Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL KEGIATAN

Program Pengabdian Masyarakat Jurusan Kebidanan Melalui Program

Kampung Sehat Tanggap DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Gedawang

Semarang

PRODI D IV KEBIDANAN SEMARANG – JURUSAN KEBIDANAN

DISUSUN OLEH :

ELISA ULFIANA, S.SiT, M.Kes : 4008017901

UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kegiatan

Pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan civitas akademika

yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan

kesejahteraan masyarakat serta mencerdaskan kehidupan bangsa (UU

Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012).

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam

berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga

mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan

kematian serta penyebarannya sangat cepat (Dinkesprov Jawa Tengah, 2017).

Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan

baik di wilayah perkotaan maupun wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor

dan hubungannya dengan lingkungan, seperti iklim, pengendalian vektor,

urbanisasi, dan lain sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah demam

berdarah di daerah perkotaan. Belum ada prediksi yang tepat untuk

menunjukkan kehadiran dan kepadatan vektor (terutama Aedes Aegypti di

lingkungan perkotaan dan semi perkotaan). Penyebaran dengue dipengaruhi

faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup

nyamuk akan lebih lama bila tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim

hujan (Nazri, Hashim, Rodziah, Hassan, & Yazid, 2013).

Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-32 0C

membantu nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola
penyakit di Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah

lainnya. Tingginya angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh

kepadatan penduduk. Peningkatan jumlah kasus DBD dapat terjadi bila

kepadatan penduduk meningkat. Semakin banyak manusia maka peluang

tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga akan lebih tinggi. (Pongsilurang,

Sapulete, & Wulan, 2015). Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang

mematikan sejak tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota

pada 33 provinsi di Indonesia. Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015

sebanyak 1.071 orang dengan total penderita yang dilaporkan sebanyak

129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar

50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun

2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar

0,90% (Kemenkes RI, 2016).

Kota Semarang merupakan wilayah ke 16 di Jawa Tengah dengan

kasus DBD yang tinggi pada tahun 2017. Kasus DBD dipengaruhi oleh jumlah

penduduk pada suatu wilayah yang dicerminkan melalui perhitungan

Incidence Rate (IR). Incidence Rate dari kota Semarang tahun 2017 adalah

23,65 per 100.000 orang. Nilai IR Kota Semarang tersebut lebih tinggi dari

nilai IR DBD di Jawa Tengah (Profil Kesehatan Semarang, 2017).

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kejadian demam berdarah

dengue adalah faktor perilaku host. Faktor ini dipengaruhi oleh umur dan

tingkat pendidikan host serta faktor geografis dari wilayah tempat tinggal host.

Faktor umur dan tingkat pendidikan host akan memengaruhi cara pandang dan

perilaku host terhadap kejadian DBD. Faktor geografis berpengaruh pada

perkembang biakan vektor. Kondisi daerah dengan curah hujan ideal berisiko

lebih besar untuk terjadinya wabah demam berdarah. Curah hujan yang ideal

mengakibatkan air menggenang di suatu media yang menjadi tempat


perkembangbiakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya

cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau

talang rumah) (Al-dubai, Ganasegeran, Alwan, Alshagga, & Saif-ali, 2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah yang bila

tanpa penanganan yang tepat akan mengakibatkan kematian. Berbagai upaya

pengendalian prevalensi kasus DBD khususnya pada daerah dengan transmisi

yang tinggi atau persisten, sangat diperlukan. Daerah yang memiliki transmisi

tinggi adalah kota/kabupaten dengan IR yang cenderung tinggi sehingga

membutuhkan pengendalian penyakit yang teliti dan cepat (Qi et al., 2015).

Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya

iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan

yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty

yang cukup potensial. Salah satu pengendalian DBD yang dilakukan di

Indonesia dan dapat dilakukan oleh semua umur dan dari seluruh jenjang

pendidikan adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Pemerintah di Indonesia mencanangkan pembudidayaan PSN secara

berkelanjutan oleh masyarakat dengan pesan inti 3M plus dan mewujudkan

terlaksananya gerakan 1 rumah 1 Juru Pemantau Jentik (Jumantik).

