Disusun oleh:
Clara Adelia Wijaya, S.Ked
04054821517018
04054821517021
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Manifestasi Oral pada Pasien Pemfigus Bulosa
Oleh :
Clara Adelia Wijaya, S.Ked
04054821517018
04054821517021
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 29 September
17 Oktober 2016
Palembang,
Oktober 2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Manifestasi Oral pada Pasien
Pemfigus Bulosa.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Gigi dan Mulut RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Emilia Ch. Prasetyanti,
Sp.Ort, MM.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Palembang,
Oktober 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I
LAPORAN KASUS...............................................................................1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Gigi ........................................................................................7
Gangren Radix.....................................................................................16
Mukositis Oral.....................................................................................18
Pemfigus Bulosa...................................................................................23
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Ruangan
MRS
II.
: Tn.Marzuki Ahmad
: 57 tahun (12 Desember 1958)
: Laki-laki
: Dusun IV RT 01 Kel.Tebing Gerinting Selatan,
Kec.Indralaya Selatan, Kab.Ogan Ilir
: Islam
: Indonesia
: Petani
: SLTP
: Aster G (Saraf Bawah)
: 21-09-2016
13.30)
a. Keluhan Utama
Pasien dikonsulkan dari bagian Kulit dan Kelamin RSMH untuk
dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut karena pasien mengeluh sariawan
di bibir bawah dan kedua sudut mulut sejak 1 minggu yang lalu.
b. Keluhan Tambahan
Gigi kiri atas dan bawah banyak berlubang.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 1 bulan SMRS timbul bercak merah dan bentol yang
berubah menjadi lepuh tegang seukuran biji jagung beberapa buah di
kedua lengan bawah. Lepuh melebar ke wajah, leher, dan badan. Sejak 2
minggu SMRS lepuh tegang pecah menjadi lecet.
Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengeluh sariawan pada bibir.
Awalnya sariawan berukuran kecil lalu kemudian membesar dan melebar.
Gigi pasien juga banyak yang rusak dan berlubang di rahang kiri atas dan
bawah. Pasien juga mengeluh sulit makan akibat sariawan.
Pasien dirawat di Bagian Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang dengan diagnosis Pemfigus Bulosa. Pasien dikonsulkan
ke Bagian Gigi dan Mulut agar dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut
untuk mengevaluasi dan tatalaksana kelainan.
d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik
Penyakit atau Kelainan Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy
e.
f.
Ada Disangkal
cukup
Respiratory Rate
Temperatur
Tekanan Darah
: 130/70 mmHg
Wajah
Bibir
KGB
bening
TMJ
Debris
Plak
Kalkulus
Perdarahan Papilla Interdental
Gingiva
Mukosa bukal
ulserasi/pseudomembran
Mukosa palatum
Mukosa labial
: ulserasi eritema
:
ulserasi/pseudomembran di
-
Palatum
Lidah
Dasar Mulut
Hubungan Rahang
Kelainan Gigi Geligi
d. Status Lokalis
Gigi
Lesi
Sondase
CE
Perkusi
Palpasi
23
Radix
Td
Td
24
Pulpa
Td
Td
25
Pulpa
Td
27
Radix
28
Diagnosis/
Terapi
ICD
Gangren Radix
Pro extraksi
Gangren Pulpa
Pro extraksi
Td
Gangren Pulpa
Pro extraksi
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
36
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
37
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
7
38
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
48
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
Gambar 2. Tampak gangren radix pada 36, 37, 38, 48 dan missing teeth pada 46
dan 47
Gambar 3. Tampak gangren radix pada 23, 27, 28 dan missing teeth pada 18
e. Odontogram
18
48
17
47
16
46
15
14
13
12
11
21
22
23
24
25
IV
III
II
II
III
IV
IV
III
II
II
III
IV
45
44
43
42
41
31
32
33
34
35
26
27
28
36
37
38
V. RENCANA TERAPI
- Susp. mukositis oral dan susp. angular cheilitis :
o Tantum lozenges (Benzydamine HCl) 3x1 dihisap perlahan-lahan
selama 10 menit sebelum makan
o Chlorhexidin gargle 3x1 dikompres pada lesi selama 20 menit setelah
-
makan
Calculus gingivitis
Gangren radiks
Gangren pulpa
Dental Health Education
: Pro scalling
: Pro ekstraksi
: Pro ekstraksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Gigi
11
2
3
pre-molar.
