Anda di halaman 1dari 16

Cross-Sectional Imaging of Acute and Chronic Gallbladder Inflammatory

Disease
Tujuan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan ulasan secara komprehensif
dari klinis dan ciri imaging cross-sectional dari berbagai penyakit inflamasi akut dan kronis pada
kandung empedu.
Kesimpulan. Penyakit inflamasi pada kandung empedu merupakan sumber umum nyeri
abdomen dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Meskipun kolesistitis akut tanpa
komplikasi dan kolesistitis kronis sering ditemui, banyak inflamasi kandung empedu lainnya
juga dapat terjadi yang dapat dengan mudah didiagnosis dengan imaging cross-sectional.
Penyakit inflamasi akut dan kronis pada kandung empedu merupakan penyebab umum
nyeri abdomen bagian atas. Meskipun banyak dari kondisi ini dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitias yang signifikan bila tidak ditangani, prognosis umumnya baik dengan diagnosis
dan penanganan yang cepat. Imaging seringkali memainkan peran penting pada evaluasi pasien
yang dicurigai inflamasi pada kandung empedu. Dalam artikel ini kami menyediakan ulasan
yang komprehensif dan contemporary tentang gambaran klinis dan imaging cross-sectional yang
relevan untuk beberapa kondisi peradangan akut dan kronis.pada kandung empedu.

Kolesistitis akut tanpa komplikasi


Kolesistitis akut merupakan inflamasi akut tersering pada kandung empedu. Sekitar 9095% kasus terjadi pada duktus sistikus atau obstruksi leher kandung empedu yang berhubungan
dengan kolelitiasis. kondisi ini khas terjadi pada wanita usia pertengahan, seringkali pada wanita
yang obes. Temuan klinis berupa nyeri akut persisten pada abdomen kuadran kanan atas, demam,
mual, muntah, dan kekenyalan fokal pada bagian atas kandung empedu. Pada pasien mungkin
terdapat Murphy sign positif, yang diartikan sebagai inspirasi yang tertahan pada saat
dilakukan palpasi kuadran kanan atas. Temuan laboratorium mungkin normal atau abnormal dan
sering kali tidak spesifik. Serum transminase hepar, alkaline phosphatase dan bilirubin mungkin
meningkat, yang menandakan kelanainan hepatobiliar. Leukositosis (sering bergeser ke kiri) atau
tidak ada.
Umumnya USG merupakan teknik imaging awal yang lebih disukai saat kolesistitis akut
secara klinis dicurigai. Sensitifitas USG untuk kondisi ini sekitar 80-100% dan spesivisitas

sekitar 60-100%. Penemuan imaging termasuk kolelitiasis, penebalan dinding kandung empedu
(> 3-5 mm), cairan perikolekistik, dan adanya Murphy sign positif pada USG (Gambar 1A).
Penemuan imaging yang kurang spesifik meliputi distensi kandung empedu dan empedu yang
echogenic (sludge). Batu empedu mungkin atau mungkin tidak divisualisasikan dalam leher
kandung empedu atau duktus sistikus. Ralls dkk, mengatakan bahwa akurasi diagnosis
kolesistitis akut meningkat ketika terdapat penemuan kombinasi yaitu kolelitiasis, penebalan
dinding kandung empedu, dan Murphy sign positif. Sebagai contoh, mereka menemukan bahwa
pada populasi pasien dengan dugaan kolesistitis akut, pada penemuan batu empedu saja memiliki
nilai prediksi positif 88%, pada pasien yang mempunyai kombinasi batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu, nilai prediksi positif meningkat sampai 92%. Pada pasien dengan batu
empedu, penebalan dinding kandung empedu, dan Murphy sign positif pada USG nilai prediksi
positif sampai 94%.
CT umumnya digunakan dalam evaluasi nyeri abdominal ketika diagnosis lain
dipertimbangkan pada akut kolesistitis. Pada CT kolesistitis akut dapat diamati adanya penebalan
mukosa kandung empedu (> 3-5 mm), mural atau mukosa hyperenhancement, cairan
perikolekistik dan perubahan peradangan jaringan lunak yang bersebelahan, distensi kandung
empedu, dan kolelitiasis (Gambar 1B). Batu kandung empedu pada CT, jika divisualisasikan,
mungkin muncul sebagai hyperattenuating (kalsifikasi) atau hypoattenuating (gas) filling defect
dalam lumen kandung empedu. Parenkim hepar yang berdekatan dengan fosa kandung empedu
mungkin juga hyperenhance karena hiperemia reaktif, khusus selama imaging pada fase arteri
sehinga menimbulkan apa yang dikenal sebagai transient hepatic attenuation difference. CT juga
khusus digunakan untuk mendeteksi komplikasi pada kolesistitis akut.
MRI berperan tinggi dalam mengevaluasi nyeri akut abdomen, kususnya pada pasien
anak dan pasien yang hamil hamil. Menurut Alun dkk, MRI memiliki sensitivitas 95% dan
sesivistas 69% untuk mendeteksi kolesistitis akut. Temuan imaging yang serupa dengan yang
diamati pada USG dan CT, termasuk penebalan mukosa kandung empedu (>3-5 mm), mural atau
mukosa hyperenhancement, cairan perikolekistik dan perubahan peradangan jaringan lunak yang
bersebelahan, distensi kandung empedu, dan kolelitiasis (gambaran hipointens intraluminal
dalam lumen pada imaging T2-weighted). Penebalan dinding kandung empedu dapat terlihat
pada imaging T1 dan T2-weighted lemak yang tersupresi pada gambaran dengan kontras T1weighted. Hyperenhancement pada parenkim hepar yang bersebelahan pada image T1-weighted

