Anda di halaman 1dari 48

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan kasus yang berjudul
Dengue Haemorrhagic Fever dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Santi Sumihar, Sp.PD selaku pembimbing
penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
selama masa kepaniteraan klinik penulis di RSUP Fatmawati, juga untuk mendiskusikan kasus
Dengue Haemorraghic Fever, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Akhir kata, semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Jakarta, 12 September 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I ILUSTRASI KASUS.....................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

11

II.1. Definisi....................................................................................................

11

II.2. Etiologi........................................................................................ ..........

11

II.3. Epidemiologi ...........................................................................................

12

II.4. Patofisiologi.............................................................................................

16

II.5. Patogenesis..............................................................................................

18

II.6. Diagnosis.................................................................................................

22

II.7. Manifestasi klinis.....................................................................................

25

II.8. Pemeriksaan penunjang...........................................................................

28

II.9. Diagnosa banding....................................................................................

30

II.10. Penatalaksanaan......................................................................

31

........... .

II.11. Komplikasi......................................................................................

BAB III ANALISA KASUS.....................................................................................


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

40
44

47

BAB I
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN
No RM
: 00534217
Nama
: Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur
: 37 tahun 7 bulan
Alamat
: Jl. Wijaya I Gg. Langgar, Petogogan, Kebayoran Baru, Jaksel
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Pendidikan
: Tamat SMA
Status Pernikahan : Menikah

II.

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Agustus 2013 di Bangsal
Penyakit Dalam Gedung Teratai lantai 5 Selatan kamar 524 D RSUP Fatmawati pukul
8.00 pagi.
Keluhan utama:
Demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu, demam cukup tinggi dan
terus menerus sepanjang hari selama 3 hari, menggigil dan badan terasa ngilu.
Demam turun 2 hari yang lalu disertai dengan keringat. Bintik bintik merah diakui
ada di kaki. Pasien juga merasa lemas dan pusing. 3 hari yang lalu mulai nyeri ulu
hati dan mual, 1 hari yang lalu muntah 1x berisi cairan dan tidak ada darah. BAB
hitam lunak 1x, 1 hari yang lalu, saat masuk RS BAB sudah berwarna coklat.
Riwayat BAK normal berwarna kuning. Nafsu makan berkurang, minum lebih dari 1
liter semenjak demam. Mimisan dan gusi berdarah, nyeri otot kaki disangkal, pasien
juga menyangkal adanya nyeri retroorbita. sesak dan nyeri dada juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyangkal pernah demam seperti ini sebelumnya. Riwayat DM (-),
hipertensi (-), sakit jantung (-), sakit kuning (-), asma (-), alergi (-), gastritis / nyeri
ulu hati sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
3

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat
Hipertensi (-), asma (-), DM (-).
Riwayat kebiasaan dan sosial:
Terdapat riwayat DBD di lingkungan pasien yaitu tetangga pasien. Pasien mengaku
tidak suka jajan sembarangan, lingkungan rumah dirasa cukup bersih. Riwayat pergi
keluar kota dalam waktu dekat disangkal, riwayat kebanjiran dan berhubungan
dengan tikus disangkal. Merokok (+), alkohol (-), minum jamu (-).
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaraan

: Compos mentis

Tanda vital
TD

: 120/80 mmHg

: 88 x/menit

: 20 x/menit

: 36,10 C

BB

: 55 kg

TB

: 160 cm

BMI

: 21,48 kg/m2

Kulit

: Sawo matang, perabaan hangat (+), halus, turgor baik,


ikterik (-), keringat (-), petechiae (+)

Kepala

: normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak


mudah dicabut

Mata

: edema palpebra (-/-), ptosis (-/-), sklera ikterik (-/-), conjunctiva


anemis (-/-), pupil bulat, isokor, tepi regular (+/+), refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
enoftalmus (-), exophtalmus(-/-)

Telinga

: Normotia, simetris kanan-kiri, nyeri tarik (-/-), nyeri tekan tragus


dan mastoid (-/-), MAE lapang (+/+), serumen (+/+) minimal ,
sekret (-/-), hiperemis (-/-)

Hidung

: normosepta, sekret -/-, hiperemis -/-

Mulut-Tenggorokan : Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), oral
candidiasis (-), mukosa warna merah jambu, gigi caries (-),
uvula letak tengah, arcus faring simetris, faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1, tenang, hiperemis (-)
Leher

: pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH2O, kelenjar


tiroid tidak teraba membesar

Thoraks
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5, 1 jari medial dari linea
midklavikularis sinistra.
Perkusi :
Batas kanan jantung :ICS 2 linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : Di ICS 5, 1 jari media dari linea
midklavikularis sinistra,
Pinggang jantung : Di ICS 3 linea para sternalis sinistra.
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara napas vesikular +/+; Ronki -/-; Wheezing -/-.
Abdomen :
Inspeksi: Datar, spider naevi (-), venektasi (-)
Palpasi: Supel, nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kanan,
hepar teraba 2 jari BAC, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal,
limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen, shifting

dullnes

(-)
5

Auskultasi: BU (+) normal.