Permukaan mesial: permukaan paling dekat garis tengah tubuh.
Permukaan lingual: permukaan paling dekat lidah di rahang bawah,
4
5
6
Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan
Dentin
Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi
Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya
dengan tulang.
4
Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang
14
yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada saat preparasi
kavitas/pengeboran gigi.
2.1.5 Persarafan Gigi
Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus
kranial ke-V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan
pada daerah orofasial, selain saraf trigeminal meliputi saraf kranial lainnya,
seperti saraf kranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.
Nervus Maksila
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus
ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris
superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris
superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior
posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi
anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar
serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibula
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah
akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah
merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih
besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap
akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada
mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya didistribusikan ke area
15
kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus,
distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis,
karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area
mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan
perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula
melalui foramen kecil pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini
berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligamentum periodontal.
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
17
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET
anterior.
Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi
premolar dan molar I bagian mesial.
19
CABANG MANDIBULARIS
Persarafan
mempersarafi
Dentis;
gigi
Dipersyarafi
anterior
dan
oleh
Nervus
posterior
gigi
Alveolaris
rahang
Inferior,
bawah
PERSARAFAN GINGIVA
a. Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari
foramen Mentale
b. Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi
anterior dan posterior rahang bawah
20
2.2
2.2.1 Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi
yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri.
2.2.2 Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang
tidak sempurna.
2.2.3 Patogenesis
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang
mengubah karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam
yang mengakibatkan demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat
dilakukan oleh air liur, namun jika terjadi ketidakseimbangan antara
demineralisasi dan remineralisasi, maka akan terbentuk karies (lubang) pada gigi.
Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada tahap ini, jika
tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi
pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa,
meninggalkan jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa
akar gigi.
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda
keras saat terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang
patah menyisakan akar gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi
yang telah mati.
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi
yang bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang
kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat muncul
keluar gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh,
atau dapat berkembang menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap sisa akar gigi
juga berpotensi untuk mencetuskan infeksi pada akar gigi dan jaringan penyangga
21
gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan sampai hebat, terjadi
pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar membuka mulut
(trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah makan. Pembengkakan
yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit, menyebabkan selulitis atau
flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras bagaikan kayu, lidah terangkat ke
atas dan rasa sakit yang menghebat. Perluasan infeksi ini sangat berbahaya,
bahkan penanganan yang terlambat dapat merenggut jiwa, seperti pada angina
Ludwig.
Infeksi
pada
akar
gigi
maupun
jaringan
penyangga
gigi
dapat
yang
sempurna.
Gangguan
pengunyahan
menjadi
alasan
pada
akar
gigi
maupun
jaringan
penyangga
gigi
dapat
pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang
berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit,
mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan
yang
sempurna.
Gangguan
pengunyahan
menjadi
alasan
jika tidak dikomplikasi oleh infeksi dan dapat membaik dalam 2 hingga 4 minggu
setelah penghentian kemoterapi sitotoksik (National Cancer Institute, 2013).
2.3.1 Etiologi Mukositis
Etiologi
mukositis
dapat
dibagi
pada
mukotosisitas
direk
dan
mukotoksisitas indirek. Efek inhibitori direk dari kemoterapi atau radioterapi pada
replikasi DNA dan prliferasi sel mukosa menyebabkan menurunnya kemampuan
pembaharuan sel epitel basal. Akhirnya, ini menyebabkan atropi mukosa,
kerusakan kolagen dan ulserasi. Kadar replikasi seluler yang tinggi ini
memudahkan sitotoksisitas dari mukosa oral dan gastrointestinal.
Pada
yang baru mendapati bahwa ia merupakan proses yang kompleks dan multistep.
Satu model untuk menggambarkan langkah yang utama dalam perkembangan dan
resolusi dari mukositis telah diusulkan. Lima fase mukositis menurut Sonis et al.
(2004) adalah inisiasi, upregulasi, amplifikasi sinyal, ulserasi, dan penyembuhan.
