Setiap gigi memiliki jumlah akar yang berbeda, tergantung dari
posisinya. Gigi geraham memiliki jumlah akar paling banyak karena beban
kerjanya memang paling berat.
d. Dentin adalah bagian yang terletak di dalam gigi, strukturnya seperti
tulang dan bisa tumbuh jika mengalami kerusakan. Dentin ini berasal dari
jaringan mesoderm dan berfungsi untuk menopang struktur gigi secara
keseluruhan.
e. Pulpa adalah rongga yang di dalamnya terdapat pembuluh darah kapiler
dan serabut-serabut saraf.
f. Syaraf bertugas menyalurkan informasi dari gigi ke otak, sedangkan
pembuluh darah bertugas menyuplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen
ke gigi sehingga gigi tetap hidup (Putri, 2010).

2.3 Karies Gigi


Karies gigi dan penyakit periodontal dapat dicegah melalui kebiasaan
memelihara kesehatan gigi dan mulut sejak dini dan secara kontiniu (Riyanti,
2005). Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin,
dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan. Penyakit ini ditandai dengan adanya
demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan
organiknya.Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran
infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd dan
Joyston, 1991).
Faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi adalah biofilm
(lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva). Ada tiga
faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen
atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang

digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Untuk terjadinya


karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan
rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan
waktu yang lama (Pintauli dan Hamada, 2007).

Gambar 2. Skema 4 faktor penyebab karies


Beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies yakni
mikroorganisme, host dan gigi, substrat, dan waktu. Paduan ke empat faktor
penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang
(gambar 2). Karies hanya dapat terjadi hanya jika terdapat keempat faktor
tersebut.

2.4 Faktor Penyebab Karies Gigi


Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan
menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun dimulai (Kidd dan Joyston,
1991).
a. Plak

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produknya yang
terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri in i tidak dapat terjadi
secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Jika email
yang bersih terpapar dirongga mulut maka akan di tutupi oleh lapisan organik
amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri dari atas glokoprotein yang
diendapkan dalam saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya
sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteribakteri tertentu pada
permukaan gigi.
Bakteri yang mula-mula menghuni pelikel terutama yang berbentuk kokus
yang paling banyak adalah Streptococcus mutans. Organisme tersebut tumbuh
berkembangbiak dan mengeluarkan gel ekstra sel yang lengket dan akan
menjerat berbagai bentuk bakteri yang lain. Dalam beberapa hari plak ini akan
bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam mikroorganisme. Streptococcus
mutans adalah penyebab utama karies pada mahkota
b. Karbohidrat Makanan
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan
demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan
asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian, tidak
semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya.
Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relative tidak berbahaya karena
tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan
berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan
dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian makanan dan
minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai
level yang dapat menyebabkan demineralisasi email.Plak akan tetap bersifat asam
selama beberapa waktu.
Untuk kembali ke pH normal sekitar 7 di butuhkan waktu 30 karena
sifatnya yang menempel pada email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan
asam, berkembang pesat menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan yang kaya
sukrosa dan menghasilkan bakteriosin, substansi yang dapat membunuh

organisme kompetitornya.60 menit.Oleh karena itu konsumsi gula yang sering dan
berulang ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan
demineralisasi email (Kidd dan Joyston, 1991).
c. Kerentanan Permukaan Gigi
1. Morfologi gigi.
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal

terbentuknya

karies oleh karena itu gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat
mungkin terkena karies seperti pada gigi molar 1 terdapat fit dan fissure.
2.

Lingkungan gigi.
Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung pada
lingkungannya, maka peran saliva sangat besar sekali. Saliva mampu
meremineralisasikan karies yang masih dini karena

banyak sekali

mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan


remineralisasi meningkat jika ada ion flour. Selain mempengaruhi
komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH
nya. Oleh karena itu, jika aliran saliva brkurang atau menghilang, maka
karies mungkin akan tidak terkendali.
d. Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri
atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila
saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam
hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.

2.5. Indeks Karies Gigi

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini
dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari
yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies
seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama
atau seragam (Pintauli dan Hamada, 2007).
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada
tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi.
Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi
(DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga
biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak
menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang
karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian
dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan
dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) atau DMFS
(decayed missing filled surface) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth)
dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rerata
DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa
(Pintauli dan Hamada, 2007).
Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies
gigi. Indeks karies yang biasa digunakan adalah indeks DMF-T untuk gigi
permanen, dan indeks def-t untuk gigi sulung. Indeks DMF-T (DMF-Teeth)
digunakan untuk mengemukaan gigi karies, hilang dan ditambal, dengan kriteria:
a. D = Decay
: Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
b. M = Missing : Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena
karies
c. F = Filling

: Jumlah gigi yang telah ditambal

Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang


dari dulu sampai sekarang. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi
atas jumlah orang yang diperiksa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.
10

b. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen


dimasukan dalam kategori D.
c. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.
d. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam
kategori M.
e. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan
perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.
f. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.
g. Gigi yang sedang dalam perawatansaluran akar dimasukkan dalam
kategori F.
h. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan
dalam kategori M.
Indeks def-t (def-teeth) adalah indeks yang sama untuk gigi sulung dengan
kriteria:
a. D = Decay
: Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
b. E = Exfoliasi : Jumlah gigi sulung yang telah/harus dicabut karena
karies
c. F = Filling

: Jumlah gigi yang telah ditambal

Kategori dalam perhitungan DMF-T berupa derajat interval sebagai


berikut (Oktavilia, 2014):
1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Moderat
4. Tinggi
5. Sangat Tinggi

: 0,0 1,1
: 1,2 2,6
: 2,7 4,4
: 4,5 6,5
: > 6,6

2.6 Kriteria Penilaian OHI-S


Kebersihan rongga mulut diperiksa dengan menggunakan OHI-S (Oral
Hygiene Index Simplified). OHI-S adalah skor atau nilai pemeriksaan gigi dan
mulut (Green and Vermilion dalam Herijulianti, 2001) dengan menjumlahkan
Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).
Debris index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena
adanya sisa makanan yang melekat pada gigi.
Tabel Kriteria pemeriksaan Debris Indeks (DI).

