Disease
Tujuan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan ulasan secara komprehensif
dari klinis dan ciri imaging cross-sectional dari berbagai penyakit inflamasi akut dan kronis pada
kandung empedu.
Kesimpulan. Penyakit inflamasi pada kandung empedu merupakan sumber umum nyeri
abdomen dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Meskipun kolesistitis akut tanpa
komplikasi dan kolesistitis kronis sering ditemui, banyak inflamasi kandung empedu lainnya
juga dapat terjadi yang dapat dengan mudah didiagnosis dengan imaging cross-sectional.
Penyakit inflamasi akut dan kronis pada kandung empedu merupakan penyebab umum
nyeri abdomen bagian atas. Meskipun banyak dari kondisi ini dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitias yang signifikan bila tidak ditangani, prognosis umumnya baik dengan diagnosis
dan penanganan yang cepat. Imaging seringkali memainkan peran penting pada evaluasi pasien
yang dicurigai inflamasi pada kandung empedu. Dalam artikel ini kami menyediakan ulasan
yang komprehensif dan contemporary tentang gambaran klinis dan imaging cross-sectional yang
relevan untuk beberapa kondisi peradangan akut dan kronis.pada kandung empedu.
sekitar 60-100%. Penemuan imaging termasuk kolelitiasis, penebalan dinding kandung empedu
(> 3-5 mm), cairan perikolekistik, dan adanya Murphy sign positif pada USG (Gambar 1A).
Penemuan imaging yang kurang spesifik meliputi distensi kandung empedu dan empedu yang
echogenic (sludge). Batu empedu mungkin atau mungkin tidak divisualisasikan dalam leher
kandung empedu atau duktus sistikus. Ralls dkk, mengatakan bahwa akurasi diagnosis
kolesistitis akut meningkat ketika terdapat penemuan kombinasi yaitu kolelitiasis, penebalan
dinding kandung empedu, dan Murphy sign positif. Sebagai contoh, mereka menemukan bahwa
pada populasi pasien dengan dugaan kolesistitis akut, pada penemuan batu empedu saja memiliki
nilai prediksi positif 88%, pada pasien yang mempunyai kombinasi batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu, nilai prediksi positif meningkat sampai 92%. Pada pasien dengan batu
empedu, penebalan dinding kandung empedu, dan Murphy sign positif pada USG nilai prediksi
positif sampai 94%.
CT umumnya digunakan dalam evaluasi nyeri abdominal ketika diagnosis lain
dipertimbangkan pada akut kolesistitis. Pada CT kolesistitis akut dapat diamati adanya penebalan
mukosa kandung empedu (> 3-5 mm), mural atau mukosa hyperenhancement, cairan
perikolekistik dan perubahan peradangan jaringan lunak yang bersebelahan, distensi kandung
empedu, dan kolelitiasis (Gambar 1B). Batu kandung empedu pada CT, jika divisualisasikan,
mungkin muncul sebagai hyperattenuating (kalsifikasi) atau hypoattenuating (gas) filling defect
dalam lumen kandung empedu. Parenkim hepar yang berdekatan dengan fosa kandung empedu
mungkin juga hyperenhance karena hiperemia reaktif, khusus selama imaging pada fase arteri
sehinga menimbulkan apa yang dikenal sebagai transient hepatic attenuation difference. CT juga
khusus digunakan untuk mendeteksi komplikasi pada kolesistitis akut.