Keberhasilan kegiatan PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ).

Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kasus

penularan DBD (Kemenkes RI, 2016).

Pada Bulan Januari dan Februari 2017 jumlah kasus DBD

melebihi jumlah kasus DBD pada bulan yang sama Tahun 2016,

selanjutnya jumlah kasus DBD selalu jauh lebih rendah dari bulan

bulan di Tahun 2016. Puncak kasus DBD Tahun 2017 terjadi di bulan

Januari dengan 93 kasus, sedangkan Tahun 2016 pada Bulan Maret 63


kasus. Jika dilihat dari data Bulanan tersebut di atas, berdasarkan

kriteria Kejadian Luar Biasa DBD yang digunakan dalam Perda Kota

Semarang Tahun 2010, terjadi KLB tingkat Kota pada Desember Tahun

2017. Jumlah kasus terendah Tahun 2017 terjadi di Bulan Nopember

2017 dengan 3 kasus. Sedangkan Tahun lalu kasus terendah terjadi di

Bulan Juli dengan 21 kasus. Rata-Rata jumlah penderita DBD Tahun

2017 sebanyak 25 kasus per bulan sedangkan tahun lalu mencapai 37

kasus per bulan (Profil Kesehatan Semarang, 2017)

Tahun 2017 ada 103 kelurahan (58,2%) yang pernah ada kasus

DBD di wilayanya dan 37 kelurahan atau 20,9% kelurahan di Kota

Semarang pernah mengalami KLB DBD Tahun 2017. Dalam profil

kesehatan kota semarang 2017 wilayah Gedawang termasuk dalam

wilayah zona merah dengan tingginya angka kejadian DBD (Profil

Kesehatan Semarang, 2017). Berdasarkan hasil laporan puskesmas X

kelurahan Gedawanag tahun 2018 Kelurahan Gedawang merupakan

kelurahan yang berada di dalam wilayah administratif Kecamatan

Banyumanik Kota Semarang. Kondisi daratan Kelurahan Gedawang

sebagian besar terdiri dari perbukitan, tanah daratan dan sebagian besar

merupakan area persawahan, dengan suhu udara berkisar sekitar antara

260 – 310 . Kelurahan Gedawang memiliki luas wilayah 94,7 Ha, yang

terdiri dari tanah bangunan, lapangan olahraga, taman rekreasi, jalur

hijau, dan kuburan. Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan

Padangsari, sebelah selatan berbatasan dengan Kab.

Semarang, sebelah Barat dengan Kelurahan Banyumanik,


sebelah timur Kelurahan Jabungan. Jumlah Penduduk sampai

dengan Bulan Januari 2018 : 8851 Jiwa, dengan terdiri 10 RW

dan 62 RT.

Meskipun telah dilakukan berbagai upaya dalam penanggulangan

DBD, hingga saat ini DBD dapat dikatakan masih menjadi epidemi di

Indonesia termasuk Kota Semarang. Kasus DBD di wilayah Kota

Semarang juga tinggi, meski sejatinya mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun sebelumnya. Selama tahun 2019, tercatat XX kasus,

dengan XX korban meninggal dunia. Mengingat pentingnya pencegahan,

penanggulangan dan pemberantasan demam berdarah ini maka

pencapaian dalam program Kampung Sehat Tanggap DBD ini harus

mendapatkan perhatian khusus dan memerlukan pemikiran dalam

mencari upaya-upaya terobosan serta tindakan nyata yang harus

dilakukan oleh tokoh masyarakat, provider di bidang kesehatan dan

semua komponen masyarakat dalam rangka penyampaian informasi

maupun sosialisasi guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

masyarakat (Profil Kesehatan Semarang, 2016).

Untuk itu, Prodi D-IV Kebidanan Semarang Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang ikut berperan serta dalam

Kampung Sehat Tanggap DBD guna meningkatkan kesehatan

masyarakat.