11

NILAI

KRITERIA DEBRIS
Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan tidak ada

pewarna ekstrinsik
a. Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi
permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3
permukaan
b. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak, tetapi ada

pewarna ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau


seluruhnya
Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi
2

permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang
dari 2/3 permukaan gigi
Pada permukaan yang terlihat, ada debris yang menutupi permukaan

tersebut seluas lebih dari 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi
Tabel Calculus Index (C.I.)

NILAI
0
1
2

KRITERIA DEBRIS
Tidak ada kalkulus
Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih daripermukaangigi
Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari permukaan gigi tetapi
tidak lebih daripermukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa
bercak hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari permukaan gigi atau

kalkulus subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau


terdapat keduanya
Untuk rahang atas yang diperiksa:

a. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal


b. Gigi 1 kanan atas pada permukaan labial
c. Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal
Untuk rahang bawah yang diperiksa:
b.

Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual

c.

Gigi 1 kiri bawah pada permukaan labial

d.

Gigi 1 kanan bawah pada permukaan lingual


12

Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah
dicabut/tinggal sisa akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang
sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu:
a. Bila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan
pada gigi M2 rahang atas atau rahang bawah.
b. Bila gigi M1 dan M2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian
dilakukan pada gigi M3 rahang atas atau rahang bawah.
c. Bila M1, M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, tidak dapat
dilakukan penilaian.
d. Bila gigi 1 kanan rahang atas tidak ada, penilaian dilakukan pada 1 kiri rahang
atas.
e. Bila gigi 1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian.
f. Bila gigi 1 kiri rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi 1 kanan
rahang bawah
g. Bila gigi 1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian.
Bila terdapat kasus beberapa gigi diantara keenam gigi yang seharusnya
diperiksa tidak ada, debris indeks dan kalkulus masih dapat dihitung apabila
terdapat paling sedikit dua gigi yang dapat dinilai. Penilaian dapat diperoleh
dengan melakukan pemeriksaan pada gigi permanen (Herijulianti, 2002). OHI-S
diperoleh dari penjumlahan DebrisIndex(DI) dan Calculus Index(CI), sehingga
perolehan nilai tersebut dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:
OHI-S

= Debris Index(DI) + Calculus Index(CI)

Kriteria skor OHI-S :


Nilai

Kriteria klinis

0,0-1,2

Baik

1,3-3,0

Sedang

3,1-6,0

Buruk

13

(Green dan Vermilion dalam Herijulianti, 2002).

2.5 Teknik Menyikat Gigi


Teknik menggosok gigi harus dapat memenuhi persyaratan ideal sebagai
berikut, yaitu:
a. Teknik penyikatan harus dapat membersihkan semua permukaan gigi,
khususnya daerah leher gingiva dan interdental.
b. Teknik penyikatan harus sederhana dan mudah dipelajari.
c. Gerakan sikat gigi tidak boleh melukai jaringan lunak maupun jaringan keras.
d. Metode harus tersusun dengan baik sehingga setiap bagian gigi dapat disikat
bergantian dan tidak ada yang terlewatkan (Putri, 2010).
1.

Teknik Roll
Bagian samping sikat gigi diletakkan berkontak dengan bagian samping

gigi dengan bulu sikat mengarah ke apikal dan sejajar terhadap sumbu gigi,
bagian belakang sikat terletak setinggi permukaan oklusal gigi. Sikat kemudian
diputar perlahan-lahan ke bawah pada rahang atas dan keatas pada rahang bawah
sehingga bulu sikat menyapu daerah gigi dan gusi. Sekitar 10 putaran dilakukan
untuk tiap bagian dan kemudian sikat digeser kebagian berikutnya. Bila lengkung
segmen anterior sempit, sikat dapat digerakkan vertikal. Bila semua permukaan
bukal dan lingual sudah dibersihkan, permukaan oklusal dapat disikat dengan
gerakan rotasi (Putri, 2010) .
2. Teknik Bass
Teknik penyikatan ini ditujukan untuk membersihkan daerah leher gingiva.
Cara yang digunakan yaitu ujung sikat harus dipegang sedemikian rupa sehingga
bulu sikat terletak 45o terhadap sumbu gigi, ujung bulu sikat mengarah ke leher
gingiva. Sikat kemudian ditekan ke arah gingiva dan digerakkan dengan gerakan
memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah leher gingiva dan
terdorong masuk diantara gigi (Putri, 2010).

14

3. Teknik Charter
Metode ini jarang digunakan tidak seprti metode bass dan terdiri dari
gerakan sikat pada sulkus gingiva tetapi terdapat gerakan memutar dengan
meletakkan sikat gigi pada arah oklusal membentuk sudut 45 derajat, dilakkan
dengan gerakan melingkar untu membersihkan daerah proksimal. Metode ini
dilakukan dengan gerakan berpurar untuk membersihkan daerah embrasure
proksimal. Metode ini jarang digunakan (Putri, 2010).
4. Teknik Stillman Mc Call
Posisi bulu-bulu sikat berlawanan dengan chapter, sikat gigi di tempatkan
sebagaia pada gigi dan sebagian pada gingiva membenuk sdut 45 derajat terhadap
sudut gigi dan mengarah ke apikal. Kemudian sikat gigi dtekankan kemudian
memucat dan dilakukan dengan geraka rotasi kecil tampa mengbah kedudukan
ujung bulusika, penekanan dilakuan dengan cara menekannan permukaan bulu
sikat tampa mengakibatkan friksi atau trauma teradap gigi. Bulu-bulu sikat dapat
di tekuk ke tiga jurusan tetapi ujung bulu sikat harus pada tempatnya. Metide ini
sedikit diubah oleh beberapa ahli yatu ditambah dengan gerakan ke oklusal dari
ujung bulu sikat tetap menghadap ke apikal (Putri, 2010).

