Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai Nervus medianus adalah
neuropati tekanan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus
berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginervasi kulit telapak
tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi
lateral jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling
sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang
dikenal dengan istilah Carpal Tunnel Syndrome/CTS. 1,2,3
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindrom terowongan karpal adalah suatu
kelainan yang sering dijumpai dalam praktik kedokteran. Sindrom ini muncul karena
adanya penekanan pada nervus medianus yang terletak di antara ligamentum transversus
carpalis, yang disebut juga fleksor retinakulum pada bagian atas, dan tendo muskulus
digitorum superficialis, muskulus digitorum profundus, muskulus fleksor policis longus,
dan tulang-tulang carpal (scaphoid dan trapezium) di bagian bawahnya. 1,3,4
Carpal tunnel syndrome merupakan neuropati tekanan terhadap nervus medianus
di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat kronik dan ditandai
dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesi jari-jari yang mendapat innervasi dari
saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.2,3
Terowongan karpal terdapat dibagian depan dari pergelangan tangan dimana
tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa
tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi
terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum
yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan
yang mempersempit terowongan ini, akan menyebabkan penekanan terhadap struktur
yang paling rentan didalamnya yaitu nervus medianus.1,2,3
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan salah satu penyakit yang sering
dilaporkan oleh badan-badan statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang
sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri. Berdasarkan epidemiologinya,

wanita, obesitas dan usia sekitar 40-60 tahun memilki resiko lebih tinggi dibanding
yang lainnya. Penyebab adanya sindrom ini yang paling sering adalah penggunaan yang
berlebihan dari sendi pergelangan tangan atau penggunaan sendi yang tidak baik dan
terjadi terus-menerus sehingga terjadi mikrotrauma. Salah satu untuk menangani gejala
tersebut adalah dengan melakukan istirahat terhadap sendi pergelangan tersebut dan
tidak menggunakannya secara berlebihan. Pemberian obat-obatan penghilang nyeri
secara oral dapat juga membantu mengurangi keluhan tersebut.2,3,4
CTS bukanlah penyakit yang berakibat fatal, namun dapat menyebabkan
kerusakan yang irreversibel dari n.medianus, dengan konsekuensi berat berupa
kehilangan fungsi tangan, apabila tidak dilakukan terapi. Penegakan diagnosis sedini
mungkin diperlukan agar kita sebagai dokter dapat memberikan terapi yang adekuat
maupun edukasi kepada pasien untuk menjauhi faktor risiko.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Dysestesia dan nyeri pada jari tangan, mengacu pada acroparestesia

merupakan tanda klinis awal terjadinya sindrom penekanan N. Medianus pada awal
tahun 1950-an. Tahun 1949, Kremer dkk pertama kali mengemukakan penyebab
timbulnya sindrom ini dikarenakan oleh penekanan terhadap N. Medianus pada
pergelangan tangan dan gejalanya akan berkurang dengan pemisahan fleksor
retinaculum yang membentuk dinding ventral canalis carpi. Parestesia timbul cukup
parah di saat malam hari. Nyeri akibat carpal tunnel syndrome sering kali menjalar
hingga ke lengan dan pundak. Gejala yang timbul secara esensial berupa sensorik yakni
hilangnya sebagian sensibilitas superfisial pada jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah.
Kelemahan dan atrofi pada otot abduktor pollicis brevis dan otot otot lain yang
dipersarafi oleh N. Medianus seringkali ditemukan pada kelainan yang sudah cukup
parah dan tak terobati.3,4,5
Carpal Tunnel Syndrom adalah kompresi dari nervus medianus di pergelangan
tangan merupakan kelainan yang paling sering mempengaruhi nervus medianus. CTS
juga merupakan sindrom nerve entrapment tersering. Carpal tunnel syndrom adalah
sekumpulan tanda dan gejala yang disebabkan oleh terjepitnya nervus medianus pada
terowongan karpal. Gejala yang sering muncul adalah adanya mati rasa, parastesi, dan
nyeri yang terasa sepanjang perjalanan saraf medianus. Gejala-gejala tersebut dapat
disertai dengan perubahan sensasi dan kekuatan dari otot-otot yang dipersarafi saraf
tersebut.2,3,4,5
2.2

Epidemiologi
Insidensi Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat sekitar 1-3 kasus per

1000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1000 orang pada
populasi umum. Insidensi dapat meningkat menjadi 150 kasus pada 1000 orang per

