Anda di halaman 1dari 14

2.

5 Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan terhadap penetrasi
permukaan, yang disebabkan oleh penusukan oleh benda tekan yang berbentuk
tertentu karena pengaruh gaya tertentu. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaannya akan mengalami
pergesekan (Frictional) dan deformasi plastis.
Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya :
1) Unsur Paduan
Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik logam. Contoh :
aluminium memiliki kekuatan dan kekerasan yang tidak begitu tinggi, oleh
karena itu digunakan fly ash sebagai paduannya. Dengan unsur fly ash pada
aluminium akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan karena tembaga bias
memperhalus struktur butir dan akan mempunyai kualitas pengerjaan mesin
yang bai, mampu tempa, keuletan yang baik dan mudah dibentuk.
2) Jenis Fasa Logam
Jenis fasa dari logam juga berpengaruh terhadap kekerasannya.
Misalnya, fasa martensit memiliki kekerasan yang tinggi karena fasa ini terjadi
akibat pendinginan yang cepat sehingga transformasi atom terjadi tanpa difusi
yang menyebabkan atom tersebut rusak terjebak di dalam larutaan super jenuh.
3) Bentuk dan Dimensi
Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki kekerasan yang
tinggi sedangkan butir besar akan memiliki kekerasan yang rendah. Material
dengan butir halus akan memiliki kekerassan tinggi dibandingkan dengan
material dengan butir kasar.
Sedangkan kekerasan untuk sebuah produk hasil teknologi Powder
Metallurgy, dipengaruhi oleh:
1) Tekanan
Tekanan memiliki pengaruh terhadap nilai kekerasan dari produk hasil
metalurgi serbuk. Dengan semakin besarnya tekanan yang diberikan pada saat
proses kompaksi, maka ikatan antar partikel serbuk akan semakin kuat,
sehingga menyebabkan kerapatan yang tinggi. Hal inilah yang menjadikan
kekerasan bertambah besar.

2) Dimensi Benda
Dimensi dari benda hasil metalurgi serbuk mempengaruhi nilai
distribusi kekerasan. Dengan perbandingan diamter dan tinggi yang kecil,
maka akan didapatkan nilai distribusi kekerasan yang tinggi.
3) Luas Bidang Kontak antar Partikel
Luas bidang kontak berpengaruh terhadap mekanisme ikatan antar
partikel. Semakin besar luas bidang kontak, maka mekanisme ikatan akan
semakin besar, sehingga menyebabkan peningkatan kekerasan.
4) Porositas
Nilai porositas berpengaruh terhadap kekerasan produk hasil metalurgi
serbuk. Karena semakin kecil porositas maka nilai kekerasan akan bertambah
besar. Karena porositas juga menyangkut kerapatan ikatan antar partikel,
sehingga jika kerapatan tinggi (porositas rendah) maka kekerasan juga akan
meningkat.
Pengujian kekerasan merupakan pengujian yang mengukur ketahanan
suatu material terhadap adanya deformasi plastis pada satu titik tertentu.
Pengujian kekerasan adalah sederhana, sehingga banyak dilakukan dalam
pemilihan bahan. Ada beberapa macam alat penguji kekerasan yang dipergunakan
sesuai dengan: bahan, kekerasan, ukuran dan lain-lain. Cara-cara pengujian
kekerasan adalah sebagai berikut [6], ditunjukkan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Teknik Pengujian Kekerasan [6].

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam


metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Brinell (HB/BHN)
2. Rockwell (HR/RHN)
3. Vickers (HV/VHN)
4. Knoop (HK/KHN)
Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian
kekerasan dengan metorde vikers. Pada prinsipnya pengujian dengan sistem
Vickers ini tidak jauh berbeda dengan Pengujian kekerasan dengan sistem Brinell,
salah satu yang bebeda didalam pengujian kekerasan sistem Vickers ini ialah
pemakaian Indentornya, dimana Vickers menggunakan piramida intan dengan
sudut puncak piramida adalah 136 Derajat. Bentuk indentor yang relative tajam
dibanding dengan Brinell yang menggunakan bola baja. Vickers mamberikan
pembebanan yang sangat kecil yakni dengan tingkatan beban 5; 10; 20; 30; 50 dan
120 kg, bahkan untuk pengujian microstruktur hanya ditentukan 10 g, sehingga
pengujian kekerasan Vickers cocok digunakan pada bahan yang keras dan tipis,
sedangkan untuk bahan yang lunak dan tidak homogen seperti besi tuang (cast
Iron) Vickers tidak sesuai untuk digunakan. Konstruksi dan bagian-bagian dari
mesin uji kekerasan Vicker dapat dilihat pada gambar berikut.