15

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Metode Kegiatan


Metode yang digunakan dalam kegiatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS) kali ini adalah :
3.1.1 Penyuluhan
Siswa diberi penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut. Metode
yang digunakan adalah ceramah dengan menggunakan alat peraga selama 20
menit. Materi penyuluhan yang diberikan :
a. Karies gigi, antara lain definisi, etiologi dan prosesnya.
b. Upaya preventifpencegahan karies gigi, antara lain:
1. Bentuk sikat gigi yang dianjurkan.
2. Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride.
3. Waktu menyikat gigi yang dijelaskan yaitu minimal dua kali sehari, pagi
setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
4. Cara menggosok gigi yang baik dan benar kami sampaikan dengan metode
Roll. Pemilihan penjelasan cara menyikat gigi dengan metode Roll
didasarkan atas sederhananya metode tersebut sehingga lebih mudah
dimengerti oleh anak-anak. Selain itu, metode Roll merupakan metode
yang bisa digunakan untuk jaringan periodontal sehat maupun yang
bermasalah.
5. Kebiasaan-kebiasaan yang perlu dihindari.
6. Makanan-makanan yang menyebabkan karies gigi
7. Makanan-makanan yang baik untuk kesehatan gigi
c. Memperkenalkan tentang pentingnya memelihara gigi dan mulut dalam
kehidupan sehari-hari serta pentingnya memeriksakan kesehatan gigi dan
mulut ke dokter gigi.
d. Demonstrasi cara menyikat gigi yang dianjurkan yaitu dengan menggunakan
model dan sikat gigi.
Penyuluhan pada siswa peserta UKGS diawali dengan pemberian pre test
untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan dasar siswa peserta UKGS tentang
16

kesehatan gigi dan mulut. Materi pre-test dibuat sebanyak 10 soal yang juga
dipakai sebagai materi post-test. Pemberian post-test ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar siswa peserta UKGS paham dan mengerti tentang
materi yang diberikan oleh penyuluh.
Penyuluhan dilakukan menggunakan bantuan alat peraga poster dan
pantom. Manfaat alat bantu peraga tersebut adalah :
1. Menimbulkan minat sasaran
2. Memudahkan penyampaian informasi
3. Memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran
Penyuluhan dilakukan dengan metode dua arah dimana tanya jawab antara
siswa dan penyuluh disisipkan selama penyampaian materi. Hal ini dilakukan agar
penyampaian materi tidak monoton dan para siswa tidak perlu menunggu hingga
penyampaian materi selesai untuk mengajukan pertanyaan. Cara ini juga dapat
mengetahui pengetahuan awal para siswa mengenai materi yang disampaikan
sehingga kami mengetahui materi yang harus ditekankan.
3.1.2 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut dilakukan dengan cara mengukur
skor def-t, DMF-T dan OHI-S.
a. Pengukuran skor OHI-S
Pada OHI-s permukaan gigi yang dinilai adalah permukaan bukal pada
kedua molar 1 rahang atas dan permukaan lingual kedua molar 1 rahang bawah
serta permukaan labial gigi insisivus 1 kanan rahang atas dan insisivus 1 kiri
rahang bawah. Skor OHI-s didapatkan dengan menjumlah Skor Debris dan
Skor Kalkulus.

17

Tabel 3.1 Klasifikasi skor debris


Skor
0
1
2
3

Kriteria
Tidak terdapat debris/stain
Terdapat debris kurang dari 1/3 permukaan gigi atau
tidak ada debris yang dijumpai namun terdapat bercak
stain pada gigi
Terdapat debris lebih dari 1/3 namun kurang dari 2/3
permukaan gigi
Terdapat debris lebih dari 2/3 permukaan gigi

Sumber: Herijulianti, 2001.


Debris Indeks =

Jumlah Skor Debris


Jumlah gigi yang diperiksa

Tabel 3.2 Klasifikasi skor kalkulus


Skor
0
1
2
3

Kriteria
Tidak terdapat kalkulus
Terdapat kalkulus supragingival kurang dari 1/3
permukaan gigi.
Terdapat kalkulus supragingival lebih dari 1/3 namun
kurang dari 2/3 permukaan gigi atau terdapat garis putusputus kalkulus subgingival yang melingkari servikal gigi.
Terdapat kalkulus supragingival lebih dari dua pertiga
permukaan gigi atau terdapat garis utuh kalkulus
subgingival yang melingkari servikal gigi.

Sumber: Herijulianti, 2001.


Kalkulus Indeks

Jumlah Skor Kalkulus


Jumlah gigi yang diperiksa

Kemudian didapatkan perhitungan OHI-s yakni:


OHI-s = Debris Indeks + Kalkulus Indeks

18

Tabel 3.3 Klasifikasi penilaian OHI-s


Skor
0
0,1-1,2
1,3-3,0
3,1-6,0

Penilaian
Sangat baik
Baik
Sedang
Buruk

b. Pemeriksaan def-t dan DMF-T


Indeks DMF-T (DMF-Teeth) digunakan untuk mengemukaan gigi karies,
hilang dan ditambal, dengan kriteria:
d. D = Decay
: Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
e. M = Missing : Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena
karies
f. F = Filling
: Jumlah gigi yang telah ditambal
Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang
dari dulu sampai sekarang. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi
atas jumlah orang yang diperiksa.Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
b. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.
c. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukandalam kategori D.
d. Gigi dengan tumpatansementara dimasukkan dalamkategori D.
e. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam
kategoriM.
f. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan
perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.
g. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.
h. Gigi yang sedang dalam perawatansaluran akar dimasukkan dalamkategori
i.