yang tinggi jaringan lemak dan kontras enhance dapat terlihat sama seperti pada CT. MR
cholangiopancreatography (MRCP) dapat menunjukkan adanya batu (filling defect yang
hipypointense yang dikelilingi oleh empedu yang hyperintense) pada leher kandung empedu
duktus sistikus.
Penanganan kolesistitis akut tanpa komplikasi dapat bervariasi tergantung pada situasi
klinis dan institusi. Banyak pertimbangan perdangan akut kandung empedu merupakan
kontraindikasi relatif kolesitektomi. Pada situasi ini, kolesistitis akut awalnya dapat dirawat inap
di Rumah Sakit dan pemberian antimikroba IV spektrum luas. Kolesistektomi yang
nonemergensi dilakukan setelah peradangan akut mereda. Studi terbaru oleh Stevens dkk,
menunjukan bahwa kolesistektomi segera, seaman intervensi bedah yang ditunda. Kadangkadang, ketika penanganan medis gagal atau bedah merupakan kontraindikasi, kolesistitis akut
dapat ditangani dengan percutaneous catheter drainage untuk menurunkan tekanan intraluminal
dan menurunkan risiko perforasi kandung empedu (Gambar 1C). Kultur dari aspirasi kandung
empedu positif infeksius hanya 16-49% dari pasien. Sosna dkk, menemukan perbaikan klinis
pada 52% pasien yang dikelola dengan percutaneous aspiration atau cholecystostomy tube
placement.

Gambar 1. Wanita, 85 th dengan nyeri abdomen kuadran kanan atas, leukosistosis dan demam.
A. Longitudinal USG menunjukkan bayangan batu empedu multipel dan penebalan dinding yang ringan. Murphy
sign USG positif
B. Axial contrast-enhanced CT image menunjukkna penebalan dinding kandung empedu (panah) dan soft-tissue
perikolekistik terdampar dalam lemak (ujung panah). Gambar ini juga menunjukkan bahwa batu empedu tidak
selalu dapat dideteksi dengan CT
C.

Pasien tidak di lakukan pembedahan karena ada terdapat beberapa komorbit, sehingga ditempatkan tabung
kolekistostomi. Fluoroscopy 4 minggu kemudian pada injeksi kateter menunjukkan multipel filling defect pada
kandung empedu, konsisten dengan batu kandung empedu. Batu empedu terlihat dalam leher kandung empedu.

Kolesistitis akut dengan komplikasi


Kolesistitis gangrenosa dan perforasi kandung empedu
Perubahan kearah gangren dapat terjadi pada kolesistits akut yang lebih parah dan
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien. Untuk itu, diagnosis dan
penanganan yang segera pada kondisi ini sangat penting. Perubahan kearah gangren terjadi pada
2-29% pada kolesistitis akut. Dalam membedakan kolesistitis akut tanpa komplikasi dari
kolesistitis gangrenosa secara klinis susah dan penting karena penanganan medis dan bedahnya
berbeda. Meskipun pasien dengan kolesistitis gangrenosa biasanya sakitnya lebih akut pada saat
kedatangannya, hal ini mungkin tidak selalu menjadi kasus. Menurut studi Fagan dkk, prediktor
yang bermakna secara statistik pada gangren yaitu adanya riwayat diabetes mellitus dan leukosit
lebih dari 15.000 sel/mL. Kolesistitis gangrenosa diperkirakan terjadi sebagai akibat dari distensi
kandung empedu dan selanjutnya terjadi mural iskemik nekrosis yang disebabkan oleh gangguan
vaskular.
Imaging sangat penting dalam membedakan kolesistitis akut tanpa komplikasi dari
kolesistitis gangrenosa. Banyak imaging dari kolesistitis gangrenosa tumpang tindih dengan
kolesistitis akut tanpa komplikasi pada USG. Temuan USG menunjukkan kearah perubahan
gangren yaitu floating membrane intraluminal (mukosa yang lepas/sloughe mocosa), banyangan
echogenic yang konsisten dengan gas didalam dinding atau lumen kandung empedu, kelainan
yang jelas pada dinding kandung empedu dan pembentukan abses perikolekistik. Teefey dkk,
melaporkan tanda spesifik yang mendukung diagnosis kolesistis gangren ialah garis (striae)
dinding kandung empedu atau adanya area linier hiperechoic dan hipoechoic yang berselang
seling, yang ditemukan mencapai 40% dari pasien.
Evaluasi kolesistitis gangrenosa dengan CT dapat juga menjadi diagnosis yang berguna.
Bennet dkk, menemukan bahwa CT lebih spesifik untuk kolesistitis gangrenosa (96%) meskipun
sensitifitasnya rendah (29%). Penemuan spesifik yang menunjukkan kolesistitis gangrenosa
termasuk gas dalam dinding kandung empedu, kurangnya enhancement dari dinding kandung
empedu (focal atau diffuse), membrane intraluminal dan abses perikolekistik. Temuan CT
tambahan

