Anda di halaman 1dari 38

BAB I

IKHTISAR KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. M

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 33 tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Kristen

Suku/bangsa

: Jawa / Indonesia

Alamat

: Kp. Setu RT 02/02, Bintara Jaya, Bekasi Barat

Tanggal Masuk RS

: 6 Januari 2012

No. RM

: 03273425

II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada 6 Januari 2012 pukul 11:00 WIB di ruangan
Dahlia RSUD Kota Bekasi.
A. Keluhan Utama
Hamil 9 bulan dengan perdarahan dari kemaluan sejak 3 hari SMRS
B. Keluhan Tambahan
Mulas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota Bekasi dengan
keluhan hamil 9 bulan dengan perdarahan dari kemaluan sejak 3 hari SMRS. Perdarahan
berwarna merah segar, jumlah sedikit hanya berbentuk flek dan terjadi secara mendadak
tanpa didahului riwayat trauma. Perdarahan tidak disertai rasa nyeri dan terjadi ketika

pasien merasa mulas. Mulas yang dirasakan jarang dan masih bisa ditahan oleh pasien.
Pasien menyangkal keluarnya lendir berdarah dan air ketuban.
Tanggal 17 Disember 2011 yang lalu, pasien mengaku pernah mengalami perdarahan
di kamar mandi di rumah setelah pulang dari jalan-jalan ke Taman Mini. Awalnya hanya
terdapat gumpalan darah sebanyak dua (2) biji, kemudian disusuli darah merah segar,
jumlah setengah gelas aqua (perkiraan 100cc). Pasien langsung ke bidan Hj. E di Pondok
Cipta. Di sana pasien diperiksa dan dirujuk ke dr. CT, Sp. OG di Apotik Roxy Klender.
Pasien dilakukan USG oleh dr. CT, Sp. OG, didapatkan janin tunggal hidup intrauterine,
presentasi kepala, SBU menutupi OUI, ketuban cukup, BPD: 35-36 minggu, TBJ: 2300g,
jenis kelamin: laki-laki, lilitan tali pusat di leher. Kesan USG: Hamil 35-36 minggu dengan
plasenta previa totalis suspek lilitan tali pusat. Pasien kembali lagi ke bidan Hj. E, pasien
mendapat obat menghentikan perdarahan. Tanggal 5 Januari 2012, pasien kembali lagi ke
bidan Hj. E, pasien dirujuk ke RSUD Kota Bekasi untuk ditindaklanjuti.
Tanggal 6 Disember 2012 pasien ke Poli Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota
Bekasi, diperiksa oleh dr. PS, Sp. OG, dilakukan USG, didapatkan hasil yang sama seperti
USG tanggal 17 Disember 2011. Saat itu keluhan pasien hanya terdapat perdarahan berupa
flek. Pasien disarankan oleh dr. PS, Sp. OG untuk dilakukan operasi sectio caesar atas
indikasi plasenta previa totalis.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal menderita penyakit darah tinggi, jantung, kencing manis, paru,
ginjal maupun hati. Pasien juga tidak pernah dioperasi sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit darah tinggi, jantung,
kencing manis, paru, ginjal dan hati.

F. Riwayat Menstruasi
2

Menarche

: Umur 13 tahun

Siklus

: Teratur 28 hari/bulan

Lamanya

: 4 hari

Banyaknya

: 1x pembalut/hari

Hari pertama dari haid terakhir : Pasien lupa


Taksiran Persalinan

: Sulit dinilai

Dismenore

: (-)

F. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 1 x dengan suami sekarang, usia menikah 28 tahun.
G. Riwayat Persalinan dan Kehamilan
1. Perempuan, aterm, 2009, spontan, bidan, 2900 g, sehat.
2. Hamil ini.
H. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien mengakui menggunakan KB pil 2x yaitu 3 bulan (2008) dan 1 tahun (2010).
I. Riwayat Operasi
Pasien mengaku tidak pernah dioperasi sebelumnya.
J. Riwayat Kebiasaan Psikososial
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum jamu dan tidak minum kopi.
K. Riwayat ANC
Pasien sering memeriksakan kandungannya ke bidan (4x) dan dokter spesialis (2x).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada 6 Januari 2012 pukul 11:15 WIB di ruangan Dahlia RSUD
Kota Bekasi.
A. Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital:
TD

: 100 /60 mmHg

: 92 x/menit

: 20 x/menit

: 36,5 0C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, mudah dicabut (-)


Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT

: Sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-)

Leher : Perabaan kelenjar tiroid teraba membesar (-), perabaan kelenjar getah bening
teraba membesar (-)
Thoraks:

Cor

: S1-S2 normal reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)

Pulmo

: Suara nafas vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi

: Perut tampak membuncit sesuai dengan masa kehamilan

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani, nyeri ketuk (-)

Auskultasi : BU (+) 3x/menit

Abdomen:

Ekstremitas

: Akral hangat (+/+/+/+), oedem tungkai -/-, CRT < 2

B. Status Obstetrik
4

1. Pemeriksaan Luar
Inspeksi

: Perut membuncit sesuai dengan masa kehamilan, striae gravidarum (+)


linea nigra (+)

Palpasi:
TFU

: Teraba 3 jari diatas pusat (30 cm), lingkar perut 91 cm

L1

: Teraba satu bagian bulat, tidak melenting


Kesan bokong

L2

: Kiri teraba bagian lurus yang membujur dari atas ke bawah tidak
terputus
: Kanan teraba bagian-bagian kecil janin
Kesan punggung kiri

L3

: Teraba 1 bagian bulat, keras, dan melenting


Kesan kepala

L4

: Konvergen (belum masuk rongga PAP)

Perabaan kepala (perlimaan): 5/5


Kontraksi: (+), frekuensi 1x / 10 menit, lamanya 30 detik
Auskultasi : DJJ 145 x/menit, irama teratur
Genitalia

: Fluksus (+)

2. Pemeriksaan Dalam
Inspekulo tidak dilakukan
Vagina toucher tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (6 Januari 2012, pukul 11:27 WIB):

Darah Lengkap

: Lekosit 9,800 uL, Hb 10,1 g/dL, HT 32,2%, Trombosit


378,000 uL

Hemostasis

: PT 14,4 detik / APTT 26,8 detik

GDS

: 82 mg/dL

2. USG (6 Januari 2012, pukul 10:15 WIB):


5

Janin hidup intrauterine, presentasi kepala, DJJ (+), punggung kiri, ketuban
cukup, plasenta korpus kanan meluas menutup OUI, BPD: 8,9 cm ~ 37 minggu, AC:
29,80 cm ~ 38 minggu, TBJ: 2459 g, TP: 20 Januari 2012, jenis kelamin: perempuan.