F.
Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan
dalam kategori M.

19

Indeks def-t (def-teeth) adalah indeks yang sama untuk gigi sulung dengan
kriteria:
d. D = Decay
: Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
e. E = Exfoliasi : Jumlah gigi sulung yang telah/harus dicabut karena
karies
f. F = Filling

: Jumlah gigi yang telah ditambal

WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T berupa derajat


interval sebagai berikut (Oktaviilia, 2014):
1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Moderat
4. Tinggi
5. Sangat Tinggi

3.1.3

: 0,0 1,1
: 1,2 2,6
: 2,7 4,4
: 4,5 6,5
: > 6,6

Menyikat gigi bersama di halaman sekolah


Pelaksanaan sikat gigi bersama dilakukan di ketiga sekolah setelah

pemberian materi dan pemeriksaan indeks def-t, DMF-T dan OHI-S. Kegiatan ini
dilakukan sebagai pengaplikasian dari materi cara menyikat gigi. Penyuluh juga
dapat mengetahui seberapa paham para siswa akan materi yang disampaikan.
Penyuluh membagikan sikat gigi dan air kumur untuk masing-masing siswa. Para
siswa kemudian dikumpulkan di lapangan sekolah membentuk lingkaran per kelas
mengelilingi penyuluh masing-masing kelas.
Sikat gigi bersama diawali dengan membasahi sikat gigi dengan air,
kemudian dilakukan pemberian pasta gigi secara bergantian pada siswa oleh tim
UKGS. Setelah semua siswa mendapatkan pasta gigi, kegiatan sikat gigi bersama
dilakukan secara serempak. Tim UKGS ikut membantu dan mengawasi jalannya
acara sambil memberikan contoh di depan mengenai cara menyikat gigi dengan
menggunakan phantom. Setelah kegiatan sikat gigi bersama dirasa cukup siswa
kemudian diinstruksikan berkumur sampai bersih dan kembali masuk ke kelas
untuk dilakukan pemeriksaan OHI-S setelah sikat gigi.
3.2 Alat dan bahan

20

3.2.1

Alat

1. Poster
2. Model gigi
3. Sikat gigi
4. Alat dasar untuk memeriksa gigi antara lain kaca mulut, sonde, pinset,
excavator, dan neirbecken.
5. Masker
6. Hand scoon
7. Lembar skor def-t, DMF-T dan OHI-S
3.2.2

Bahan

1. Pewarna makanan
2. Alkohol 70%
3. Kapas
4. Cotton buds
5. Pasta gigi mengandung fluoride
6. Air mineral
3.3 Sasaran kegiatan
Sasaran kegiatan adalah siswa Kelas III,IV, dan VSDN Ambulu 3, SDK
Yos Sudarso, dan SDN Ambulu 4 dengan total 167 responden, berikut rincian
jumlah siswa di setiap kelas dari setiap sekolah:
Kelas
3
4
5
Jumlah

SDN Ambulu 03
28
29
21
78

SDK Yos Sudarso


14
26
14
54
167

SDN Ambulu 04
10
15
10
35

21

3.4 Pelaksanaan
Kegiatan UKGS ini dilaksanakan pada :
1.

2.

3.

Hari/tanggal

: Kamis, 28 Juli 2016

Tempat

: SDN Ambulu 3

Waktu

: 07.15 09.30 WIB

Kelas

: III, IV dan V

Jumlah siswa

: 78 orang

Hari/tanggal

: Kamis, 28 Juli 2016

Tempat

: SDK Yos Sudarso

Waktu

: 07.15 08.50 WIB

Kelas

: III, IV dan V

Jumlah siswa

: 54 orang

Hari/tanggal

: Kamis, 28 Juli 2016

Tempat

: SDN Ambulu 4

Waktu

: 07.30 09.30 WIB

Kelas

: III, IV dan V

Jumlah siswa

:35 orang

3.4.1 Jadwal Kegiatan UKGS


1. SDN Ambulu 3
No
1
2
3
4
5

Jam (wib)
06.00
07.00
07.15
07.30
07.50

Uraian kegiatan
Berangkat dari Basecamp
Persiapan di sekolah
Pretest
Penyuluhan
Pemeriksaan def-t, dmf-t

6
7
8
9

08.20
08.40
09.10
09.30

dan OHI-S
Sikat gigi bersama
Pemeriksaan OHI-S
Postest
Kembali ke Basecamp

Penanggung jawab
Pj sekolah : Aulia M
Pj sikat gigi : Adilla
Kelas 3 : Fitria krisna
Kelas 4 : Puspita Kusuma
Kelas 5 : Erfin Ramadana

2. SDK Yos Sudarso


22

No

Jam

(wib)
06.00

Berangkat dari

07.00

Basecamp
Persiapan di

07.15
07.25
07.45

sekolah
Pretest
Penyuluhan
Pemeriksaan def-t,

6
7

08.05
08.20

dmf-t dan OHI-S


Sikat gigi bersama
Pemeriksaan OHI-

8
7

08.40
08.50

S
Postest
Kembali ke

3
4
5

Uraian kegiatan

Penanggung jawab
SDN TegalSari 3
Pj sekolah : Lia M
Pj sikat gigi :
Sandya
Kelas 3 : Chairiyah
Kelas 4 : Cut gusti A
dan Nungky T
Kelas 5 : Harish

Basecamp
3. SDN Ambulu 4
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jam (wib)
06.00
07.00
07.15
07.30
07.50

Uraian kegiatan
Berangkat dari Basecamp
Persiapan di sekolah
Pretest
Penyuluhan
Pemeriksaan def-t, dmf-t

08.20
08.40
09.10
09.30

dan OHI-S
Sikat gigi bersama
Pemeriksaan OHI-S
Postest
Kembali ke Basecamp

Penanggung jawab
Pj sekolah : Ni putu Inda
Pj sikat gigi : Ni putu Inda
Kelas 3 : Ahmad Faris A
Kelas 4 : Puspita Kusuma
Kelas 5 : Hanny Maghfiroh

3.5 Topik kegiatan


Upaya promotif dan preventif kesehatan gigi dan mulut siswa-siswi SDN
Ambulu 3, SDK Yos Sudarso danSDN Ambulu 4 dengan program Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).
3.6 Analisis Data