Pada fase inisiasi, kemoterapi atau radioterapi merusak DNA di epitel basal secara
direk dan menyebabkan terlepasnya spesies oksigen reaktif (ROS), akhirnya
merusak sel secara langsung dan menyebabkan kematian sel klonogenik.
Seterusnya, kerusakan jaringan dan apoptosis berlaku akibat produksi dari sitokin
pro- inflamasi (TNF-, IL-1, dan IL-6). Nuklear faktor-B menghasilkan
upregulasi dari sitokin tersebut dan memainkan peranan penting dalam jalur
apoptosis pada mukositis (Rubenstein et al., 2004).
Spesies
oksigen
reaktif
(ROS)
juga
menstimulasi
formasi
dari
mikroorganisme
seterusnya
menyerang
submukosa,
mengaktifkan makrofag, dan mempromosikan pelepasan lanjut dari sitokin proinflamasi. Akhirnya, matriks ekstraseluler memberikan sinyal untuk pembaharuan,
proliferasi epitel, dan diferensiasi epitel. Ini bertepatan dengan kembalinya
neutrofil ke tingkat normal dalam sirkulasi perifer, kira-kira dua minggu setelah
inisiasi (Sonis et al., 2004).
2.3.4 Tanda dan Gejala Mukositis Oral
Terdapat beberapa tanda dan gejala bagi mukositis. Antaranya adalah
mulut atau gusi merah, mengkilap, dan bengkak. Selain itu, pada mulut, gusi atau
lidah didapati luka dan bisa berdarah. Nyeri di mulut atau tenggorokan dan
kesulitan menelan atau berbicara adalah antara gejala mukositis yang paling
sering. Di samping itu, tanda mukositis adalah adanya bercak putih, lunak atau
nanah di mulut atau lidah. Ketika makan makanan, pasien akan rasa kekeringan,
25
rasa terbakar ringan, atau sakit. Peningkatan lendir atau air liur lebih tebal di
mulut juga merupakan gejala mukositis (Oral Cancer Foundation, 2012).
2.3.5 Skala Penilaian Mukositis Oral
Skala Penilaian Mukositis Oral Menurut World Health Organisation
(WHO) dan National Cancer Institute (NCI)
infeksi mulut. Pasien dengan mukositis oral dan neutropenia memiliki risiko
relatif septikemia lebih dari 4 kali lipat dari pasien dengan neutropenia saja.
Mukositis bertambah rumit oleh mual dan muntah yang sering terjadi dengan
pengobatan. Kemoterapi dan terapi radiasi dapat mempengaruhi kemampuan sel
untuk mereproduksi, memperlambat penyembuhan mukosa mulut, dan sering
memperpanjang durasi mukositis ( Oral Cancer Foundation, 2012).
2.3.7 Penatalaksanaan Mukositis Oral
Mukositis oral (OM) adalah self-limited, hingga manajemen lesinya dibagi
menjadi 5 pendekatan utama, termasuk debridement oral, dekontaminasi oral,
manajemen nyeri topikal dan sistemik, profilaksis atau pencegahan, dan
pengendalian pendarahan (Treister, 2013).
Pasien dengan lesi mukositis oral sering neutropenia dan trombositopenia,
hingga debridement oral harus dilakukan dengan hati-hati karena menyikat gigi
bisa menyebabkan perdarahan gingiva dan juga menghasilkan bakteremia
transien. Sekresi kering dapat menjadi berlapis pada permukaan mukosa (dan
sering salah didiagnosis sebagai kandidiasis). Agen mukolitik, seperti alkalol,
membantu untuk menghilangkannya (Treister, 2013).
Rejimen dekontaminasi oral terdiri dari bilasan antijamur dan antibakteri.
Fluorida dan gel digunakan dalam beberapa rejimen perawatan mulut terutama
untuk aktivitas antibakteri terhadap plak gingiva. Candida profilaksis biasanya
mencakup bilasan nistatin atau troches clotrimazole. Flukonazol dapat digunakan
untuk profilaksis candida atau untuk pengobatan kandidiasis (Treister, 2013).