tahun dengan prevalensi dapat mencapai lebih dari 500 kasus per 1000 orang dalam
populasi yang berisiko tinggi. 2,4,5
Penelitian berbasis populasi tentang CTS masih kurang. CTS hampir tidak
pernah terdengar dari beberapa negara berkembang ( misalnya, di antara orang-orang
kulit hitam di negara Afrika Selatan). Orang-orang kulit putih kemungkinan memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk terkena CTS. Sindrom ini sangat jarang terkena pada
beberapa ras ( misal : pada orang Afrika Selatan yang berkulit hitam). Di Amerika
Utara, anggota tentara US yang berkulit putih terkena CTS 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan anggota tentara yang berkulit hitam.1,4,5
National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih sering
mengenai wanita daripada pria dengan perbandingan 3-10:1 dengan usia berkisar 25 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 60
tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan
0,6% untuk laki-laki. CTS adalah jenis neuropati tekanan yang paling sering ditemui.
Sindrom ini bersifat unilateral pada 42% kasus ( 29% kanan, 13% kiri ) dan 58%
bilateral.3.5,6
Perkembangan CTS berhubungan dengan usia. Phalen dkk melaporkan jumlah
kasus meningkat untuk setiap dekade usia 59 tahun, setelah itu, jumlah kasus di setiap
dekade menurun. Atroshi dkk mengamati serupa distribusi usia dengan prevalensi
tertinggi CTS pada pria dari 45-54 tahun dan wanita usia 55-64. Lunak dan Rudolfer
menemukan bahwa kasus CTS memiliki distribusi usia dengan puncak pada usia 50-54
tahun. Usia puncak penderita yang mengalami CTS adalah 45-60 tahun dan hanya 10%
pasien CTS berusia dibawah 31 tahun.2,3,5,6
Penelitian Picket dkk pada tahun 1955 menyimpulkan bahwa carpal tunnel
syndrom diderita 56% pasien dengan kelainan akromegali dan penelitian Falli dkk pada
tahun yang sama menemukan bahwa kelainan bersifat herediter yaitu familial
amyloidosis sering dijumpai kelainan CTS pula pada penderitanya dan dikenal dengan
sebutan familial amyloidosis swiss type. 4,5,6

2.3

Anatomi Carpal Tunnel


Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar

pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan nervus medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang
carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari
tangan. Jari tangan dan otot otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon
-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada
tulang tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal
yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas
jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut
ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.3,6,7
Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen
radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik pada
permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis
brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis.

Gambar 1. Penampang melintang pergelangan tangan 3

2.4

Anatomi Nervus Medianus


Secara anatomi, serabut saraf nervus medianus berasal dari ramus cervicalis ke

lima, enam, tujuh, dan delapan, serta ramus thoracalis pertama dan melewati sebeah
lateral dan medial dari pleksus brachialis. Cabang saraf motorik menginervasi muskulus
abductor policis brevis, opponens pollicis, serta dua lumbrikalis lateral tangan. Serabut
saraf sensorik menginervasi sisi volar dari tiga jari lateral dan separuh lateral dari jari ke
ke empat, termasuk palmar dan sis distal dorsal dari jari-jari tersebut melampaui ujung
dari sendi interphalang I. (Gambar 2)2,3,4,7

Gambar 2. Innervasi serabut saraf sensorik dari nervus medianus pada tangan2

Nervus medianus tersusun oleh belahan fasikulus lateralis dan belahan fasikulus
medialis. N. medianus membawa serabut-serabut radiks ventralis dan dorsalis C6, C7,
C8, dan T1. Otot-otot yang dipersarafinya ialah otot-otot yang melakukan pronasi
lengan bawah (m. pronator teres dan m. pronator kuadratus), fleksi phalangs paling
ujung dari jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari (mm.lumbrikales sisi radial), fleksi jari
telunjuk, jari tengah dan ibu jari pada sendi metakarpophalangeal (mm.lumbrikales dan
mm.interoseae sisi radial), fleksi jari sisi radial di sendi interfalangeal (mm.fleksor
digitorum profundus sisi radial), oposisi dan abduksi ibu jari (m.opponens policcis dan
m.abductor policcis brevis). 1,2,5
Nervus medianus keluar dari axilla bersamaan dengan nervus radialis, nervus
ulnaris dan arteri dan vena axillaris melalui axillary sheath, lalu turun melalui lengan
atas dan sulcus bicipitalis ke siku, dimana pada sulcus bicipitalis terdapat arteri

brachialis di sisi media. Pada lengan atas, nervus medianus tidak menginervasi otot
apapun. Nervus medianus masuk ke lengan bawah diantara m. pronator teres dan
menginervasi m. pronator teres, m. flexor carpi radialis, dan m. flexor digitorum
superfisial. Sementara itu, terdapat nervus interosseus anterior di distal dari m. pronator
teres yang merupakan nervus motorik dan menginervasi m. flexor digitorum profundus
I dan II, m. flexor pollicis longus dan m. pronator quadratus. Beberapa sentimeter
proksimal dari pergelangan tangan, cabang kutaneus dari nervus medianus
meninggalkan main trunk of the median nerve dan menginervasi kulit pada sisi lateral
dari telapak tangan (eminensia thenar). Semakin proksimal ke pergelangan tangan,
nervus medianus menjadi semakin superfisial dan memasuki canalis carpi yang
dibentuk oleh ossa carpalia dengan ligamentum carpi transversum sebagai atap dan 9
tendon otot fleksor jari-jari tangan terletak di dalam canalis carpi. 3,4,6,7
Distribusi sensoriknya mencakup kulit yang menutupi telapak tangan, kecuali
daerah ulnar selebar 1 1/2 jari dan pada dorsum manus distribusi sensoriknya adalah
kulit yang menutupi phalangs kedua dan phalangs ujung jari telunjuk, jari tengah, dan
separuh jari manis.
Nervus medianus sering terjepit atau tertekan dalam perjalanannya melalui
m.pronator teres, siku dan retinakulum pergelangan tangan. Pada luka di pergelangan
tangan, misalnya, n.medianus dapat terpotong bersama dengan n.ulnaris. Kelumpuhan
yang menyusulnya mengenai ketiga jari sisi radial, sehingga ibu jari, jari telunjuk, dan
jari tengah tidak dapat difleksikan, baik di sendi metakarpophalangeal, maupun di sendi
interphalangeal. Ibu jari tidak dapat melakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-otot
tenar akan menyusul kelumpuhan tersebut.3,4,7
. Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan
dari N. Medianus. Sebanyak 2 % dari populasi umum, m. policis adduktor juga
menerima persarafan N. Medianus. Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan
cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu,
saraf medianus dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat
bagian distal sendi interphalangeal proksimal.6,7,8

Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis


carpi, membesarnya ukuran struktur yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan
lubrikasi pada tendon-tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90
derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap N. Medianus yang
menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat
menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot
opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya
kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal
N. Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi
bagian telapak tangan dan jari jempol.4,5,7,8

Gambar 2. A) perjalanan Nervus Medianus, B) otot-otot Thenar, C) cabang N. Medianus, D) inervasi


sensorik Nervus Medianus6

N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada
terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi, yang
menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Carpal Tunnel Syndrome.
2.5

Etiopatogenesis
Penekanan pada n.medianus dapat disebabkan oleh semua proses yang terjadi

pada canalis carpi. Tenosinovitis lokal pada tendo fleksor jari tangan sering merupakan
penyebab CTS, terutama pada perempuan berusia pertengahan. Edema pramenstruasi
atau selama kehamilan juga bisa menimbulkan gejala ini. Gejala dapat dicetuskan oleh
aktivitas yang memerlukan fleksi, pronasi, dan supinasi berulang pergelangan tangan,
seperti menyulam, mengemudi, menjalankan komputer, dan bermain golf. Penyebab
CTS yang lain (sering bilateral) adalah artritis reumatoid, akromegali, hipotiroidisme,
mieloma multipel dan amiloidosis. CTS unilateral cenderung disebabkan oleh trauma,
aktivitas jasmani yang menggunakan satu pergelangan tangan, tuberkolosis, gout, atau
penyakit endapan amiloid dan mikroglobulin 2.2,3,6,8
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis CTS. Pada umumnya adalah
faktor mekanik dan faktor vaskular sangat berperan dalam timbulnya CTS. Sebagian
besar CTS terjadi secara perlahan-lahan atau kronik akibat gerakan pada pergelangan
tangan yang terus menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitis pada fleksor
retinakulum. Hal ini merupakan penyebab tersering. Pada keadaan kronis terdapat
penebalan fleksor retinakulum yang menekan saraf medianus. Tekanan yang berulangulang dan lama pada saraf medianus akan menyebabkan tekanan intrafasikuler
meninggi. Keadaan ini menyebabkan perlambatan aliran vena intrafasikuler.
Bendungan/kongesti ini lama-kelamaan akan mengganggu nutrisi intrafasikuler,
selanjutnya terjadi anoksia yang akan merusak endotel dan menimbulkan kebocoran
protein sehingga terjadi edema epineural.4,5,7
Hipotesis ini dapat menerangkan keluhan yang sering terjadi pada CTS yaitu
berupa rasa nyeri dan bengkak terutama pada malam/pagi hari yang akan menghilang
atau berkurang setelah tangan yang bersangkutan digerak-gerakkan. Hal ini mungkin
karena terjadi perbaikan dari gangguan vaskuler ini. Bila keadaan ini berlanjut, akan

terjadi fibrosis epineural dan merusak serabut saraf. Lama kelamaan saraf menjadi atrofi
dan diganti jaringan ikat sehingga fungsi saraf medianus terganggu.
Pada CTS yang akut, biasanya terjadi penekanan/kompresi yang melebihi
tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf dan saraf
menjadi iskemik, selain itu juga terjadi peninggian tekanan infrafasikuler yang akan
memperberat keadaan iskemik ini. Selanjutnya terjadi pelebaran pembuluh darah yang
akan menyebabkan edema dan menimbulkan gangguan aliran darah pada saraf dan
merusak saraf tersebut (sama dengan yang kronis). Pengaruh mekanik/tekanan langsung
pada saraf tepi dapat pula menimbulkan invaginasi nodus Ranvier dan demielinisasi
setempat sehingga konduksi saraf terganggu.2,3,5,8
Etiologi dari CTS bisa bermacam-macam. Hal ini bisa salah satunya merupakan
pekerjaan atau aktivitas yang menggunakan tangan secara berulang, hal ini merupakan
faktor predisposisi dan dapat meningkatkan risiko terjadinya CTS. Namun setiap
keadaan yang menyebabkan tekanan/kompresi saraf medianus dalam terowongan karpal
merupakan etiologi CTS, misalnya: semua keadaan yang mengurangi luas/ukuran
terowongan karpal, misalnya kelainan anatomis bawaan, patah tulang. Akromegali
osteofit, eksostosis tulang, yang dapat mempengaruhi struktur pergelangan tangan.
Dapat pula terjadi penebalan fleksor retinakulum (ini yang tersering) misalnya karena
proses radang pada artritis reumatoid.3,4,7
Keadaan yang menyebabkan isi terowongan karpal berlebihan, misalnya
terdapat otot abberant dalam terowongan atau terjadi trombosis pada arteri. Yang paling
sering menyebabkan isi terowongan karpal berlebihan adalah proses radang seperti
tenosinovitis nonspesifik yang dapat menyebabkan penebalan dan fibrosis sinovium,
radang tuberkulosis, histoplasmosis. Tofi gout, neoplasma atau neurinoma atau ganglion
juga pernah dilaporkan. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan neuropati seperti
diabetes melitus, uremikum yang ternyata menyebabkan saraf medianus di terowongan
karpal menjadi sensitif terhadap tekanan.5,6,8
CTS akut biasanya disebabkan oleh trauma (fraktur atau dislokasi) pergelangan
tangan. Dapat juga karena infeksi pergelangan tangan atau lengan bawah. Perdarahan