yang

menunjukkan

kolesistitis

gangrenosa

termasuk

garis

mural

dan

hiperenhancement dekat parenkim hepar.


Sinyal T1 dan T2 weighted dari daerah yang hiperintens di dinding kandung empedu
pada MRI mengindikasikan adanya perforasi pada kasus kolesistitis akut. Penyebab dari sinyal

yang abnormal antara lain ulserasi dari kandung empedu, perdarahan intramural, nekrosis mural
dan pembentukan abses. Kurangnya penebalan dari dinding kandung empedu pada kontras
dengan peningkatan lemak dan T1 yang tersupresi mengindikasikan adanya perubahan kearah
gangren.
Komplikasi yang paling penting dari kolesistitis adalah perforasi kandung empedu yang
disebabkan oleh nekrosis transmural pada kasus kolesistitis akut. Kolesistitis akut tanpa
komplikasi bahkan bisa berkembang menjadi perforasi pada 2-11% kasus, dengan angka
kematian yang dilaporkan mencapai 60%. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien-pasien dapat
merasakan gejala nyeri yang berulang pada perforasi. Perforasi dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe. Tipe pertama melibatkan pecahnya dari kandung empedu intraluminal ke dalam kavitas
peritoneal, sedangkan tipe kedua merupakan proses subakut dari perforasi yang terbentuk karena
abses disekitar tempat perforasi tersebut. Tipe ketiga adalah proses kronik dengan pembentukan
fistula kolesistoenterik. Bagian yang paling sering mengalami perforasi adalah fundus dari
kandung empedu.
Area-area kecil dari perforasi kandung empedu paling sulit dideteksi dengan foto. Defek
fokal dari kandung empedu dapat terlihat dengan USG, CT, MRI. Adanya batu kandung empedu
ekstraluminal merupakan gambaran spesifik yang mengindikasikan adanya perforasi (Gambar 2).
Hampir sebagian besar gambaran dari perforasi tidak spesifik dan diantaranya dapat berupa
cairan perikolekistik, kolaps dari lumen kandung empedu dan abses perikolekistik.
Secara umum pengobatan dari gangren kolesisititis dengan atau tanpa perforasi
dianjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan berupa kolesistektomi dan debridement.
Antimikroba IV juga dianjurkan. Percutaneous catheter drainage juga dapat dilakukan pada
pasien yang akan melakukan operasi. komplikasi paling sering terjadi pada pasien gangren
kolesistitis dan prognosisnya lebih buruk dibandingkan dengan kolesistitis akut tanpa
komplikasi.

Gambar 2. Laki-laki 6 tahun dengan riwayat perbaikan aneurisma aorta abdomen dan baru di diagnosis kolesistitis
akut tanpa komplikasi dengan USG dan scintigraphy hepatobilier. Pasien kemudian dikelola secara konservatif
tanpa kolesistektomi tetapi beberapa hari kemudian nyeri pert dan demam meenjadi memburuk.
A. Tindak lanjut USG kandung empedu dan fossa hepatorenal menunjukkan isi massa heterogen dengan bayangan
echogenic multiple.
B. Axial contrast-enhanced CT menunjukkan dinding kandung empedu kabur (panah), cairan perikolekistik dan
fossa hepatorenal, dan batu empedu di luar kandung empedu (ujung panah), mengkonfirmasikan adanya
perforasi kandungempedu.

Kolesistitis emfisematosa
Kolesistits emfisematosa ditentukan dengan adanya gambaran udara pada kandung atau
lumen empedu. Hal ini merupakan keadaan sekunder dari insufisiensi vaskular dan iskemia dari
dinding kandung empedu. Akibatnya gas yang dihasilkan bakteri tersebut mampu berploriferasi
pada dinding atau lumen kandung empedu. Bakteri yang berperan di dalamnya adalah
Clostridium, Eschereccia coli, Staphylococcus aureus, dan spesies Streptococcus. Kondisi ini
biasanya menyerang pada usia yang lebih tua dan terjadi jika ada penyakit yang
mendasarinyaseperti diabetes mellitus atau penyakit debilitating lainnya. Meskipun demikian,
pasien dengan kolesistitis emfisematosa dapat menampilkan gejala klinis yang mirip dengan
kolesistitis akut tanpa komplikasi.
Kolesistitis emfisematosatosa mungkin didiagnosis dengan menggunakan USG
abdominal. USG dapat menunjukkan gambaran kurvalinear lusen pada dinding atau lumen
kandung empedu yang spesifik untuk kasus kolesisititis akut tanpa komplikasi (Gamabar 3A).