23

Data yang diperoleh ditabulasikan,kemudian dilakukan uji normalitas


menggunakan Kolmogorov Smirnov ( p > 0,05 ) dan uji homogenitas Levene (p >
0,05). Jika pada kedua uji tersebut menunjukkan data berdistribusi normal dan
homogen (p > 0,05), maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik PairedSamples T Test. Apabila data tidak terdistribusi normal dan/atau tidak homogen,
maka dilanjutkan dengan uji statistik non parametrik Wilcoxon Test untuk rerata
nilai OHI-s sebelum sesudah serta rerata nila pre-test post-test dan uji statistik
Krusskal Wallis untuk rerata nilai DMF-t dan def-t.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1. Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut Siswa SDN Ambulu
3, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4 sebelum dan sesudah kegiatan
UKGS.
Kegiatan UKGS dilakukan di SDN Ambulu 3, SDK Yos Sudarso dan SDN
Ambulu 4 pada tanggal 28 Juli 2016. Sebanyak 78 siswa dari SDN Ambulu 3
yang terdiri dari, kelas 3 sebanyak 28 siswa, kelas 4 sebanyak 29 siswa dan kelas
5 sebanyak 21 siswa, 56 siswa dari SDK Yos Sudarso yang terdiri dari kelas 3

24

sebayak 14 siswa, kelas 4 sebanyak 26 siswa dankelas 5 sebanyak 14 siswa, serta


35 siswa dari SDN Ambulu 4 yang terdiri kelas 3 sebanyak 10 siswa, kelas 4
sebanyak 15 siswa dan kelas 5 sebanyak 10. Dengan Jumlah total siswa peserta
UKGS sebanyak 167 siswa. Sebelum dilakukan penyuluhan, para siswa diberikan
soal pretest untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka mengenai
kesehatan gigi dan mulut. Kemudian

post test diberikan setelah para siswa

mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut.

Gambar 4.1 Perbandingan rata-rata nilai pre test dan post test SDN Ambulu 3, SDK Yos
Sudarso dan SDN Ambulu 4

Berdasarkan hasil pre test diketahui bahwa dari ketiga sekolah memiliki
nilai yang hampir sama, yaitu SDN Ambulu 3 6,5; SDK Yos Sudarso 6,6 dan SDN
Ambulu 4 6,2. Sedangkan hasil post test yang dilakukan menunjukan nilai yang
berbeda-beda.
Tabel 4.1 Perbandingan rata-rata nilai pre test dan post test SDN Ambulu 3, SDK Yos
Sudarso dan SDN Ambuu 4.

Sekolah

Rata-rata
nilai pre test

SDN Ambulu 3
SDK Yos Sudarso
SDN Ambulu 4

6,5
6,6
6,2

Rata-rata
nilai post test
7,9
9
8,4

Kenaikan nilai (%)


21,5
36,3
35,4

25

Dari tabel diatas diketahui bahwa peningkatan nilai post test yang tertinggi
adalah nilai dari SDK Yos Sudarso yaitu sebesar 36,3%, kemudian SDN Ambulu
4 dan yang paling rendah penigkatannya adalah SDN Ambulu 3.
4.1.2

Indeks DMF-t dan def-t dan OHIs pada SDN Ambulu 3, SDK Yos Sudarso
dan SDN Ambulu 4
Perhitungan mengenai indeks DMF-t dan def-t ini dilakukan di SDN

Ambulu 3, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4. Pemeriksaan OHI-S dilakukan
dua kali, yaitu sebelum pelaksanaan sikat gigi bersama dan sesudah sikat gigi
bersama dengan cara pemberian pewarna makanan pada gigi terlebih dahulu. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui keadaan kebersihan rongga mulut siswa siswi
sebelum dan sesudah sikat gigi bersama dan untuk mengetahui keberhasilan
penyuluhan yang telah sebelumnya dilakukan. Pemeriksaan def-t dan DMF-T dan
OHI-S ketiga sekolah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Perbandingan DMF-T, def-t, OHI-S sebelum dan sesudah menggosok gigi
SDN Ambulu 3.

Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa nilai DMF-T/def-t pada


SDN Ambulu 03 kelas 3,4 dan 5 berbeda satu sama lain. SDN Ambulu 3 kelas 3
memiliki nilai def-t rendah (2,07) dan DMF-T sangat tinggi (5,53). Kelas 4
26

memiliki nilai def-t rendah (2,06)dan nilai DMF-T rendah (1,58) sedangkan untuk
kelas 5 memiliki nilai def-t sangat rendah (0,67), dan nilai DMF-T rendah (1,76).
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai OHI-s sebelum
menggosok gigi pada kelas 3menunjukkan nilai kriteria yang sedang (1,87), untuk
kelas 4 menunjukkan nilai buruk yaitu (3,22), dan kelas 5 menunjukan nilai
sedang yaitu (2,94). Nilai OHI-s setelah menggosok gigi untuk kelas 3
menunjukkan nilai OHI-s baik yaitu (1,18). Kelas 4 dan kelas 5 menunjukkan
nilai OHI-s sedang yaitu (1,79) dan (1,99) . Nilai OHI-s pada saat sebelum
menggosok gigi lebih tinggi jika dibandingkan dengan setelah menggosok gigi,
hal ini menunjukkan cara menggosok gigi yang diajarkan kepada siswa-siswi
sudah cukup efektif, dibuktikan dengan nilai OHI-s yang semakin rendah pada
pemeriksaan OHI-s setelah menggosok gigi.

Gambar 4.3 Perbandingan DMF-T, def-t, OHI-S sebelum dan sesudah menggosok gigi
SDK Yos Sudarso

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai DMF-T/def-t pada


SDK Yos Sudarso kelas 3,4 dan 5 berbeda satu sama lain. Untuk kelas 3 memiliki
nilai rata - rata def-t tinggi yaitu (4,6) DMF-T tinggi yaitu(0,35). Kelas 4 memiliki
nilai def-t sangat tinggi (0,42) dan nilai DMF-T moderate (1,38) sedangkan untuk
kelas 5 memiliki nilai def-t sangat rendah (0,57), dan nilai DMF-T rendah (1,35 ).

