Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Teori dan Penyakit Klien


1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007)
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

2. Penyebab
Diabetes Mellitus merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang
berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
Diabetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
a. Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi
mewarisi suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu

dengan ditemukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte


antoge) tertentu pada individu tertentu.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun
sehingga antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang
dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan
abnormal.
c. Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktorfaktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh
hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.

Diabetes Melitus Tipe II


Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin dan juga terdapat beberapa faktor resiko tertentu
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II yaitu:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65
tahun.
b. Obesitas.
c. Riwayat keluarga.
d. Kelopok etnik tertentu.

Faktor non genetik


1. Infeksi
Virus dianggap sebagai trigger pada mereka yang sudah
mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
a. Nutrisi
Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
Malnutrisi protein.
Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreastitis.
b. Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan
emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
c. Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam
darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,
feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi,
feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat.

3. Tanda dan Gejala


Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, mudah lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusaha mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

4. Mekanisme Diabetes Melitus


Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan

dan

kelemahan.

Dalam

keadaan

normal

insulin

mengendalikan

glikogenolisis

(pemecahan

glukosa

yang

disimpan)

dan

glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.

Karakteristik Diabetes Melitus tipe I :


1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

Diabetes tipe II.


Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe
II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya
sangat tinggi).

Karakteristik DM tipe II :
a) Sukar terjadi ketoasidosis
b) Pengobatan tidak harus dengan insulin
c) Onset lambat
d) Gemuk atau tidak gemuk

e) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun


f) Tidak berhubungan dengan HLA
g) Tidak ada antibodi sel islet
h) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
i) 100% kembar identik terkena

5. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.
1) Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
(penyakit)

2) Komplikasi kronis
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.

b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani

karena

bisa

memperberat

retinopati,

nepropati,

dan

penyakit

makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.

6. Terapi DM
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a) Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b) Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang,
dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik
untuk para pemula. Olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan

emosional,

dan

meningkatkan

sirkulasi,

serta

membantu

menurunkan berat badan.


c) Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM.
d) Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan
untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.

e) Pendidikan
Diet yang harus dikomsumsi
Latihan dan penggunaan insulin
7. Diagnosis
a) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak, ketidakcukupan insulin, dan penurunan masukan oral.
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
c) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
d) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
g) Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemi
h) Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

B. Tinjauan Teori dan Prioritas Kebutuhan Dasar Klien


1. Pengertian
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia
menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan,
pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara
asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi.
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan
atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk
aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. ( Tarwoto dan Wartonah,
2010)

Sedangkan menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses


organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nutrisi
adalah kebutuhan dasar manusia yang sangat pokok dan penting bagi makhluk
hidup untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum manusia.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebutuhan Nutrisi
a. Pengetahuan
Rendahnya pengetahuan tentang manfaat makanan bergizi dapat mengakibatkan
terjadinya kesalahan pemenuhan kebutuhan gizi.
b. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan yang bernilai gizi tinggi,
dapat memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa daerah, seseorang yang
mengalami luka di larang mengkonsumsi telur dan ikan, padahal di dalam telur dan ikan
terkandung protein untuk membantu penyembuhan luka.
c. Kebiasaan

Adanya kebiasaan yang buruk atau pantangan terhadap makanan tertentu dapat juga
memengaruhi status gizi. Misalnya, di beberapa daerah, terdapat larangan makan
pisang, pepaya, bagi para gadis remaja. Padahal, makanan itu merupakan sumber
vitamin yang baik.
d. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan
kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat gizi yang
dibutuhkan secara cukup.
e. Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi. Dengan kata lain, orang
dengan status ekonomi kurang biasanya kesulitan dalam menyediakan makanan bergizi.

f. Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basa bertambah dengan cepat hal
ini sehubungan dengan factor pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada
usia tersebut. Setelah usia 20 tahun energy basal relative konstan.
g. Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal pada laki-laki lebih besar di bandingkan dengan
wanita.
h. Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpengaruh terhadap luas permukaan tubuh, semakin
luas permukaan tubuh maka semakin besar pengeluaran panas sehingga
kebutuhan metabolisme basal tubuh juga menjadi lebih besar.
i. Status kesehatan
Nafsu makan yang baik adalah tanda yang sehat . Anoreksia (kurang nafsu
makan) biasanya gejala penyakit atau karena efek samping obat.
j. Faktor Psikologis serti stress dan ketegangan
Motivasi individu untuk makan makanan yang seimbang dan persepsi individu
tentang diet merupakan pengaruh yang kuat. Makanan mempunyai nilai

simbolik yang kuat bagi banyak orang (mis. Susu menyimbolkan kelemahan dan
daging menyimbulkan kekuatan).
k. Alkohol dan Obat
Penggunaan alcohol dan obat yang berlebihan memberi kontribusi pada
defisiensi nutrisi karena uang mungkin dibelajakan untuk alcohol daripada
makanan. Alcohol yang berlebihan juga mempengaruhi organ gastrointestinal.
Obat-obatan yang menekan nafsu makan dapat menurunkan asupan zat gizi
esensial. Obat-obatan juga menghabiskan zat gizi yang tersimpan dan
mengurangi absorpsi zat gizi di dalam intestine.