Gill dkk, menemukan bahwa sensitivitas dari USG abdominal rendah. Sehingga USG lebih
sering digunakan. Pada USG akan tampak gambaran yang mirip pada pasien kolesisititis akut
tanpa komplikasi. Kurvalinear hiperechoic, sering tampak bersama-sama dengan artefak
verberation (biasa dikenal sebagai ringdown artefact), sebahgai hasil dari udara pada dinding
atau lumen kandung empedu (Gambar 3B).
CT dianggap sebagai imaging yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis
kolesistitis emfisematosa. CT menunjukkan low attenuation konsisten dengan gambaran udara
pada dinding atau lumen kandung empedu. Gambaran ini dapat mirip pada pasien dengan
kolesisitits akut tanpa komplikasi. Pada MRI, area-area dengan signal void dapat diobservasi
pada dinding atau lumen kandung empedu, sebagai hasil dari intramural atau udara intraluminal.
Komplikasi dari kolesisitits emfisematosa termasuk perubahan kearah gangren, perforasi
dan pembentukan perikolekistik abses. Peritonitis dan sepsis dapat berlangsung juga. GarciaSancho Tellez dkk, melaporkan bahwa angka kematian mencapai 25% pada keadaan kolesistitis
emfisematosa.

Umumnya penanganan kolesisitits emfisematosa adalah kolesistektomi

emergensidan antimikroba IV. penempatan tube kolesistotomi dilakukan pada pasien yang tidak
dilakukan tindakan operasi.

Kolesistitis supuratif
Kolesistits supuratif (empiema kandung empedu) dapat terjadi sebagai komplikasi dari
kolesistitis akut. Kondisi ini terjadi ketika bahan purulen mengisi distensi lumen kandung
empedu. Pasien dengan kolesistits supuratif dapat mengalami gejala yang serupa pada pasien
dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi, yaitu demam, menggigil, kaku, nyeri pada kuadran
kanan atas. Tanda-tanda dari sepsis dapat hadir ataupun tidak.
Gambaran kolesistitis hemoragik pada USG dan CT menyerupai kolesistitis akut. Pada
USG gambarannya adalah adanya material ekogenik atau heterogen dalam diding kandung
empedu atau dalam lumennya akibat darah. Pada CT, gambaran darah yang hiperdens ada dalam
dinding atau lumennya (Gambar 4). Bahkan kadang susah dibedakan dengan lumpur empedu
(sludge). Yang bisa memberikan gambaran cukup spesifik adalah MRI. Perdarahan yang subakut
memberikan gambaran hiperintense pada T1 dan T2 weighted karena keberadaan
methemoglobin ekstrasel.

Penatalaksanaan untuk kolesistis supuratif adalah emergent cholecystectomy dan


percutaneous catether drainage. Tingkat perubahan pada kolesistektomi laparoskopi untuk
prosedur terbuka lebih besar daripada yang diamati dalam kasus kolesistitis akut tanpa
komplikasi. Pasien dengan kondisi ini selalu di berikan terapi antibiotik IV.

Gamabar 3. Laki-laki 62 tahun dengan kolesistitis emfisematosa.


A. Radigrafi abdominal menunjukkan lusensi curvilinear pada kuadran kanan atas yaitu pada lokasi dari kandung
empedu (panah)
B. Longitudinal USG menunjukkan echogenic gas dalam dinding kandung empedu (ujung panah). USG ini
mungkin susah untuk dibedakan dari kalsifikasi dinding kandung empedu tanpa korelasi radiografi.

Kolesistitis hemoragik
Perdarahan dalam dinding kandung empedu dan lumen dapat diamati pada calculous atau
kolesistitis acalculous. Kolesistitis hemoragik secara klinis dapat hadir dengan onset akut dari
kolek bilier, jaundice, melena, hematemesis. Kolesistits hemeragik berbeda dari penyebab lain
dari perdarahan kandung empedu, seperti trauma, neoplasma, dan koagulopati (sering
berhubungan dengan terapi antikoagulan).
Pada USG dan CT, kolesistitis supuratif juga menyerupai kolesisitits akut. Pada USG ada
ekogenik dan CT ada hiperatenuasi pada lumen kandung empedu sesuai gambaran pus, dan
susah dibedakan dengan sludge. MRI berguna untuk membedakan keduanya menggunakan
sekuens heavily T2 weighted gambaran fluid-fluid level dengan gambaran lapisan empedu
purulen yang terpisah

Komplikasi kolesistitis hemoragik adalah perforasi dindingnya dan lebih parah lagi
hemoperitoneum. Terapinya kolesistektomi dan IV antimikroba.