27

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai OHI-s sebelum


menggosok gigi pada kelas 3 menunjukkan nilai kriteria yang sedang yaitu (2,31)
dan kelas 4 dan 5 menunjukan nilai kriteria baik yaitu (1,08) dan (0,95). Nilai
OHI-s setelah menggosok gigi menunjukkan nilai baik pada kelas 4 dan 5 yaitu
(0,54) dan (0,66) Sedangkan untuk kelas 3 menunjukkan nilai sedang (1,13). Nilai
OHI-s pada saat sebelum menggosok gigi lebih tinggi jika dibandingkan dengan
setelah menggosok gigi, hal ini menunjukkan cara menggosok gigi yang diajarkan
kepada siswa-siswi sudah cukup efektif, dibuktikan dengan nilai OHI-s yang
semakin rendah pada pemeriksaan OHI-s setelah menggosok gigi.

Gambar 4.4 Perbandingan DMF-T, def-t, OHI-S sebelum dan sesudah menggosok gigi
SDN Ambulu 4.

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai DMF-T/def-t


padaSDN Ambulu 04 kelas 3,4 dan 5 berbeda. SDN Ambulu 04 kelas 3 memiliki
nilai DMF-T sangat rendah yaitu (1,1). Kelas 4 rendah memiliki nilai DMF-t
rendah yaitu (1,26). Kelas 5 memiliki nilai DMF-t sangat rendah yaitu (1). Kelas
3, 4, 5 SDN Ambulu 04 memiliki nilai def-t yang berbeda. SDN Ambulu 04 kelas
3 memiliki nilai def-t terendah yaitu (1,6). Kelas 4 memiliki nilai def-t sedang
yaitu (1,26). Kelas 5 memiliki nilai def-t sedang yaitu (3).
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa nilai OHI-s sebelum
menggosok gigi pada kelas 3, 4, dan 5 menunjukkan nilai kriteria yang sama

28

sedang. Kelas 3 yaitu (2,8),(2,31) dan (2,33). Nilai OHI-s setelah menggosok gigi
menunjukkan nilai sedang pada kelas 3 dan 5 yaitu (1,68) dan (1,47). Kelas 4
menunjukkan nilai OHI-s baik (1,76). Nilai OHI-s pada saat sebelum menggosok
gigi lebih tinggi jika dibandingkan dengan setelah menggosok gigi, hal ini
menunjukkan cara menggosok gigi yang diajarkan kepada siswa-siswi sudah
cukup efektif, dibuktikan dengan nilai OHI-s yang semakin rendah pada
pemeriksaan OHI-s setelah menggosok gigi.

Gambar 4.5 Perbandingan DMF-T, def-t, OHI-S sebelum dan sesudah menggosok gigi
SDN Ambulu3, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai DMF-T/def-t dan


OHIs pada masing-masing sekolah berbeda. SDN Ambulu 3 memiliki nilai DMF-t
paling tinggi yaitu (2.96). Sedangkan SDN Ambulu 4 memiliki nilai def-t paling
tinggi yaitu (2.68). Untuk OHIs sebelum gosok gigi yang tertinggi adalah SDN
Ambulu 3 yaitu (2.66). Sekolah dengan nilai DMF-t, def-t dan OHIs teredah
adalah SDK Yos Sudarso.
Tabel 4.2 Perbandingan rata-rata nilai DMF-t dan def-t SDN Ambulu 3, SDK Yos
Sudarso dan SDN Ambulu 4.
Nama Sekolah

Pemeriksaan

Skore

Kriteria

29

SDN Ambulu 3

SDK Yos Sudarso

SDN Ambulu 4

DMF-t

2,96

Sedang

def-t

1,60

Rendah

DMF-t

1,11

Sangat rendah

def-t

1,55

Rendah

DMF-t

1,12

Rendah

def-t

2,86

Sedang

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata nilai DMF-t tertinggi
berada pada SDN Ambulu 3 yaitu (2,96, sedang) dan yang terendah adalah SDK
Yos Sudarso yaitu (1,11, sangat rendah). Sedangkan nilai def-t tertinggi adalah
SDN Ambulu 4 yaitu (2,89, sedang) dan yang terendah adalah SDK Yos Sudarso
yaitu (1,11, sangat rendah).
Tabel 4.2 Perbandingan rata-rata nilai OHI-s SDN Ambulu 3, SDK Yos Sudarso dan SDN
Ambulu 4.

Nama Sekolah

OHIs

Skore

Kriteria

SDN Ambulu 3

Sebelum

2,66

Cukup

Sesudah

1,65

Cukup

Sebelum

1,37

Cukup

SDK Yos Sudarso

30

SDN Ambulu 4

Sesudah

0,78

Baik

Sebelum

2,45

Cukup

Sesudah

1,8

Cukup

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata nilai OHI-s sebelum
gosok gigi tertinggi berada pada SDN Ambulu 3 yaitu (2,66, cukup) dan yang
terendah adalah SDK Yos Sudarso yaitu (1,37, cukup). Sedangkan nilai OHI-s
sesudah tertinggi adalah SDN Ambulu 3 yaitu (1,65, cukup) dan yang terendah
adalah SDK Yos Sudarso yaitu (0,75, baik).