MRI berperan tinggi dalam mengevaluasi nyeri akut abdomen, kususnya pada pasien
anak dan pasien yang hamil hamil. Menurut Alun dkk, MRI memiliki sensitivitas 95% dan
sesivistas 69% untuk mendeteksi kolesistitis akut. Temuan imaging yang serupa dengan yang
diamati pada USG dan CT, termasuk penebalan mukosa kandung empedu (>3-5 mm), mural atau
mukosa hyperenhancement, cairan perikolekistik dan perubahan peradangan jaringan lunak yang
bersebelahan, distensi kandung empedu, dan kolelitiasis (gambaran hipointens intraluminal
dalam lumen pada imaging T2-weighted). Penebalan dinding kandung empedu dapat terlihat
pada imaging T1 dan T2-weighted lemak yang tersupresi pada gambaran dengan kontras T1weighted. Hyperenhancement pada parenkim hepar yang bersebelahan pada image T1-weighted
yang tinggi jaringan lemak dan kontras enhance dapat terlihat sama seperti pada CT. MR
cholangiopancreatography (MRCP) dapat menunjukkan adanya batu (filling defect yang
hipypointense yang dikelilingi oleh empedu yang hyperintense) pada leher kandung empedu
duktus sistikus.
Penanganan kolesistitis akut tanpa komplikasi dapat bervariasi tergantung pada situasi
klinis dan institusi. Banyak pertimbangan perdangan akut kandung empedu merupakan
kontraindikasi relatif kolesitektomi. Pada situasi ini, kolesistitis akut awalnya dapat dirawat inap
di Rumah Sakit dan pemberian antimikroba IV spektrum luas. Kolesistektomi yang
nonemergensi dilakukan setelah peradangan akut mereda. Studi terbaru oleh Stevens dkk,
menunjukan bahwa kolesistektomi segera, seaman intervensi bedah yang ditunda. Kadangkadang, ketika penanganan medis gagal atau bedah merupakan kontraindikasi, kolesistitis akut
dapat ditangani dengan percutaneous catheter drainage untuk menurunkan tekanan intraluminal
dan menurunkan risiko perforasi kandung empedu (Gambar 1C). Kultur dari aspirasi kandung
empedu positif infeksius hanya 16-49% dari pasien. Sosna dkk, menemukan perbaikan klinis
pada 52% pasien yang dikelola dengan percutaneous aspiration atau cholecystostomy tube
placement.
Gambar 1. Wanita, 85 th dengan nyeri abdomen kuadran kanan atas, leukosistosis dan demam.
A. Longitudinal USG menunjukkan bayangan batu empedu multipel dan penebalan dinding yang ringan. Murphy
sign USG positif
B. Axial contrast-enhanced CT image menunjukkna penebalan dinding kandung empedu (panah) dan soft-tissue
perikolekistik terdampar dalam lemak (ujung panah). Gambar ini juga menunjukkan bahwa batu empedu tidak
selalu dapat dideteksi dengan CT
C.
Pasien tidak di lakukan pembedahan karena ada terdapat beberapa komorbit, sehingga ditempatkan tabung
kolekistostomi. Fluoroscopy 4 minggu kemudian pada injeksi kateter menunjukkan multipel filling defect pada
kandung empedu, konsisten dengan batu kandung empedu. Batu empedu terlihat dalam leher kandung empedu.
yang
menunjukkan
kolesistitis
gangrenosa
termasuk
garis
mural
dan
yang abnormal antara lain ulserasi dari kandung empedu, perdarahan intramural, nekrosis mural
dan pembentukan abses. Kurangnya penebalan dari dinding kandung empedu pada kontras
dengan peningkatan lemak dan T1 yang tersupresi mengindikasikan adanya perubahan kearah
gangren.
Komplikasi yang paling penting dari kolesistitis adalah perforasi kandung empedu yang
disebabkan oleh nekrosis transmural pada kasus kolesistitis akut. Kolesistitis akut tanpa
komplikasi bahkan bisa berkembang menjadi perforasi pada 2-11% kasus, dengan angka
kematian yang dilaporkan mencapai 60%. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien-pasien dapat
merasakan gejala nyeri yang berulang pada perforasi. Perforasi dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe. Tipe pertama melibatkan pecahnya dari kandung empedu intraluminal ke dalam kavitas
peritoneal, sedangkan tipe kedua merupakan proses subakut dari perforasi yang terbentuk karena
abses disekitar tempat perforasi tersebut. Tipe ketiga adalah proses kronik dengan pembentukan
fistula kolesistoenterik. Bagian yang paling sering mengalami perforasi adalah fundus dari
kandung empedu.
Area-area kecil dari perforasi kandung empedu paling sulit dideteksi dengan foto. Defek
fokal dari kandung empedu dapat terlihat dengan USG, CT, MRI. Adanya batu kandung empedu
ekstraluminal merupakan gambaran spesifik yang mengindikasikan adanya perforasi (Gambar 2).
Hampir sebagian besar gambaran dari perforasi tidak spesifik dan diantaranya dapat berupa
cairan perikolekistik, kolaps dari lumen kandung empedu dan abses perikolekistik.
Secara umum pengobatan dari gangren kolesisititis dengan atau tanpa perforasi
dianjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan berupa kolesistektomi dan debridement.
Antimikroba IV juga dianjurkan. Percutaneous catheter drainage juga dapat dilakukan pada
pasien yang akan melakukan operasi. komplikasi paling sering terjadi pada pasien gangren
kolesistitis dan prognosisnya lebih buruk dibandingkan dengan kolesistitis akut tanpa
komplikasi.
Gambar 2. Laki-laki 6 tahun dengan riwayat perbaikan aneurisma aorta abdomen dan baru di diagnosis kolesistitis
akut tanpa komplikasi dengan USG dan scintigraphy hepatobilier. Pasien kemudian dikelola secara konservatif
tanpa kolesistektomi tetapi beberapa hari kemudian nyeri pert dan demam meenjadi memburuk.
A. Tindak lanjut USG kandung empedu dan fossa hepatorenal menunjukkan isi massa heterogen dengan bayangan
echogenic multiple.
B. Axial contrast-enhanced CT menunjukkan dinding kandung empedu kabur (panah), cairan perikolekistik dan
fossa hepatorenal, dan batu empedu di luar kandung empedu (ujung panah), mengkonfirmasikan adanya
perforasi kandungempedu.
Kolesistitis emfisematosa
Kolesistits emfisematosa ditentukan dengan adanya gambaran udara pada kandung atau
lumen empedu. Hal ini merupakan keadaan sekunder dari insufisiensi vaskular dan iskemia dari
dinding kandung empedu. Akibatnya gas yang dihasilkan bakteri tersebut mampu berploriferasi
pada dinding atau lumen kandung empedu. Bakteri yang berperan di dalamnya adalah
Clostridium, Eschereccia coli, Staphylococcus aureus, dan spesies Streptococcus. Kondisi ini
biasanya menyerang pada usia yang lebih tua dan terjadi jika ada penyakit yang
mendasarinyaseperti diabetes mellitus atau penyakit debilitating lainnya. Meskipun demikian,
pasien dengan kolesistitis emfisematosa dapat menampilkan gejala klinis yang mirip dengan
kolesistitis akut tanpa komplikasi.
Kolesistitis emfisematosatosa mungkin didiagnosis dengan menggunakan USG
abdominal. USG dapat menunjukkan gambaran kurvalinear lusen pada dinding atau lumen
kandung empedu yang spesifik untuk kasus kolesisititis akut tanpa komplikasi (Gamabar 3A).
Gill dkk, menemukan bahwa sensitivitas dari USG abdominal rendah. Sehingga USG lebih
sering digunakan. Pada USG akan tampak gambaran yang mirip pada pasien kolesisititis akut
tanpa komplikasi. Kurvalinear hiperechoic, sering tampak bersama-sama dengan artefak
verberation (biasa dikenal sebagai ringdown artefact), sebahgai hasil dari udara pada dinding
atau lumen kandung empedu (Gambar 3B).
CT dianggap sebagai imaging yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis
kolesistitis emfisematosa. CT menunjukkan low attenuation konsisten dengan gambaran udara
pada dinding atau lumen kandung empedu. Gambaran ini dapat mirip pada pasien dengan
kolesisitits akut tanpa komplikasi. Pada MRI, area-area dengan signal void dapat diobservasi
pada dinding atau lumen kandung empedu, sebagai hasil dari intramural atau udara intraluminal.