Kesan: Hamil 37 38 minggu dengan plasenta previa totalis

IV. ASSESSMENT
A. Diagnosa Kerja:

Ibu

: G2P1A0 hamil 37 38 minggu dengan perdarahan pervaginam e.c.


plasenta previa totalis

Anak

: Janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala dengan plasenta


menutup OUI

B. Prognosa:

Ad vitam

: Dubia

Ad funsionam

: Bonam

Ad sanationam

: Dubia

V. PLANNING
1. Rencana Diagnosis

Pro Sectio Caesar

2. Rencana Tindakan

Persiapan operasi
o Lab lengkap (hematologi, hemostasis, GDS, ureum/kreatinin,
SGOT/SGPT, albumin, globulin, urin lengkap)
o Carditocography (CTG)
o Puasa
o Antibiotik Anbacim 1g intravena

Post operasi
6

o Rawat di ruangan
o Observasi tanda-tanda vital, keadaan umum, perdarahan pervaginam,
kontraksi uterus dan diuresis post operasi
o Puasa sampai peritaltik (+)
o Mobilisasi bertahap
o Periksa H2TL post 6 jam operasi, jika Hb < 6 g/dl transfusi
VI. LAPORAN OPERASI
Nama ahli bedah

: dr. Pandji S, Sp. OG

Nama ahli anestesi

: dr. Langgeng, Sp. An

Nama asisten

: Br. Robi

Nama perawat

: Zr. Sri

Jenis anestesi

: Anestesi spinal

Diagnosa pre-operatif

: G2P1A0 hamil 37 38 minggu dengan HAP e.c PPT

Diagnosa Post-operatif

: P2A0 post SCTPP a/i HAP ec PPT

Jenis operasi

: SCTPP

Bagian yang dieksisi

: SBU

Tanggal operasi

: 19 Januari 2012

Jam mula operasi

: 13:35 WIB

Jam selesai operasi

: 14:05 WIB

Prosedur operasi:

Pasien terlentang di meja operasi dengan anestesi spinal

Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya

Insisi pfanenstiel diperdalam, lapis demi lapis sampai peritonium parietale

Setelah peritonium parietale dibuka, tampak uterus gravidarum

Dilakukan insisi huruf U pada SBR

Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala bayi, lahir bayi perempuan, BBL: 2500g,
PBL: 47cm, A/S: 8/9, anus: (+), pukul 13:40 WIB, ketuban: jernih

Plasenta dilahirkan perabdominal


7

SBU dan bloody angle dijahit

Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis demi lapis

Operasi selesai

VII. FOLLOW UP
1. Sabtu, 7 Januari 2012
S: Nyeri luka operasi (+), kentut (+), BAB (-) 1 hari
O: Status generalis
KU / Kes

: Sakit sedang / Compos mentis

TD

: 100/70 mmHg

: 100 x/menit

: 36,5 oC

: 20 x/menit

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-)

Cor

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)

Extremitas

: Akral hangat (+/+/+/+), oedem tungkai (-/-)

Status puerpuralis
Mammae

: ASI (+/+), retraksi (+/+)

Abdomen:
I: Perut tampak datar, luka operasi berbalut perban, rembesan darah (-), pus (-)
P: Supel, nyeri tekan (+), TFU 2 jari dibawah pusat
P: Timpani, nyeri ketuk (+)
A: BU (+) 2 x/menit
Genitalia

: Lokia rubra (+)

A: P2A0 post SCTPP a/i plasenta previa totalis H+1


P: Terapi injeksi

Anbacim 1g

2x1
8

Kalnex

3x1

Alinamin F

3x1

Kaltrofen supp

3x1

Syntocinon drip 2 amp / kolf / 8 jam

Terapi oral

Anbacim 500 mg

2x1

Mefinal 500 mg

3x1

Ferofort

2x1

(Ganti oral jika terapi injeksi sudah selesai)

Mobilisasi miring kiri dan kanan

Tranfusi PRC 500 cc Hb 7,5 g/dl (hasil lab 6 Januari 2012, pukul 21:12 WIB)

Periksa Hb 6 jam post tranfusi

2. Minggu, 8 Januari 2012


S: Nyeri luka operasi (+), BAB (+), lemas (+)
O: Status generalis
KU / Kes

: Sakit ringan / Compos mentis

TD

: 120/70 mmHg

: 86 x/menit

: 36,6 oC

: 20 x/menit

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-)

Cor

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)

Extremitas

: Akral hangat (+/+/+/+), oedem tungkai (-/-)

Status puerpuralis
Mammae

: ASI (+/+), retraksi (+/+)


9

Abdomen:
I: Perut tampak datar, luka operasi berbalut perban, rembesan darah (-), pus (-)
P: Supel, nyeri tekan (+), TFU 2 jari dibawah pusat
P: Timpani, nyeri ketuk (+)
A: BU (+) 3 x/menit
Genitalia

: Lokia rubra (+)

A: P2A0 post SCTPP a/i plasenta previa totalis H+2


P:

Anbacim 500 mg

2x1

Mefinal 500 mg

3x1

Ferofort

2x1

Mobilisasi duduk dan jalan

3. Senin, 9 Januari 2012


S: Nyeri luka operasi (+) berkurang
O: Status generalis
KU / Kes

: Sakit ringan / Compos mentis

TD

: 120/80 mmHg

: 84 x/menit

: 36,4 oC

: 19 x/menit

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-)

Cor

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)

Extremitas

: Akral hangat (+/+/+/+), oedem tungkai (-/-)

Status puerpuralis
Mammae

: ASI (+/+), retraksi (+/+)