Mesin uji kekerasan Vickers


Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Dalam praktiknya, pengujian vickers biasa
dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan vickers hasil
pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15
detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini 37 berarti bahwa kekerasan vickers
hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama
pembebanan 30 detik.

Gambar 15. Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001)

Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)


dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan
luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

Posisi Indentor dalam pengujian kekerasan Vickers


Gambar 2.9. Proses Pengukuran Kekerasan Dengan Metode Vickers
(B. J. M. Beumer, 1994)
Keuntungan uji kekerasan dengan metode Vickers adalah :

Dengan benda penekan yang sama kekerasan dapat ditentukan tidak hanya

untuk bahan yang lunak akan tetapi juga untuk bahan yang keras.
Ketelitian yang dihasilkan cukup tinggi.
Kekerasan benda kerja yang amat tipis atau lapisan permukaan yang relatif
tipis dapat diukur dengan memilih gaya kecil.

Kerugian uji kekerasan dengan metode Vickers adalah :

Dengan bekas tekanan yang kecil kekerasan rata-rata bahan yang tidak

homogen tidak dapat ditentukan, misalnya besi tuang.


Penentuan kekerasan membutuhkan banyak waktu, oleh karena penekanan
piramida dan pengukuran diagonal bekas tekanan adalah dua pelaksanaan
yang terpisah.

2.6 Densitas
Densitas merupakan besaran fisis yaitu perbandingan massa (m) dengan
volume benda (V). Pengukuran densitas yang materialnya berbentuk padatan atau
bulk digunakan metode Archimedes. Prinsip Archimedes digunakan untuk
mengukur densitas yaitu dengan membandingkan berat jenis specimen di dalam
fluida da di udara. Untuk menghitung nilai densitas aktual dan teoritis digunakan
persamaan [15]:

2.2 Pengujian Porositas


Porositas dapat di definisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah volume
zat padat itu sendiri. Untuk mencari prosentase porositas yang terdapat pada suatu
produk, digunakan perbandingan 2 buah densitas yaitu:
1. Theoritical Density : Kepadatan dari suatu benda padat tanpa porositas yang
terdapat di dalamnya.Didefiniskan sebagai perbandingan massanya terhadap
volume sebenarnya.
2. Apparent Density : Berat setiap unit volume material termasuk cacat yang
terdapat dalam material uji.
Porositas suatu bahan pada umunya dinyatakan sebagai porositas terbuka
atau apparent porosity dan dapat dinyatakan dengan persamaan :

2.3 Pengujian Mikro


Pengujian Mikrografi merupakan suatu pengujian untuk memperoleh
gambar yang menunjukkan struktur mikro sebuah logam atau paduan [18].
Pengujian mikrografi ini bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dan tebal
lapisan pencampuran serbuk besi yang tercampur akibat proses stir casting pada
spesimen uji, dimana hasil dari pengujian struktur mikro ini digunakan untuk
mendukung hasil dari pengujian kekerasan Rockwell type B. Pengujian
mikrografi dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik OLYPUS BX41M
untuk menghasilkan gambaran pencitraan struktur kristal dari sebuah logam atau
paduan.
Sebelum melakukan pengamatan struktur mikro, material uji harus melalui
beberapa proses persiapan yang harus dilakukan yakni:
1. Pemotongan (sectioning)
Proses

pemotongan

material

merupakan

suatu

proses

untuk

mendapatkan material uji dengan cara mengurangi dimensi awal material uji
menjadi dimensi yang lebih kecil. Pemotongan material uji ini bertujuan untuk
mempermudah pengamatan struktur mikro material uji pada alat scaning.
Proses pemotongan material uji dapat dilakukan dengan cara pematahan,
penggergajian, pengguntingan, dan lain-lain [18].