B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas bisa diambil permasalahan yaitu

“Peningkatan peran masyarakat dalam Kampung Sehat Tanggap DBD

di Wilayah Kerja Puskesmas Gedawang Semarang?”.

C. Tujuan

1. Umum

Untuk mengetahui peningkatan peran masyarakat dalam Kampung

Sehat Tanggap DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Gedawang

Semarang.

2. Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang

Sehat Tanggap DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Gedawang

Semarang.

b. Untuk memberikan pendidikan kesehatan dalam pencegahan

dan pentingnya tanggap bencana kejadian DBD di Wilayah

Kerja Puskesmas Gedawang, Semarang.

c. Untuk melakukan pembentukkan kader jumantik di Wilayah

Kerja Puskesmas Genuk Semarang.

d. Memberikan pengetahuan tentang tanaman pengusir nyamuk

(anti nyamuk) di Wilayah Kerja Puskesmas Genuk Semarang.

e. Untuk memberikan simulasi penanganan tanggap DBD di

Wilayah Kerja Puskesmas Genuk Semarang.

D. MANFAAT

1. Untuk Kader
Pengabdian masyarakat ini dapat menambah pengetahuan kader

tentang pencegahan dan tanggap DBD, sehingga kader lebih

tanggap dan mampu menangani serta mencegah tingginya DBD.

2. Untuk Masyarakat

Masyarakat mendapat gambaran penanganan DBD, sehingga

masyarakat dapat tanggap melakukan penanganan awal DBD.

3. Untuk Kelurahan Gedawang

Mengetahui derajat kesehatan masyarakat di Kelurahan Gedawang.

4. Untuk institusi kebidanan poltekkes semarang

Memberikan kesempatan kepada dosen dan mahasiswa untuk

melakukan salah satu tridharma perguruan tinggi yaitu berupa

pengabdian masyarakat.
E. Pendekatan / Cara Pemecahan Masalah

Pendekatan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pengabdian

masyarakat Inter Professional Collaboration (IPC) adalah parenting class

dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kader, mengajarkan

penanaman Tanaman Pengusir Nyamuk (Anti Nyamuk), dan membentuk

kader jumantik, serta memberikan penggambaran simulasi penanganan

DBD. Penyuluhan dan Pembentukan Kader dipilih dalam kegiatan ini

karena diharapkan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang

pencegahan dan penanganan awal tentang DBD kepada kader jumantik

maka pemahaman terhadap pencegahan dan penanganan awal DBD

diharapkan akan mengurangi tingginya angka kematian kejadian DBD.

Adapun pendidikan kesehatan tersebut dilaksanakan dengan metode

sebagai berikut:

1) Metode Ceramah

Metode caramah ini berisi materi tentang pengertian DBD, penyebab

DBD, tanda dan gejala, cara pencegahan, dan pengetahuan mengenai

macam-macam tanaman pengusir nyamuk (anti nyamuk). Metode

ceramah ini difasilitasi dengan alat bantu media presentasi (komputer,

LCD, Microphone dan lain-lain agar materi yang disampaikan mudah

diterima oleh pihak sasaran).

2) Metode Demonstrasi

Metode ini digunakan untuk memberikan keterampilan tentang

simulasi penanganan DBD yang benar.

3) Metode Diskusi
Metode ini digunakan untuk mendiskusikan segala permasalahan yang

berkaitan dengan DBD.

F. Identifikasi dan Perumusan masalah

Berdasarkan fenomena yang ada dan penjelasan teoritis maka pada wilayah

Puskesmas Gedawang . Kami menemukan beberapa permasalahan antara

lain:

1. Angka kejadian DBD yang masih tinggi.

2. Tingkat pengetahuan mengenai tanggap DBD masih berkurang.

3. Tingkat pengetahuan dan dukungan masyarakat serta peran kader

mengenai tanggap DBD masih kurang.

4. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang penanganan DBD masih kurang.

G. Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

1. Menurunkan Angka kejadian DBD yang masih tinggi dibawah target.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan kader tentang pentingnya

tanggap DBD.

3. Meningkatkan gerakan masyarakat dengan membentuk kader jumantik

pada wilayah Gedawang.

4. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan kader tentang penanganan

DBD yang benar dengan simulasi.


H. Rencana Kegiatan Dan Jadwal Kegiatan

Kegiatan yang akan dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Gedawang

Semarang adalah pendidikan kesehatan dengan jadwal kegitan sebagai berikut :

No Nama Kegiatan Minggu ke


1 2 3 4
1 Persiapan
2 Identifikasi Masalah
3 Perencanaan dan perancangan

program
4 Pelaksanaan kegiatan
7 Evaluasi
8 Laporan Pengabdian masyarakat
6 Seminar Pengabdian kepada

masyarakat

Adapun Jadual Pelaksanaan kegiatan Prodi D-IV Kebidanan Semarang sebagai

berikut :

Waktu NAMA MATERI


Elisa Ulfiana, S.SiT, M.Kes Penyuluhan dengan materi :

Mahasiswa - Pengertian DBD

- Penyebab DBD
- Tanda dan Gejala DBD

- Cara pencegahan DBD

di
Mahasiswa - Pembentukan Kader Jumantik di
Elisa Ulfiana, S.SiT,M.Kes Penanaman Tanaman anti nyamuk

Mahasiswa di
Mahasiswa Simulasi penanganan DBD di

I. DAMPAK / HASIL KEGIATAN YANG DIHARAPKAN

1. Kader Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Gedawang dapat meningkat

pemahamannya tentang pencegahan dan penanganan DBD sehingga

mereka dapat lebih aktif dalam pendampingan masyarakat terhadap

kejadian DBD.

2. Simulasi DBD dapat meningkatkan pemahamannya tentang pentingnya

pencegahan dan penanganan DBD sehingga masyarakat paham dan

mampu deteksi dini dan dapat menciptakan generasi yang lebih baik di

masa depan.

J. Rencana Anggaran Belanja

Biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini berasal dari Anggaran DIPA BLU

Poltekkes Kemenkes Semarang Tahun 2019 sebanyak Rp xxxxxxxxxxx dengan

rincian sebagai berikut :


NO KEGIATAN BIAYA
1
2
3
4
K. MATERI

a. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah
kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan
pendarahan-pendarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri ;-)
seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala
awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).

b. Tanda - tanda penyakit Demam Berdarah dengue


Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas /
inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue,
Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam
berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura)
perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva),
Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa
lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan
trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan
nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang
dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada
persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh
darah.

2. Pengendalian nyamuk Aedes Aegypti


Pengendalian vector adalah upaya menurunkan factor riisiko penularan
oleh vector dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vector,
menurunkan kepadatan dan umur vector, mengurangi kontak antara vector
dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit.
Teknik pengendalian vector DBD bersifat spesifik local, dengan
mempertimbangkan factor-faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,
permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya
(pengetahuan sikap dan perilaku) dan aspek vector.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif
adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai
teknik pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk
secara cepat memutus rantai penularan.
Berbagai teknik pengendalian vektor (PV) DBD, yaitu :
 Fisik
 Kimia
 Biologi
 Manajemen lingkungan
 Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
 Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)
1. Secara Fisik
A. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa Aedes Aegypti.
1. Tidak menggantung baju secara bertumpuk dalam rumah
2. Pasang kawat kasa di ventilasi rumah
3. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
B. Pengendalian terhadap jentik nyamuk Aedes Aegypti
1. Ganti air dalam vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat
lainnya seminggu sekali
2. Tidur menggunakan kelambu
2. Secara Kimia
A. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa Aedes Aegypti.
Pengendalian vektor secara kimiawi dengan menggunakan
insektisida merupakan salah satu teknik pengendalian yang lebih populer
di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. sasaran
insektisida adalah stadium dewasa dan pra dewasa. karena insektisida
adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.
disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. aplikasi insektisida yang berulang disatuan
ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
 sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion,
methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine,
cyflutrine Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk
stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara pengabutan
panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV
 Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).
Selain menggunakan insektisida sebagai bahan fooging bisa juga dengan :
1. Penggunaan obat nyamuk untuk menegah gigitan nyamuk
2. Penggunaan lotion anti nyamuk

