Trauma Inhalasi
Trauma Inhalasi
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan
efek memanaskan atau mendinginkan. Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam.1,2
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka
lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap
berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Luka adalah rusaknya
struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari
internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Trauma inhalasi
merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka kematian.
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai
daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat
gas, asap atau uap panas yang terhisap. Cedera inhalasi disebabkan oleh jenis
bahan kimia terbakar (tracheobronchitis) dari saluran pernapasan. Bila cedera ini
terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah kematian sangat tinggi
antara 48% sampai 86%.Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa
hambatan jalan napas.1,2
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah
dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas
toksik seperti hidrogen sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan
partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi
dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi
lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edema.2
INSIDEN
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan
rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal
setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko
tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia
kerja juga lebih sering menderita luka bakar. Di rumah sakit anak di Inggris,
selama satu tahun terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400
diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar 2. Antara tahun 1997-2002
terdapat 17.237 anak di bawah usia 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat
di 100 rumah sakit di Amerika. Studi North-West England menemukan angka
rata-rata yang datang ke rumah sakit dengan trauma inhalasi akibat luka bakar
adalah 0,29 per 1000 populasi tiap tahun. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan yaitu 2:1. Referensi lain menyebutkan bahwa kurang lebih sepertiga
(20-35%) pasien luka bakar yang datang ke Pusat Luka Bakaradalah dengan
trauma inhalasi.1,2,6
ETIOLOGI
Kebanyakan trauma inhalasi terjadi akibat kerusakan langsung pada
permukaan epitel yang dapat menyebabkan konjungtivitis, rhinitis, faringitis,
laryngitis, trakeitis, bronchitis dan alveolitis. Absorbsi sistemik dari toksin juga
terjadi. Susah untuk membedakan apakah insufisiensi pernafasan disebabkan oleh
trauma langsung pada paru atau akibat pengaruh metabolik, hemodinamik dan
komplikasi lanjut dari suatu infeksi permukaan luka bakar.2,7,8
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas
4 macam yaitu:2,7
1. Gas iritan : bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan
menyebabkan reaksi inflamasi. Amonia, klorin, kloramin lebih larut air
sehingga dapat menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan mulut. Gas iritan lain yaitu
membuka dan menutup saluran napas secara intermitten pada waktu batuk.
Pada waktu mau batuk plika vokalis menutup, saat batuk membuka, sehingga
benda asing keluar. Secara reflektoris menutup saluran napas pada saat
menghirup udara yang tidak dikehendaki dan untuk proses bicara.
3. Trakea. Dikelilingi tulang rawan berbentuk tapal kuda (otot polos dan
bergaris) sehingga bisa mengembang dan menyempit. Trakea bercabang
menjadi 2 bronkus utama.
4. Bronkus. Merupakan percabangan trakea, terdiri dari bronkus kanan dan kiri.
Antara percabangan ini terdapat karina yang memiliki banyak saraf dan dapat
menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus
kiri dan kanan tak simetris. Yang kanan lebih pendek, lebih lebar dan arahnya
hampir vertikal. Yang kiri lebih panjang dan lebih sempit dengan sudut lebih
tajam. Bronkus ini kemudian bercabang menjadi bronkus lobaris, bronkus
segmentasi, bronkus terminalis, asinus yang terdiri dari bronkus respiratorius
yang terkadang mengandung alveoli, duktus alveolaris dan sakus alveolaris
terminalis.
5. Paru. Terdiri dari paru kanan dan kiri yang kanan terdiri dari 3 lobus, kiri 2
lobus. Dibungkus oleh selaput yang disebut pleura visceralis sebelah dalam
dan pleura parietalis sebelah luar yang menempel pada rongga dada. Diantara
kedua pleura terdapat kavum interpleura yang berisi cairan. Di dalam saluran
napas selain terdapat lendir, juga bulu-bulu getar / silia yang berguna untuk
menggerakkan lendir dan kotoran ke atas.
antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,8. Angka ini didapatkan dari
rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 L/menit). Ketidak-seimbangan
antara proses ventilasi-perfusi terjadi pada kebanyakan penyakit pernapasan.
Tiga unit pernapasan abnormal secara teoritis menggambarkan unit ruang sepi
yang mempunyai ventilasi normal, tetapi tanpa perfusi, sehingga ventilasi
terbuang percuma (V/Q = tidak terhingga). Unit pernapasan abnormal yang
kedua merupakan unit pirau, dimana tidak ada ventilasi tetapi perfusi normal,
sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan
unit diam, dimana tidak ada ventilasi dan perfusi.
4. Transpor oksigen dalam darah Oksigen dapat diangkut dari paru-paru ke
jaringan-jaringan melalui dua jalan: secara fisik larut dalam plasma atau
secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2).