3. Cara Pemberian Nutrisi


a. Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi
diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube
(NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa
mesin. Nutrisi enteral adalah faktor resiko independent pnemoni nosokomial
yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin
dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila
nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel
pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi
gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat
mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di
Intensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial,
termasuk therapy antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi feses, dan efek
tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik yang paling sering
berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemi.
b. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaaan. Nutrisi

parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena suatu hal, misalnya:
malformasi kongenital intestinal, enterokolitis nekrotikans, dan distress respirasi
berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan.
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat
dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral
walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk
dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin.
Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas :
1) Nutrisi parenteral sentral ( untuk nutrisi parenteral total ) : Merupakan
pemberian nutrisi melalui intravena dimana kebutuhan nutrisi sepenuhannya
melalui cairan infuse karena keadaan saluran pencernaan klien tidak dapat
digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung
karbohidrat seperti Triofusin E 1000, cairan ini yang mengandung asam
amino seperti Pan Amin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti
intralipid
2) Nutrisi parenteral perifer ( untuk nutrisi Parenteral Parsial ) : Merupakan
pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui intravena. Sebagian
kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat dipenuhi melalui enteral.
Cairannya yang biasa digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan asam
amino
Indikasi Nutrisi Parenteral :
1) Gangguan absorbs makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
intestinal, colitis infeksiosa, obstruksi usus halus.
2) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat,
status pre operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.
3) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.

4) Makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemisis


gravidarum.

4. Masalah yang timbul dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi


Secara umum, gangguan kebutuhan nutrisi terdiri atas kekeurangan dan
kelebihan nutrisi, obesitas, malnutrisi, Diabetes Melitus, Hipertensi, Jantung
Koroner, Kanker, Anoreksia Nervosa.
a. Kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan
tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan akibat
ketidakmampuan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme.
Tanda klinis :

Berat badan 10-20% dibawah normal

Tinggi badan dibawah ideal

Lingkar kulit triseps lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar

Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot

Adanya penurunan albumin serum

Adanya penurunan transferin

Kemungkinan penyebab:

Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori


akibat penyakit infeksi atau kanker

Disfagia karena adanya kelainan persarafan

Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi laktosa

Nafsu makan menurun

b. Kelebihan nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang yang
mempunyai resiko peningkatan berat badan akibat asupan kebutuhan metabolisme
secara berlebihan.
Tanda klinis :

Berat badan lebih dari 10% berat ideal

Obesitas (lebih dari 20 % berat ideal)

Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada wanita

Adanya jumlah asupan berlebihan aktivitas menurun atau monoton

Kemungkinan penyebab :

Perubahan pola makan

Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman

c. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang mencapai lebih dari
20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan asupan
kalori dan penurunan dalam penggunaan kalori.
d. Malnutrisi
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi pada
tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gejala umumnya adalah berat badan rendah
dengan asupan makanan yang cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh,
adanya kelemahan otot dan penurunan energi, pucat pada kulit, membrane mukosa,
konjungtiva dan lain- lain.
e. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin atau
penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
f. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh berbagai
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti penyebab dari adanya obesitas, serta
asupan kalsium, natrium, dan gaya hidup yang berlebihan.
g. Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner merupakan gangguan nutrisi yang sering disebabkan oleh
adanya peningkatan kolesterol darah dan merokok. Saat ini, penyakit jantung
koroner sering dialami karena adanya perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat,
obesitas dan lain-lain.
h. Kanker
Kanker

merupakan

gangguan

kebutuhan

nutrisi

yang

disebabkan

oleh

pengonsumsian lemak secara berlebihan.


i. Anoreksia nervosa
Aneroksia nervosa merupakan penurunan berat badan secara mendadak dan
berkepanjangan, ditandai dengan adanya konstipasi, pembengkakan badan, nyeri
abdomen, kedinginan, elergi, dan kelebihan energi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marylin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3). Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah (edisi 8 vol 3). Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis (edisi
6). Jakarta : EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi (3 Edisi Revisi). Jakarta : EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung : Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta :
Prima Medika
Tarwoto

&

Wartonah.

(2010). Kebutuhan

Dasar

Manusia

Dan

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.


Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Proses

Anda mungkin juga menyukai