Gambar 5. Wanita usia 62 tahun dengan nyeri kuadaran kanan atas. Gambaran axial unenhanced CT melalui
pertengahan kandung empedu menunjukan abnormal high-attenuation material dalam distensi dari lumen kandung
empedu. Pada pembedahan, didapatkan konfirmasi adanya kolesistits hemoragik.

Acalculous Kolesistitis
Kolesistitis acalculous paling sering diamati pada populasi sakit kritis, termasuk pasien
pasca operasi dan pasca trauma di ICU serta pasien yang menerima nutrisi parenteral
total.Kondisi ini diduga disebabkan oleh peningkatan bertahap dalam empedu viskositas yang
mengarah ke obstruksi fungsional pada duktussistikus. Diagnosis klinis kolesistitis acalculous
akut seringkali sulit, karena pasien yang terkena seringkali mempunyai beberapa komorbiditas
medis serta berbagai komplikasi lain seperti respirasi mekanik, sedasi, dan nyeri pasca operasi.
Sonografi dan CT merupakan teknik pencitraan yang paling sering digunakan dalam
evaluasi kolesistitis acalculous. Mirvis et al.menentukan bahwa sonografi memiliki sensitivitas
92% dan spesifisitas ot 96% untuk diagnosis kondisi ini. Temuan yang biasa ditemukan pada
sonografi termasuk peningkatandistensi kandung empedu abnormal, penebalan dinding kandung

Gambar 6.Wanita hamil 37 tahun yang disajikan kepada gawat darurat dengan nyeri perut kuadran kanan atas baru.
A. Longitudinal USG menunjukkan kandung empedu distensi, penebalan dinding [panah), dan cairan perikolesistik
(panah).
B. Transverse sonogram juga mengungkapkan penebalan dinding (panah), pericholecystic cairan (panah), dan empedu
echogenic (sludge). Tidak ada batu empedu divisualisasikan.
C. aksial kontras ditingkatkan CT gambar menunjukkan daerah pinggiran terjepit berbentuk redaman rendah hati lobus
kanan dan limpa (panah), konsisten dengan infark.
Atas dasar sejarah klinis, temuan pencitraan dan tes darah laboratorium, pasien didiagnosis dengan kolesistitis acalculous dalam
pengaturan hemolisis yang mendasari, enzim hati, dan trombosit yang rendah sindrom count.

empedu (> 3-5 mm), cairan perikolesistik (tanpa asites), dan lumpur (tanpa kolelitiasis) (Gbr. 6).
CT dapat mengungkapkan temuan pencitraan sama seperti inflamasi perikolesistik dengan
hiperemi hati yang berdekatan.
MRI umumnya tidak dilakukan pada pasien dengan kolesistitis acalculous karena,
setidaknya sebagian dari sulit untuk melakukan pembacaan MRI pada pasien sakit kritis.Ketika
MRI dilakukan, yang ditemukan pada kolesistitis acalculous mirip dengan yang terlihat pada
sonografi dan CT, termasuk peningkatan abnormal distensi kandung empedu, penebalan dinding
kandung empedu, dan kesempatan untuk terjadinya inflamasik dalam kolelitiasis.
Komplikasi kolesistitis acalculous akut termasuk perubahan gangren, perforasi, dan abses
perikolesistik.Kasus tanpa komplikasi dapat diobati dengan kolesistektomi jika tidak ada
kontraindikasi bedah dan terapi antimikroba intravena.Seringkali, pasien kritis dengan
kolesistitis acalculous ditangani secara konservatif dengan aspirasi kandung empedu atau
penempatan tabung sistotomi ditambah dengan terapi antimikroba.

Kolesistitis kronis
Kolesistitis kronis adalah suatu kondisi peradangan umum
yang mempengaruhi kantong empedu.Kondisi ini hampir selalu
muncul dalam kolelitiasis.Pasien mungkin memiliki riwayat
kolesistitis akut berulang atau kolik bilier, meskipun beberapa
pasien mungkin asimtomatik.Secara mikroskopis, terdapatbukti
peradangan kronis pada dinding kandung empedu.Dismotilitas

Gambar 7.Wanita 80 tahun dengan

kandung empedu juga ada.Penelitian terbaru juga telah mengangkat

nyeri perut kuadran kanan atas

kemungkinan adanya hubungan antara kolesistitis kronis dan

berselang,

infeksi Helicobacler pylori.


Yang paling umum ditemukan pada pencitraan crosssectional diamati pada kolesistitis kronis adalah kolelitiasis dan
penebalan dinding kantong empedu (Gbr. 7).Kantong empedu

kolesistitis

kronis

setelah
kontras

ditingkatkan

gambar

CT

menunjukkan penebalan dinding


kandung

empedu

hyperenhancement
berdekatan,

perikolesistik biasanya tidak ada.Skintigrafi hepatobilier mungkin

mewakili

mengevaluasi kandung empedu dismotilitas oleh perhitungan fraksi

merupakan

kolesistektomi.Aksial

mungkin muncul berkontraksi atau terdistensi, dan peradangan

diminta untuk membedakan akut dari kolesistitis kronis dan untuk

terbukti

dan

hati

prospektif

yang
dianggap

kolesistitis

akut.Skintigrafi

hepatobilier

berikutnya

(pemindaian

hepatoiminodiacetic) adalah negatif


untuk

kolesistitis

akut,

seperti

kantong empedu penuh dengan


radiotracer.

ejeksi kandung empedu dalam menanggapi eksogen administrasi cholecystokinin.Kolesistitis


kronis umumnya dikelola dengan kolesistektomi elektif.
Komplikasi yang mungkin berkaitan dengan kolesistitis kronis termasuk kolesistitis akut
dan karsinoma kandung empedu.Komplikasi yang jarang adalah pembentukan biliar-fistula
enterik.Hal ini dapat menyebabkan terbentuk batu empedu yang masuk ke dalam usus kecil,
sebagai hasil terjadi obstruksi, juga dikenal sebagai ileus batu empedu.Biasanya, batu empedu
terletak di ileum terminal dekat katup ileocecal; Namun, batu empedu dapat ditemukan di mana
saja di seluruh usus kecil dan kadang-kadang dalam usus besar.Jarang sekali bila sebuah batu
empedu ektopik bermigrasi ke proksimal dan menyebabkan obstruksi pada gaster.Secara
radiografi, diagnosis dapat dibuat dengan mengidentifikasi trias rigler radiografi, yang mencakup
pneumobilia, batu empedu ektopik, dan bukti obstruksi usus (Gbr. 8).Dari kombinasi temuan
pencitraan, terlihat hanya pada sebagian kecil pasien dengan ileus batu empedu.Ileus batu
empedu membawa tingkat kematian yang tinggi (20-40%) dan ditangani dengan pembedahan.

Xanthogranulomatous Kolesistitis
Kolesistitis XanthogranuIomatous adalah gangguan inflamasi kantong empedu yang
langka yang ditandai dengan nodul intramural yang normal.Nodul ini diperkirakan terbentuk

Gambar 8.Wanita 82 tahun dengan empedu-enterik fistula dan ileus batu empedu.
A. Gambaran CT menunjukkan beberapa loop abnormal melebar dari usus kecil, curiga untuk obstruksi usus halus
B. Axial kontras ditingkatkan CT gambar menunjukkan gas dalam kantong empedu (panah), penebalan dinding kandung
empedu difus (panah), dan cairan pericholecystic. Beberapa loop berisi cairan abnormal melebar dari usus kecil juga
terlihat.
C. Aksial kontras ditingkatkan CT gambar rendah dalam kaitannya dengan B menunjukkan loop dilatasi dari usus kecil
(panah) dan bulat, struktur lamellated dalam usus kecil lingkaran (panah), terbukti merupakan batu empedu ektopik.

Fig. 9Two patients with xanthogranulomatous cholecystitis.


A. In 27-year-old woman with intermittent right upper quadrant abdominal pain, longitudinal sonogram shows cholelithiasis and equivocal gallbladder
wall thickening. Although patient was thought to have chronic cholecystitis and underwent elective cholecystectomy, li pid-laden macrophages were
identified within gallbladder wall, confirming diagnosis of xanthogranulomatous cholecystitis.
B. In 73-year-old woman who also presented with right upper quadrant pain, coronal contrast-enhanced CT image shows irregular gallbladder wall
thickening and multiple low-attenuation mural nodules (arrowheads). This patient was found to have xanthogranulomatous cholecystitis at
histopathology.

ketika sinus Rokitansky-Aschoff menjadi tersumbat dan pecah.Empedu kemudianterekstravasasi


ke dinding kandung empedu menyebabkan reaksi inflamasi, ditandai dengan adanya histiosit, sel
raksasa berinti, dan fibroblas. Kondisi ini paling sering diamati pada pasien usia lanjut.
Kolelitiasis dan penebalan dinding kantong empedu merupakan temuan yang paling
umum

pada

sonografi

dan

CT

pada

pasien

dengan

kolesistitis

xanthogranulomatous.Penebalanmural mungkin fokal atau difus. Juga terjadi kemunculan


inflamasi perikolesistik.Hipoekoik intramural (pada sonografi) atau hypodens (pada CT) nodul
mungkin menyarankan diagnosis spesifik kolesistitis xanthogranulomatous, diagnosis ini jarang
dilakukan sebelum evaluasi pembedahan dan histopatologi dari kantong empedu (Gbr. 9).
Kolesistitis xanthogranulomatous dapat meniru karsinomakandung empedu pada pencitraan
cross-sectional.

Komplikasi

dikaitkan

dengan

kolesistitis

xanthogranulomatous

terdiri

dari

Gambar 11.Orang tua 100 tahun dengan pembedahan terbukti


kandung empedu torsi.
A, rontgen perut menunjukkan opacity masslike di kuadran
kanan atas dengan efek massa pada usus yang berdekatan
[panah).
B, sonogram Longitudinal tidak spesifik, menunjukkan
peningkatan abnormal distensi kandung empedu dan cairan
pericholecystic {panah).

Gambar.10-Dua pasien dengan sindrom Mirizzi.


A, Dalam pria 86 tahun dengan nyeri kuadran kanan atas dan baru-onset ikterus obstruktif (bilirubin total = 3,8 mg / dL), aksial kontras
ditingkatkan CT gambar menunjukkan moderat intrahepatik dilatasi bilier (panah)
B, aksial kontras ditingkatkan CT gambar sedikit inferiorto A menunjukkan penebalan dinding kandung empedu, terdampar pericholecystic, dan
kandung empedu distensi abnormal.
C, Coronal diformat ulang CT citra menegaskan adanya batu empedu besar dalam kandung empedu leher [panah).
D, Di wanita 68 tahun juga dengan sindrom Mirizzi, coronal gambar T2-tertimbang menunjukkan batu empedu hypointense besar dalam
kandung empedu leher {panah).Beberapa kecil, batu nonobstructing juga hadir lebih distal kesamaan saluran empedu (panah).
E, ERCP dilakukan pada pasien yang sama seperti pada 0 menunjukkan ekstrinsik kompresi pada saluran hepatik umum (panah) oleh batu
empedu yang besar dalam kandung empedu leher. Dilatasi empedu intrahepatik (panah) juga hadir.

perforasikandung

empedu,

abses

hati,

striktur duktus bilier dengan atau tanpa


obstruksi bilier, kolangitis asending, dan
fistula bilier.Pasien dengan kolesistitis
xanthogranulomatous

juga

mungkin

meningkatkan risiko keganasan kandung


empedu.Pengobatannya adalah biasanya
kolesistektomi

terbuka

elektif

karena

kolesistektomi laparoskopi sering berhasil

Gambar.12-Dua pasien dengan perubahan kandung empedu terkait hepatitis


akut.A dan B, gadis 6 tahun dengan nyeri perut yang baru dan penyakit
kuning. Evaluasi laboratorium konsisten dengan hepatitis akut (aspartat
aminotransaminase
[AST] = 2.205 IU / L, aminotransaminase alanin
[ALT] = 2.622 IU / L, bilirubin total = 15,8 mg / dL), kemudian
bertekad disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr. Transverse (A) dan
longitudinal (B) sonogram menunjukkan ditandai dinding kandung empedu
penebalan (panah) dan kantong empedu kontraksi.Divisualisasikan triad
Portal dalam hati pada gambar melintang (A) muncul echogenic,
menunjukkan edema hati. C dan D, wanita 39 tahun dengan acetaminophenterkait hepatitis fulminan akut (AST = 5.147 IU / L, ALT = 3.596 IU / L,
bilirubin total = 3,5 mg / dL). Transverse (C) dan longitudinal (D) sonogram
acara ditandai dinding kandung empedu penebalan dan cairan pericholecystic
dianggap reaktif dalam menyebabkan.

karena adhesi dan fibrosis yang berdekatan.


Mirizzi Syndrome
Sindrom Mirizzi dapat terjadi sebagai presentasi akut kolelitiasis atau dalam pengaturan

