BAB I
PENYAJIAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. L
Umur
: 33 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku
: Melayu
Status
: Menikah
Alamat : Dusun Jirak Kel. Samalantan Kec. Samalantan
Tgl MRS : 22-12-2014 (Pkl. 11.20 WIB)
1.2.
Anamnesis
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G2P1A0M0 rujukan dari
Puskesmas
Samalantan
dengan
G2P1A0M0 Gravida 28 minggu dengan PEB. Keluar darah dari jalan lahir
berwarna merah segar pukul 23.00 WIB (21-12-2014) setelah perutnya diurut
dukun kampung, kemudian pasien tidak merasakan adanya gerakan janin,
mules semakin sering, terus menerus dan perut terasa tegang. Pasien
mengeluh perutnya terasa mengeras sejak jam 18.00 WIB (21-12-2014),
pengeluaran lendir (-), air (-), darah (-). Pandangan kabur (-), kepala pusing
(-), nyeri ulu hati (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan asma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga memiliki hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus
dan asma disangkal
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makan-makanan disangkal.
Riwayat Kehamilan Sekarang:
Riwayat muntah pada kehamilan muda (-), bengkak (-), penglihatan
terganggu (-), sakit kepala (-), perdarahan (-), kejang (-).
Pemeriksaan Antenatal:
Riwayat Haid:
Haid pertama
: usia 10 tahun
Lama Haid
: 5-7 hari, siklus teratur
HPHT
: -05-2014
HPL
: -02-2015
Kehamilan
: 28-30 minggu
Gangguan haid: Riwayat Menikah: Pasien menikah 1 kali tahun 2012
Riwayat Kehamilan dahulu:
1. Pasien melahirkan anak pertama, laki-laki, pada tahun 2013, cukup
bulan, lahir spontan tanpa penyulit, tidak ada riwayat hipertensi saat
kehamilan, presentasi kepala, berat badan lahir 2.400 gr, dibantu oleh
bidan di Rumah Sakit, hidup.
2. Yang ini (2014)
1.3.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 22 Desember 2014
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
:
Tekanan darah : 150/100 mmHg (MAP : 116 mmHg)
Nadi
: 108 x/m, reg, kuat angkat
Pernapasan
: 22 x/m
Suhu
: 36,5 0C
Status gizi : BB : 55 kg, TB : 155 cm, IMT : 22.89 kg/m2(normal)
Status Generalis
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-).
Leher : trakea simetris, pembesaran KGB colli (-), pembesaran tiroid (-)
Jantung : auskultasi jantung S1/S2 (-), murmur (-), gallop (-).
Paru
: auskultasi paru BND vesikuler, crackles (-), ronchi (-) wheezing
(-).
Ekstremitas : edema (-/-), akral dingin (+/+), Refleks patella (+N/+N)
Status Obstetrik
Pemeriksaan luar :
Leofold I : bagian atas fundus teraba lunak bentuk lebar, kesan :
bokong, tinggi fundus uteri 27 cm
Leofold II : palpasi perut kanan ibu teraba datar, palpasi perut kiri ibu
teraba bagian-bagian kecil
Leofold III : palpasi bagian terbawah perut teraba keras, bentuk bulat,
Ballotement (-), kesan: kepala.
Leofold IV : Divergen
Denyut jantung janin : His
: >3 x 10 selama > 40
Taksiran berat janin : 2480 gr
Inspeksi : Vulva vagina tenang, perdarahan aktif (-)
1.4.
Resume
G2P1A0M0 33 tahun masuk RS tanggal 22 Desember 2014 pukul 11.20
WIB, dengan keluhan utama pengeluaran darah dari jalan lahir sejak 12 jam
SMRS, berwarna merah segar, mules (+) sering, terus menerus, perut tegang
(+), pengeluaran air (-), pergerakan janin (-) saat masuk RS. Usia kehamilan
menurut HPHT adalah 28-30 minggu. Riwayat perut diurut oleh dukun
kampung. Riwayat hipertensi saat kehamilan sebelumnya disangkal. Pasien
dirujuk dengan preeklampsia berat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
tekanan darah 150/100 mmHg, konjungtiva anemis (+/+).