10

spontan, trombosis, yang kesemuanya dapat menyebabkan peninggian tekanan dalam


terowongan karpal dapat menekan saraf medianus.
Keadaan sisitemik lainnya seperti obesitas, kehamilan, menopause, miksedema,
gagal jantung ataupun gangguan keseimbangan hormon yang mengakibatkan
penimbunan lemak atau cairan juga dapat menimbulkan edema dalam terowongan
karpal dan pada akhirnya menekan saraf medianus. Beberapa penelitian juga
melaporkan Defisiensi vitamin B6 (piridoksin) memegang peranan sebagai penyebab
CTS.
Penelitian tentang hantaran n. medianus memperlihatkan perlambatan latensi
melintasi pergelangan tangan yang memastikan diagnosis. Terapi pasien dengan hanya
gejala sensorik dan kelainan minor hantaran saraf adalah bidai pergelangan tangan yang
terutama dipakai malam hari, obat anti inflamasi, dan suntikan lokal dengan steroid.
Bila gejala menetap atau timbul kelainan motorik, diindikasikan dekompresi saluran
karpal secara bedah disertai pembebasan ligamentum karpal transvesus. Atau bisa
dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor
retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang
berulangulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler.
Akibatnyaalirandarahvenaintrafasikulermelambat.Kongestiyangterjadiiniakan
mengganggunutrisiintrafasikulerlaludiikutiolehanoksiayangakanmerusakendotel.
Kerusakanendoteliniakanmengakibatkankebocoranproteinsehinggaterjadiedema
epineural.Hipotesainimenerangkanbagaimanakeluhannyeridansembabyangtimbul
terutamapadamalam/pagihariakanberkurangsetelahtanganyangterlibatdigerak
gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah).Apabilakondisiiniterusberlanjutakanterjadifibrosisepineuralyangmerusak
serabutsaraf.Lamakelamaan safarmenjadi atrofidandigantikan olehjaringan ikat
yangmengakibatkanfungsinervusmedianusterganggusecaramenyeluruh.1,3,7,8
PadaCTSakutbiasanyaterjadipenekananyangmelebihitekananperfusikapiler
sehinggaterjadigangguanmikrosirkulasidantimbuliskemiksaraf.Keadaaniskemikini
diperberatlagiolehpeninggiantekananintrafasikuleryangmenyebabkanberlanjutnya

11

gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema


sehinggasawardarahsarafterganggu.Akibatnyaterjadikerusakanpadasaraftersebut.
TekananlangsungpadasafarperiferdapatpulamenimbulkaninvaginasiNodusRanvier
dandemielinisasilokalsehinggakonduksisarafterganggu.
Adanya disproporsi antara volume CT dengan isinya, yaitu bertambahnya
volume dari isi carpal Tunnel atau berkurangnya volume dari CT tersebut. Dengan
adanya Disproporsi akan terjadi penekanan pd vasa vasorum dari N. Medianus serta
ischemic sehingga akan menekan syaraf pada pembedahan akan tampak syaraf yang
pipih seperti pita.3,5,7
2.6

Manifestasi Klinis
Gambaran klinik dari CTS umumnya menimbulkan keluhan yang berangsur-

angsur. Rasa nyeri di tangan yang biasanya timbul malam atau pagi hari. Penderita
sering terbangun karena nyeri dan berusaha mengatasi keluhannya dengan menggerakgerakkan tangan atau mengurutnya, ternyata rasa nyeri ini dapat hilang atau dikurangi.
Keluhan juga berkurang bila tangan atau pergelangan istirahat dan sebaliknya keluhan
bertambah pada pergelangan tangan yang menyebabkan tekanan dalam terowongan
bertambah. Lama kelamaan keluhan ini makin sering dan makin berat bahkan dapat
menetap pada siang maupun malam hari. Rasa baal, kesemutan, atau rasa seperti terkena
strum listrik pada jari-jari. Biasanya jari ke-1, 2, 3, dan 4 (sisi radial). Kadang-kadang
tidak dapat dibedakan jari mana terkena atau dirasakan gangguan pada semua jari.
Dapat pula terasa gangguan pada beberapa jari saja, misalnya jari ke-3 dan ke-4, tetapi
tidak pernah keluhan pada jari ke-5 (kelingking saja). Kadang-kadang rasa nyeri dapat
terasa sampai lengan atas dan leher,tetapi rasa baal, kesemutan hanya terbatas pada
distal pergelangan tangan saja. Jari-jari, tangan, dan pergelangan tangan terdapat edema
dan kaku terutama pagi hari dan menghilang setelah mengerjakan sesuatu. Gerakan jarijari kurang terampil, misalnya sewaktu menyulam atau memungut benda kecil. Bila
terjadi pada anak-anak, sering dilaporkan bahwa dia bermain hanya dengan jari ke-4