Abdomen:
10

I: Perut tampak datar, luka operasi berbalut perban, rembesan darah (-), pus (-)
P: Supel, nyeri tekan (+), TFU 3 jari dibawah pusat
P: Timpani, nyeri ketuk (-)
A: BU (+) 3 x/menit
Genitalia

: Lokia rubra (+)

A: P2A0 post SCTPP a/i plasenta previa totalis H+3


P: Terapi oral

Anbacim 500 mg

2x1

Mefinal 500 mg

3x1

Ferofort

2x1

Ganti perban

Jika luka bagus, pus (-), rembesan darah (-) Boleh pulang

Kontrol poli 1 minggu

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

11

A. ANATOMI PLASENTA

Gambar 1: Anatomi Plasenta


Plasenta adalah organ lunak, berbentuk bulat atau oval, yang tumbuh bersama dengan
bayi. Villi terdapat diseluruh permukaan blastosis. Dengan semakin membesarnya blastosis,
desidua superfisial (desidua kapsularis) akan tertekan dan kehamilan semakin mengembang
kearah dalam cavum uteri.
Perkembangan desidua kapsularis secara bertahap memangkas sirkulasi yang melaluinya.
Hal ini akan menyebabkan atrofi dan hilangnya viili yang bersangkutan. Permukaan blastosis
menjadi halus dan bagian korion ini disebut Chorion Laeve. Pada sisi yang berlawanan, villi
mengalami pertumbuhan dan pembesaran dan disebut sebagai Chorion Frondusum. Dengan
semakin luasnya ekspansi blastosis, desidua kapsularis menempel dengan desidua vera dan
cavum uteri menjadi obliterasi.
Trofoblas primitif chorion frondusum melakukan invasi desidua. Pada proses ini, kelenjar
dan stroma akan rusak dan pembuluh darah maternal yang kecil akan mengalami dilatasi
membentuk sinusoid.
Trofoblas mengembangkan lapisan seluler yang disebut sitotrofoblas dan lapisan
sinsitium yang disebut sinsitiotrofoblas. Struktur yang disebut villi chorialis ini terendam dalam
darah ibu. Dengan kehamilan yang semakin lanjut, struktur viili chorialis menjadi semakin
12

komplek dan viili membelah dengan cepat untuk membentuk percabangan-percabangan dimana
cabang vasa umbilkalis membentuk percabangan yang berhubungan erat dengan permukaan
epitel

trofoblas.

Sebagian

besar

cabang

villi

chorialis

yang

disebut

sebagai villi

terminalis mengapung dengan bebas dalam darah ibu sehingga memungkinkan terjadinya
tarnsfer nutrien dan produk sisa metabolisme. Sejumlah villi melekat pada jaringan maternal dan
disebut sebagai anchoring villi.

Gambar 2: Struktur Plasenta

Struktur dan hubungan villi terminalis dapat dipelajari dengan melihat gambar
penampangnya. Dengan semakin lajutnya kehamilan, hubungan antara vaskularisasi trofoblas
dan maternal menjadi semakin erat. Trofoblas mengalami migrasi kedalam arteri spiralis
maternal yang berasal dari ruang intervillous.
B. FISIOLOGI PLASENTA
13

Perubahan fisiologi yang berakibat dilatasi arteri maternal 1/3 bagian dalam miometrium.
Perubahan ini berakibat konversi pasokan darah uteroplasenta kedalam vaskularisasi yang
bersifat low resistance high flow vascular bed yang diperlukan untuk tumbuh kembang janin
intra uterin.
Kegagalan invasi trofoblas akan menyebabkan penyakit hipertensi dalam kehamilan
HDK atau pertumbuhan janin terhambat PJT.

Gambar 3: Perbandingan Plasenta Pada Kehamilan Normal Dan Perubahan Non Fisiologis

Dengan semakin lanjutnya kehamilan maka transfer nutrien sisa metabolisme hormon
dan CO serta O2 plasenta akan semakin meningkat dimana struktur pemisah antara sirkulasi ibu
dan anak menjadi semakin tipis.
Tidak ada hubungan langsung antara kedua jenis sirkulasi dan placental barrier pada
akhir kehamilan terletak di microvilli sinsitiotrofoblas yang memperluas permukaan transfer
nutrien dan lain lain. Selanjutnya, sinsitiotrofoblas dan mesoderm janin akan semakin tipis dan
vasa dalam villus mengalami dilatasi.
Plasenta yang sudah terbentuk sempurna berbentuk cakram yang berwarna merah dengan
tebal 2 -3 cm pada daerah insersi talipusat. Berat saat aterm 500 gram
14

Tali pusat berisi dua arteri dan satu vena dan diantaranya terdapat Wharton Jellyyang
bertindak sebagai pelindung arteri dan vena sehingga talipusat tidak mudah tertekan atau terlipat,
umumnya berinsersi di bagian parasentral plasenta.

BAB III
PLASENTA PREVIA TOTALIS
A. DEFINISI
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada plasenta previa,
jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari ostium internum servisis, tetapi
terletak sangat dekat atau pada ostium internum tersebut.1,2,3,4,5,6,7,8
B. KLASIFIKASI6,8
15

Plasenta previa digolongkan menurut hubungan plasenta terhadap pembukaan serviks


bagian dalam. Ada empat derajat abnormalitas yang diketahui:

Plasenta previa totalis. Ostium internum servisis tertutup sama sekali oleh jaringan
plasenta.

Plasenta previa parsialis. Ostium internum tertutup sebagian oleh jaringan plasenta.

Plasenta previa marginalis. Tepi plasenta terletak pada bagian pinggir ostium internum

Plasenta letak rendah. Plasenta tertanam dalam segmen bawah uterus, sehingga tepi
plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum tetapi terletak sangat berdekatan
dengan ostium tersebut.
Derajat plasenta previa akan tergantung pada luasnya ukuran dilatasi serviks saat

dilakukan pemeriksaan, karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Baik pada jenis total maupun parsial
pelepasan spontan plasenta dengan derajat tertentu merupakan konsekuensi yang tak dapat
dielakan dari pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi serviks. Pelepasan plasenta akan
disertai dengan perdarahan akibat pembuluh darah yang lepas.