Bagi manajemen nyeri topikal dan sistemik, bilasan lokal (misalnya, 2%
lidokain kental, obat kumur, dan solusi morfin topikal) dan analgesik sistemik
digunakan untuk mengontrol rasa sakit. Solusi topikal harus disimpan dalam
mulut 2-5 menit. Kumur dengan larutan natrium klorida membantu menjaga
kelembapan mukosa, mengurangi penggumpalan sekresi, dan mengurangkan
radang/ ulserasi mukosa (Treister, 2013).
Pada profilaksis atau pencegahan, cryotherapy telah terbukti efektif dalam
pencegahan onset dan keparahan mukositis pada pasien yang menjalani
27
penyakit
akan
menyembuh
sendiri
atau self
limited
disease, namun beberapa tahun kemudian lesi biasanya akan timbul kembali
secara sporadis general atau regional. Bula yang pecah menimbulkan erosi yang
luas dengan bentuk tidak teratur, namun tidak bertambah seperti pada Pemfigus
Vulgaris. Erosi kemudian akan mengalami penyembuhan spontan sehingga dapat
dijadikan sebagai tanda penyembuhan. Lesi P.B yang menyembuh tidak
29
KARAKTERISTIK
UMUR:
PREDILEKSI:
PEMFIGUS VULGARIS
50 tahun
Mukosa mulut, wajah, dada, sela
TEMUAN PEMERIKSAAN:
paha
aksila, jarang di mulut
Bula lembek, dinding kendur, Bula utuh, dinding tegang, letak
PENGOBATAN :
letak
intraepidermal,autoantibodi IgG
Prednison 40-60 mg/hari, obat
dan komplemen
Prednison 1mg/kgBB/hari atau
imunosupresan,
PROGNOSIS:
PEMFIGOID BULOSA
60 tahun
Daerah lipatan, sela paha,
bila
kronik lebih
pada
fase initial,
kemudian tappering
steroid bermakna
2. Dermatitis Herpetiformis
Susunan lesi pada dermatitis herpetiformis adalah berkelompok dan
biasanya hanya ditemukan bentuk ekskoriasi, dengan distribusi lebih sering di
daerah ekstensor daripada fleksor, dirasakan sangat gatal, dan terdapat IgA
tersusun granular.
3. Erupsi Obat Bulosa
Awitan erupsi obat bulosa dapat berhubungan dengan penambahan obat
baru atau dengan obat yang telah lama digunakan, misalnya Furosemid,
Sulfonamida. Pemeriksaan rutin dan imunofluoresens dari sample biopsi kulit
biasanya dapat membedakan kelainan-kelainan ini.
4. Lupus Eritematosus Bulosa
Penyakit ini sangat jarang, dan disertai gejala khas lupus eritematosus
lainnya (ANA positif, anemia, dsb).
5. Eritema Multiforme Bulosa
Lesi-lesi pada eritema multiforme bulosa berbentuk seperti target,
imunofluoresensi IgG linier negatif, dan biasanya terdapat paparan infeksi
sebelumnya atau riwayat menelan obat-obatan. Eritema Multiforme Bulosa
contohnya Steven Johnson Syndromme.
2.4.8. Penatalaksanaan
31
offdalam
pasien, 24% memiliki keterlibatan mulut dan 7% memiliki lesi pada alat kelamin.
Keterlibatan oral umum pada pemfigoid bullosa, terjadi pada 30% sampai 50%
pasien.
Perubahan oral awal terdiri dari bula hemoragik. Karena lingkungan yang
lembab, pemecahan bula meninggalkan ulserasi yang tertutup fibrin. Lesi-lesi
ditemukan paling sering pada palatal, pipi, bibir dan lidah. Tempat-tempat lain
yang kurang umum terlibat mencakup mukosa hidung, faring, konjungtiva dan
terkadang urethra dan vulva. Berbeda dengan pemfigoid sikatrisial, keterlibatan
mukosa pada pemfigoid bulosa menyeluruh tidak terkait dengan scarring.