Ekstremitas

: akral hangat, oedem (-), petechie (+) pada ekstremitas bawah,


rumple leed test (+), CRT < 2 s

B. Status Lokalis
Pemeriksaan rectal toucher:
- Tonus sphincter ani kuat, ampula recti tidak collapse, mukosa licin, tidak ada
nyeri tekan, tidak teraba adanya massa dan benjolan.
- Sarung tangan : feces berwarna coklat, tidak ada lendir, tidak ada darah.
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan

15/8/13

16/8/13

16/8/13

17/8/13 17/8/1

18/8/13 18/8/1

Nilai

Lab

(15:57)

(7:04)

(18:22)

(5:59)

(6:42)

Normal

(17:41)
13,5
11,7-15,5

Hb

15,3

15,3

15,9

14,5

(17:18)
13,7
13,9

Ht

g/dL
46 %

g/dL
49 %

g/dL
44 %

g/dL
44 %

g/dL
42 %

g/dL
42 %

g/dL
41 %

g/dL
33-45 %

Leukosit

3.500

4.900 /

6000

8.000 /

8.200 /

6.500 /

6.300 /

5.0-10.0

Trombosit

/ul
14.000 /

ul
19.000

/ul
ul
12.000 / 19.000

ul
24.000

ul
38.000

ul
47.000

ribu /ul
150-440

Eritrosit

ul
5,66

/ul
5,87

ul
5,37

/ul
5,39

/ul
5,15

/ul
5,13

/ul
4,99

ribu /ul
3.80-5.20

VER

juta /ul
81,4 fl

juta/ul
82,9 fl

juta/ul
82,4 fl

juta/ul
82,2 fl

juta/ul
82,0 fl

juta/ul
82,2 fl

juta/ul
82,0 fl

juta/ul
80-100 fl

HER

27,0 pg

26,8 pg

29,6 pg

26,9 pg

26,7 pg 27,1 pg

2,71 pg 26-34 pg

KHER

33,2 g/dl

32,4

36,0

32,7

32,5

33,0

33,1

32-36 g/dL

13,3 %

g/dL
13,5 %

g/dL
13,4 %

g/dL
13,4 %

g/dL
13,5 %

g/dL
13,5 %

g/dL
13,7 %

11.5-14.5

RDW
AntiDengue

Positiv

Negative

IgG
AntiDengue

e
Positiv

Negative

IgM

e
6

APPT

49,2 s

KONTROL

34,2 s

APPT
PT

13,5 s

27,4 39,3
s

11,3 14,7
s

KONTROL

13,7 s

PT
INR

0,98 s

SGOT

55 U/l

0 34 U/l

SGPT

42 U//l

0 40 U/l

PROTEIN

6,10

6.00 8.00

TOTAL
ALBUMIN

g/dL
3,7

g/dL
3.40 4.80

GLOBULIN

g/dL
2,40

g/dL
2.50 3.00

UREUM

g/dL
28

g/dL
20 40

DARAH
KREATININ

mg/dL
0,6

mg/dL
0.6 1.5

DARAH
NATRIUM

mg/dL
147

mg/dL
135 147

(DARAH)
KALIUM

mmol/l
4,14

mmol/l
3,10 5,10

(DARAH)
KLORIDA

mmol/l
110

mmol/l
95 108

(DARAH)

mmol/l

mmol/l

Hasil Lab di RS Sam Marie


15/8/2013
Hb
Ht

Nilai
14,3
48.3

Nilai Normal
13.6-16.0
40-48
7

Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
V.

5.1
27.000
5.67
85.3
26.9
31.6
14.1

5.0-10.0
150-440 ribu
5.50-5.50
82-92
27-31
32-36
11.6-14.4

RESUME
Pasien laki laki, 37 tahun, datang ke RSUP Fatmawati dengan keluhan demam sejak
5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Demam mendadak tinggi dan terus menerus,
tidak ada perbedaan antara siang dan malam hari selama 3 hari, menggigil dan badan terasa
ngilu. Demam turun 2 hari yang lalu disertai dengan keringat. Nyeri di daerah kepala dan
nyeri sendi disertai nyeri otot. Badan lemas. 3 hari yang lalu mulai nyeri ulu hati dan
mual, 1 hari yang lalu muntah 1x berisi cairan dan tidak ada darah. Riwayat BAB hitam
lunak 1x, 1 hari yang lalu, riwayat BAK normal. Riwayat bepergian keluar kota atau ke
daerah endemi malaria disangkal oleh pasien. Riwayat kontak tikus dan banjir tidak ada. Di
lingkungan pasien terdapat penderita DBD.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien kompos mentis dan tampak
sakit sedang. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 16x/,menit dan
suhu 36.10C. Petechiae (+), rumple leed (+). Hepar teraba 2 jari BAC. Pada pemeriksaaan
RT hasil tidak ada kelainan. Pada hasil laboratorium awal masuk (15/8/2013) didapatkan
nilai Hb 15.3 g/dl, Ht 46%, Leukosit 3.500/UI, trombosit 14.000/UI, eritrosit 5.66 juta/UI,
sedangkan hasil laboratorium terakhir (18/8/2013) didapatkan nilai Hb 13.5 g/dl,Ht 41%,
leukosit 6.300/UI, trombosit 47.000/UI, eritrosit 4,99 juta/UI, anti dengue IgG (+), anti
dengue IgM (+).

VI.