16

Gambar 4: Tipe Plasenta Previa


C. FREKUENSI 1,6
Plasenta previa terjadi pada kira-kira 5 diantara1000 persalinan di Amerika serikat dan
merupakan penyebab kematian sebesar 0,03%. Iyasu dan rekan (1993), dalam suatu analisis
terhadap the National Hospital Discharge Survey dari tahun 1979 sampai 1987, menemukan
bahwa plasenta previa menjadi penyulit pada 0,5 persen (1 dari 200) persalinan. Dari data angka
kelahiran di Amerika Serikat tahun 2001, didapatkan komplikasi dari plasenta previa 1 dari 305
kelahiran (Martin and co-workers, 2002).
Di Prentice Women's Hospital, Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan bahwa 0,55
persen (1 dari 180) dari hampir 93.500 pelahiran mengalami penyulit plasenta previa. Crane dan
rekan (1999) mendapatkan insidensi 0,33 persen (1 dari 300) pada hampir 93.000 persalinan di
provinsi Nova Scotia. Di Parkland Hospital, insidensinya adalah 0,26 persen (1 dari 390) pada
lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun.
Angka-angka statistik ini sangat serupa walaupun tidak terdapat keseragaman dalam
definisi dan identifikasi untuk alasan-alasan yang sudah dibahas. Pertanyaan yang sulit dijawab
adalah apakah perdarahan asimtomatik akibat pemisahan fokal plasenta yang tertanam di segmen
bawah uterus tetapi jauh dari os serviks yang membuka parsial harus diklasifikasikan sebagai
plasenta previa atau solusio plasenta. Tak pelak lagi, kasus ini termasuk keduanya.
Insidensi plasenta previa adalah 0,5%. Perdarahan dari plasenta previa menyebabkan
kira-kira 20% dari semua kasus perdarahan antepartum. Di Rumah Sakit Dr.Cipto
Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di antara 4781
persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar. Placenta previa
terdapat pada sekitar 1 dari 200 kelahiran ,tapi hanya 20 % yang komplit (placentamenutupi
seluruh serviks). Sekitar 90% pasien akan parous. Pada grandemultipara insiden dapat tinggi
yaitu 1 dalam 20 kelahiran

17

D. ETIOLOGI 4,8
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti. Salah satu teori
mengatakan bahwa proses perkembangan plasenta previa terjadi akibat gangguan vaskularisasi
desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik atau inflamatorik. Faktor lainnya
adalah plasenta yang ukurannya besar sehingga membentang dan meliputi daerah uterus yang
luas sebagaimana terlihat pada eritroblastosis fetalis dan pada janin yang lebih dari satu. Pada
perentangan semacam itu, bagian bawah plasenta kadang-kadang mencapai daerah ostium
internum, dan secara lengkap (total) atau sebagian (parsial) saling bertumpuk dengan ostium
tersebut. Terjadinya plasenta previa juga dihubungkan dengan banyak hal, diantaranya yaitu:
1. Usia ibu
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa, pada lebih dari 169.000
pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 1988 sampai 1999, insidensi plasenta previa
meningkat secara bermakna di setiap kelompok usia. Pada kedua ekstrim, insidensinya adalah
1 dari 1500 untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia
lebih dari 35 tahun. Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta previa
meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1976 menjadi 0,7 persen pada tahun 1997. Mereka
memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah
yang lebih tua. Pada primigravida, umur >35 tahun lebih sering daripada umur < 25 tahun.
2. Paritas
Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap
314 wanita para 5 atau lebih, Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi
plasenta previa adalah 2,2 persen dan meningkat drastis dibandingkan dengan insidensi pada
wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih dari 169.000 wanita di Parkland Hospital,
insidensinya untuk wanita dengan para 3 atau lebih adalah 1 dari 175. Ananth dkk (2003a)
menemukan bahwa rata-rata plaseta previa 40% lebig tinggi pada kehamilan kembar
(multifetal gestations) dari pada yang kehamilan tunggal.
3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi (seksio
sesaria atau miomektomi), kuretase, dan manual plasenta
Riwayat seksio sesarea meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Miller
dan rekan (1996), dari 150.000 lebih pelahiran di Los Angeles County Women's Hospital,
18

menyebutkan peningkatan tiga kali lipat plasenta previa pada wanita dengan riwayat seksio
sesarea. Insidensi meningkat seiring dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalani
angkanya 1,9 persen pada riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat seksio
tiga kali atau lebih. Jelaslah, riwayat seksio sesarea disertai plasenta previa meningkatkan
kemungkinan histerektomi. Gesteland dan rekan (2004) dan Gilliam and colleagues (2002)
juga menemukan peningkatan resiko plasenta previa pada kelahiran yang progesif dan
meningkat juga pada jumlah seksio caesaria. Plasenta previa meningkat lebih dari delapan kali
pada paritas ke 4 dan caerasia yang ke 4.
Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan angka histerektomi 25 persen pada wanita
dengan seksio sesarea berulang atas indikasi plasenta previa dibandingkan dengan hanya 6
persen pada mereka yang menjalani seksio sesarea primer atas indikasi plasenta previa.
4. Perokok
Williams dan rekan (1991) mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa meningkat
dua kali lipat berkaitan dengan merokok. Mereka berteori bahwa hipoksemia akibat karbon
monoksida menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik. Temuan-temuan ini dikonfirmasi
oleh Handler dan rekan (1994). Mungkin terdapat kaitan antara gangguan vaskularisasi
desidua yang mungkin disebabkan oleh peradangan atau atrofi dengan terjadinya plasenta
previa.
E. FISIOLOGI
Kira-kira 6 hari setelah pembuahan, blastosit menempel pada sel desisua epitel. pada
lapisan luar yang tipis (trofoblast) berkembang dan berdifentiasi dengan cepat masuk kedalam
sitotrofoblast dan sinsitiotrofoblast. Proses tersebut meluas dari sinsitiotrofoblas menembus
lapisan decsidual dan masuk kedalam stroma endometrial.
Selama 2 minggu setelah pembuahan, jaringan dari lakuna terbentuk dalam
sinsitiotrofoblast. Ruangan ini terisi oleh darah ibu yang berasal dari kapiler endometrial yang
ruptur. Proses ini adalah awal dari sirkulus uteroplasenta dan jaringan lakuna ini membentuk
ruang intervilli dari plasenta yang matur. Pada akhir minggu kedua villi kharionik mulai
terbentuk, struktur ini membentuk kompenen plasenta janin, dan menyambung pada ruang
intervillus.
19