4.2

Analisa Data

4.2.1 Uji Normalitas


Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data yang didapat memiliki
distribusi normal atau tidak sehingga apabila data terdistribusi normal dapat
digunakan dalam statistik parametrik atau jika data tidak normal maka data
digunakan dalam statistik non parametrik. Uji normalitas yang dilakukan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pada uji ini, data dikatakan normal
apabila P-Value lebih dari 0,05.Berdasarkan analisa yang telah dilakukan,
diketahui bahwa nilai P-Valueuntuk data pre-test dan post-tes pada SDN Ambulu
03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 adalah 0,000(Lampiran G).
Sedangkan analisa yang telah dilakukan untuk data OHI-s sebelum dan sesudah
penyuluhan pada SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 adalah
0,000 (Lampiran G). Untuk uji normalitas data DMF-t pada SDN Ambulu 03,
SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 adalah 0,000 (Lampiran G). Dan untuk
Untuk uji normalitas data def-t pada SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan
SDN Ambulu 04 adalah 0,000 (Lampiran G). Dari uji analisa data pre-test dan
post-test, OHI-s sebelum dan sesudah penyuluhan, DMF-t serta def-t dapat
diketahui bahwa datatidak normal karena nilai P-Value kurang dari 0,05.

31

4.2.2

Uji Homogenitas
Uji berikutnya adalah uji homogenitas, pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui apakah variasi data tergolong homogen atau heterogen. Pada uji
homogenitas Levene ini, data dikatakan homogen apabila P-Value lebih dari
0,05.Berdasarkan hasil uji homogenitas Levene yang telah dilakukan, diketahui
bahwa nilai P-Value untuk data pre-test dan post-tes pada SDN Ambulu 03, SDK
Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 adalah 0,000 untuk post-test dan 0.235 untuk
pre-test(Lampiran G). Sedangkan analisa yang telah dilakukan untuk data OHI-s
sebelum dan sesudah penyuluhan pada SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan
SDN Ambulu 04 adalah 0.192 untuk P-Value OHI-s sebelum dan 0.108 untuk PValue OHI-s sesudah penyuluhan (Lampiran G). Untuk uji homogenitas data
DMF-t pada SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 adalah
0,000 (Lampiran G). Dan untuk Untuk uji homogenitas data def-t pada SDN
Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 adalah 0,032 (Lampiran G).
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data pre-test, def-t serta OHI-s sebelum
dan sesudah adalah homogen karena P-Value lebih dari 0,05, serta untuk data
post-test dan DMF-t adalah heterogen karena P-Value kurang dari 0,05.
4.2.3

Uji Wilcoxon Signed Ranks Test


Oleh karena data pre-test & post test serta data OHI-s sebelum &

sesudah yang didapat tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka uji
selanjutnya menggunakan uji non-parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test. Uji ini
digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan kemaknaan pada data sebelum
dan sesudah yang memiliki variable yang sama. Pada uji non-parametrik
Wilcoxon Signed Ranks Test ini dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan
apabila P-Value kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis Wilcoxon Signed
Ranks Test yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000
lebih kecil dari 0.05 untuk data pre-test dan post-test maupun data OHI-s sebelum
dan sesudah pada SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04
sehingga menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
pertama (SDN Ambulu 3), kelompok 2 (SDK Yos Sudarso), dan kelompok 3

32

(SDN Ambulu 4) pada nilai pre-test dan post-test maupun nilai OHI-s sebelum
penyuluhan dengan nilai OHI-s sesudah penyuluhan (Lampiran G).
4.2.4

Uji Kruskal Wallis


Oleh karena data DMF-t dan data def-t yang didapat tidak terdistribusi

normal maka uji selanjutnya menggunakan uji non-parametrik KruskalWallis.Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan kemaknaan antara
data hasil penelitian pada SDN Ambulu 03, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu
04.Pada uji non-parametrik Kruskal-Wallis ini dikatakan terdapat perbedaan yang
signifikan apabila P-Value kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis KruskalWallis yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000
lebih kecil dari 0.05 baik pada data DMF-t maupun data def-t, sehingga
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara SDN Ambulu 03, SDK
Yos Sudarso dan SDN Ambulu 04 (Lampiran G).
4.3

Pembahasan

4.3.1

Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut


Peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut

siswa-siswi SDN

Ambulu 3, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4 dilakukan dengan mengadakan
penyuluhan mengenai kesehaan dan kebersihan gigi dan mulut pada siswa kelas
3,4 dan 5. Penyuluhan merupakan usaha untuk merubah perilaku, baik
pengetahuan, sikap ataupun tindakan seseorang (Tana, 2009). Penyuluhan adalah
bagian dari komunikasi yang terdiri dari proses penyampaian pesan dari seseorang
untuk merubah perilaku orang lain.Terdapat perbedaan pengetahuan yang
bermakna antara sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan dengan media
audiovisual (Kapti dkk, 2013).
Penyuluhan dilakukan dengan metode ceramah selama 20 menit dan
dilajutkan dengan sesi tanya jawab dua arah dimana tanya jawab antarasiswa dan
penyuluh disisipkan selama penyampaian materi. Hal ini dilakukan agar
penyampaian materi tidak monoton dan para siswa tidak perlu menunggu
hinggapenyampaian materi selesai untuk mengajukan pertanyaan. Cara ini juga
dapamengetahui pengetahuan awal para siswa mengenai materi yang disampaikan

33

sehingga kami mengetahui materi yang harus ditekankan.