2. Pembingkaian (mounting)
Proses pembingkaian sering digunakan untuk material uji yang
mempunyai dimensi yang lebih kecil. Dalam pemilihan media pembingkaian
haruslah sesuai dengan jenis material yang akan digunakan. Pembingkaian
haruslah memiliki kekarasan yang cukup dan tahan terhadap distorsi fisik
akibat panas yang dihasilkan pada saat proses pengamplasan. Proses
pembingkaian ini bertujuan untuk mempermudah pengamplasan dan
pemolesan [18].
3. Pengamplasan (grinding)
Pengamplasan bertujuan untuk meratakan permukaan material uji
setelah proses pemotongan material uji. Proses pengamplasan dibedakan atas
pengamplasan kasar dan pengamplasan sedang. Pengamplasan kasar
dilakukan sampai permukaan material uji benar-benar rata, sedangkan
pengamplasan sedang dilakukan untuk mendapatkan permukaan material uji
yang lebih halus. Pada saat melakukan proses pengamplasan material uji harus
diberi cairan pendingin guna menghindari terjadinya overheating akibat panas
yang ditimbulkan pada saat proses pengamplasan [18].
4. Pemolesan (polishing)
Proses pemolesan bertujuan untuk menghasilkan permukaan material
uji yang benar-benar rata dan sangat halus pemukaannya hingga tampak
mengkilap tanpa ada goresan sedikitpun pada material uji. Pemolesan
dilakukan dengan menggunakan serat kain yang diolesi larutan autosol metal
polish [18].
5. Pengetsaan (etching)
Etsa adalah mereaksikan spesimen dengan larutan kimia. Tujuan
proses etsa ini adalah untuk mengkorosikan permukaan spesimen dan
memberikan efek warna agar struktur mikro dapat terlihat pada mikroskop.
Untuk material aluminium larutan etsa yang digunakan adalah terdiri dari 25
ml HNO3, 5 ml HF, 75 ml HCl, dan 25 ml H2O. Proses etsa yaitu dengan
mencelupkan permukaan spesimen yang sudah dipoles ke dalam larutan
selama beberapa detik setelah itu bilas dengan air dan kemudian dikeringkan.
Karena larutan mengandung HF maka spesimen minimal harus didiamkan

selama 24 jam agar spesimen benar-benar bersih dari HF. Hal ini dilakukan
karena sifat HF yang dapat merusak lensa pada mikroskop [18].
Setelah semua proses persiapan dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
melakukan

pengamatan

dengan

menggunakan

mikroskop

optik

dengan

pembesaran yang telah ditentukan. dari hasil pengamatan mikroskopis akan


diperoleh informasi dan analisa data tentang struktur mikro yang terbentuk,
kedalaman difusi dan distribusi fasa yang terbentuk pada material uji.

2.5 Pengujian Bending


Pengujian bending merupakan salah satu pengujian yang mudah dilakukan, dan
sering kali dilakukan material yang getas yang mempunyai sifat elastis linear.
Terdapat dua macam tipe pengujian bending, pengujian bending tiga titik dan
pengujian bending empat titik [7].
Pengujian bending merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan
yang dilakukan terhadap specimen dari bahan baik bahan yang akan digunakan
sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima pembebanan. Dengan
pembebanan ini bahkan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yan
berlawanan bekerja saat yang bersamaan.
Sebagaimana prilaku bahan terhadap pembebanan, semua bahan akan
mengalami perubahan bentuk (deformasi) secara bertahap dari elastis menjadi
plastis hingga akhirnya mengalami kerusakan (patah). Dalam proses pengujian
lengkung yang dilakukan terhadap material sebagai bahan teknik memilki
tujuan pengujian

yang

berbeda

tergantung

kebutuhannya.

Berdasarkan

kepada kebutuhan tersebut makan pengujian lengkung dibedakan menjadi


2, yaitu :
a. Pengujian lengkung beban dan
b. Pengujian lengkung perubahan bentuk.
Pengujian lengkung beban ialah pengujian lengkung yang bertujuan untuk
mengetahui

aspek-aspek

kemampuan

pembebanan lengung, yakni :


a. Kekuatan atau tegangan lengkung (b)

bahan

uji dalam

dalam

menerima

b. Lenturan atau defleksi (f) Sudut yang terbentuk oleh lenturan atau sudut
defleksi.
c. Elastisitas (E)
Terdapat dua macam tipe pengujian bending, pengujian bending tiga titik
dan pengujian bending empat titik [7]. Konfigurasi uji bending tiga-titik dimana
serat penyusun komposit tegak lurus dengan panjang spesimen disebut uji
bending melintang (transverse bend test). Terdapat dua kemungkinan penyusunan
serat, yaitu dengan serat sejajar dengan panjang spesimen dan serat melintang
terhadap panjang spesimen. Pada salah satu konfigurasi tersebut, akan terjadi
perpatahan pada bagian luar permukaan spesimen yang berada pada tegangan
tensile maksimal [8].
Material komposit mempunyai sifat tekan lebih baik dibanding tarik, pada
perlakuan uji bending spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan
bagian bawah terjadi proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji
bending yaitu mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan
tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada Gambar 2.5 berikut ini [3] :

