Anda di halaman 1dari 7

TUGAS BACA

DIVISI KARDIOLOGI
Nama ; Feby Juwita

Gangguan Fungsi Jantung pada Thalassemia Mayor

Anemia berat dan progresif pada thalassemia mayor mengakibatkan kardiomegali


sebagai akibat sirkulasi yang hiperdinamis, bahkan dapat mengakibatkan kematian di usia
dini. Perubahan anatomis yang tampak jelas termasuk dilatasi atrium dan ventrikel serta
menipisnya dinding jantung mengakibatkan jantung dapat membesar hingga 2-3 kali
ukuran normal. Ukuran jantung dapat normal kembali apabila diberikan transfusi secara
optimal. Tetapi transfusi darah berulang akan menyebabkan terjadinya penimbunan besi
(iron overload) di berbagai organ antara lain jantung sehingga pengobatan dengan
transfusi berulang pada pasien thalassemia mayor hanya dapat mengubah saat kematian,
dari kematian dini akibat anemia di masa kanak-kanak menjadi kematian akibat timbunan
besi di masa remaja dan dewasa muda.1
Secara mikroskopis terlihat bahwa timbunan besi mula-mula terjadi di otot
ventrikel dan selanjutnya terjadi di jaringan konduksi. Terdapatnya gangguan
kontraktilitas otot jantung dan irama jantung menunjukkan jumlah besi yang tertimbun di
serabut otot dan jumlah serabut otot yang terkena.1
Toksisitas besi terhadap jantung terjadi akibat penimbunan besi dalam sel
miokardium dan jaringan parenkim sehingga akan menyebabkan reaksi katalisis yang
membentuk hidroksi radikal bebas sehingga terjadi peroksidasi lipid di mitokondria,
lisosom dan membran sel yang akan mengakibatkan kerusakan sel, kematian jaringan
serta akhirnya kerusakan organ.1
Kelebihan besi pada penderita Thalassemia Mayor diakibatkan oleh dua
mekanisme yaitu transfusi sel darah merah yang berulang serta peningkatan penyerapan
besi oleh usus. Pada Thalassemia Mayor kelebihan zat besi lebih sering disebabkan oleh
karena transfusi yang berulang. Penderita Thalassemia Mayor mendapatkan besi
sebanyak 0.3 - 0.5 mg/kg/hari melalui transfusi. Mekanisme fisiologis untuk mereduksi
besi di dalam tubuh hanya sedikit sehingga besi tersimpan di dalam tubuh. Pada
gambaran histologi jantung penderita Thalassemia mayor, besi terakumulasi di dalam
empat ruang jantung, papiler otot dan sistem konduksi, termasuk nodus sinoatrial dan
atrioventrikular. 2
Dalam sirkulasi, besi biasanya diangkut oleh transferin, namun bila terjadi
kelebihan besi, transferin menjadi jenuh, dan besi bebas atau labil cellular iron (LCI) atau

non transferin bound iron (NTBI) berada dalam sirkulasi dan memasuki kardiomiosit
+
+
melalui saluran dependent L-type Ca2 atau melalui bentuk Fe2 (ferous). Dalam miosit
besi dimanfaatkan sebagai metabolisme perantara atau tersimpan dalam bentuk feritin
dan kemudian diangkut ke lisosom untuk degradasi dan penyimpanan jangka panjang.
Besi disimpan di dalam kardiomiosit dalam bentuk feritin, hemosiderin dan besi bebas. 2
Apabila LCI berlebihan di dalam miosit besi dapat mengalami siklus reduksi
oksidasi akibat kemampuan antioksidan sel terlampaui, sehingga menghasilkan radikal
bebas yang berbahaya seperti radikal hidroksil. Radikal hidroksil sangat reaktif
menyerang lipid, protein dan DNA yang menyebabkan peroksidasi membran lipid dan
memprovokasi kerusakan sel. Pada jantung hal tersebut menyebabkan gangguan fungsi
rantai pernafasan mitokondria dan secara klinis menyebabkan berkurangnya kontraktilitas
dan akhirnya menjadi gagal jantung kongestif. Hal ini dapat dilihat pada gambar.
Kelebihan besi pada miosit menyebabkan jumlah LCI lebih besar sehingga radikal bebas
menekan mekanisme antioksida dan akhirnya terjadi disfungsi jantung. 2