Menurut Hubley dalam pasaribu (2005) terdapat beberapa jenis metode
penyuluhan yang biasadigunakan dalam bidang kesehatan. Ceramah tanya jawab
merupakansalah satu metode penyuluhan yang dapat menyampaikan beberapa
topikbahasan sekaligus dalam waktu bersamaan. Di dalam metode inipenyuluh
lebih dominan memberikan materi sedangkan yang disuluhlebih dominan
mendengarkan. Metode ini relatif lebih efisien dan sederhana serta mampu
menjangkau banyak audiens dalam waktu bersamaan.
Rata-rata nilai posttest SDK Yos Sudarso menunjukan hasil lebih tinggi
dari SDN Ambulu 3 dan 4 hal ini disebabkan oleh faktor perilaku. Menurut
Rogers dalam Notoadmojo (2007) perilaku meliputi awereness, adaptation,
interest, trial dan evaluation. Berdasarkan rata-rata nilai posttest menunjukan
bahwa Para siswa SD Yos Sudarso memiliki adaptasi dan ketertarikan yang baik
dalam menerima dan menyerap informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut
yang disampaikan, Para siswa juga memiliki mampu mengevaluasi dan
menerapkan cara sikat gigi yang benar dibandingkan SD Ambulu 3 dan 4. Hal ini
didukung oleh teori yang disampaikan oleh Potter dan Perry (2005) bahwa
Perilaku seorang anak dipengaruhi oleh perkembangan kognitif anak yaitu
kemampuan untuk berfikir dengan cara yg logis bukan sesuatu yg abstrak
(Dewanti, 2012).
Selain faktor perilku, faktor eksternal yaitu motivasi orang tua juga
mempengaruhi proses penyampaian materi kesehatan gigi yg lebih efektif
(Notoatmodjo dalam Dewanti, 2012). Dalam hal ini orang tua yg dimaksud adalah
para guru di sekolah. Para guru di SD Yos Sudarso senantiasa menemani dan
mendukung para siswanya selama kegiatan berlangsung. Kehadiran para guru
membuat suasana kelas menjadi lebih tenang sehingga penyampaian materi lebih
baik. Para guru juga turut serta menyemangati para siswanya untuk menyimak
materi dan menjawab setiap pertanyaan yg diberikan dengan baik sehingga ratarata nilai siswa SD Yos Sudarso lebih tinggi dibandingkan sekolah SDN Ambulu 3
dan SDN Ambulu 4.

34

4.3.2 Perbedaan Indeks DMF-t dan def-t dan OHIs


Pemeriksaan skor def-t dan DMF-t pada siswa peserta UKGS
menunjukkan skor sedang dan rendah. Siswa sekolah dasar merupakan anak usia
6-12 tahun yang berada pada fase geligi pergantian. Pada fase geligi pergantian ini
menunjukkan skor indeks def-t lebih tinggi dibanding DMF-T. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Suwelo dalam Susi (2012) gigi sulung maupun gigi permanen,
mempunyai resiko terkena karies, namun proses kerusakan gigi sulung lebih cepat
menyebar, meluas dan lebih parah dari gigi permanen. Hal tersebut terjadi karena
perbedaan struktur email gigi dimana gigi sulung mempunyai struktur email yang
kurang padat dan lebih tipis, morfologi lebih tidak beraturan, dan kontak antara
gigi merupakan kontak bidang pada gigi sulung.
SDN Ambulu 3 memiliki skore DMF-t tertinggi yaitu 2,96 dimana skore
OHIs sebelum gosok gigi juga yang tertinggi yaitu 2,66. SDN Ambulu 4 memiliki
skore def-t tertinggi yaitu 2,86. Sedangkan SDK memiliki skore DMF-t, def-t dan
OHIs terendah dari ketiga sekolah tersebut. Hal ini menunjukan adanya hubungan
antara OHIs dan tinginya tingkat karies pada anak. Proses Karies secara singkat
digambarkan dengan adanya substrat, bakteri dan gigi, dimana jika proses karies
ini diteliti secara cermat maka terjadinya karies sangat erat hubungannya dengan
pola makan dan oral higien (Ford, 1993).
Karies gigi adalah penyakit dengan penyebab multifaktor (Moses, 2011).
Salah satunya adalah tingkat pengetahuan terhadap kejadian karies gigi (Sumantri,
2013). Hal ini sejalan dengan data yang kami peroleh dari kegiatan UKGS di Desa
Ambulu, dimana SDK Yos Sudarso dengan nilai pre tes tertinggi yaitu 6,6
memiliki skore DMF-t dan def-t paling rendah yaitu 1,11 dam 1,55 dimana
keduanya masuk dalam kategori sedang. Namun pengetahuan bukanlah faktor
utama terjadinya karies, hal ini tampak dari selisih nilai pretes masing-masing
sekolah yaitu SDN Ambulu 3 6,5;SDK Yos Sudarso 6,6 dan SDN Ambulu 4 6,2
yang tidak signifikan dengan perbedaan skore DMF-t maupun def-t masingmasing sekolah. Hal ini dikarenakan prevalensi dan insiden karies gigi dalam
suatu populasi dipengaruhi oleh berbagai faktor resiko antara lain seperti jenis

35

kelamin, usia, status sosial ekonomi, pola diet dan kebiasaan menjaga kebersihan
gigi dan mulut (Moses, 2011).
Nilai pretes yang tidak jauh berbeda antara tiga sekolah dan skore DMF-t
serta def-t yang jauh berbeda dimungkinkan karena adanya perbedaan status sosial
ekonomi. Dimana siswa dari SDK Yos Sudarso memiliki tingkat status soaial
yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Suharjo dan Hardiansyah dalam
Hidayanti (2006) Keadaan sosial ekonomi seperti pendapatan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi.

36

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan kesehatan gigi dan mulut mengenai kesehatan dan kebersihan
gigi dan mulut yang meliputi penyuluhan tentang pendidikan kesehatan gigi
dan sikat gigi bersama menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang baik
terlihat dari hasil nilai post-test yang lebih baik dari pada nilai pre-test pada
siswa-siswi SDN Ambulu 3, SDK Yos Sudarso dan SDN Ambulu 4.
2. Indeks karies (def-t dan DMF-T) pada siswa-siswi menunjukkan kriteria def-t
dan DMF-T yang hampir sama yaitu def-t dalam kategori sedang dan DMF-T
dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran tingkat karies
pada siswa tiga sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Ambulu relatif
merata.
3. Indeks OHI-S pada siswa-siswi di ketiga sekolah dalam kategori sedang. Hal
ini menunjukkan hasil kebersihan rongga mulut yang relatif sama pada siswa
di tiga sekolah dasar wilayah kerja Puskesmas Ambulu.
5.2 Saran
1. Pentingnya kegiatan ini maka lebih baik kegiatan UKGS seperti ini
dilaksanakan secara rutin di sekolah-sekolah.
2. Disarankan agar pihak sekolah dapat memotivasi siswa agar gemar
menggosok gigi dan selalu menjaga kebersihan mulut.

37

Anda mungkin juga menyukai