12

dan ke-5 saja. Dan juga bisa terjadi otot telapak tangan mengecil dan makin lama makin
mengecil.2,3,4,5
Manifestasi klinik dari CTS bermacam-macam. Kebanyakan pasien mengeluh
sakit, panas, kesemutan, dan baal pada bagian tangan yang bersifat lokal pada tiga jari
pertama dan sisi lateral dari jari ke empat, dengan sesekali melibatkan sisi telapak
tangan. Gejala biasanya memburuk pada malam hari, diperberat dengan gerakan pada
pergelangan tangan yang berlebihan, dan menjadi menetap ketika semakin terjepit.
Semakin parah CTS maka gejala yang timbul mungkin dapat menjalar ke bagian
tubuh yang lebih proksimal, hinggal mencapai lengan bawah, siku, lengan atas, dan
bahu. Kelemahan dalam menggenggam dan kebalikannya mungkin juga dapat muncul
dan penyakit ini mungkin dapat salah didiagnosis sebagai cervical

radiculopathy,

shoulder bursitis, thoracic outlet syndrome, transient ischaemic attack, coronary


artery ischaemia, tendinitis, fibrositis atau lateral epicondylitis.3,4,5

2.7

Diagnosis2,3,7,8

Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit pasien kadang lebih penting dibandingkan dengan
pemeriksaan fisik untuk menentukan diagnosis dari CTS.

Mati rasa dan kesemutan


- Diantara keluhan-keluhan yang umum, pasien mengungkapkan bahwa
tangan mereka seperti terjatuh atau sering menjatuhkan sesuatu tanpa mereka
sadari (kehilangan kekuatan menggenggam, menjatuhkan sesuatu), mati rasa
-

dan kesemutan juga sering dideskripsikan oleh pasien.


Gejala biasanya bersifat hilang timbul dan berhubungan dengan aktivitas
(seperti: mengemudi, membaca koran, merajut, dan melukis). Gejala yang
timbul pada malam hari lebih spesifik untuk CTS, terutama bila pasien
berusaha

mengurangi

gejala

tersebut

dengan

mengibaskan

tangan/pergelangan tangan. CTS bilateral sering terjadi, walaupun tangan

13

yang dominan biasanya terkena terlebih dahulu dan lebih parah


-

dibandingkan dengan tangan sisi lainnya.


Keluhan biasanya bersifat lokal pada sisi palmar dari jadi pertama sampai ke
kempat dan palmar distal (distribusi sensorik dari n.medianus). Mati rasa
yang terjadi pada jari ke lima atau regio tenar serta punggung tangan
sebaiknya menjadi pertimbangan untuk memikirkan diagnosis banding yang
lain. Hal yang mengejutkan, di mana pada beberapa pasien CTS tidak dapat
melokalisasi keluhan (misalnya : seluruh tangan / lengan terasa mati rasa).
Mati rasa yang bersifat general (seluruh tangan) mungkin mengindikasikan
keterlibatan serabut saraf otonom, dan tidak mengeluarkan CTS dari
diagnosis. Gejala-gejala sensorik di atas sering disertai dengan rasa nyeri
pada daerah ventral dari pergelangan tangan. Rasa nyeri ini dapat menjalar
ke distal mencapai telapak tanga dan jari atau, lebih sering, menjalar ke arah

proksimal sepanjang sisi ventral dari lengan bawah.


Rasa nyeri pada regio epicondylus dari siku, lengan atas, bahu, atau leher
lebih mengarah pada diagnosis penyakit muskuloskeletal yang lain ( misal,
epikondilitis) dimana sering berhubungan dengan CTS. Nyeri yang lebih
proksimal tersebut sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk

diagnosis penyakit neurologik yang lain ( misal, cervical radikulopathy)


Gejala otonom
- Tidak sedikit pasien yang mengeluhkan gejala terjadi di seluruh tangannya.
Banyak pasien dengan CTS juga mengeluhkan perasaan keras/kaku atau
bengkak pada tangannya dan/atau perubahan suhu (misal, tangan menjadi
-

dingin atau panas)


Banyak juga pasien yang melaporkan perubahan sensitivitas tangan terhadap
suhu (biasanya dingin) dan perbedaan warna kulit. Kasus yang jarang,
dimana beberapa pasien mengeluhkan terjadinya perubahan dalam hal
keluarnya keringat. Kemungkinan besar, gejala-gejala tersebut berhubungan
dengan keterlibatan serabut saraf otonom dari n.medianus.

Kelemahan / kekakuan

14

Kehilangan kekuatan tangan (khususnya ketepatan menggenggam yang


melibatkan jempol) sering terjadi akan tetapi pada prakteknya, kehilangan
sensasi dan rasa nyeri sering menjadi penyebab yang lebih penting dari
kelemahan dan kekakuan, daripada kehilangan kekuatan tangan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis neurologis
dan muskuloskeletal yang lainnya, namun pemeriksaan fisik kadang hanya
berkontribusi sedikit dalam mengkonfirmasi diagnosis CTS.

Pemeriksaan sensorik
- Abnormalitas dari modalitas sensorik mungkin dapat terlihat pada regio
palmar (telapak) dari tiga jari pertama dan setengah sisi radial dari jari ke
kempat. Uji monofilamen Semmes-Weinstein atau diskriminasi 2 titik
mungkin lebih sensitif, namun berdasarkan pengalaman penulis, uji pinprick
-

sama baiknya dengan uji yang lain.


