LAPORAN KASUS
1.1
Identifikasi Pasien
Nama
Usia
: 60 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
1.2
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Buruh
: 582270
MRS
: 10 Agustus 2016
Anamnesis
a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian penyakit dalam RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang untuk dilakukan pemeriksaan gigi
dan mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal
infeksi
b. Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh nyeri saat berbicara karena lidah
mengenai gigi yang rapuh.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang dengan diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan obesitas +
Polisitemia vera sekunder + hipertensi terkontrol. Os mengeluh giginya
rapuh sehingga menimbulkan sensasi nyeri pada lidah saat os berbicara,
sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan mulut untuk melihat ada
tidaknya fokal infeksi. Pasien tidak merasakan keluhan seperti sakit gigi
1
atau mulut terasa kering. Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi
ke dokter gigi.
Ad
Disangkal
1.3
Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1.
Rujukan
2. Keadaan Umum Pasien
3. Berat Badan
4. Tinggi Badan
5. BMI
Vital Sign
a) Tekanan Darah
b) Nadi
c) RR
d) T
e) Pupil mata
: 100/70 mmHg
: 92 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4C
: miosis, 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+
d. Status Lokalis
Gigi
Lesi
Sondase
CE
Perkusi
Palpasi
Diagnosis/
ICD
Terapi
12
Radix
Td
Td
Gangren Radix
28
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Pro extraksi
46
Radix
Td
Td
Gangren Radix
Erosi +
Pro extraksi
25
Oklusal
Td
Td
Luksasi Grade
II
33
Td
Td
Karies Email
34
Td
Td
Karies Email
35
Td
Td
Karies Email
36
Td
Td
Karies Email
44
Td
Td
Karies Email
45
Td
Td
Karies Email
14
Dentin
Td
Td
Karies Dentin
43
Dentin
Td
Td
Karies Dentin
Pro extraksi
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Gambar 2. Tampak Kalkulus Pada Regio Rahang Atas, Radix Pada 12, Missing
Teeth Pada 15, 16, 17
Gambar 4. Tampak Pada 25 Erosi Dan Luksasi Grade II, Missing Teeth 26, 27.
Gambar 5. Tampak Missing Teeth Pada 37, 38, 47, 48. Radix 46.
e. Odontogram
D5
IV
III
II
II
III
IV
IV
III
II
II
III
IV
D3
D3
D5
D3
D3
D2
f. Temuan Masalah
a. Calculus pada semua regio
b. Gangren Radix pada 12, 28, 46
c. Erosi + luksasi grade II pada 25
d. Karies Dentin pada 14, 43
e. Karies Email pada 33, 34, 35, 36, 44, 45
g.
Perencanaan Terapi
a. Calculus pada semua regio disarankan untuk scaling
b. Gangren Radix pada 12, 28, 46 Pro Extraksi
c. Erosi + luksasi grade II pada 25 Pro Konservatif
D2
d. Karies Dentin pada 14, 43 dan Karies Email pada 33, 34, 35, 36,
44, 45 Pro Konservatif
e. Dental Health Education
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Gigi
2
3
pre-molar.
Permukaan mesial: permukaan paling dekat garis tengah tubuh.
Permukaan lingual: permukaan paling dekat lidah di rahang bawah,
4
5
6
Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan
Dentin
Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi
Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya
dengan tulang.
4
Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang
Nervus Maksila
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus
ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris
superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris
superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior
posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi
anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar
serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibula
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah
akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah
merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih
besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap
akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada
mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya didistribusikan ke area
12
kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus,
distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis,
karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area
mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan
perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula
melalui foramen kecil pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini
berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligamentum periodontal.
Cabang-cabang n. Trigeminus yang mensarafi bagian-bagian gingiva adalah :
1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus, kaninus dan
premolar rahang atas.
2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal gigi
molar rahang atas.
3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua gigi rahang
atas kecuali insisivus.
4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal insisivus
rahang atas.
5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah.
6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan kaninus
rahang bawah.
7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang bawah.
13
PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
anterior.
Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi
CABANG MANDIBULARIS
Persarafan
mempersarafi
Dentis;
gigi
Dipersyarafi
anterior
dan
oleh
Nervus
posterior
gigi
Alveolaris
rahang
Inferior,
bawah
PERSARAFAN GINGIVA
a. Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari
foramen Mentale
b. Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi
anterior dan posterior rahang bawah
16
2.2
Karies
gelap. Akan tetapi pit (lekukan pada email gigi) dan fisura (bentuk lekukan email
gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang berwarna tua, bukan karena
karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan
2.2.3 Klasifikasi Karies Gigi
2.2.3.1 Berdasarkan ICDAS
Kriteria lesi karies D1-D6 berdasarkan International Caries Detection and
Assessment
System
(ICDAS)s
International
Caries
Classification
and
D1: merupakan suatu lesi dini yang terlihat adanya lesi putih (white
spot) pada permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.
D2: merupakan suatu lesi yang terlihat adanya lesi putih (white spot)
18
19
Karies Superfisialis
Karies yang baru mengenai email, belum mengenai dentin.
Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
20
Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.
21
tumpang tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus
saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang
kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu yang lama.
2.2.4.1 Faktor Host (Tuan Rumah)
Ada beberapa hal yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel (email), faktor
kimia dan kristalografis, saliva. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies
adalah pit dan fisure pada permukaan oklusal dan premolar. Permukaan gigi yang
kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel
semakin padat dan enamel akan semakin resisten.
Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini
dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada
mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila
dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi
gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam
kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8
tahun.
Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak
sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH.
23
b. Faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia), seperti: asosiasi
emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit serta penilaian yang
lebih terhadap mutu makanan juga merupakan faktor intrinsik.
Penelitian Nizel (1981) pada anak umur 6 tahun di Inggris yang dikutip oleh
Kosasih (2007) menguraikan bahwa makanan yang berbentuk lunak dan lengket
dapat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit karies gigi. Beliau juga
menguraikan tentang adanya hubungan antara zat gizi seperti vitamin dan mineral,
protein hewani dan nabati, serta karbohidrat yang terkandung dalam makanan
sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penyakit karies gigi. Hal ini yang
perlu mendapat perhatian tidak hanya nutrisi saja, tetapi cara mengonsumsi jenis
makanan dan waktu pemberian, karena semua ini akan mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut.
Sukrosa adalah salah satu jenis karbohidrat yang terkandung dalam
makanan lainnya yang merupakan substrat untuk pertumbuhan bakteri yang pada
akhirnya akan meningkatkan proses terjadinya karies gigi.
Selain faktor langsung (etiologi), juga terdapat faktor-faktor tidak langsung
yang disebut sebagai faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisis dan
faktor penghambat terjadinya karies yaitu umur, jenis kelamin, sosial ekonomi,
penggunaan fluor, jumlah bakteri, dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan mulut khususnya
karies tidak terlepas dari kebiasaan merokok/penggunaan tembakau, konsumsi
alkohol, kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan diet makanan.
dibawahnya
terlibat
dan
terdemineralisasi
lalu
kemudian
lesi
akan menghasilkan respon segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar.
Akan terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungan tubuli dentin
sehingga menghasilkan lapisan translusen.
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf
dan dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat
preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa
yang membuktikan pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan yang sama dalam proses penyembuhan. Sekali demineralisasi
berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi permanen didalam kavitas,
mereka akan menerobos ke dalam dentin yang lebih dalam dengan sendirinya.
Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi bakteri juga akan
memproduksi asam untuk melarutkan hidroksapatit pada dentin yang lebih dalam.
Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur akan
berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk
bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna
akan lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.
Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi
abses. Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar
periapikal sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan interradikular, terutama terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah
menyebar ke jaringan lunak didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival
berupa eksudat, yang akan pecah dan meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis
yang terjadi pada gigi susu pada saat pembentukan aktif dari mahkota gigi
permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau hipokalsifikasi email. Hal ini sering
dijumpai pada gigi premolar.
Kesimpulan Tahapan Proses Karies
1. Small Pit
Mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
2. Bluish White Area
27
28
29
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut
hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan
melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak
dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri
penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi
ulang. Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau
di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk
gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak
amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih
mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih
mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi
belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan
dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk
melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang
cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan
untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan
Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan
sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah
rusak tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, di mana
30
biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang
mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien
tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.