pengujian bending. Pengujian bending yang dilakukan pada penelitian


ini mengacu pada standar ASTM E9-89a, dimana bentuk spesimen yang
digunakan berbentuk balok dengan tinggi + 3 cm, panjang dan ketebalan + 1
cm. Uji tekan dilakukan di Laboratorium Fisika USU, menggunakan mesin uji
universal (Universal Testing Machine). Adapun tahapan pengujian tekan yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan sampel yang akan dilakukan pengujian.
2. Menyalakan mesin uji tekan.
3. Mengukur diameter dan tinggi awal sampel dengan jangka sorong.
4. Memasang sampel pada mesin uji tekan.

5. Mengatur pembebanan dengan kecepatan konstan.


6. Mencatat beban yang diterima tiap 10-20% deformasi (peregangan).
7. Hentikan pengujian saat sampel telah hancur atau saat beban maksimum
alat uji tercapai.
8. Diperoleh nilai beban pada petunjuk jarum skala mesin uji tekan.
3.5.2 Pengujian Kekerasan (Vikers)
Setalah pengujian bending dilakukan, spesimen akan mengalami
patahan dan kemudian salah satu patahan dari setiap variasi kompaksi akan
dilakukan pengujian kekerasan dengan menggunakan metode vikers.
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk
piramida dengan sudut puncak 136 yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan selama proses uji kekerasan ini
adalah sebagai berikut:
1. Persiapan pengujian
a. Menyiapkan sampel uji yang sudah cetak dengan resin.
b. Menghaluskan permukaan sampel benda uji dengan menggunakan
amplas dan kain bludru yang diberi autosol.
2. Pengoperasian
a. Menghidupkan power.
b. Menaruh benda uji pada kedudukannya.
c. Mengatur mikroskop sampai dengan tampak jelas permukaan yang
akan diuji.
d. Mengatur beban yang dibutuhkan, yaitu 10 gram.
e. Mengatur waktu penekanan, 10 sekon.
f. Mengatur pembebanan dan tekan START agar identor otomatis
menekan specimen selama 10 sekon.
g. Mengatur kembali ke mikroskop hitung diagonal x dan y.
h. Mengulang dari langkah (c) sampai dengan (g) sampai dengan 5 titik
untuk setiap spesimen.

3.5.3 Pengujian SEM


Scanning Electron Microscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop
elektron yang menggambar spesimen dengan memindainya menggunakan sinar
elektron berenergi tinggi dalam scan pola raster. Elektron berinteraksi dengan
atom-atom sehingga spesimen menghasilkan sinyal yang mengandung informasi
tentang topografi permukaan spesimen, komposisi, dan karakteristik lainnya
seperti konduktivitas listrik.

3.5.4 Pengujian Densitas


Pengujian densitas dilakukan untuk mengetahui besarnya densitas dari
produk aluminium foam. Pengujian densitas dilakukan dengan menggunakan
prinsip Archimedes. Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit
3
volume dengan satuan gram/ cm . Dari pengujian ini akan didapatkan pula

perkiraan densitas porositas atau sel pada produk aluminium-fly ash. Untuk
menentukan volume produk utuh, maka dilakukan pengukuran dengan
memanfaatkan prinsip archimedes.
Langkah-langkah yang dilakukan selama proses pengujian densitas ini
adalah sebagai berikut:
1. Hal pertama yang dilakukan adalah menimbang massa baker glass yang berisi
air, kemudian menimbang sample kering dengan menggunakan neraca.
2. Sampel yang telah ditimbang, kemudian di rendam di dalam air selama 1 jam,
bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sample uji.
3. Setelah proses penetrasi tercapai, seluruh permukaan sample dilap dan dicatat
massa sample setelah di rendam di dalam air.
4. Berikutnya sampel digantung, dan pastikan tepat pada posisi di tengah dan
tidak menyentuh alas baker glass yang berisi air, dimana massa sample berikut
penggantung di dalam air ditimbang.
5. Selanjutnya sample dilepas dari tali penggantung, dan catat massa data-data
hasil pengujian.

Anda mungkin juga menyukai