Uji sensorik paling berguna untuk menentukan bahwa area distal dari
persarafan n.medianus masih dalam kondisi normal (misal, tenar, hypotenar,

dorsum, dll)
Pemeriksaan motorik Kelelahan dan kelemahan otot tangan yang diinervasi oleh

n.medianus dapat diketahui (otot LOAF)


- L - First and second lumbricals
- O - Opponens pollicis
- A - Abductor pollicis brevis
- F - Flexor pollicis brevis
Tes Khusus atau provokasi
a. Flick's

sign.

Penderita

menggerak-gerakkan

diminta

jari-jarinya.

mengibas-ibaskan
Bila

keluhan

tangan

atau

berkurang

atau

menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda


ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Hoffmann Tinel sign
Menekan secara gentle pada n.medianus di regio carpal tunnel akan
menimbulkan kesemutan pada daerah distribusi saraf. Uji ini masih

15

sering dilakukan, meskipun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang


rendah
c. Phalen sign
Rasa kesemutan pada area distribusi n.medianus yang dirangsang dengan
fleksi maksimal (atau ekstensi maksimal untuk reverse Phalen) dari
pergelangan tangan lebih dari 60 detik. Uji ini memiliki spesifisitas 80%
namun sensitivitas yang lebih rendah.
d. The carpal compression test
Tes ini dlakukan dengan melakukan tekanan kuat langsung di atas carpal
tunnel, biasanya dengan ibu jari, selama 30 detik untuk menimbulkan
gejala. Laporan menunjukkan bahwa tes ini memiliki sensitivitas hingga
89% dan spesifisitas 96%.
e. Palpatory diagnosis
Tes ini dilakukan dengan memeriksa secara langsung jaringan lunak
yang melapisi n.medianus pada pergelangan tangan, untuk restriksi
mekanik. Tes ini terrcatat memiliki sensitivitas lebih dari 90% dan
spesifisitas 75% atau lebih besar.
f. The Square wrist sign
Uji ini dilakukan dengan mengukur rasio ketebalan pergelangan tangan
dengan lebar pergelangan tangan, dimana hasilnya lebih besar dari 0,7.
g. Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
h. Torniquet test.
Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di
atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1
menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign).
Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol
atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas.

16

Bila

penderita

tidak

dapat

membedakan

dua

titik

(two-point

discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus,


tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
Pemeriksaan laboratorium.
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan
tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar hormon
tiroid ataupun darah lengkap.
Pemeriksaan Radiologi
Tidak ada studi pencitraan yang rutin dilakukan dalam diagnosis CTS. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dari carpal tunnel sangat berguna sebelung dilakukan
operasi jika dicurigai terdapat space-occupying lesion. pada beberapa kasus CTS,
ketidaknormalan dari n.medianus dapat dideteksi, namun bagaimana hubungan kondisi
tersebut dengan tingkat keparahan diagnosis dan fisiologis belum jelas. MRI tidak dapat
menyingkirkan diagnosis banding dan membutuhkan waktu serta sumber daya yang
banyak.
Banyak laboratorium klinik neurofisiologi menggunakan USG sebagai studi
elektrodiagnostik. USG memiliki potensi untuk mengidentifikasi space-occupying
lesion yang terletak pada dan di sekitar n.medianus, mengkonfirmasi kelainan dari
n.medianus (misal, peningkatan area cross sectional) yang dapat berupa diagnosis dari
CTS, dan sebagai pemandu dalam injeksi steroid pada carpal tunnel.

Elektroneurografi
Studi konduksi saraf didasarkan pada prinsip stimulasi saraf di daerah tertentu.
Dalam mempelajari status dari n.medianus pada carpal tunnel, saraf distimulasi ke arah
proksimal menuju ke CL dan senyawa potensial aksi otot (CMAP) diangkut oleh skin
elektroda yang terletak pada eminensia tenar. CMAP merefleksikan status dari serabut
saraf motorik n.medianus. Amplitudo dari CMAP menggambarkan jumlah serabut saraf
motorik yang distimulasi. Durasi menggambarkan konduksi kecepatan konduksi antar

17

serat-serat yang berbeda. Latensi antara titik rangsangan saraf dengan timbulnya CMAP
tersebut, menggambarkan kecepatan tercepat dari serabut saraf motorik pada carpal
tunnel.
Serabut saraf sensorik dari n.medianus dapat pula dipelajari. Stimulasi dilakukan
pada lokasi yang sama dengan stimulasi serabut saraf motorik dan potensial aksi serabut
saraf sensorik (SNAP) direkam dari ujung distal jari ke dua atau ke tiga. Studi mengenai
saraf sensorik n.medianus ini dapat dilakukan secara orthodromical atau antiorthodromical. Abnormalitas karakteristik dari CMAP dan SNAP dibandingkan dengan
data normatif yang didapatkan sebelumnya, sama baiknya dengan n.ulnaris sisi yang
sama dan n.medianus pada sisi kontralateral, menggambarkan status fungsional dari
n.medianus (Tabel 1).
Tabel 1. Studi konduksi saraf pada Carpal Tunnel Syndrom9