DIAGNOSIS
DHF Grade II dengan warning sign melena.
Atas dasar demam sejak 5 hari SMRS, terus menerus 3 hari, hari ke-4 turun, riwayat
melena, nyeri ulu hati, daerah endemik.
Hb: 15,
8

Ht: awal masuk: 46%,, hari ke-2 perawatan: 49%, saat pulang: 41%
trombosit: 14.000
(terjadi hemokonsentrasi + trombositopeni)
IgG/IgM anti Dengue : +/+

VII.

PENATALAKSANAAN
Rencana pemeriksaan:

Cek H2TL/12 jam


HbsAg, anti HCV, anti HAV, IgM/IgG dengue
SGOT/SGPT, Ur, Cr, albumin, globulin

Rencana terapi :
Non-farmakologi

Bedrest

Diet tinggi kalori tinggi protein

Perbanyak minum air putih

Observasi tanda vital dan tanda-tanda perdarahan aktif


Farmakologi

IVFD RL 500 cc/12 jam

Sucralfat syr 4x1C PO

Paracetamol tab3x500 mg PO prn

Domperidon tab 3x10 mg PO

Omeprazol tab 2x40mg PO

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.

DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemorrhagic

Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai dengan leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositosis, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/shock.1
II.2.

ETIOLOGI
Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue yang termasuk group arbovirus dan

sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
10

dengan diameter 30 nm terdiri atas asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6.
Terdapat 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Virus DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe virus yang dominan, namun virus DEN-3 sangat berkaitan dengan kasus
DBD yang berat.1
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada arthropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.

II.3.

EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan oleh David

Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue dikenal sebagai
penyakit demam lima hari (vijf daagse koorts) kadangkala disebut juga demam sendi (knokkel
koorts).1
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang tahun di
negara kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Di Indonesia sejak pertama ditemukan
penyakit DBD tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta angka kejadian DBD meningkat dan
menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia2
Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD,
angka kejadian luar biasa penyakit DBD diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian
tertinggi pada tahun 1968 awal diketemukan kasus DBD dan angka kejadian penyakit DBD
tertinggi pada tahun 1988.Angka Case Fatality Rate dari DBD terlihat menurun tajam dari tahun
ke tahun sebagai hasil dari pelatihan penatalaksanaan kasus dan ceramah-ceramah klinik yang
diberikan untuk dokter-dokter di RS dan Puskesmas.1,2
11

Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun, walaupun dapat
mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat terkena tanpa
terkecuali.3
Cara hidup nyamuk terutama nyamuk betina yang menggigit pada pagi dan siang hari,
kiranya dapat menjadi sebab mengapa anak balita mudah terserang demam berdarah. Nyamuk
aedes yang menyenangi tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia, oleh karena itu
balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari seringkali menjadi sasaran gigitan
nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga banyak djumpai di sekolah, apalagi bila
keadaan kelas gelap dan lembab. Disamping nyamuk aedes aegypti yang senang hidup di dalam
rumah, juga terdapat nyamuk aedes albopictus yang senang hidup di luar rumah, di kebun yang
rindang yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue. Faktor daya tahan anak yang
belum sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak
lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue dibanding orang dewasa.3
Puncak kasus DBD diketahui pada musim hujan, tetapi untuk daerah perkotaan puncak
kasus DBD terjadi pada permulaan musim kemarau.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) pertumbuhan penduduk, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan terkontrol,
(3) tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan (4) peningkatan
sarana transportasi.4
Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
virulensi virus dan kondisi geografi setempat.4

12

.
Gambar 1. Negara dan area yang berisiko bagi transmisi dengue (WHO, 2011)19
II.3.1. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia,
virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain
dapat juga menularkan virus ini tetapi merupakan vektor yang kurang berperan.5
Nyamuk aedes aegypti hidup dengan subur di belahan dunia yang memiliki iklim tropis
dan subtropis seperti Asia, Afrika. Australia dan Amerika. Nyamuk aedes aygepti hidup dan
berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak secara langsung
berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman burung, air tandon, air
tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dll. Di Indonesia nyamuk aedes aygepti tersebar luas di
seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang
ketinggiannya lebih dari 1.000m diatas permukaan laut.1

13

Gambar 2. Distribusi global dari A. Aegepti (WHO, 2011)19


Perkembangan hidup nyamuk aedes aygepti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu
sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih
darah manusia untuk mematangkan telurnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 m
dari tempat perkembangbiakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang
tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar gelap
dan lembab.1
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat banyak
genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk aedes aygepti.

14

Gambar 3. Distribusi Global dari A. Albopticus19


Nyamuk aedes albopictus kurang berperan dalam menyebarkan penyakit demam
berdarah jika dibandingkan dengan nyamuk aedes aygepti. Hal ini karena nyamuk aedes
albopictus hidup dan berkembangbiak di kebun atau semak-semak, sehingga jarang kontak
dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk aedes aygepti yang berada di dalam dan sekitar
rumah.1
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Penyakit ini ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Orang ini bisa
menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang
cukup terhadap virus dengue. Jika manusia digigit nyamuk Aedes aegypti maka virus masuk
bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus
itu berada dalam kalenjar liur nyamuk. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu mengiggit orang lain,
maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kalenjar liurnya agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan ke orang lain.1

15

II.4.