B. Pengendalian terhadap jentik nyamuk Aedes Aegypti


1. Larvasida
Larvasidasi terutama dilakukan di daerah yang banyak menampung air/susah
air dan pada penampungan air terbuka yang susah dikuras/dibersihkan.
Manfaat kegiatan Larvasidasi adalah memberantas jentik-jentik nyamuk
demam berdarah dengan menggunakan bubuk abate terutama di daerah yg
banyak menampung air/susah air dan pada penampungan air terbuka yang
susah dikuras/dibersihkan.

Cara Biologi :
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti
predator atau pemangsa, parasit, bakteri sebagai musuh alami stadium pra
dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakn jenti
(cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung,
Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau
bukan sbagai metode yang lazim untuk pengendalianvektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi :
 Parasit : Romanomermes iyengeri
 Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untukpengendalian DBD (Insect Growth
Regulator/IGR dan Baccilus thuringiensis israelensis/BTI), ditujukan untuk
stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan
vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan
nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses
chitinsynthesis selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses
perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang
sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada
methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi
manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi
adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator
entomophagus dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat
mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang
kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari.

Manajemen Lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan
air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti
sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan
yang berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya
pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus
(menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot,
memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat
pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi
tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll).

3. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD


Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah
dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.
Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk
kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M
Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus
menerus/berkesinambungan. Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat
suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu
untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh
masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus
dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa,
serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya.
a. Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD
dapat dicegah atau dikurangi.
b. Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD :
• Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
• Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)
• Tempat penampungan air alamiah
c. Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
d. Cara PSN DBD
PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:
• Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)
• Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2)
• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
• Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali.
• Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
• Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain
(dengan tanah, dan lain-lain)
• Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air
• Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
• Memasang kawat kasa
• Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
• Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
• Menggunakan kelambu
• Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
• Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan ‘3M-Plus’.
Pelaksanaan
1) Di rumah, dilaksanakan oleh anggota keluarga.
2) Tempat tempat umum, dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh
pimpinan atau pengelola.

Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)


Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated Vector
Management (IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan dengan
menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor, berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta
kesinambungannya.
Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah (a) dapat
meningkatkan efektifitas serta efisiensi berbagai metode/cara pengendalian,
(b) dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu
penyakit tular vektor, (c) melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai
lebih optimal dan saling menguntungkan.
Pedoman PVT diharapkan menjadi kerangka kerja dan pedoman bagi
penentu kebijakan serta pengelola program pengendalian penyakit tular
vektor di Indonesia. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan
PVT bagi para pengambil keputusan tingkat Pusat ,Propinsi, Kabupaten/kota
dan sektor terkait.
L. DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diase C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.


Dinkes Kota Semarang. 2014. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang:

Dinkes Semarang.
Dinkes Kota Semarang.2015.Portal Kesehatan Kota Semarang.Semarang :

Dinkes Semarang.
Ginanjar, Genis. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam

Berdarah. Yogyakarta : Mizan.


Rubenstein, David dkk. 2003. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga.
Marcelli, T.M. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nazri, C. ., Hashim, A., Rodziah, I., & Hassan, A. Y. . (2013). Utilization of

geoinformation tools for dengue control management strategy: a case study in

Seberang Prai, Penang Malaysia. International Journal of Remote Sensing

Applications, 3(1), 11–17.

Pierce A. Grace dan Borley Neil R. 2006. At a Glance ILMU BEDAH. Jakarta

: Erlangga.
WHO. 2005. Panduan Legkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan

Demam Berdarah. Jakarta : EGC.

Qi, X., Wang, Y., Li, Y., Meng, Y., Chen, Q., Ma, J., & Gao, G. (2015). The Effects

of socioeconomic and environmental factors on the incidence of dengue fever in the

Pearl River Delta, China, 2013. Plos: Neglected Tropical Disease, 9(10), 1–13.

WHO. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai