DIMYATI ACHMAD
Abstrak
Kelenjar paratiroid terletak di aspek posterior kelenjar tiroid yang terdiri dari empat
buah kelenjar, dua kelenjar di superior dan dua kelenjar di inferior. Disampingnya berjalan
nervus laryngeus rekuren yang sering mengalami cedera pada tindakan paratiroidektomi.
Kelenjar paratiroid yang menghasilkan hormon paratiroid berfungsi menjaga homeostasis
kalsium tubuh melalui peran calcium sensing receptor yang teretak di permukaan sel kelenjar.
Gangguan fungsi kelenjar paratiroid yang sering terjadi adalah kelebihan produksi
hormon yang menyebabkan hiperparatiroidi primer. Sekitar 80 85% kasus. Hiperparatiroidi
primer disebabkan oleh adenoma paratiroid pada satu kelenjar. Terapi medikal, seperti
bisfosfonat, furosemid, estrogen replacement, dan calcimimetik tidak menunjukan cost
effectiveness yang baik.
Indikasi terapi bedah pada adenoma paratiroid adalah bila usia dibawah 50 tahun, kalsiun
serum > 1 mg/dl diatas nilai normal, kalsium urin dalam 24 jam > 400 mg, creatinin clearance
30 % < nilai normal sesuai dengan usia, T Score osteoporosis < - 2,5 standar deviasi, dan
gangguan psikoneurogi berat serta nefrokalsinosis. Terapi bedah dengan persiapan preoperatif
yang baik melalui penentuan lokasi dengan pemeriksaan imejing, menurunkan kadar kalsium ke
keadaan normokalsemi dan dilakukan oleh ahli bedah yang kompeten maka angka kuratif dapat
mencapai 90 95 %.
TERAPI
paratiroid dibedakan atas empat subtipe yaitu oncocytic adenoma, lipoadenoma, water clear cell
adenoma dan atypical adenoma.
Gejala Klinis
Gejala klinis adenoma paratiroid berhubungan dengan tingginya kadar hormon paratiroid
dan tingginya kadar kalsium darah, yang dibedakan atas hiperkalsemia berat dan sedang. Kondisi
ini dapat menyebabkan gejala klinis yang disebut hiperparatiroidi simtomatis. Sejak tahun 1970,
setelah berkembangnya screening serum calcium assays di kenal istilah hiperparatiodi
asimtomatis.
Gejala hiperparatiroidi simtomatis yang sering terjadi adalah kelainan ginjal yaitu
nefrolitiasis
hal ini berhubungan dengan kerja hormon paratiroid yang berlebih, yang
menyebabkan peningkatan absorsbsi kalsium dan ekskresi fosfat di ginjal, dan penurunan
glomerular filtration rate serta peningkatan absorbsi kalsium di gastrointestinal. Manifestasi
klinis yang terjadi setelah kelainan ginjal adalah kelainan pada sistem skeletal yang dapat berupa
osteitis fibrosis cystic, brown tumor, fracture osteopenia atau bone pain. Proses awal kelainan
tulang ini dapat diukur dengan bone densimetry sebelum kelainannya terlihat di foto rontgen.
Penurunan densitas tulang terjadi pada vertebra lumbalis, femoral neck dan bagian distal radius.
Densitas tulang dinyatakan dengan T score dan T score yang kurang dari 2,5 sering dijadikan
indikasi untuk intervensi operasi. Kelainan akibat hiperparatioidi setelah ginjal dan tulang adalah
pada sistem gastrointestinal yang berupa ulkus peptikum, konstipasi, nausea, emesis, dan
pankreatitis.
Disamping gejala ketiga organ diatas terdapat pula gejala yang tidak spesifik akibat
hiperparatiroidi yaitu depresi, gangguan kognitif, lelah, malaise, gangguan tidur dan iritabilitas.
Mekanisme yang mendasari gejala diatas belum diketahui secara pasti tetapi gejala tersebut
menunjukan perbaikan setelah hiperparatiroidi dikoreksi.
Penatalaksanaan
The American Association of Clinical Endocrinologist and The American Association of
Endocrine Surgeons memperkirakan hanya 30 - 40 % kasus hiperparatiroidi yang memberikan
gejala signifikan. Sebagian besar kasus yaitu 60 70 % dilaporkan asimtomatis, dan 23 - 62 %
diantara kasus asimtomatis dapat berubah menjadi hipertiroidi simtomatis setelah 10 tahun
kemudian.
Berbagai pendekatan medikal telah dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium dan
kadar hormone paratiroid, tetapi sampai saat ini belum menunjukan hasil yang memuaskan.
Bifosfonat dapat meningkatkan densitas tulang secara signifikan tetapi tidak menurunkan
keadaan hiperpartiroidi. Demikian pula pada terapi estrogen replacement, furosemid dan
calcimimetic. Semua terapi medikal tidak menyebabkan mekanisme feed back pada calcium
sensing receptor kelenjar paratiroid.
Bila pasien menjalani terapi medikal, disamping harus membeli obat obat farmakoterapi
yang bersangkutan juga harus di follow up melalui pemeriksaan : Kadar serum kalsium dua kali
dalam setahun , kadar kreatinin satu kali setahun dan bone densitometry satu kali dalam setahun.
Dengan terapi medikal, setelah follow up beberapa tahun ternyata biaya yang harus dikeluarkan
jauh lebih besar bila dibandingkan dengan terapi bedah pada awal diagnosis ditegakan . Terapi
bedah dapat mencapai angka kesembuhan 95 98 % dengan risiko komplikasi tindakan operasi
sekitar 1 - 2 % bila dilakukan oleh ahli bedah yang kompeten
Indikasi operasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Evaluasi preoperative
Awalnya, terapi bedah yang dilakukan adalah dengan mengeksplorasi ke empat kelenjar
paratiroid untuk mengidentifikasi adenoma, ternyata tindakan ini menimbulkan morbiditas yang
tinngi terutama trauma terhadap nervus laryngeus rekuren. Dengan berkembangnya pemeriksaan
imejing, maka sebelum tindakan pembedahan terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi lokasi
adenoma paratiroid karena sebagian besar kasus adenoma paratiroid hanya terjadi pada satu
kelenjar. Pemeriksaan imejing yang memberikan hasil sensitivitas yang baik adalah :
1.
2.
3.
4.
Contoh pemerikasaan lokasi preoperative dapat terlihat pada gambar 2 dan gambar 3
Gambar 2 : Sestamibi
Prosedur Operasi
Sebelum tindakan operasi, selain penentuan lokasi yang tepat dengan pemeriksaan
imejing, harus pula dicapai kondisi normokalsemia agar dicapai tingkat morbiditas yang
rendah setelah operasi. Posisi pasien selama operasi sama dengan operasi untuk tindakan
tiroidektomi. Ada 3 macam insisi yang dapat dipilih, yaitu :
1. Traditional Kocher Incision
2. Direct unilateral for inferior gland
3. Direct unilateral for superior gland
Insisi pada garis kulit dilanjutkan sampai ke otot platisma, kemudian strep muscle
disisihkan dan kelenjar tiroid diidentifikasi. Selanjutnya kelenjar tiroid ditarik ke medial
kearah trachea dan kelenjar paratirod diidentifikasi pada aspek posterior kelenjar tiroid.
Dari kelenjar paratiroid yang terlihat diidentifikasi kelenjar yang berubah mejadi
adenoma kemudian dilanjutkan dengan eksisi adenoma paratiroid, dan perawatan
perdarahan lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis. Contoh temuan intraoperatif seperti
gambar 4
Penutup
Gangguan kelenjar paratiroid yang sering ditemukan adalah hiperparatiroidi yang
dibedakan menjadi hipertiroidi primer, sekunder dan tertier. Penyebab tersering hiperparatiroidi
primer adalah adenoma paratiroid pada satu kelenjar. Sekitar 30 40 % kasus menunjukan
hiperparatiroidi yang simtomatis. Terapi medikal tidak menunjukan cost effectiveness sedangkan
terapi bedah bila dilakukan dengan baik oleh ahli bedah kompeten maka dapat mencapai angka
kuratif 90 95 %.
Kepustakaan