PATOFISIOLOGI
Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya permeabilitas kapiler

yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi serta
renjatan (2) adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah,
trombositopeni dan koagulopati.6
II.4.1. Teori Virulensi Virus
Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah dan virulensi
virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan uji coba
dimana beberapa orang yang digigit nyamuk infeksius, hasilnya adalah ada orang yang sakit dan
ada orang yang tidak sakit.1
II.4.2. Teori Imunopatologi
Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu respon
kekebalan atau malah menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan mencit
dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka akan
terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka waktu lama dan tidak mampu memberi
pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Teori ini berkembang dan didukung oleh data
epidemologik, klinis dan laboratorium yang banyak diteliti di Thailand sekitar tahun 1954-1964,
teori tersebut kemudian disebut sebagai Teori Infeksi Sekunder oleh virus yang heterologus yang
berurutan. Kalau seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus, kemudian lain kali
mendapat infeksi sekunder dengan jenis serotype virus yang lain maka risiko besar akan terjadi
infeksi virus yang berat.1
II.4.3. Teori Antigen Antibodi
Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody, membentuk
virus-antibodi kompleks (kompleks imun) kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini
akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat permeabilitas
kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.1,6
II.4.4. Teori Infection Enhacing Antibodi
Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan membentuk
antibodi, dimana antibodi ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi berulang memiliki
resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak memiliki
antibody.Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel makrofag yang
16

beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang
dilingkupi antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan
akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya.
Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan berbagai substansi
inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan
mengaktivasi sistem koagulasi.1
II.4.5. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin.Sitokin diproduksi
oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear.Disini sitokin disebut juga monokin.Fungsi dan
mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh
rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan
diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur.Teori mediator ini sejalan dan berkembang bersama
dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.1

Peran Endotoksin
Syok pada DBD akan menyebabkan iskemia pada usus, disamping iskemia pada jaringan
lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bekteri dari lumen usus ke dalam
sirkulasi. Endotoksin sebagai komponen kapsul luar dari bakteri gram negative akan
mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang akan diikuti iskemia berat.
Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin 1
dimana hal tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan
kembali terjadinya shock hipovolemic.

Peran Limfosit
Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus akan
dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajan dipermukaan virus. Pajanan peptide virus
menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus.
Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin, termasuk
limfokin yang mengaktifkan makrofag dan mengaktifkan sel

II.4.6. Teori Trombosit Endotel


Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD,
berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan permeabilitas kapiler yang
17

meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel.Dua komponen ini
merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis. Salah satu cedera akan
berakibat pada yang lain. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta
aktivasi koagulasi.1
II.5.

PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty atau

Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfatikus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan
difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus Den mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen
antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan
dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Patogenesisnya terjadinya syok berdasarkan hipotesis The Secondary Heterologous
Infection Theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi
juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi (virus antibodi kompleks)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma
ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena
itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.7

18

Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain,dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua
hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosine di phospat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan
trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulopati intravaskuler deseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem
kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akibatnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. 7

19

Gambar 4. Patogenesis DBD (WHO,2011)19


II.5.1. Perubahan Hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada
berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang
terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor XII
(Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk fibrin.
Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi, faktor XI Ia juga akan mengaktifkan sistem
fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan gambaran betapa
kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh virus DBD tersebut.
Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat,
masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar faktor pembekuan II,
V, VII, VIII, IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin
(FDP). Sedangkan aktivasi sistem kinin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit dan efusi
cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran pembuluh darah yang dapat
berlanjut dengan turunnya tekanan darah. Berbagai kelainan hematologi telah terbukti menyertai
perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk
penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.

20

Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah
pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial.Sebagian peneliti
mengatakan kemungkinan penyebabnya ialah trombopoesis yang menurun dan destruksi
trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan fungsi
trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab
agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan sistem retikuloendotelial khususya limpa
dan hati.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

Gambar 5. Perubahan hematologi


II.5.2. Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi,
anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi
yang telah ada meningkat (booster effect).
21

Gambar 6. Tingkat Antibodi


Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90
hari.Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik
antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi
IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat
pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.7
II.6.

DIAGNOSIS

Berdasarkan kriteria WHO 2011 diagnosis DBD ditegakkan bila :19


Manifestasi klinis
1. Demam : onset demam akut, tinggi, dan terus-menerus antara 2-7 hari pada banyak kasus.
2. Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji bendung positif (terjadi pada banyak
kasus), Petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan gusi atau hematemesis dan/atau
melena.
3. Pembesaran hepar (hepatomegali), diobservasi pada semua stadium penyakit dalam 9098% pada anak-anak. Frekuensi bervariasi dari waktu dan/atau pengamat.

22

4. Syok, manifestasinya berupa takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan nadi lemah
dan tekanan yang turun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi dengan munculnya
kulitnya dingin, lembab dan/atau gelisah.19
Pemeriksaan Laboratorium
1. Trombositopenia (100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi, hematokrit meningkat 20% dari batas normal dari pasien atau
populasi yang usia sama.19
Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan hemokonsetrasi atau kenaikan
hematokrit, cukup untuk membuat diagnosis klinis DBD. Kehadiran pembesaran hati atau
hepatomegali pada selain dua kriteria klinis pertama dapat menandakan DBD sebelum timbulnya
kebocoran plasma.19
Kehadiran efusi pleura (dada X-ray atau USG) adalah bukti yang paling objektif dari
kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia merupakan bukti pendukung. Hal ini sangat
berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut :

Anemia.
Perdarahan parah.
Dimana tidak ada hematokrit dasar.
Peningkatan hematokrit sampai < 20% karena terapi intravena awal.