Plasenta previa biasanya muncul sebagai hasil dari implantasi letek rendah yang
abnormal, walaupun tidak ada penyabab spesifik yang identifikasi. Kondisi ini diduga munsul
sebagai hasil dari vasularisasi yang abnormal dari endometrium yang berhubungan dengan atrofi
atau bekas luka yang berasal dari trauma atau inflamasi.
Saat segmen bawah uteri menipis pada masa akhir kehamilan, luas dari plasenta semaki
berkembang. Dapat terjadi pelepasan plasenta dalam derajat yang berbeda-beda, dengan
menyebabkan perdarahan yang berasal dari ruang intervilli. Selama persalinan, perdarahan janin
yang signifikant dapat terjadi sebagai gangguan pada pengangkut jaringan villi plasenta.
F. GAMBARAN KLINIK1,4,7
Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri, yang
biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun,
beberapa jenis abortus dapat terjadi akibat lokasi plasenta abnormal yang sedang berkembang
tersebut. Perdarahan dari plasenta previa sering muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa disertai
nyeri pada wanita yang riwayat pranatalnya tampak normal. Darah berwarna merah segar.
Untungnya, perdarahan awal jarang sedemikian deras sehingga menimbulkan kematian.
Perdarahan ini biasanya berhenti spontan namun kemudian kambuh. Pada sebagian kasus,
terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tetapi tidak menutupi os serviks,
perdarahan mungkin belum terjadi sampai persalinan dimulai; perdarahan ini dapat bervariasi
dari ringan sampai berat dan secara klinis dapat menyerupai solusio plasenta.
Meskipun bercak dapat terjadi pada trimester I dan II dari kehamian, tahap pertama dari
perdarahan biasanya dimulai setelah 28 minggu dan karakteristiknya deskripsikan sebagai
mendadak, tidak nyeri dan profuse. Dengan adanya tahap perdarahan awal, gumpalan atau
perdarahan terlihat merah cerah, gumpaan darah ,tetapi darah yang hilang biasanya tidak
banyak ,jarang terjadi syok dan hampir tidak pernah fatal. Kira-kira mendekati 10% kasus
terdapat nyeri inisiasi, mungkin karena adanya pemisahan plasenta dan kontraksi uterin lokal.
Persalinan spontan dapat diharapkan setelah beberapa hari pada 25% pasien. Pada kasus
minoritas, perdarahan tidak dimulai sampai setelah ruptur spontan dari membran atau onset dari
persalinan. Beberapa pasien nullipara mencapai tahap tanpa perdarahan, mungkin karena
plasenta telah dilindungi oleh uneffaced cervix.

20

Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas os


interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan os interna akan menyebabkan
robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan seratserat miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh
yang robek.
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat berlanjut
setelah plasenta dilahirkan, karena segmen bawah uterus lebih rentan mengalami gangguan
kontraksi daripada korpus uterus. Perdarahan juga dapat terjadi akibat laserasi serviks dan
segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelah pengeluaran plasenta yang agak melekat
secara manual.
Uterus biasanya lunak, relaksasi,dan tidak nyeri. Bagian letak tinggi tidak dapat ditekan
ke dalam pelvic. Bayi akan hadir dalam letak oblique atau transverse pada 15% of cases.
Abnormalitas FHR jarang terjadi kecuai terdapat komplikasi seperti syok hipovolemik,
pemisahan palsenta, atau a cord accident.
Resiko terbesar pada plasenta adalah perdarahan. Perdarahan sering muncul saat bagian
terendah dari dinding bawah uterus menipis selama trisemerster ketiga kehamilan dalam
persiapan untuk kelahiran. Hal ini menyebabkan plasenta pada area serviks tersebut berdarah.
Semakin banyak plasenta yang menutupi orifisium serviks, maka semakin besar resiko untuk
perdarahan. Faktor resiko lain yang menyertai:

Implantasi plasenta yang abnormal

Pertumbuhan fetus terhambat

Kelahiran preterm

Kelainan pada kelahiran

Infeksi setelah kelahiran

G. DIAGNOSIS3,6
Pada wanita dengan perdarahan uterus selama paruh terakhir kehamilan, plasenta previa
atau solusio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan plasenta previa tidak boleh
disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG, jelas membuktikan ketiadaannya.
1. Anamnesis
21

Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah sakit ialah perdarahan pada
kehamilan setelah 22 minggu atau 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trisemester ke III).
Sifat perdarahannya tampa sebab (causeless), tampa nyeri (painless), dan berulang (recurrent),
dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida dan berwarna
merah segar. Perdarahan timbul sekonyong-konyong tampa sebab apapun. Kadang-kadang
perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur; pagi hari tanpa di sadari tempat tidur sudah penuh
darah. Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek
karena:

Terbentuknya segment bawah rahim

Terbukanya ostium atau oleh manipulasi inta vaginal atau rektal.

Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh
darah yang robek dan plasenta yang lepas. Biasanya wanita mengatakan banyaknya
perdarahan dalam berapa kain sarung, berapa gelas, dan adanya darah-darah beku (stolsel).
Dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida dan berwarna
merah segar.
2. Pemeriksaan luar

Inspeksi
o Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah
beku
o Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis

Palpasi
o Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul
o Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang
o Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah

3. Pemeriksaan Inspekulo

22

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui asal perdarahan apakah dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa dapat dicurigai.
4. Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung

Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan

Pemeriksaan ultrasonografi
o USG merupakan cara yang sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi
bagi ibu dan janin. Metode paling sederhana, tepat, dan aman untuk
mengetahui lokasi plasenta adalah dengan USG transabdominal. Menurut
Laing (1996), rata-rata tingkat akurasinya adalah sekitar 96 persen, dan angka
setinggi 98 persen pernah dicapai. Hasil positif-palsu sering disebabkan oleh
distensi kandung kemih. Karena itu, pemindaian ultrasonografi pada
kasus yang tampaknya positif harus diulang setelah kandung kemih
dikosongkan. Sumber kesalahan yang jarang adalah identifikasi plasenta yang
sebagian besar berimplantasi di fundus tetapi tidak disadari bahwa plasenta
tersebut besar dan meluas ke bawah sampai ke os serviks interna.
o Pemakaian ultrasonografi transvaginal telah secara nyata menyempurnakan
tingkat akurasi diagnostik plasenta previa. Farine dan rekan (1988) mampu
memvisualisasi os servikalis interna pada semua kasus dengan teknik
transvaginal, berbeda dengan hanya 70 persen pada penggunaan alat
transabdominal. Leerentveld dan rekan (1990) mempelajari 100 wanita yang
dicurigai mengalami plasenta previa. Mereka melaporkan nilai prediksi positif
sebesar 93 persen dan nilai prediksi negatif 98 persen untuk ultrasonografi
transvaginal. Tan dan rekan (1995) melaporkan akurasi yang lebih rendah
dengan teknik ini. Dalam studi-studi yang membandingkan ultrasonografi
abdominal dengan pencitraan transvaginal, Smith dan rekan (1997) serta
Taipale dan rekan (1998) mendapatkan bahwa teknik transvaginal lebih
superior. Sekarang sebagian besar setuju bahwa apabila pada USG
transabdominal plasenta terletak rendah atau tampak menutupi os servikalis
maka diperlukan konfirmasi dengan ultrasonografi transvaginal.
23

o Hertzberg dan rekan (1992) membuktikan bahwa USG transperineal


memungkinkan kita melihat os interna pada semua dari 164 kasus yang diteliti
karena USG transabdominal memperlihatkan adanya plasenta previa atau tidak
konklusif. Plasenta previa dengan tepat disingkirkan pada 154 wanita, dan
pada 10 yang semula didiagnosis secara sonografis, sembilan mengalami
plasenta previa yang terbukti saat persalinan. Nilai prediksi positif adalah 90
persen dan nilai prediksi negatif 100 persen.
o Kondisi yang menyerupai plasenta pervia dan dapat menyebabkan kesalahan
diagnosis adalah overdistensi bladder dan konstraksi miometrium. Overdistensi
blader pada ibu mengakibatkan tekanan pada bagian anterior segment bawah
uterin dan menekan bagian ini ke dinding posterior menyebabkan elongasi
pada serviks. Karena itu normal plasenta terlihat seperti diatas OUI. Panjang
servik tidak lbih dari 3,5 cm selama trimester ketiga. Jika panjang servik
melebihi 3,5 cm atau dicurigai adanya elongasi servik, penilaian lebih lanjut
perlu dilakukan setelah pasien mengosongkan kandung kencing. Karena USG
transvaginal dan transperitoneal dilakukan pada kandung kencing yang kosong
kesalahan ini sangat jarang terjadi.
o Selama kontraksi miometrium 2 situasi muncul menyerupai plasenta previa. Yang
pertam dinding uterus menipis dan menyerupai plasenta. Yang kedua segmen bawah
uterus memendek menyebabkan bagian bawah plasenta bersentuhan dengan oui,
menciptkan kondisi yang mirip plasenta previa. Untuk mencegah kesalahan ini
konstraksi dicurigai jika miometrium lebih tipis dari 1,5 cm. Lakukan pemeriksaan
ulang setelah 30 menit untuk menynigkirkan kemungkinan tersebut.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


o Sejumlah peneliti menggunakan MRI untuk menvisualisasikan kelainan
plasenta termasuk plasenta previa. Kay dan spritzer (1991) mendiskusikan
berbagai aspek positf teknologi ini. Kecil klemungkinan bahwa dalam waktu
dekat teknologi ini akan menggantikan ultrasonografi untuk evaluasi rutin.

5. Pemeriksaan letak plasenta secara langsung

24

Diagnosis plasenta jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, kecuali jari tangan
pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan plasenta teraba.
Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita tersebut
sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan seksio sesarea
segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat menimbulkan perdarahan
hebat. Selain itu, pemeriksaan ini jangan dilakukan kecuali apabila memang telah
direncanakan pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan yang sedemikian rupa sehingga janin
perlu segera dilahirkan walaupun masih imatur. Pemeriksaan "double set-up" semacam ini
jarang diperlukan karena lokasi plasenta hampir selalu dapat diketahui dengan USG.
Pemeriksaan dalam di atas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila semua syarat
terpenuhi, yaitu:

Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap

Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 g) dan in partu.

Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor (misal ansefali)

Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5
atau 3/5 pada palpasi luar)

H. PENATALAKSANAAN
Terapi tergantung dari jumlah perdarahan uterus, lamanya kehamilan dan viabilitas dari
fetus, derajat plasenta previa, presentasi, posisi, dan status fetus, graviditas dan paritas dari
pasien, status serviks, dan sudah dimulai atau tidaknya kelahiran Pasien haru dibawa ke RS
untuk menetapkan diagnosis dan harus dirawat setelah diagnosis ditegakkan. Darah seharusnya
segera dipersiapkan untuk tranfusi.

25

Gambar 5: Alur Penatalaksaan Plasenta Previa


Wanita dengan plasenta previa dapat dibagi sebagai berikut:

Mereka yang janiinnya preterm tetapi belum ada indikasi untuk melahirkan.

Mereka yang janinnya cukup matur.

Mereka yang sudah in partu.

Mereka yang perdarahannya sedeikinan parah sehinnga janinharus tetap


dilahirnyavwalaupun masih matur.