Komplikasi dari kolesisitits emfisematosa termasuk perubahan kearah gangren, perforasi
dan pembentukan perikolekistik abses. Peritonitis dan sepsis dapat berlangsung juga. GarciaSancho Tellez dkk, melaporkan bahwa angka kematian mencapai 25% pada keadaan kolesistitis
emfisematosa.
emergensidan antimikroba IV. penempatan tube kolesistotomi dilakukan pada pasien yang tidak
dilakukan tindakan operasi.
Kolesistitis supuratif
Kolesistits supuratif (empiema kandung empedu) dapat terjadi sebagai komplikasi dari
kolesistitis akut. Kondisi ini terjadi ketika bahan purulen mengisi distensi lumen kandung
empedu. Pasien dengan kolesistits supuratif dapat mengalami gejala yang serupa pada pasien
dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi, yaitu demam, menggigil, kaku, nyeri pada kuadran
kanan atas. Tanda-tanda dari sepsis dapat hadir ataupun tidak.
Gambaran kolesistitis hemoragik pada USG dan CT menyerupai kolesistitis akut. Pada
USG gambarannya adalah adanya material ekogenik atau heterogen dalam diding kandung
empedu atau dalam lumennya akibat darah. Pada CT, gambaran darah yang hiperdens ada dalam
dinding atau lumennya (Gambar 4). Bahkan kadang susah dibedakan dengan lumpur empedu
(sludge). Yang bisa memberikan gambaran cukup spesifik adalah MRI. Perdarahan yang subakut
memberikan gambaran hiperintense pada T1 dan T2 weighted karena keberadaan
methemoglobin ekstrasel.
Kolesistitis hemoragik
Perdarahan dalam dinding kandung empedu dan lumen dapat diamati pada calculous atau
kolesistitis acalculous. Kolesistitis hemoragik secara klinis dapat hadir dengan onset akut dari
kolek bilier, jaundice, melena, hematemesis. Kolesistits hemeragik berbeda dari penyebab lain
dari perdarahan kandung empedu, seperti trauma, neoplasma, dan koagulopati (sering
berhubungan dengan terapi antikoagulan).
Pada USG dan CT, kolesistitis supuratif juga menyerupai kolesisitits akut. Pada USG ada
ekogenik dan CT ada hiperatenuasi pada lumen kandung empedu sesuai gambaran pus, dan
susah dibedakan dengan sludge. MRI berguna untuk membedakan keduanya menggunakan
sekuens heavily T2 weighted gambaran fluid-fluid level dengan gambaran lapisan empedu
purulen yang terpisah
Komplikasi kolesistitis hemoragik adalah perforasi dindingnya dan lebih parah lagi
hemoperitoneum. Terapinya kolesistektomi dan IV antimikroba.
Gambar 5. Wanita usia 62 tahun dengan nyeri kuadaran kanan atas. Gambaran axial unenhanced CT melalui
pertengahan kandung empedu menunjukan abnormal high-attenuation material dalam distensi dari lumen kandung
empedu. Pada pembedahan, didapatkan konfirmasi adanya kolesistits hemoragik.
Acalculous Kolesistitis
Kolesistitis acalculous paling sering diamati pada populasi sakit kritis, termasuk pasien
pasca operasi dan pasca trauma di ICU serta pasien yang menerima nutrisi parenteral
total.Kondisi ini diduga disebabkan oleh peningkatan bertahap dalam empedu viskositas yang
mengarah ke obstruksi fungsional pada duktussistikus. Diagnosis klinis kolesistitis acalculous
akut seringkali sulit, karena pasien yang terkena seringkali mempunyai beberapa komorbiditas
medis serta berbagai komplikasi lain seperti respirasi mekanik, sedasi, dan nyeri pasca operasi.
Sonografi dan CT merupakan teknik pencitraan yang paling sering digunakan dalam
evaluasi kolesistitis acalculous. Mirvis et al.menentukan bahwa sonografi memiliki sensitivitas
92% dan spesifisitas ot 96% untuk diagnosis kondisi ini. Temuan yang biasa ditemukan pada
sonografi termasuk peningkatandistensi kandung empedu abnormal, penebalan dinding kandung
Gambar 6.Wanita hamil 37 tahun yang disajikan kepada gawat darurat dengan nyeri perut kuadran kanan atas baru.