Studi elektrofisiologi, termasuk elektromiografi (EMG) dan studi konduksi saraf


(NCS), adalah pemeriksaan utama yang dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai
sebagai CTS. Abnormalitas hasil dari uji elektrofisiologi, berkaitan dengan tanda dan
gejala yang spesifik, dianggap sebagai kriteria standar untuk diagnosis CTS. Selain itu,
diagnosis neurologis lainya dapat disingkirkan dengan hasil tes tersebut.
Studi konduksi sensorik dari tangan kiri pasien dengan riwayat mati rasa dan
kelemahan dalam jangka waktu beberapa tahun (respons dari n.medianus tangan kanan
benar-benar tidak ada). Perhatikan melambatnya kecepatan konduksi (CV) menjadi 29,8
dan 25,5 m/s untuk jari 3 dan 1, masing-masing (normal >50 m/s). Amplitudo untuk
keduanya juga berkurang secara tajam (normal >10). Temuan-temuan ini sesuai dengan
CTS.
Studi konduksi saraf motorik dari tangan kiri pasien dengan riwayat baal dan
lemah dalam waktu beberapa tahun (respons dari n.medianus tangan kanan benar-benar
tidak ada). Perhatikan bahwa kecepatan konduksi (CV) pada segmen carpal tunnel
menurun tajam menjadi 18,3 m/s (normal >50 m/s) dan latensi neuron motorik pada
daerah distal dperpanjang menjadi 6,3 ms (normal <4,2 ms). Amplitudo rendah pada

18

titik rangsangan pergelangan tangan dan siku dengan nilai 4,7 mV (normal >5 mV),
tetapi amplitudo meningkat 31% lebih tinggi pada distal dari carpal tunnel (pada
telapak tangan). Perbedaan ini dapat mungkin menunjukkan blok konduksi
(neuropraxia) setinggi carpal tunnel atau koaktivasi dari cabang n.ulnaris pada
m.aductor pollicis. Elektromiografi jarum dibutuhkan untuk menentukan apakah
terdapat kerusakan axonal.
Pemeriksaan elektrofisiologi juga dapat memberikan penaksiran yang akurat
mengenai derajat kerusakan pada saraf, sehingga dapat mengarahkan ke pengelolaan
dan memberikan kriteria yang objektif untuk menentukan prognosis. CTS biasanya
dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat, namun, kriteria untuk pengelolaan biasanya
bermacam-macam untuk setiap laboratorium. Secara umum, pasien dengan CTS ringan
hanya memiliki kelainan sensorik saja pada pemeriksaan elektrofisiologi, dan pasien
dengan kelainan sensorik dan motorik biasanya memiliki CTS sedang. Namun, adanya
kerusakan axonal ( misalnya penurunan atau hilangnya respons sensorik atau motorik
distal dari carpal tunnel atau kelainan neuropathic pada EMG) diklasifikasikan ke
dalam CTS derajat berat.

Elektromiografi
Elektromiografi merupakan tes pelengkap dan bukan tes yang diwajibkan selain
elektroneurografi. Tes ini biasanya dilakukan pada otot yang diinervasi oleh n.medianus
pada tangan dan lengan bawah. Tes ini menunjukkan status dari serat otot yang
bergantung

pada

persarafan

oleh

akson

motorik. Aktivitas

denervasi

pada

elektromiogram menggambarkan kerusakan akut dari saraf. Perubahan neurogenik dan


potensi reinervasi menggambarkan patologi kerusakan saraf kronik.
Elektromiografi juga digunakan untuk menunjukkan lesi saraf lainnya pada
tangan yang terlibat ketika temuan dari pemeriksaan neurografi tidak konsisten dengan
CTS. Termasuk di dalamnya adalah terjepitnya saraf pada lengan bawah, lesi pada
pleksus atau penyakit pada cervical root.
Pemeriksaan elektrofisiologi sensitif untuk CTS, mudah untuk dilakukan, dan
murah, serta tidak menyakitkan. Pada kasus-kasus lanjut hasil yang didapat mungkin

19

jelas tapi pada kasus-kasus baru kemungkinan terdapat hasil negatif palsu. Buch dkk,
melaporkan bahwa pemeriksaan elektrofisiologis hanya mengkonfirmasi diagnosis CTS
sebesar 61% dari kasus klinis yang diduga merupakan sindroma ini (CTS).
Pemeriksaan elektrofisiologi sebaiknya dilakukan pada kondisi-kondis : suspek
CTS, sebelum intervensi bedah yang melibatkan pergelangan tangan, dan pasca operasi
jika gejala menetap atau kambuh. Manfaat dari pemeriksaan elektrofisiologi banyak,
meliputi : pemeriksaan ini mampu mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis CTS,
menentukan tingkat keparahan dari terjepitnya saraf sehingga mampu memberikan
petunjuk pemilihan terapi, mampu menggambarkan status dasar dari fungsi motorik dan
sensorik dari n.medianus sebelum intervensi bedah, mampu menunjukkan kemungkinan
trauma intraoperatif, atau dekompresi yang tidak adekuat dari n.medianus pada
kegagalan terapi bedah, dan memungkinkan diagnosis rekompresi atau kegagalan
dekompresi pada kekambuhan.
Diagnosis Banding4,7,9
1. Cervical radiculopathy.
Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah hila
leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome.
Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan
sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome.
Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada CTS
karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui
terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome.
Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis longus dan ekstensor
pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah
rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. Kecepatan

20

Hantar Saraf normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat
abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.
Tabel 2. Diagnosis Banding CTS2

2.8

Tatalaksana2,3,7,8,10
Terapi yang bisa diberikan adalah terapi konservatif dan terapi operatif

(diindikasikan apabila kasus tidak mengalami perbaikan setelah terapi konservatif atau
bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar).
Terapi Konservatif
Terapi konservatif bisa dilakukan dengan:
- Mengistirahatkan pergelangan tangan.
- Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid. Pemberian obat

ini

diindikasikan karena penebalan fleksor retinakulum misalnya karena


-

proses radang pada artritis reumatoid.