1. Terapi Konservatif
Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non
invasif:
26

Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis

Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, letak dan
presentasi janin

Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral 60 mg
selama 1 bulan

Berikan tokolitik bila ada kontraksi:


o MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
o Nifedipin 3 x 20 mg/hari, Dosis yang diberikan adalah 5-10 mg sub lingual
setiap 15-20 menit (sampai 4 kali pemberian) kemudian 10-20 mg oral setiap
4-6 jam
o Betametason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru

Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi

Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien
dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam
untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi
perdarahan

Syarat terapi ekspektatif

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

Belum ada tanda inpartu

Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)

Janin masih hidup

Kriteria pasien yang dapat diberlakukan rawat jalan:

Pasien yang telah diobservasi selama 72 jam tanpa adanya perdarahan

Stabil serial hematokrit


27

Reaktive NST pada saat perdarahan

Telepon tersedia 24 jam dan juga transportasi antara rumah dengan rumah sakit

Dapat melakukan bed rest dirumah

Pasien dan keluarga telah mengerti tentang potesi-potensi komplikasi yang mungkin
timbul

Kontrol tiap minggu sampai usia kehamilan aterm dengan serial level Hb dan USG.

2. Terapi Aktif (tindakan segera)1,2


Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak,
harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
Jumlah Perdarahan:4

Ringan (kehilangan darah < 15% dari total volume darah tubuh). Manifestasi klinis:
o Tanda vital normal
o Tidak ada postural hipotesi
o Tidak ada defisit sirkulasi perifer
o Urin output normal

Sedang (kehilangan darah 15%-30% dari total volume darah tubuh). Manifestasi
klinis:
o Perubahan frekuensi nadi terhadap posis badan (meningkat 10-20 bpm ketika
berubah dari posisi terlentang ke duduk atau berdiri dan diastolik menurun 10
mmHg atau lebih)
o Terdapat tanda-tanda inadekuat sirkulasi (sesak, haus, pucat, takikardi)
perubahan status mental dapat juga terjadi (apatis atau agitasi)
o Terapi:

Terminasi pada kehamilan yang aterm


28

Expectan jika paru janin belum mature atau pada usia gestasi 32-36
minggu

Hospitalisasi

Berat (kehilangan darah 30%-40% dari total volume darah tubuh). Manifestasi klinis:
o Shock
o Kehilangan darah yang terus-menerus pervaginam
o Fetus dapat meninggal atau menunjukkan tanda-tanda stress
o Oligouri atau anuria
o Terapi:

Intensive observasi dan monitoring

Pasang cairan intravena

Siapkan transfusi

Assessment fungsi ginjal

Terminasi kehamilan SC

Perdarahan awal dari plasenta previa dapat terjadi sebelum kematangan paru ditetapkan.
Pada kasus seperti tadi fetal survival dapat seringkali dibuat oleh terapi tambahan. Pada awal
kehamilan, transfusi untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk
mencegah kelahiran prematur di indikasikan pada kehamilan prolong sampai sekurangkurangnya 3234 minggu. Setelah 34 minggu keuntungan maturasi lebih lanjut harus
dipertimbangkan melawan resiko perdarahan mayor. Kemungkinan perdarahan kecil yang
berulang dapat disertai oleh retardasi pertumbuhan intrauterin harus dipertimbangkan
mendekati 75% kasus plasenta previa sekarang dilahirkan antara 36 dan 40 minggu.
Dalam memilih waktu optimum untuk melahirkan ,dilakukan tes mturasi paru
fetus,termasuk pemeriksaan

cairan

surfactants

amnion dan pengkuran ultarasonik

pertumbuhan fetus. Jika pasien usia gestasinya antara 24 dan 34 minggu, betametasone (2
dosis dari 12 mg intramuskular /24 jam) atau dexametasone (4 dosis dari 6 mg intravena atau
intramuskular /12 jam) seharusnya diberikan untuk memacu kematangan paru fetus.

29

Pemberian ulang dari steroids tidak diperlukan dan biasanya dipertimbangkan pada
pasien yang hadir dan menerima terapi dengan steroid kurang dari 24 minggu Karena biaya
RS, pasien dengan presumptive diagnosis placenta previa biasanya di pulangkan dengan
tirah baring ketat sampai kondisi menjadi stabil dibawah ideal,dan kondisis terkotrol
Terminasi Kehamilan Plasenta Previa
Waktu kelahiran biasanya dipertimbangkan melalui riwayat kehamilan pasien dan
peningkatan

resiko

perdarahan

dengan

semakin

berkembangnya

kehamilan.

Direkomendasikan kelahiran dilakukan saat umur kehamilan 36-37 minggu setelah


mengkonfirmasi pematangan paru janin melalui amniosentesis. Namun bila tes menunjukkan
paru-paru janin belum matang dapat ditunggu sampai kehamilan berumur 38 minggu. Jarak
antara pinggir plasenta dan oui pada USG transvaginal setelah 35 minggu sangat penting
untuk menentukan perencanaan kelahiran. Bila pinggir plasenta berjarak lebih dari 2 cm dari
oui, dapat dilakukan kelahiran pervaginam dengan kemungkinan berhasil yang tinggi. Bila
jarak pinggir plasenta dengan OUI kurang dari 2 cm disarankan untuk dilakukan sectio
cesarean.

Sectio caesarean
Seksio sesaria bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan,
dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahnnya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen
bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam. Sectio
caesarean adalah metode persalinan yang dipilih untuk plasenta previa dan telah
membuktikan sebagai faktor terpenting dalam menurunkan mortalitas maternal dan
perinatal jika mungkin syok hipovolemik harus dikoreksi oleh administrasi dari cairan
intravena dan darah sebeum operasi dimulai. Tidak hanya ibu yang akan dilindungi,
tetapi resiko fetus pulih lebih cepat dalam uterus dibandingkan jika ibu masih dalam
syok. Pilihan anestesi tergantung pada antisipasi kehilangan darah. kombinasi induksi
cepat, apid induction, endotracheal intubation, succinylcholine, and nitrous oxide
merupakan metode yang cocok untuk perdarahan aktif.
Pilihan teknik operasi sangatlah penting karena lokasi plasenta dan perkembangan
segmen bawah uterus. jika insisi melewati sisi dari implantasi plasenta ada
30

kemungkinan kuat fetus akan kehilangan sejumlah besar darah bahkan samapai
membutuhkan transfusi penggnti. Dengan implantasi posterior dari plasenta ,insisi
transversal rendah mungkin terbaik jika segmenbawah uterin berkembang baik jika
tidak insisi klasik mungkin diperlukan untuk menyelamatkan ruang sufficient dan
menghindari insisi melalui pasenta. Biasanya dilakukan insisi transversal namun insisi
vertical dapat dipertimbangkan pada letak anterior dan resiko perdarahan pada fetal.
Persiapan seharusnya dibuat untuk perawatan dan resusitasi infan jika diperlukan.
Sebagai tambahan kemungkinan untuk kehilangan darah seharusnya di monitor pada
bayi jika plasenta telah di insisi.