A. Longitudinal USG menunjukkan kandung empedu distensi, penebalan dinding [panah), dan cairan perikolesistik
(panah).
B. Transverse sonogram juga mengungkapkan penebalan dinding (panah), pericholecystic cairan (panah), dan empedu
echogenic (sludge). Tidak ada batu empedu divisualisasikan.
C. aksial kontras ditingkatkan CT gambar menunjukkan daerah pinggiran terjepit berbentuk redaman rendah hati lobus
kanan dan limpa (panah), konsisten dengan infark.
Atas dasar sejarah klinis, temuan pencitraan dan tes darah laboratorium, pasien didiagnosis dengan kolesistitis acalculous dalam
pengaturan hemolisis yang mendasari, enzim hati, dan trombosit yang rendah sindrom count.
empedu (> 3-5 mm), cairan perikolesistik (tanpa asites), dan lumpur (tanpa kolelitiasis) (Gbr. 6).
CT dapat mengungkapkan temuan pencitraan sama seperti inflamasi perikolesistik dengan
hiperemi hati yang berdekatan.
MRI umumnya tidak dilakukan pada pasien dengan kolesistitis acalculous karena,
setidaknya sebagian dari sulit untuk melakukan pembacaan MRI pada pasien sakit kritis.Ketika
MRI dilakukan, yang ditemukan pada kolesistitis acalculous mirip dengan yang terlihat pada
sonografi dan CT, termasuk peningkatan abnormal distensi kandung empedu, penebalan dinding
kandung empedu, dan kesempatan untuk terjadinya inflamasik dalam kolelitiasis.
Komplikasi kolesistitis acalculous akut termasuk perubahan gangren, perforasi, dan abses
perikolesistik.Kasus tanpa komplikasi dapat diobati dengan kolesistektomi jika tidak ada
kontraindikasi bedah dan terapi antimikroba intravena.Seringkali, pasien kritis dengan
kolesistitis acalculous ditangani secara konservatif dengan aspirasi kandung empedu atau
penempatan tabung sistotomi ditambah dengan terapi antimikroba.
Kolesistitis kronis
Kolesistitis kronis adalah suatu kondisi peradangan umum
yang mempengaruhi kantong empedu.Kondisi ini hampir selalu
muncul dalam kolelitiasis.Pasien mungkin memiliki riwayat
kolesistitis akut berulang atau kolik bilier, meskipun beberapa
pasien mungkin asimtomatik.Secara mikroskopis, terdapatbukti
peradangan kronis pada dinding kandung empedu.Dismotilitas
berselang,
kolesistitis
kronis
setelah
kontras
ditingkatkan
gambar
CT
empedu
hyperenhancement
berdekatan,
mewakili
merupakan
kolesistektomi.Aksial
terbukti
dan
hati
prospektif
yang
dianggap
kolesistitis
akut.Skintigrafi
hepatobilier
berikutnya
(pemindaian
kolesistitis
akut,
seperti
Xanthogranulomatous Kolesistitis
Kolesistitis XanthogranuIomatous adalah gangguan inflamasi kantong empedu yang
langka yang ditandai dengan nodul intramural yang normal.Nodul ini diperkirakan terbentuk
Gambar 8.Wanita 82 tahun dengan empedu-enterik fistula dan ileus batu empedu.
A. Gambaran CT menunjukkan beberapa loop abnormal melebar dari usus kecil, curiga untuk obstruksi usus halus
B. Axial kontras ditingkatkan CT gambar menunjukkan gas dalam kantong empedu (panah), penebalan dinding kandung
empedu difus (panah), dan cairan pericholecystic. Beberapa loop berisi cairan abnormal melebar dari usus kecil juga
terlihat.