Gambar. Mekanisme toksisitas besi pada jantung (Nelson MD, dkk. Physiology and
Pathophysiology of Iron Cardiomyopathy in Thalassemia)

Kelainan fungsi jantung pada thalassemia mayor terutama berhubungan dengan


gangguan fungsi ventrikel, yaitu terjadi kelainan diastolik ventrikel kiri restriktif yang
disertai peningkatan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri dan septum

interventrikular, diikuti dilatasi atrium kiri dan ventrikel kanan. Selain itu dapat terjadi
juga regurgitasi katup trikuspid dan gangguan pengisian diastolik ventrikel kanan sebagai
akibat terjadinya hipertensi pulmonal karena kelebihan besi dan timbunan besi di paru
maupun ventrikel.3
Kelainan EKG yang paling sering ditemukan pada thalassemia mayor adalah
hipertrofi ventrikel kiri, disritmia dan perlambatan konduksi atrioventrikular (blok
jantung derajat I dan II).3
Pada umumnya akan terjadi penurunan yang signifikan dari fraksi ejeksi pasien
thalassemia dibandingkan anak normal. Pemeriksaan echocardiografi dapat pula menilai
adanya peningkatan ketebalan dinding posterior ventrikel dan ketebalan septum
interventrikular.3

Daftar Pustaka
1. Lekawanvijit S, Chattipakorn N. Iron overload thalassemic cardiomyopathy: iron
status assessment and mechanisms of mechanica and electrical disturbance due to
iron toxicity. Can J Cardiol. 2009;25:213-8.
2. Kremastinos DT, Farmakis D, Aessopos A, Hahalis G, Hamodraka E, Tsiapras D,
dkk. -thalassemia cardiomyopathy, history, present considerations, and future
perspectives. Circ Heart Fail. 2010; 3:451-8.
3. Wood JC, Enriquez C, Ghugre N, Ottoduessel M, Aguilar M, Nelson MD, dkk.
Physiology and Pathophysiology of Iron Cardiomyopathy in Thalassemia. Ann N
Y Acad Sci. 2005;1054:38695

KardiomiopatiDilatasi

Kardiomiopati adalah sekumpulan kelainan pada jantung dengan kelainan utama


terbatas pada miokardium. Kondisi ini seringkali berakhir dengan menjadi gagal jantung.
Kardiomiopati dilatasi adalah jenis kardiomiopati dengan ciri-ciri yaitu terdapatnya
dilatasi ruang ventrikel yang progresif dan disertai disfungsi dari kontraksi ventrikel saat
sistolik. Etiologinya berupa idiopatik (>60%), kongenital, miokarditis, kelainan endokrin,
dan kelainan metabolisme glikogen, obat-obatan kardiotoksis dan kelainan sistemik
lainnya. Dilatasi ruang yang terjadi lebih sering mengenai salah satu ventrikel saja.
Dilatasi ruang ventrikel biasanya diikuti pembesaran dinding ventrikel tetapi pembesaran
dinding yang terjadi masih lebih kecil dibandingkan dengan dilatasi ruang ventrikel.
Secara mikroskopik dapat terlihat degenerasi kardiomiosit dengan hipertrofi yang
iregular dan atrofi dari serat otot. Terkadang dapat ditemukan fibrosis interstitial dan
fibrosis perivaskular yang sangat luas.
Penyebab dari gejala klinis yang tampak pada kardiomiopati dilatasi adalah
adanya penurunan fungsi kontraksi miokardium diikuti oleh adanya dilatasi pada ruang
ventrikel. Penurunan fungsi kontraksi miokardium disebabkan karena adanya kerusakan
pada kardiomiosit, kerusakan ini akan mengakibatkan kontraksi ventrikel menurun, dan
diikuti dengan penurunan volume sekuncup serta curah jantung. Penurunan kontraksi
ventrikel jika sudah tidak dapat diatasi lagi oleh mekanisme kompensasi (baik oleh
peningkatan simpatis, mekanisme Frank-Starling, sistem renin-angiotensinaldosteron/RAA dan vasopresin), maka akan menyebabkan ventrikel hanya dapat
memompa sejumlah kecil darah ke sirkulasi, sehingga nantinya darah tersebut akan lebih
banyak tertimbun di ventrikel, timbunan darah inilah yang akan menyebabkan dilatasi
ruang ventrikel yang bersifat progresif.
Dilatasi ruang yang progresif nantinya akan membuat disfungsi katup mitral
(katup mitral tidak dapat tertutup sempurna), kelainan pada katup mitral ini akan
menyebabkan terjadinya regurgitasi darah ke atrium kiri. Regurgitasi darah ke atrium kiri
memiliki tiga dampak yang buruk, yaitu peningkatan tekanan dan volume yang
berlebihan di atrium kiri sehingga atrium kiri membesar yang akan meningkatkan resiko,
dampak buruk berikutnya adalah regurgitasi ke atrium kiri menyebabkan darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri lebih sedikit sehingga memperparah penurunan stroke
volume yang telah terjadi, dampak buruk yang terakhir adalah pada saat diastolik volume
darah yang masuk ke atrium kiri menjadi lebih besar karena mendapat tambah darah yang
yang disebabkan oleh regurgitasi ventrikel kiri yang pada akhirnya akan menambah
jumah darah di ventrikel kiri, sehingga memperparah dilatasi yang telah terjadi.