kolesistitis akut.Kondisi ini terjadi ketika sebuah dampak batu empedu pada leher kandung
empedu atau duktus sistikus menyebabkan obstruksibilier dan kolestasis.Kolestasis adalah hasil
dari kompresi baik langsung dari saluran hepatik umum berdekatan atau lokal peradangan yang
menyebabkan saluran empedu dinding edema sekunder dan fibrosis. Pasien mungkin ada atau
tidak ada mengalami nyeri kuadran kananatas perut, demam, dan leukositosis, sindrom Mirizzi
paling sering muncul gejalaikterus obstruktifakut. Kondisi yang berbeda dari penyebab laindari
ikterus obstruktif sangat penting untuk manajemen medis dan pembedahan yang tepat.
Temuan dari Sonografi dan CT diamati pada sindrom Mirizzi termasuk adanya batu
empedu yang terletak di dalam leher kandung empedu atau duktus sistikus dan dilatasi duktus
hepatik umum dan duktus bilier intrahepatiklebih proksimal (Gbr. 10). Temuan lain mungkin
termasuk kaliber normal umum saluran empedu, inflamasi duktus perikolesistik dan peribilier,
dan penebalan dinding kantong empedu. MRI dan MRCP berguna untuk memvisualisasikan
saluran hepatik yang umumnya melebar dan normal-kaliber yang lebih distal duktus biliaris
komunis. Pencitraan, khususnya MRI dan MRCP, dapat membantu membedakan sindrom
Mirizzi dari penyebab lain dari ikterus obstruktif seperti pankreas atau neoplasma empedu dan
sklerosing kolangitis serta berbagai tambahan jinak dan ganas penyebab penyempitan empedu.
Secara tradisional, pengobatan untuk sindrom Mirizzi harus operasi.Di masa lalu,
diagnosis spesifik ini mungkin belum jelas sebelum waktu intervensi bedah.Baru-baru ini,
bagaimanapun, diagnosis endoskopi dan pengobatan dengan ERCP telah digunakan. Pengakuan
komplikasi terkait, seperti pembentukan empedu fistula, striktursaluran empedu, dan
perforasikantong empedu, penting secara klinis karena mereka komplikasi tersebut memerlukan
perubahan dalam pendekatan pengobatan,
VolvulusKandung Empedu
Volvuluskandung empedu adalah suatu kondisi langka di mana variasi dalam anatomi
mesenterika yang normal memungkinkan kantong empedu untuk memutar pada sendiri.Kondisi
ini juga dapat diamati ketika telah terjadi penurunan berat badan pasien yang signifikan dengan
hilangnya lemak keseluruhan dari lemak perikolesistik.Ketika terjadi torsi, aliran venakandung
empeduterhambat dan kemudianterjadi iskemik.Torsi bisa lengkap (> 180) atau tidak lengkap
(<180).Sebagian besar pasien dengan kondisi ini adalah wanita tua.
Temuan pencitraan yang cocok dengan kandung empedu torsi pada sonografi dan CT
mencakup orientasi abnormal kantong empedu, lonjong tiba-tiba dari saluran sistikus, perubahan

inflamasi perikolesistik, dan peningkatan abnormal distensi luminal (Gambar. 11).Kolelitiasis


mungkin tidak ada.MRCP dapat berguna dalam diagnosis kondisi ini, menunjukkan perputaran
yang abnormal atau meruncing dari saluran sistikus dan distensi kandung empedu normal.
Komplikasi volvuluskandung empedu terutama berkaitan dengan gangguan vaskular dan
iskemia yang dihasilkan.Akibatnya, menjadi gangren dan perforasi dapat terjadi.Kolesistektomi
darurat adalah pengobatan pilihan.
Hepatitis Akut-TerkaitPerubahan Kandung Empedu
Terjadinya inflamasi yang melibatkan kandung empedu dapat diamati pada pasien
dengan temuan klinis dan laboratorium hepatitis akut, terlepas dari penyebab yang
mendasari.Perubahan kandung empedu tersebut yang paling sering dianggap reaktif karena
peradangan hati yang berdekatan.Maresca et al. mengidentifikasi kelainan kandung empedu pada
sonografi di 51% dari pasien berturut-turut menyajikan dengan diagnosis klinis dan laboratorium
hepatitis akut.Penelitian mereka juga menemukan korelasi langsung antara waktu timbulnya
gejala dan temuan pencitraan. Delapan puluh satu persen pasien dicitrakan dalam waktu 7 hari
sejak timbulnya gejala klinis memiliki kandung empedu abnormal pada sonografi, sedangkan
hanya 28% dari pasien dicitrakan di lebih dari 7 hari memiliki kelainan sonografi. Sebuah
korelasi langsung juga telah dilaporkan antara tingkat elevasi transaminase hati serum dan
derajat penebalan dinding kandung empedu pada sonografi.
Temuan sonografi diamati dalam pengaturan hepatitis akut termasuk ditandai kandung
empedu penebalan dinding, kandung empedu kontraksi, dan empedu echogenik (Gbr.
12).Dinding kandung empedu juga dapat menunjukkan tiga lapisan yang berbeda dengan
hypoechogenicity pusat.Hepar yang berdekatan mungkin menunjukkan ditemukan edema difus,
termasuk parenkim hypoechoic dengan triad Portal echogenik (yang disebut Starry-sky
appearance), meskipun tanda ini jarang terjadi. CT dapat menunjukkan dinding kandung empedu
yag menebal secara difus.
Pengobatan pada umumnya diarahkan pada penyebab yang mendasari cedera
hepatoseluler akut.Yang menarik, Juttner el al. dijelaskan korelasi antara normalisasi parameter
klinis dan laboratorium pasien dan resolusi kandung empedu kelainan pada sonografi.
Ringkasan
Banyak

kondisi

peradangan

akut

dan

kronis

dapat

mempengaruhi

kantong

empedu.Berbagai komplikasi terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.Diagnosis

yang cepat dari kandung empedu penyakit radang merupakan hal penting karena pengobatan
kandung emepedu sering membutuhkan operasi, percutaneous dan intervensi endoskopi, dan IV
terapi antimikroba.teknik Multiple cross-sectional imaging termasuk sonografi, CT, dan MRI
semua mungkin memainkan peran penting dalam diagnosis penyakit radang kandung empedu.

Anda mungkin juga menyukai