Ikatan kimia oksigen dengan hemoglobin ini bersifat reversibel. Dalam
keadaan normal jumlah O2 yang larut secara fisik sangat kecil karena daya
larut oksigen dalam plasma yang rendah. Hanya sekitar 1% dari jumlah
oksigen total yang diangkut. Cara transpor seperti ini tidak memadai untuk
mempertahankan hidup. Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin
yang terdapat dalam sel-sel darah merah. Dalam keadaan tertentu (misalnya :
keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif dimana terjadi insufisiensi
hemoglobin) maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat
ditranspor dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan
tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer (ruang oksigen hiperbarik).
Satu gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen. Pada tingkat
jaringan, oksigen akan berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam
plasma. Dari plasma, oksigen berdifusi ke sel-sel jaringan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan
jaringan bervariasi, namun sekitar 75% dari hemoglobin masih berikatan
dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk
darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25% oksigen dalam
darah arteria yang digunakan untuk keperluan jaringan.2,5
pneumotaksis.
Pusat
pneumotaksis
menghantarkan
isyarat
Efek
sekundernya
terjadi
bila
pembatasan
inspirasi
padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring.
Partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial,
sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.2
Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas,
sedangkan gas yang kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang
sangat kurang larut air masuk melewati barier kapiler dari alveolus dan
menghasilkan efek toksik yang bersifat sistemik. Kerusakan langsung dari sel-sel
epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana akan
merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang melepaskan makrofag
serta aktivitas netrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigen
radikal, protease jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan A2,
C3A, C5A). Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas
yang rusak, selanjutnya terjadi edema dari dinding saluran nafas dan kegagalan
mikrosirkulasi yang akan meningkatkan resistensi dinding saluran nafas dan
pembuluh darah paru. Komplians paru akan turun akibat terjadinya edema paru
interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat
sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mukus
dan sel-sel darah.2
Trauma inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :1,2
1. Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui
obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani secara
benar, edema saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa hari.
2. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam
fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis
merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil-hasil
pembakaran yang bersifat toksik pada luka bakar. Asap memiliki kapasitas
membawa panas yang rendah, sehingga jarang didapatkan trauma termal
langsung pada jalan nafas bagian bawah dan parenkim paru, trauma ini
terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.1,2
orofaring
Sputum yang mengandung arang atau karbon
Wheezing, sesak dan suara serak
Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api
Ledakan yang menyebabkan trauma bakar pada kepala dan badan
Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin lebih dari 10% setelah
berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah,
takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing, pandangan kabur,
halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG2
1. Laboratorium
Pulse oximetry
10
hipoksia
atau
ketidakseimbangan
hemodinamik.
PENATALAKSANAAN
Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk
penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian.
Pengobatan untuk trauma inhalasi adalah bersifat suportif.
1. Airway
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi maka sebelum dikirim ke
pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk melindungi
11
jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya
terjadi 24-48 jam setelah kejadian, dimana jika terjadi edema maka yang
diperlukan adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral
tidak dapat dilakukan.2
2. Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernapasan, susah bernapas,
stridor, batuk, retraksi suara nafas bilateral atau tanda-tanda keracunan CO
maka dibutuhkan oksigen 100% atau oksigen tekanan tinggi yang akan
menurunkan waktu paruh dari CO dalam darah.2
3. Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untuk mengetahui stabilitas
hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi
cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi biasanya dalam 24
jam pertama digunakan cairan kristaloid 40-75% lebih banyak
dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja.1,2
4. Neurologik
Pasien yang berespon/sadar membantu untuk mengetahui kemampuan
mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan indikator yang baik
untuk mengukur kesuksesan resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik
seringkali memerlukan analgetik poten.2
5. Luka bakar
Periksa seluruh tubuh untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka
bakar. Cuci NaCl kulit yang tidak terbakar untuk menghindari sisa zat
toksik yang bermakna.2
6. Medikasi2
Kortikosteroid : digunakan untuk menekan inflamasi dan
menurunkan edema
Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada
KOMPLIKASI1,2
1. Trauma paru berat, edema, dan ketidakmampuan untuk oksigenasi atau
ventilasi yang adekuat dapat menyebabkan kematian
2. Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain secara
bersamaan dapat menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan morbiditas.
PROGNOSIS
Pada trauma inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam. Berat
ringannya trauma langsung pada parenkim paru tergantung pada luas dan lamanya
paparan serta jenis inhalan yang diproduksi secara bersamaan.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael
Peck.,
Smoke
Inhalation
Injury,
available
at
www.ameriburn.org, 2005
2. Lafferty K.A., Smoke Inhalation Injury, available at www.emedicine.com,
Aug 2014
3. Craig Feied, Inhalation Injury, available at www.NCEMI.com, 2006
4. Way, LW., Burn and Other Thermal Injuries, Current Surgical Diagnosis
and Treatment, 11th Edition, McGraw Hill, Boston, 2003
5. Robert H. Demling., Pulmonary Problems in The Burn Patient, available at
www.burnsurgery.org, 2000
13
Ventilation.
Dalam
at
Medical
14