23

Gambar 7. Klasifikasi WHO dari Infeksi dengue dan derajat berdasarkan beratnya DHF
(WHO,2011)19

24

Gambar 8. Manifestasi klinis/perubahan patofisiologi dari DHF (WHO,2011)


II.7.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma
yang mengakibatkan syok atau syndroma syok dengue (SSD).3
Masa inkubasi pada tubuh manusia sekitar 4-6 hari, timbul gejala prodromal yang tidak khas
seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.

Gambar 9. Manifestasi dari Infeksi virus dengue (WHO,2011)19


II.7.1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:1,4,5,8
-

Peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil

nyeri kepala

muka kemerahan (flushed face)

nyeri retro-orbital

fotofobia

mialgia/atralgia

25

anoreksia

konstipasi

nyeri perut

nyeri tenggorok

ruam kulit

manifestasi perdarahan

Laboratorium :
-

leukopenia

jumlah trombosit umumnya normal tapi dapat dijumpai trombositopenia

faktor pembekuan normal

dan pemeriksaan serologi dengue positif

II.7.2. Demam Berdarah Dengue


Perubahan patofisiologis infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit
antara DD dengan DBD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan
perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia
dan peningkatan hematokrit. 1,4,5,8
Gejala klinis DBD ditandai dengan :
-

Demam mendadak

Disertai dengan muka kemerahan (facial flush)

Gejala klinis lain yang menyerupai DD seperti anoreksia, mual, muntah, sakit kepala,
nyeri pada otot dan sendi

Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan ditemukan
faring hiperemis

Perasaan tidak enak di epigastrium, nyeri bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang
nyeri dapat dirasakan pada seluruh perut

Pada akhir fase demam jumlah lekosit menurun

Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu :


1. Demam tinggi yang mendadak
2. Tanda-tanda perdarahan
3. Hepatomegali
26

4. Syok
Laboratorium :
-

Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)

Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi merupakan indikator terjadinya


kebocoran plasma

Pemeriksaan serologi dengue IgM dan IgG (+)

Penurunan faktor koagualsi dan fibrinolitik

Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin Kdependen

Pemeriksaaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama hemithoraks kanan. Tetapi apabila
perembesan plasma hebat dapat terjadi di kedua hemitorax.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada fase akhir demam, pada saat ini penurunan suhu
yang tiba-tiba sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya.
Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara,
pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. DBD dibedakan dengan DD dengan adanya
kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan nilai hematokrit, efusi pada rongga
pleura atau rongga peritoneum atau hipoproteinemia. Perjalanan penyakit dapat dipengaruhi oleh
diagnosis dini dan pemberian cairan.
II.8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan darah ditemukan :1

Leukopenia pada akhir fase demam

Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok

Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi)

Trombosit <100.000/ul (trombositopenia)

Perubahan metabolik :

Hiponatremi paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS


27

Asidosis metabolik ditemukan pada pasien syok dan harus dikoreksi segera

Kadar urea nitrogen darah meninggi

Kelainan koagulasi

Masa protrombin memanjang

Masa tromboplastin parsial memanjang

Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan pertanda


DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Pemeriksaan Fungsi hati :

Kadar transaminase sedikit meningkat

Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

Pemeriksaan Radiologis :

Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)


Ditemukan adanya efusi pleura kanan. Efusi bilateral bisa terjadi pada DSS

Pemeriksaan serologis :

Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI test)


Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan paling
seringdipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.
Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji HI :

Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi

Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (>48 tahun) maka uji ini baik
digunakan pada studi sero-epidemiologi

Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer 4x dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280)
baik pada serum akut atau konvalessen dianggap sebagai presumtif positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection)

Uji netralisasi
Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization
Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi
28

lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Uji ini juga
rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

Uji fiksasi komplemen


Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh
karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga
pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen
fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

Uji ELISA anti dengue IgM dan IgG


IgM antidengue timbul pada infeksi primer maupun sekunder dan adanya antibodi IgM
ini menunjukkan adanya infeksi dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat
sampai minggu ke-3, meghilang pada minggu ke-6.
IgG pada infeksi primer IgG mulai timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar
tertinggipada hari ke-14, kemudian bertahan untuk berbulan-bulan. Pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2 melebihi kadar IgM.

NS1
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan yang
mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan
tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling
baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat
mendeteksi infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah
hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang setelah hari ke-9
infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang
positif menunjukkan kalau seseorang hampir pasti terkena infeksi virus dengue.
Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan
kemungkinan infeksi virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta
pemeriksaan lanjutan.

II.9.

DIAGNOSA BANDING
Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi
protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis

29

dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat


membedakan DBD dengan penyakit lain.

DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya. Pada demam chikungunya biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza.
Demam chikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva
dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Pada demam chikungunya tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.1,5

Gambar 10. Gejala konstitusional non-spesifik pada pasien DBD dan infeksi virus
chikungunya (WHO,2011)19
II.10. PENATALAKSANAAN
Perjalanan penyakit DBD terbagi 3 fase :3
1. Fase demam yang berlangsung selama 2-7 hari
Terapi simtomatik dan suportif

Parasetamol 10-15mg/kg/dosis setiap 4-6 jam (salisilat tidak dianjurkan karena


mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis)4
30

Kompres dingin diberikan apabila pasien masih tetap panas

Terapi suportif yang diberikan antara lain larutan oralit, jus buah dan lain-lain

Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan cairan
sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena. Semua pasien tersangka
dengue harus diawasi dengan ketat setiap hari sejak hari sakit ketiga. Setelah bebas
demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan memasuki fase kritis. Sebagian
pasien akan sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan kasus berat akan
jatuh ke dalam fase syok.
Pemantauan :
-

Pemeriksaan fisik :

tanda vital

perabaan hati hati yang membesar dan lunak merupakan indikasi


mendekati fase kritis, pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah sakit

Pemeriksaan laboratorium

Leukopenia dan limfositosis relative dalam waktu 24 jam pasien akan


bebas demam serta memasuki fase kritis

Trombositopenia pasien memasuki fase kritis dan memerlukan pengawasan


ketat di rumah sakit

Peningkatan Ht 10-20% mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan


memerlukan terapi cairan intravena apabila pasien tidak dapat minum oral,

Berikan penerangan pada pasien mengenai pertanda gejala syok yang


mengharuskan ke rumah sakit antara lain :
Keadaan memburuk sewaktu pasien mengalami penurunan suhu
Setiap perdarahan
Nyeri abdominal akut dan hebat
Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari
Menolak untuk makan dan minum
Lemah badan, gelisah
Kulit dingin, lembab
Tidak buang air kecil selama 4-6 jam
31

Indikasi rawat :
o Adanya tanda-tanda syok
o Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi
o Perdarahan
o Hitung trombosit 100.000/uL dan atau peningkatan Ht 10-20%
o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari ketika penurunan suhu
o Nyeri abdominal akut hebat
2. Fase kritis atau bocornya plasma yang berlangsung umumnya hanya 24-48 jam, sekitar
hari 3 sampai hari ke-5 perjalanan penyakit
Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau
dan muntah
-

Tatalaksana umum

Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan

Berikan oksigen pada kasus dengan syok

Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat

Tatalaksana cairan

Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan


minum melalui oral

Syok

Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya : ringer laktat dan ringer asetat
terutama pada fase syok)

Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan)

Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah
deficit 5-8% atau setara dehidrasi sedang

Pada pasien dengan syok

Apabila nilai Ht awal rendah, pikirkan kemungkinan perdarahan interna atau


pantau nilai Ht lebih sering, apabila ada indikasi berikan tranfusi darah

Koreksi

gangguan

metabolit

dan

elektrolit,

seperti

hipoglikemia,

hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis


32

Setelah 6 jam apabila Ht menurun, meski telah diberikan sejumlah besar


cairan pengganti, tetesan tidak dapat diturunkan sampai <10ml/kg/jam, maka
pertimbangkan untuk tranfusi segera.

Indikasi tranfusi darah

Perdarahan saluran cerna berat (melena)


Kehilangan darah bermakna, mis >10% volume darah total. (Total volume
darah = 80 ml/kg)
Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang
tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup
banyak, berikan sediaan darah segar 10ml/kg/kali atau PRC 5 ml/kg/kali
-

Indikasi tranfusi trombosit


Hanya diberikan hanya pada perdarahan massif. Dosis 0,2 /kg/dosis

3. Fase penyembuhan (2-7 hari)


Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu
24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah :
-

Keadaan umum membaik

Meningkatnya selera makan

Tanda vital stabil

Ht stabil dan menurun sampai 35-40%

Diuresis cukup

Dapat ditemukan confluent petechial rash

Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini.


4. Indikasi pulang

Paling tidak 24 jam tidak demam tanpa antipiretik

Nafsu makan baik

Secara klinis tampak perbaikan

Produksi urin baik

Minimum 2-3 hari setelah syok teratasi

Tidak ada respiratory distress dari efusi pleura dan tidak ada asites

33

Trombosit 50.000/l. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk menghindari


kegiatan traumatis setidaknya selama 1-2 minggu untuk jumlah trombosit menjadi
normal. Untuk sebagian kasus yang tidak rumit, trombosit naik normal dalam
waktu 3-5 hari.

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa


mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut :4
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindrom syok pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa syok
Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat yang juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Protokol 1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok


Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif tanpa syok maka di
ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut : volume
cairan kristaloid per hari yang diperlukan
1500 +{20 x (BB dalam kg - 20)}
34

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

35

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%

36

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa Kasus DBD


Perdarahan spontan dan masif : - epistaksis tidak terkendali, hematemesis melena, perdarahan
otak
Syok (-)

Hb, ht Trombo, Leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)


Golongan darah, uji cocok serasi

KID (+)

KID (-)

Transfusi komponen darah

transfusi komponen darah

PRC (Hb<10g/dL)

- PRC (Hb<10g/dL)

FFP

- FFP

TC (Trombo<100.000)

- TC (Trombo<100.000)

**heparinisasi 5000-10000/24jam drip

*pemantauan Hb,Ht,Trombo tiap


4-6jam

*pemantauan Hb,Ht,Trombo tiap 4-6jam

*ulang pem hemostasis 24jam

kemudian
*ulang pem hemostasis 24jam kemudian
Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kali kontrol