Gejala klinis yang tampak pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi serupa
dengan gejala gagal jantung. Antara lain mudah lelah, lemah, sesak pada saat aktivitas
dan penurunan kapasitas olahraga. Apabila telah terjadi kongesti paru, bisa terjadi sesak
napas, sesak karena perubahan posisi (ortopneu), sesak pada malam hari (paroxysmal
nocturnal dyspnoe). Selanjutnya bila terjadi kongesti sistemik kronik, bisa timbul asites
dan edema perifer. Biasanya pasien datang dengan kondisi peningkatan berat badan
(karena edema sistemik) dan sesak saat berolahraga/aktivitas.

Daftar Pustaka
1. Lilly LS. Patophysiology of heart disease. 5ed. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins

Pemberian Warfarin

Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan


menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah.
Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya
trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro. Pada trombus yang
sudah terbentuk, antikoagulan hanya mencegah membesarnya trombus dan mengurangi
kemungkinan terjadinya emboli, tetapi tidak memperkecil Warfarin merupakan anti
koagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K yang berperan dalam pembekuan
darah sehingga terjadi deplesi faktor II, VII, IX dan X. Warfarin bekerja di hati dengan
menghambat karboksilasi vitamin K dari protein prekursornya. Karena waktu paruh dari
masing-masing faktor pembekuan darah tersebut, maka bila terjadi deplesi faktor Vll
waktu protrombin sudah memanjang. Tetapi efek anti trombotik baru mencapai puncak
setelah terjadi deplesi keempat faktor tersebut. Jadi efek anti koagulan dari warfarin
membutuhkan waktu beberapa hari karena efeknya terhadap faktor pembekuan darah
yang baru dibentuk bukan terhadap faktor yang sudah ada disirkulasi.
Dosis inisial dimulai dengan 2-5 mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari.
Obat diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur
agar dapat dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya. Lamanya terapi sangat
tergantung pada kasusnya. Secara umum, terapi anti koagulan harus dilanjutkan sampai
bahaya terjadinya emboli dan trombosis sudah tidak ada. Pemeriksaan waktu protrombin
baru dilakukan setiap hari begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya waktu
protrombin yang stabil di batas terapeutik. Setelah tercapai, interval pemeriksaan waktu
protrombin tergantung pada penilaian dokter dan respon penderita terhadap obat. Interval
yang dianjurkan adalah 1-4 minggu.

Algoritme Pemberian Warfarin

Anda mungkin juga menyukai