C. Aksial kontras ditingkatkan CT gambar rendah dalam kaitannya dengan B menunjukkan loop dilatasi dari usus kecil
(panah) dan bulat, struktur lamellated dalam usus kecil lingkaran (panah), terbukti merupakan batu empedu ektopik.
pada
sonografi
dan
CT
pada
pasien
dengan
kolesistitis
Komplikasi
dikaitkan
dengan
kolesistitis
xanthogranulomatous
terdiri
dari
perforasikandung
empedu,
abses
hati,
juga
mungkin
terbuka
elektif
karena
kolesistitis akut.Kondisi ini terjadi ketika sebuah dampak batu empedu pada leher kandung
empedu atau duktus sistikus menyebabkan obstruksibilier dan kolestasis.Kolestasis adalah hasil
dari kompresi baik langsung dari saluran hepatik umum berdekatan atau lokal peradangan yang
menyebabkan saluran empedu dinding edema sekunder dan fibrosis. Pasien mungkin ada atau
tidak ada mengalami nyeri kuadran kananatas perut, demam, dan leukositosis, sindrom Mirizzi
paling sering muncul gejalaikterus obstruktifakut. Kondisi yang berbeda dari penyebab laindari
ikterus obstruktif sangat penting untuk manajemen medis dan pembedahan yang tepat.
Temuan dari Sonografi dan CT diamati pada sindrom Mirizzi termasuk adanya batu
empedu yang terletak di dalam leher kandung empedu atau duktus sistikus dan dilatasi duktus
hepatik umum dan duktus bilier intrahepatiklebih proksimal (Gbr. 10). Temuan lain mungkin
termasuk kaliber normal umum saluran empedu, inflamasi duktus perikolesistik dan peribilier,
dan penebalan dinding kantong empedu. MRI dan MRCP berguna untuk memvisualisasikan
saluran hepatik yang umumnya melebar dan normal-kaliber yang lebih distal duktus biliaris
komunis. Pencitraan, khususnya MRI dan MRCP, dapat membantu membedakan sindrom
Mirizzi dari penyebab lain dari ikterus obstruktif seperti pankreas atau neoplasma empedu dan
sklerosing kolangitis serta berbagai tambahan jinak dan ganas penyebab penyempitan empedu.
Secara tradisional, pengobatan untuk sindrom Mirizzi harus operasi.Di masa lalu,
diagnosis spesifik ini mungkin belum jelas sebelum waktu intervensi bedah.Baru-baru ini,
bagaimanapun, diagnosis endoskopi dan pengobatan dengan ERCP telah digunakan. Pengakuan
komplikasi terkait, seperti pembentukan empedu fistula, striktursaluran empedu, dan
perforasikantong empedu, penting secara klinis karena mereka komplikasi tersebut memerlukan
perubahan dalam pendekatan pengobatan,
VolvulusKandung Empedu
Volvuluskandung empedu adalah suatu kondisi langka di mana variasi dalam anatomi
mesenterika yang normal memungkinkan kantong empedu untuk memutar pada sendiri.Kondisi
ini juga dapat diamati ketika telah terjadi penurunan berat badan pasien yang signifikan dengan
hilangnya lemak keseluruhan dari lemak perikolesistik.Ketika terjadi torsi, aliran venakandung
empeduterhambat dan kemudianterjadi iskemik.Torsi bisa lengkap (> 180) atau tidak lengkap
(<180).Sebagian besar pasien dengan kondisi ini adalah wanita tua.
Temuan pencitraan yang cocok dengan kandung empedu torsi pada sonografi dan CT
mencakup orientasi abnormal kantong empedu, lonjong tiba-tiba dari saluran sistikus, perubahan
kondisi
peradangan
akut
dan
kronis
dapat
mempengaruhi
kantong
yang cepat dari kandung empedu penyakit radang merupakan hal penting karena pengobatan
kandung emepedu sering membutuhkan operasi, percutaneous dan intervensi endoskopi, dan IV
terapi antimikroba.teknik Multiple cross-sectional imaging termasuk sonografi, CT, dan MRI
semua mungkin memainkan peran penting dalam diagnosis penyakit radang kandung empedu.