2.2.6.3 Pencegahan Tersier
Adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit
yang dilakukan untuk mencegah kehilangan fungsi, yang meliputi:
a. Pembatasan Cacat (Disability Limitation), merupakan tindakan pengobatan
yang parah, misalnya pulp capping, pengobatan urat syaraf (perawatan saluran
akar), pencabutan gigi dan sebagainya.
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau pengembalian
fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan
(protesa).
2.3
2.3.1 Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi
yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri.
2.3.2 Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang
tidak sempurna.
2.3.3 Patogenesis
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang
mengubah karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam
yang mengakibatkan demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat
31
pada
akar
gigi
maupun
jaringan
penyangga
gigi
dapat
berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit,
mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan
yang
sempurna.
Gangguan
pengunyahan
menjadi
alasan
pada
akar
gigi
maupun
jaringan
penyangga
gigi
dapat
yang
sempurna.
Gangguan
33
pengunyahan
menjadi
alasan
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis
pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi
anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi
Gingiva bawah
Jaringan subkutan bibir bawah
Submaksila
Submaksila,
KGB regional
profunda
Submaksila
dan bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior
Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial
submental,
servikal
danflap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain
dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic
load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit
TB tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi
melalui limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer.
Tertelannya material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus,
seperti konstipasi dan ulserasi.
Penyakit Periodontal ; Penyakit yang disebabkan oleh Fokal Infeksi
Secara nyata penyakit periodontal merupakan predisposisi dari penyakit
kardiovaskuler, dengan terdapatnya jumlah besar dari spesies bakteri gram(-),
peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan fibrinogen perifer dan jumlah sel
darah putih.
Terdapat beberapa mekanisme dimana penyakit periodontal dapat memicu
terjadinya penyakit kardiovaskular baik efek secara langsung atau tidak langsung
dari bakteri oral. Pertama, bakteri oral seperti Streptococcussanguis dan
Porphyromonas gingivalis menginduksi agregasi platelet, yang akan menjadi
pembentukan thrombus. Hal tersebut di mungkinkan, karena terdapat antibodi
reaktif organisme periodontal di otot jantung dan memicu aktivasi komplemen
serta sel T yang sensitif.
Faktor kedua pada proses ini selain factor agregasi yang menunjukan respon
dari host yaitu peningkatan mediator pro inflamasi seperti PGE 2, TNF- , dan IL-1
. Mediator yang terkait berbeda antarindividual dalam hal sel T repertoire dan
kapasitas sekresi sel monosit.pada orang tersebut lebih banyak mensekresi
mediator inflamsi lebih banyak dari orang normal.
Mekanisme ketiga yaitu hubungan antara bakeri, produk inflamasi
periodontitis dan penyakit kardiovaskular, Lipopolisakarida (LPS) yang berasal
dari organisme masuk kedalam serum yang mengakibatkan bakteriemia dengan
efek secara langsung pada sel endotel yang mengakibatkan atherosclerosis. LPS
juga dapat mengurangi pemasukan sel2 inflamasi ke pembuluh darah, dan
37
2.5
perombakan sistem imun sehingga terjadi aktivasi dari sel T CD4 dan CD8 dan
produksi auto antibody limposit B dan aktivasi dari system imun lainnya yang
berkolaborasi menghambat produksi sel B.11 pada percobaan binatang, sel dendrite
CD11c+ dan makrofag ER-MP 23+ adalah sel pertama yang menginfiltasi pankrean