Pemfigoid mulut terlokalisasi merupakan sebuah varian gingivitis
deskuamatif yang baru-baru ini ditemukan. Ini mengenai gingiva marginal dan
gingiva yang melekat. Varian ini menunjukkan kecenderungan yang tinggi pada
perempuan (9:1) dan tampak paling sering pada orang-orang yang berusia paruhbaya. Gingivitis deskuamatif bisa menjadi manifestasi dari lichen planus,
pemfigoid sikatrisial dan pemfigus. Diagnosis pemfigoid mulut terlokalisasi
tergantung pada keberadaan berkas linear dari imunoreaktan pada daerah
membran dasar epithelial pada pemeriksaan imunofluoresensi langsung.
Gambaran klinis mencakup eritema, edema, erosi dan ulser. Lesi yang muncul
tidak menghasilkan scarring. Pemfigoid bulosa yang terkait dengan gingivitis
deskuamatif bisa tetap terbatas pada gingiva (tipe pemfigoid mulut terlokalisasi),
tetapi proporsi pasien yang hampir kurang lebih sama mengalami pemfigoid
sikatrisial lengkap.
33
BAB III
ANALISIS MASALAH
Tn. Marzuki Ahmad, 57 tahun, laki-laki, dirawat di Bagian Kulit dan
Kelamin RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan diagnosis Pemfigoid
Bulosa. Pasien dikonsulkan dari bagian Kulit dan Kelamin RSMH untuk
dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut karena pasien mengeluh sariawan di bibir
bawah dan kedua sudut mulut sejak 1 minggu yang lalu. Gigi pasien juga banyak
yang rusak dan berlubang di rahang kiri atas dan bawah. Pasien juga mengeluh
sulit makan akibat sariawan.
Dari riwayat kebiasaan, adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk
berupa menyikat gigi tidak teratur dan tidak pernah melakukan perawatan/kontrol
gigi. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
mukositis oral selain karena penyakit pemfigus bulosanya dan karies yang
berlanjut menjadi gangren radix.
34
Saat dikonsulkan ke bagian Gigi dan Mulut, keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 84 x/m, pernafasan 20 x/m, suhu 36.40 C dan tekanan darah
130/70 mmHg.
Pada pemeriksaan ekstra oral, pada bibir ditemukan ulserasi eritema pada
kedua
sudut
mulut.
Pada
pemeriksaan
intra
oral
ditemukan
lembab, pemecahan bula meninggalkan ulserasi yang tertutup fibrin. Pada pasien
pemfigoid bullosa juga dapat ditemukan gingivitis marginal
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah scaling untuk
membersihkan calculus pada semua regio, pro ekstraksi gangren radiks dan
gangren pulpa, dan pemberian tantum lozenges (Benzydamine HCl) dan obat
kumur klorheksidin. Tantum lozenges dihisap perlahan-lahan selama 10 menit
sebelum makan. Benzydamine HCl dalam tantum lozenges bersifat sebagai
analgesik-antiinflamasi. Pemberian obat kumur klorheksidin dengan cara
dikompres ke seluruh lesi. Klorheksidin adalah obat kumur yang menunjukkan
aktivitas antimikroba dan antijamur sprektrum luas, efektif melawan bakteri gram
positif dan gram negatif, juga sel ragi dan jamur, dan terikat pada permukaan oral
secara
terus
menerus.
Hasil
penelitian
Rutkauskas
dkk.
menunjukkan
36
DAFTAR PUSTAKA
Daili ES., Menaldi SL., I Made Wisnu. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di
Indonesia: Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia
Indonesia. h. 75-6
Gilchrest, AS Paller, DJ Leddel (Eds.): Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine, 7th edition. New York: McGrawHill Medical. p. 475-80Goldstein
B., Goldstein A. 2001. Dalam: Melfiawaty S. (penerjemah), Brahm U. (Ed.):
Dermatology Praktis. Jakarta: Hipokrates. h. 81-3
J.J Pindorg. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Tangerang : Binarupa Aksara
Publisher; 2009, pp.238, 248, 246
Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burkets Oral Medicine
11th ed. India : BC Decker Inc; 2008, pp.42, 53-6, 66
Siregar RS. 1996. Atlas Berwarna: Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. h. 22830
Stanley JR. 2008. Bullous Pemphigoid. In: K Wolff, LA Goldsmith, SI Katz, BA
Wiryadi B.E. Dermatosis Vesikobulosa Kronik. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi keempat, cetakan ketiga. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.
37
UK.http://emedicine.medscape.com/article/1064187-overview.
38