Pemasangan bidai pada posisi anatomis pergelangan tangan. Bidai dapat

dipasang terus menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
Injeksi steroid, misalnya deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25
mg atau metilprednisolon 20 mg/40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau no.25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial
tendon m. palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi
setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi bisa dilakukan bila hasil
terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

21

Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.


Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab

CTS

adalah

defisiensi

piridoksin

sehingga

mereka

menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan.


Tetapi ada beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
-

diberikan pada dosis besar.


Fisioterapi

Terapi Operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otototot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang
paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penelitian lain
menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau
bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal,
tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi
endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering
menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS
seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih
baik dioperasi secara terbuka.

Gambar 3. Night Rigid Splint7

Pencegahan

22

Pencegahan untuk CTS bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisis netral.
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan

2.9

hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.


Batasi gerakan tangan yang repetitif.
Istirahatkan tangan secara periodik.
Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan

memiliki waktu untuk beristirahat.


Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan

secara teratur.
Prognosis4,5,8,10
Prognosis dari terapi yang diberikan pada CTS ringan umumnya baik. Perbaikan

yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti
perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang mengalami atrofi
baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS setelah operasi ada yang
sampai memakan waktu 18 bulan.
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus
dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post
operatifnya bertahap.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1.

Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin kompresi/tekanan terhadap nervus


medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.

2.

Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

3.

Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun
prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi
baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

23

2.10

Komplikasi2,3,7
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas

yang persisten di daerah distribusi n.medianus. Komplikasi yang berat adalah reflex
sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia, dan
gangguan atrofi pada otot-otot tenar.

BAB III
KESIMPULAN
Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di
pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan
karpal dan penurunan fungsi saraf pada bagian yang diinervasi oleh CTS. Terowongan
karpal adalah rongga sempit dan kaku yang dibatasi oleh ligamentum dan ossa carpalia
dan terdapat nervus medianus dan tendon oto-otot fleksor jari-jari tangan.
Bila terjadi penebalan akibat iritasi tendon, nervus medianus akan terkompresi
dan menimbulkan berbagai manifestasi klinis, ditandai dengan keluhan mati rasa,
kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Bila sudah parah, keluhan dapat
dirasakan sampai ke lengan atas dan bahu.
Insidensi Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat sekitar 1-3 kasus per
1000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1000 orang pada
populasi umum. Insidensi dapat meningkat menjadi 150 kasus pada 1000 orang per
tahun dengan prevalensi dapat mencapai lebih dari 500 kasus per 1000 orang dalam
populasi yang berisiko tinggi. Ras kaukasia adalah populasi yang berisiko tinggi untuk
mengalami CTS. Sindrom ini jarang dijumpai pada ras selain kulit putih. Usia puncak
penderita yang mengalami CTS adalah 45-60 tahun
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis dan pemeriksaan baik
fisik maupun penunjang. Pemeriksaan fisik yang patognomonis yaitu Phalen test dan

24

Tinnel test. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan
pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologi dan laboratorium.
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala,
dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk
penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus
diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan
menggunakan bidai atau perban elastis pergelangan tangan yang mempertahankan
tangan dalam posisi anatomis selama minimal 2 bulan, terutama dipasang pada malam
hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hoddeson EK, Wise SK. Entrapment Neuropathy. In: Aminoff MJ, Greenberg
DA, Simon RP. Clinical Neurology. 9th Ed. San Francisco: Mc Graw Hill.
2012:297-299.
2. Rupper AH. Disease of the Peripheral Nerve. In: Rupper AH, Samuels MA,
Klein JP. Adam and Victors Principle of Neurolgy. 10th Ed. San Francisco: Mc
Graw Hill. 2014:1379-1381.
3. Daroff BR. Mononeuropathy. In: Daroff BR, Fenichel GM, Jankovic J,
Mazziotta JC. Bradleys Neurology in Clinical Practice. 6 th Ed. California:
Elsevier. 2012:281-286.
4. Toy EC. Median Neuropathy. In: Simpson E, Tintner R. Case File Neurology. 2 nd
Ed. San Francisco: Mc Graw Hill. 2013: 336-341.
5. Benson MD, Kincaid JC. The molecular biology and clinical features of amyloid
neuropathy. Muscle Nerve. 2007;36:411-423.
6. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Carpal tunnel syndrome
fact
sheet.
Available
at:http://www.ninds.nih.gov/disorders/carpal_tunnel/detail_carpal_tunnel.htm.
7. Stapleton MJ. Occupation and carpal tunnel syndrome. Br J Gen Pract. 2007
Jan;57(534):36-39.

25

8. Wilder-Smith EP, Seet RC, Lim EC. Diagnosing carpal tunnel syndrome
clinical criteria and ancillary tests. Nat Clin Pract Neurol. 2006 Jul;2(7):366374.
9. M Brust, John C. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd. Lange.
2012;h.296-297.
10.
Salter RB. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
system. 2nd ed. Baltimore: Williams & Wilkins Co; 2008.p 274-5.

26

Anda mungkin juga menyukai