Semarang
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup
nyamuk akan lebih lama bila tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim
membantu nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola
penyakit di Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah
tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga akan lebih tinggi. (Pongsilurang,
Sapulete, & Wulan, 2015). Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang
mematikan sejak tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota
129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar
50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun
2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar
kasus DBD yang tinggi pada tahun 2017. Kasus DBD dipengaruhi oleh jumlah
Incidence Rate (IR). Incidence Rate dari kota Semarang tahun 2017 adalah
23,65 per 100.000 orang. Nilai IR Kota Semarang tersebut lebih tinggi dari
dengue adalah faktor perilaku host. Faktor ini dipengaruhi oleh umur dan
tingkat pendidikan host serta faktor geografis dari wilayah tempat tinggal host.
Faktor umur dan tingkat pendidikan host akan memengaruhi cara pandang dan
perkembang biakan vektor. Kondisi daerah dengan curah hujan ideal berisiko
lebih besar untuk terjadinya wabah demam berdarah. Curah hujan yang ideal
cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau
yang tinggi atau persisten, sangat diperlukan. Daerah yang memiliki transmisi
membutuhkan pengendalian penyakit yang teliti dan cepat (Qi et al., 2015).
iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan
Indonesia dan dapat dilakukan oleh semua umur dan dari seluruh jenjang
Keberhasilan kegiatan PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ).
melebihi jumlah kasus DBD pada bulan yang sama Tahun 2016,
selanjutnya jumlah kasus DBD selalu jauh lebih rendah dari bulan
bulan di Tahun 2016. Puncak kasus DBD Tahun 2017 terjadi di bulan
kriteria Kejadian Luar Biasa DBD yang digunakan dalam Perda Kota
Semarang Tahun 2010, terjadi KLB tingkat Kota pada Desember Tahun
Tahun 2017 ada 103 kelurahan (58,2%) yang pernah ada kasus
sebagian besar terdiri dari perbukitan, tanah daratan dan sebagian besar
260 – 310 . Kelurahan Gedawang memiliki luas wilayah 94,7 Ha, yang
dan 62 RT.
DBD, hingga saat ini DBD dapat dikatakan masih menjadi epidemi di
masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas bisa diambil permasalahan yaitu
C. Tujuan
1. Umum
Semarang.
2. Khusus
Semarang.
D. MANFAAT
1. Untuk Kader
Pengabdian masyarakat ini dapat menambah pengetahuan kader
2. Untuk Masyarakat
pengabdian masyarakat.
E. Pendekatan / Cara Pemecahan Masalah
sebagai berikut:
1) Metode Ceramah
2) Metode Demonstrasi
3) Metode Diskusi
Metode ini digunakan untuk mendiskusikan segala permasalahan yang
Berdasarkan fenomena yang ada dan penjelasan teoritis maka pada wilayah
lain:
G. Tujuan Kegiatan
tanggap DBD.
program
4 Pelaksanaan kegiatan
7 Evaluasi
8 Laporan Pengabdian masyarakat
6 Seminar Pengabdian kepada
masyarakat
berikut :
- Penyebab DBD
- Tanda dan Gejala DBD
di
Mahasiswa - Pembentukan Kader Jumantik di
Elisa Ulfiana, S.SiT,M.Kes Penanaman Tanaman anti nyamuk
Mahasiswa di
Mahasiswa Simulasi penanganan DBD di
kejadian DBD.
mampu deteksi dini dan dapat menciptakan generasi yang lebih baik di
masa depan.
Biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini berasal dari Anggaran DIPA BLU
Cara Biologi :
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti
predator atau pemangsa, parasit, bakteri sebagai musuh alami stadium pra
dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakn jenti
(cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung,
Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau
bukan sbagai metode yang lazim untuk pengendalianvektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi :
Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untukpengendalian DBD (Insect Growth
Regulator/IGR dan Baccilus thuringiensis israelensis/BTI), ditujukan untuk
stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan
vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan
nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses
chitinsynthesis selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses
perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang
sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada
methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi
manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi
adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator
entomophagus dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat
mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang
kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari.
Manajemen Lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan
air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti
sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan
yang berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya
pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus
(menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot,
memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat
pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi
tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll).
Dinkes Semarang.
Dinkes Kota Semarang.2015.Portal Kesehatan Kota Semarang.Semarang :
Dinkes Semarang.
Ginanjar, Genis. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam
Pierce A. Grace dan Borley Neil R. 2006. At a Glance ILMU BEDAH. Jakarta
: Erlangga.
WHO. 2005. Panduan Legkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan
Qi, X., Wang, Y., Li, Y., Meng, Y., Chen, Q., Ma, J., & Gao, G. (2015). The Effects
Pearl River Delta, China, 2013. Plos: Neglected Tropical Disease, 9(10), 1–13.