pada tikus non obes selama kira-kira 3 minggu. Pada waktu yang sama, patogenik
sel T
intraseluler
dikarbonil
ini
(glioksal,
metilglioksal,
dan
3-
plasma,
Stress oksidatif
Stress oksidatif adalah pusat pengembangan resistensi insulin dan
merupakan komplikasi diabetic.33-34 Stres oksidatif bermain kritis dalam
komplikasi diabetic. Hiperglikemik mengakibatkan produksi berlebihan dari
superoksida dalam mitokondria. Hal ini meningkatkan produksi superoksida
dalam mengaktifkan beberapa jalur yang berperan dalam komplikasi diabetic
termasuk aliran jalur polyol meningkatkan formasi AGE dan ekspresi RAGE dan
aktivasi C protein kinase dan jalur heksosamin.18Inflamasi terstimulus oleh
meningkatnya intraseluler, ROS juga berperan dalam komplikasi diabetic. 35
Setelah ROS tercipta , mereka akan memakan sel anti oksidan menyumbang sel
yang telah terpengaruh dan jaringan yang rentan rusak.36 Ini terlihat dari ROS
yang tidak hanya berperan dalam perusakan sel dan jaringan tetapi juga berfungsi
sebagai second messanger intraseluler yang neregulasi signal transduksi dan
ekpresi gen. Stress oksidatif juga berperan dalam aktivasi perbanyakan serin
kinase dan penghantaran glukosa, NK-kb, p38 MAPK dan jalur JNK/SAPK yang
rentan terhadap stress oksidatif, yang berhubungan dalam proses kerusakan kerja
insulin dan perkembangan komplikasi diabetik jangka panjang.33
Respon imun
Neutropil berperan dalam beberapa penyakit autoimun seperti lupus dan
rematik athtritis. Beberapa penetlitian menyebutkan keterlibatan neutropil pada
diabetes mellitus tipe 1, reduksi ringan dari neutropil dengan diabetes mellitus tipe
1.37-38 Meskipun kadar neutropil pada pasien diabetes mellitus tipe 2 itu normal. 37
Reduksi dalam pengedaran neutropil pada diabetes mellitus tipe 1 kemungkinan
akibat kerusakan diferensiasi neutropil dan merupakan output dari sumsul tulang,
peningkatan apoptosis neutropil atau antibody anti neutropil yang spesifik dan
peningkatan perekrutan menjadi jaringan.39 Perubahan fungsi fagosit mononuclear
juga dilporkan dalam diabetic termasuk perubahan produksi superoksida (0 2-)
41
Komplikasi Mikrovaskular
Kadar glukosa serum yang tinggi mempengaruhi sel-sel endotelial yang
melapisi pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan penebalan dan kurang
efektifnya
membran
dasar
pembuluh
darah58.
Komplikasi-komplikasi
43
Retinopati
proliferatif
dikarakteristikkan
dengan
beberapa
gambaran unik dan umum, antara lain penebalan dari membran pembuluh darah,
perisit dan kematian sel endotelial, mikroaneurisma, oklusi pembuluh darah, dan
neovaskularisasi patologis, yang dapat berkembang menjadi perdarahan retina,
ablatio retina, dan kebutaan63. TNF dalam hal ini berperan penting untuk stimulasi
awal terjadinya retinopati diabetikum60.
Neuropati
Neuropati diabetikum dikarakteristikkan dengan hilangnya persarafan
progresif, demielinisasi, dan regenerasi saraf terganggu serta disfungsi serat
saraf62. Neuropati diabetikum dapat mengganggu saraf sensoris, motoris dan serat
saraf otonom di berbagai bagian tubuh 64. Meskipun neuropati diabetikum telah
dipelajari selama lebih dari 20 tahun, patogenesis penyakit ini masih belum jelas,
diabetik neuropati merupakan akibat dari kerusakan mikrovaskular diabetik pada
pembuluh darah kecil yang memperdarahi saraf-saraf, selain juga kerusakan
oksidatif, AGEs dan defisiensi insulin65.
Nefropati
Hipergllikemia dapat menimbulkan perubahan seluler pada berbagai jenis
sel di ginjal. Nefropati adalah suatu penyakit ginjal progresif yang disebabkan
angiopati kapiler-kapiler pada glomeruli ginjal dan dikarakteristikkan dengan
hipertrofi glomerular, penebalan membran, tubular, dan akumulasi matrix
ekstraselular pada membran-membran ini; perubahan ini akhirnya menimbulkan
fibrosis dan sklerosis glomerular dan tubulointerstitial 66. AGEs, hiperglikemia,
dan inflamasi vaskular dalam hal ini dianggap sebagai penyebab perubahan
patologis67-68.