37

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok pada Dewasa


Bila kita berhadapan dengan DSS maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa
renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravascular yang hilang
harus segera dilakukan. Angka kematian DSS 10 kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD
tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita mendapatkan
pertolongan, penatalaksanaan yang tidak tepat temasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tandatanda renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Protokol 5. Penatalaksanaan sindrom syok pada dewasa

38

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue:
1. Jenis cairan
2. Jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat
diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena
dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang
ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan
lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi
tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.1,4
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa
efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis
laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.13,14 Kristaloid memiliki waktu bertahan
yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kgBB) akan
menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum
didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial(ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,
sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam
ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. 12Namun demikian, dalam
aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia
dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam
temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada
jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih
besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini,
diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih
stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni resiko
anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). 15,16 Penelitian
cairan koloid dibandingkan kristaloid padasindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak
dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil
39

sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan
keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia
telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang
terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1
dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan
akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat
badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma
yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000ml/24 jam. Jadi secara ratarata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000
ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai
apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan
sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi
klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik
tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg
berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga
kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat,
namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
II.11. KOMPLIKASI
Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata (KID).
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati
40

dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah syok telah


teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan,
untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan
pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma
masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstra,
apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami
distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran
edema paru pada foto dada.7
II.12. PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD dan DSS
mortalitasnya cukup tinggi jika penanganan yang diberikan tidak adekuat.7
II.13. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit demam berdarah mencakup 3

Terhadap nyamuk perantara yaitu


- pemberantasan nyamuk Aedes aegypti induk dan telurnya

Terhadap diri kita


- memperkuat daya tahan tubuh
- melindungi dari gigitan yamuk

Terhadap lingkungan dengan tujuan mengubah perilaku hidup sehat terutama kesehatan
lingkungan

Penyuluhan Bagi Masyarakat


Sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue ataupun vaksin
demam berdarah, maka upaya untuk pencegahan demam berdarah ditujukan pada pemberantasan
nyamuk beserta tempat perindukannya. Oleh karena itu, dasar pencegahan demam berdarah
41

adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat bagaimana cara pemberantasan


nyamuk dewasa dan sarang nyamuk yang dikenal sebagai pembasmian sarang nyamuk atau PSN.
Demi keberhasilan pencegahan demam berdarah, PSN harus dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di rumah, di sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat
umum seperti tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat harus dapat
mengubah perilaku hidup sehat terutama meningkatkan kebersihan lingkungan.
Cara Memberantas Jentik
Cara memberantas jentik dilakukan dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup, dan mengubur,
artinya :

Kuras bak mandi seminggu sekali (menguras),

Tutup penyimpanan air rapat-rapat (menutup),

Kubur kaleng, ban bekas, dll. (mengubur).

Kebiasaan-kebiasaan seperti mengganti dan bersihkan tempat minum burung setiap hari atau
mengganti dan bersihkan vas bunga, seringkali dilupakan. Kebersihan di luar rumah seperti
membersihkan tanaman yang berpelepah dari tampungan air hujan secara teratur atau menanam
ikan pada kolam yang sulit dikuras, dapat mengurangi sarang nyamuk.
Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat ditaburkan bubuk abate
yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat membunuh jentik. Bubuk abate ini dapat dibeli di
apotek. Pedoman Penggunaan Bubuk Abate (Abatisasi)

Satu sendok makan peres (10 gram) untuk 100 liter air

Dinding jangan disikat setelah ditaburi bubuk abate

Bubuk akan menempel di dinding bak/ tempayan/ kolam

Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan


42

Cara Memberantas Nyamuk Dewasa


Untuk memberantas nyamuk dewasa, upayakan membersihkan tempat-tempat yang disukai oleh
nyamuk untuk beristirahat.
Kurangi Tempat Untuk Nyamuk Beristirahat

Jangan menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia)

Pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah

Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu

Semprot obat nyamuk rumah pagi & sore (jam 8.00 dan 18.00)

Perhatikan kebersihan sekolah, bila kelas gelap dan lembab, semprot dengan obat
nyamuk terlebih dahulu sebelum pelajaran mulai

Pengasapan (disebut fogging) hanya dilakukan bila dijumpai penderita yang dirawat atau
meninggal. Untuk pengasapan diperlukan laporan dari rumah sakit yang merawat.

43

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada pasien ini didapatkan keluhan demam yang mendadak tinggi yang tidak ada
perbedaan antara siang dan malam hari, disertai dengan nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
nyeri ulu hati dan perdarahan spontan yaitu melena yang terjadi akibat trombositopenia. Hal
hal tersebut menurut tinjauan pustaka sesuai dengan keluhan demam berdarah dengue grade II.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya lidah berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung
merah disertai tremor), dan tidak ada bradikardi relatif. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis
banding demam tifoid. Pasien mengeluhkan adanya nyeri pada sendi dan ototnya namun tidak
spesifik pada nyeri otot betis, serta tidak adanya riwayat banjir di sekitar tempat tinggal pasien,
hal ini menyingkirkan diagnosis banding leptospira. Untuk menyingkirkan disgnosis banding
chikungunya, pada pasien chikungunya biasanya lebih mengeluhkan nyeri ototnya. Dan pada
pasien chikungunya biasanya terdapat kemerahan pada konjungtiva, sedangkan pada pasien ini
tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien kompos mentis dan tampak
sakit sedang. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 20x/menit dan suhu
36,10C. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan pembesaran hepar 2 jari BAC dengan tepi
44