1.5.
Diagnosis
G2P1A0M0 gravida 28-30 minggu + IUFD + PAP e.c. Susp. Solusio plasenta
DD Plasenta Previa, Vasa Previa, Ruptur Uteri + Hipertensi Dalam
Kehamilan
1.6.
Tatalaksana
1. Non medikamentosa
Tirah baring
Kateterisasi urin
Observasi kondisi umum, tanda-tanda vital, tanda-tanda perdarahan
pervaginam, dan urine output.
USG abdomen
Laboratorium :
- Darah rutin
- BT, CT
- Golongan Darah
- SGOT, SGPT
- Ureum, Kreatinin
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad funtionam
: dubia ad malam
Ad sanactionam
: dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
2.1.
Solusio Plasenta
2.2.1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum
janin lahir.1 Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta
sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri
sebelum janin lahir. Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu
maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens.2
2.2.2. Klasifikasi
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta3:
a. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
b. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
c. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan
2.2.3. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan.
Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk
solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya
melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan.
Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta,
karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus
dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan
paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750
persalinan2. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12%
dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian
bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan
dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus
kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan 2
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Penyebab Perdarahan
Solusio Plasenta
Laserasi/ Ruptura uteri
Atonia Uteri
Koagulopathi
Plasenta Previa
Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata
Perdarahan Uterus
Retained Placentae
Sampel
141
125
115
108
50
44
44
32
(%)
19
16
15
14
7
6
6
4
Pada tabel 2.1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama
sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam
masa kehamilan.2
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam
50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira
2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan
86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin
karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya
terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.3
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang
dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam
4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan .
2.2.4. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
a. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.2,4
b. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
1) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
2) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
3) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa
trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain)
2.2.5. Patogenesis
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh
darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.2,4
10
11
sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya
terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba.
Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi
semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan
pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.2,3
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi
belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahanlahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih
hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat. 2,3
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.2,3,5,6
2.2.7. Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta
belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat
12
juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya
yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan
koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau
terlambat.2,4
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59
kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta2,4:
Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam
78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang
66
3. Gawat janin
60
4. Persalinan prematur idiopatik
22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi
17
6. Uterus hipertonik
17
7. Kematian janin
15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala
atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta
klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya
pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik
mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai
uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan
syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut
ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta
antara lain3:
13
a. Anamnesis
1) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
2) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong
(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang
berwarna kehitaman .
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
(anak tidak bergerak lagi).
4) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
5) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
1) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
2) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
3) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2) Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
3) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
4) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di
atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
e. Pemeriksaan dalam
1) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
2) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,
baik sewaktu his maupun di luar his.
3) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.
f. Pemeriksaan umum
1) Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh
dalam keadaan syok.
2) Nadi cepat, kecil dan filiformis.
g. Pemeriksaan laboratorium
14
15
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila
persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan
postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan
darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan
jumlah perdarahan yang terlihat. 2,4
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat
mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio
plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan
gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya
perdarahan,
karena
vasospasme
akibat
perdarahan
akan
16
17
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan
di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi
apakah
uterus
ini
harus
diangkat
atau
tidak,
tergantung
pada
Gambar 2.4. Uterus Couvelaire dari solusio plasenta total setelah section caesar
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
a.
b.
c.
d.
Fetal distress
Gangguan pertumbuhan/perkembangan
Hipoksia dan anemia
Kematian
2.2.9. Penatalaksanaan
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
18
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.2
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan. 5
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria.3
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan.3 Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari
tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi
ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan
juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk
memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.4,5
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita
umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada
penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi
hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
19
uteroplacenta
(uterus
couvelaire)
tidak
merupakan
indikasi
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan
Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2008; 3-21.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 24 th edition. Prentice Hall
International Inc Appleton. Lange USA. 2014; 819-41.
3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 23th ed. R
Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi
23. Surabaya: Airlangga University Press, 2010; 456-70.
4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO,
2003. 518-20.
5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2008; 362-85.
6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.