44
45
bahwa
PENYAKIT PERIODONTAL
Periodontitis merupakan salah satu penyakit oral yang paling luas dan
dikarakteristikkan dengan hilangnya jaringan ikat dalam periodontium dan
kerusakan tulang penyangga alveolar118-119. Periodontitis yang berat dapat terjadi
akibat hilangnya gigi, ditemukan dalam 5-20% kebanyakan populasi dewasa
diseluruh dunia. Data terakhir tahun 2009 dan 2010 dari National Health and
Nutrition Examination Survey memperkirakan lebih dari 47% dewasa amerika
memiliki periodontitis120.
Penelitian epidemiologi menunjukkan hampir 25% dewasa Australia usia
35-54 tahun memiliki periodontitis sedang atau berat, dan 34% dari dewasa usia
49
30-39 tahun yang tinggal di pomerania memiliki periodontitis 121. Anak-anak dan
dewasa dapat memiliki beragam bentuk dari periodontitis, seperti periodontitis
agresif, periodontitis kronis dan periodontitis sebagai akibat dari penyakit
sistemik122. Meskipun demikian, diperkirakan prevalensi secara global dari
periodontitis ini berbeda tergantung distribusi dari penyakit dan methodologi
untuk menilainya123.
MEKANISME PATOGENIK DARI PENYAKIT PERIODONTAL
Mikroorganisme
Kondisi inflamasi kronis dari perodontitis terjadi akibat biofilm patogenik
atau plak gigi, yang terakumulasi pada permukaan gigi. Lebih dari 500 jenis
spesies bakteri terdeteksi dalam plak periodontal; meskipun demikian, spesies
bakteri penyebabnya masih diperdebatkan123-126. Bakteri gram negatif Komplek
Merah, termasuk Porphyromonas ginggivalis, Tannerella forsythia dan treponema
denticola, telah diperkirakan sebagai agen penyebab utama dari periodontitis127.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi Filifactoralocis dan banyak spesien
Spirochetes yang berkaitan erat dengan periodontitis128. Sebagai karakter terbaik
dari periopatogen, P. Ginggivalis adalah konsitituen minor dari total mikrobiota
tetapi dapat memicu perubahan jumlah dan komposisi mikrobiota komensal mulut
dan dapat mengganggu homeostasis dan menimbulkan hilangnya tulang
periodontal yang inflamasi129. Bakteri gram positif dan bakteri komensal mulut
dapat juga memegang peranan penting dalam terbentuknya periodontitis128,130-131.
Melalui teknik modern menunjukkan profil mikrobial subginggiva pada
pasien periodontitis yang dibedakan berdasarkan usia, kedalaman pocket, jenis
kelamin, dan ras128,132-133. Ditemukan terdapat perbedaan komunitas bakteri yang
muncul pada peningkatan riwayat periodontitis yang merubah proses infeksi
kebanyakan bakteri dan secara umum berkaitan dengan penurunan keragaman128.
Respon Host
Walaupun bakteri seharusnya ada pada penyakit periodontal, kerentanan
host juga menjadi salah satu faktor.123 Proses inflamasi yang terjadi pada
50
129,134-135
bakteri melalui stimulasi produksi faktor osteoklastogenik oleh sel-sel imun, yang
pada akhirnya menyebabkan kerusakan tulang terkait periodontitis.
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa produksi faktor
osteoblas dan osteosit juga memiliki pengaruh dalam pembentukan osteoklas dan
penyakit periodontal (data tidak dipublikasi). Bukti bahwa respon host memiliki
peran penting juga ditunjukkan pada penelitian dimana
tatalaksana dengan
merupakan
salah satu faktor resiko utama pada penyakit periodontitis. Penelitian crosssectional dan longitudinal mengidentifikasi bahwa resiko terjadinya periodontitis
3-4 kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan dengan orang tanpa
diabetes. 144
Periodontitis ditemukan pada 57,9% pasien T1DM dan 15% kontrol tanpa
diabetes.146 Penelitian lain tentang status periodontal pada anak-anak dan remaja
yang menderita T1DM, menunjukkan prevalensi 20,8% gingivitis dan 5,9%
51
periodontitis.147 Pasien
dengan T2DM
juga
memiliki
resiko
menderita
96,160
Penelitian
165
166-167
53
MEKANISME
DIABETES
MEMPERPARAH
KEHILANGAN
osteoklastogenesis
dan
apoptosis
osteoblas.