tumpul, perukaan rata dan konsistensi kenyal juga terdapat nyeri tekan di epigastrium dan
hipokondrium kanan. Pada pemeriksaan extremitas juga didapatkan adanya petechiae pada
ekstremitas atas dan bawah dan pemeriksaan rumple leed (+). Adanya hepar yang membesar,
nyeri tekan di perut dan adanya ptechiae di extremitas sesuai dengan karakteristik demam
berdarah dengue, begitu pula dengan hasil pemeriksaan rumple leed (+).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya hematokrit yang meningkat yaitu
46%, leukopenia yaitu jumlah leukosit 3500/mm3 dan trombositopenia yaitu jumlah trombosit
awal pada saat pasien masuk adalah 14.000/mm3. Selain itu, di dapatkan juga peningkatan enzim
transaminase yaitu SGOT/SGPT 55/42.
Untuk mengkonfirmasi demam dengue, dilakukan pemeriksaan sero-imunologi Anti
dengue IgG dan IgM yang dilakukan pada demam hari ke-7, dan menunjukkan hasil positif.
Pemeriksaan ini antibody IgM hasil positif pada 50% pasien setelah hari ke 3-5 sejak munculnya
gejala, meningkat 80% setelah hari ke 5 dan 99% pada hari ke 10. Sedangkan pada pasien ini
antibody IgG juga meningkat dikarenakan pasien sudah pernah terinfeksi virus dengue
sebelumnya. Antibodi ini meningkat pada akhir minggu pertama sejak timbulnya gejala, dan
meningkat secara perlahan, dan masih dapat dideteksi beberapa bulan setelahnya.
Berdasarkan kriteria diagnostik dari WHO tahun 2011 maka tanda klinis pada pasien ini,
mengarah ke klasifikasi demam berdarah dengue yaitu berupa :
1.
2.
3.
4.

Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.


Terdapat tanda perdarahan rumple leed (+)
Terdapat tanda perdarahan spontan yaitu melena
Dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (<100.000/mm3) dan
peningkatan hematokrit 20%

Dari 3 kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup


untuk membuat diagnosis klinis DBD.
Berdasarkan klasifikasi infeksi dengue dan derajat DBD dari WHO, pasien ini termasuk
DBD grade II yaitu demam, terdapat manifestasi perdarahan (Uji tourniket positif), terdapat

perdarahan

spontan

yaitu

melena

serta

dari

pemeriksaan

laboratorium

ditemukan

Trombositopenia (14.000/mm3) dan peningkatan hematokrit 20% (Ht awal masuk: 46%, hari ke-2
perawatan: 49%, saat pulang: 41%)
Pada penatalaksanaan berdasarkan WHO tahun 2011, apabila terdapat demam berdarah
dengue, maka tatalaksana cairan intravena pada pasien ini, yaitu :
45

Pemberian cairan maintenance untuk pasien ini yaitu:


1500 + (55 - 20) x 20 = 2200 cc

Sesuai dengan perhitungan diatas, pada pasien diberikan :


IVFD Ringer Laktat 500 cc/6 jam.
Penatalaksanaan lain yang diberikan pada pasien ini adalah terapi simptomatik berupa
antiemetik yaitu domperidon 3x10 mg, untuk mengatasi mual serta nyeri uluhati diberikan
sucralfat 4x1C dan omeprazol 2x40mg.
Prognosis pada pasien ini ad vitam, ad functionam, dan ad sanationam yaitu ad bonam,
apabila pasien dilakukan tatalaksana yang adekuat sesuai protokol dari WHO 2011, pasien
mendapatkan prognosis yang baik.
Kriteria pulang pada pasien demam berdarah dengue berdasarkan klinis adalah tidak ada
demam selama 24 jam tanpa antipiretik, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum, nafsu
makan bertambah, status hemodinamik stabil, produksi urin baik dan tidak ada respiratory
distress) dan secara laboratorium terdapat peningkatan trombosit dan perbaikan hematokrit yang
stabil tanpa cairan intravena. Pasien ini memenuhi semua kriteria pulang setelah perawatan hari
ke-4 dirumah sakit.

46

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro

SRS,Soegijanto

S,

Wuryadi

S,

Surosos

T.

Tatalaksana

Demam

Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.2004.
2. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press. 2004.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Bakti Husada. 2005.
4. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di
Indonesia.Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menulardan Penyehatan Lingkungan. 2004
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 4th ed.
NewYork:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006

47

6. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison of three fluid
solutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med 2005;
7. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, Wills B, Nguyen VM, Nguyen TQ, et al. Acute management of
dengue shock syndrome: a randomized double-blind comparison of 4 intravenousfluid
regimens in the first hour. Clin Infect Dis 2001
8. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Revised and expended edition. 2011.
9. Halim M. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Rusmi, editor.
Penyakit Infeksi : Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Cetakan I.
2008
10. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.
11. Aziz, dkk, editor. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Tropik Infeksi : Demam Berdarah Dengue. Jakarta : PB PAPDI FKUI.
2006.

48

Anda mungkin juga menyukai