Hal
ini
54
dengan
pemberian
resolvin
pada
hewan
yang
menderita
pertahanan
host,
apoptosis,
aktivitas
dan
signal
sel,
serta
fibroblas
dibandingkan
dengan
T2DM.184
Sel
seperti
osteoklas
56
pada lipid peroksida yang berhubungan dengan peningkatan penyakit periodontalT2DM dan respon inflamasi yang hebat di jaringan periodontal manusia.179,191
Pengaruh Diabetes terhadap Osteblas pada Periodontitis
Bukti-bukti menyatakan bahwa baik diabetes dan infeksi bakteri pada
periodontitis menyebabkan peningkatan apoptosis sel-sel osteoblas, dengan
demikian mengurangi osseus coupling.
161,192
170,184
Peningkatan TNF-
196
diferensiasi osteoblas ketika terjadi inflamasi. Lebih jauh lagi, TNF- dapat
menginduksi apaptosis dengan cara berikatan dengan TNF reseptor-1 yang
merangsang awal mula terjadinya apoptosis.158
Telah dibuktikan bahwa kerusakan tulang alveolar akibat induksi infeksi
bakteri pada penderita diabetes diikuti dengan peningkatan ekspresi RAGE dan
57
BAB III
ANALISIS MASALAH
Tn. Suwarno Bin Basir, 60 tahun, laki-laki, dirawat di bagian penyakit
dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan diagnosis Diabetes
Mellitus Tipe 2 dan Obesitas + Polisitemia Vera Sekunder + Hipertensi
Terkontrol. Os mengeluh giginya rapuh sehingga menimbulkan sensasi nyeri
pada lidah saat os berbicara, sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan
mulut untuk melihat ada tidaknya fokal infeksi. Pasien tidak merasakan keluhan
seperti sakit gigi atau mulut terasa kering. Pasien selama ini tidak pernah
memeriksaan gigi ke dokter gigi.
58
59
pasien. Adanya gangren radiks gigi 12, 28 dan 46 yang berati terdapat sisa akar
pada gigi 12, 28 dan 46 yang merupakan tempat subur bagi perkembangbiakan
bakteri. Kemungkinan terjadinya gangren radix pada pasien ini adalah akibat dari
karies yang tidak ditatalaksana lanjut.
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 memiliki banyak
komplikasi jangka panjang. Penelitian epidemiologi mengindikasikan keparahan
komplikasi diabetes mellitus berbanding lurus dengan tingkat hiperglikemik.
Sebagai tambahan dari komplikasi diatas, diabetes dapat mempengaruhi
metabolisme tulang. Penelitian manusia mengenai diabetes melitus secara umum
menunjukkan adanya peningkatan osteoklastogenesis. Manusia dengan T2DM
memiliki kadar asam resisten tartar fosfatase sirkulasi yang meningkat sehingga
mengindikasikan peningkatan aktivitas osteoklas.
Penelitian cross-sectional dan longitudinal mengidentifikasi bahwa resiko
terjadinya periodontitis 3-4 kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes
dibandingkan dengan orang tanpa diabetes. Periodontitis melibatkan hilangnya
struktur penyokong gigi berupa jaringan ikat dan tulang. Diabetes meningkatkan
rasio RANKL/OPG dan ekspresi AGEs, ROS serta mediator inflamasi, yang
menginduksi osteoklastogenesis dan apoptosis osteoblas. Hal ini menyebabkan
peningkatan resorpsi tulang dan penurunan formasi dan reparasi tulang sehingga
terjadi kerusakan hebat tulang alveolar pada penyakit periodontal yang disebabkan
patogen bakteri.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah scaling untuk
membersihkan calculus pada semua regio, pro ekstraksi gangren radiks kemudian
dilakukan pro konservatif untuk membersihkan karies dan erosi dan luksasi grade
II pada gigi 25. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan
perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien
mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut.
Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan seperti
menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan yang mengandung banyak
gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak, hal
tersebut diharapkan dapat mengontrol gula darah didalam tubuh pasien tetap
60
dalam batasan terkontrol. Pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan
teratur serta pentingnya memberitahu kepada pasien mengenai kunjungan ke
dokter gigi setiap 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1
169181.
Giacco F, Brownlee M. Oxidative stress and diabetic complications. Circ
Res 2010; 107(9): 10581070.
61
62