Persalinanan pervaginan
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta
dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga
perdarahan berhenti. Cara ini tidak dapat dilakukan pada plasenta previa totalis.
Persalinanan pervaginan biasanya dilakukan pada pasien dengan implantasi marginal
dan presentasi kepala. Jika persalinan pervaginam di pilih, membran sebelumnya
seharusnya dibuat robek pada segala percobaan yang dapat menstimulasi kelahiran
(oxytocin diberikan sebelum amniotomy akan menyebabkan perarahan lebih lanjaut).
Tamponade pada bagian melawan ujung plasenta dapat mengurangi perdarahan akibat
kemajuan persalinan.
Karena kemungkinan hipoksemia pada fetal

akibat pemisahan plasenta atau

kecelakaan pada tali pusat (akibat dari prolapsus tali pusat atau kompresi insesi letak
rendah talipusat pada letak rendah), pengawasan fetal secara kontiyu harus digunakan.
Jika FHR abnormalities berkembang, harus dilakukan SC segera kecuali persalinan
pervaginam masih dapat dilakukan Persalinan pada pasien paling mudah yaitu
secepatnya saat servik berdilatasi penuh dan adanya bagian pada perineum .untuk
tujuan ini vacuum extractor dapat digunakan karen akan mempermudah perslinanan
tanpa beresiko merusak segmen bawah uteri.
I. KOMPLIKASI9
1. Pada Ibu:
31

Perdarahan dan syok akibat perdarahan, sampai kematian dapat menyertai perdarahan
antepartum berat yang berasal dari plasenta previa. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi
antara lain: Anemia karena perdarahan, plasentitis, endometritis pasca persalinan, robekanrobekan jalan lahir akibat tindakan, prolaps tali pusat, prolaps plasenta, plasenta melekat,
sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan.
2. Pada Janin:
Persalinan prematur adalah kausa utama kematian perinatal walaupun sudah dilakukan
penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Sebagian kematian pada kasus ini
merupakan akibat dari asfiksia intrauterin atau trauma pada persalinan. Dalam studi mereka
terhadap hampir 93.000 pelahiran, Crane dan rekan (1999) melaporkan angka persalinan
prematur sebesar 47 persen. Namun, angka kematian akibat penyulit persalinan prematur
tidak lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bayi dengan usia gestasi setara yang lahir dari
wanita tanpa plasenta previa. Walaupun sebagian penulis sebelumnya sudah memperkirakan
bahwa malformasi kongenital meningkat pada plasenta previa, namun Crane dan rekan (1999)
yang pertama kali memastikan hal ini dan mengendalikan faktor usia ibu. Atas alasan-alasan
yang belum jelas, anomali janin meningkat 2,5 kali lipat.
Tidak jelas apakah pada plasenta previa juga terjadi hambatan pertumbuhan janin. Brar
dan rekan (1988) melaporkan bahwa insidensi kelainan ini hampir 20 persen. Sebaliknya,
Crane dan rekan (1999) tidak mendapatkan peningkatan insidensi setelah faktor usia gestasi
dikendalikan. Wolf dan rekan (1991), dalam sebuah studi kasus-kelola terhadap 179 wanita
dengan plasenta previa, mendapatkan insidensi hambatan pertumbuhan sebesar 5 persen di
kedua kelompok.
J. PROGNOSIS2
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas
ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%. Sekarang
penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal
jauh menurun. Kematian maternal menjadi kurang dari 1% terutama disebabkan perdarahan,
infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 10%,
terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan
(tindakan).
32

BAB IV
ANALISA KASUS
Pada Ny. M, ditegakkan diagnosis:

Ibu

: G2P1A0 hamil 37 38 minggu dengan perdarahan pervaginam e.c. plasenta


previa totalis

Anak : Janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala

Diagnosis G2P1A0 hamil 37 38 minggu dengan JTHIU presentasi kepala:


Berdasarkan: Dari anamnesa diketahui pasien mengaku hamil 9 bulan, hari pertama dari haid
terakhir pasien lupa tetapi dengan USG didapatkan perkiraan 37 38 minggu. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan perut membuncit sesuai masa kehamilan dengan TFU: 30 cm, linea nigra (+)
33

strie gravidarum (+). Janin hidup ditandai dengan DJJ: 145 x/menit. Presentasi dan posisi janin
ditentukan dengan pemeriksaan Leopord, L1: bokong, L2: punggung kiri, L3: kepala, L4: belum
memasuki PAP.
Pada pemeriksaan USG didapatkan, tampak janin tunggal hidup presentasi kepala, BPD: 8,9
cm; AC: 29,80 cm; TBJ 2459 g, kehamilan sesuai 37 38 minggu.
Diagnosis plasenta previa totalis ditegakkan berdasarkan:
Dari anamnesa didapatkan:

Keluar darah dari kemaluan

Perdarahan terjadi mendadak tanpa didahului riwayat trauma

Warna merah segar

Perdarahan tidak disertai nyeri

Riwayat perdarahan dalam jumlah yang banyak beberapa minggu yang lalu

Riwayat kontraksi (mulas)

Riwayat trauma disangkal

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Status Obstetrik
o Abdomen

: Palpasi

L4 : konvergen (belum masuk PAP)

o Anogenital

: Inspeksi

Perdarahan (+)

USG:
o Plasenta di korpus kiri depan meluas ke bawah menutupi OUI
o Palpasi pada pasien ini didapatkan L4 konvergen.
Menurut literatur, keluhan utama pada plasenta previa adalah perdarahan jalan lahir pada

kehamilan setelah 22 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih
banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida dan berwarna merah segar.

34

Pada plasenta previa bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul,
apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau
mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
Pada USG tampak plasenta di korpus kanan meluas ke bawah menutupi OUI. Dengan
USG diagnosis pasti dapat ditegakkan, rata-rata tingkat akurasinya adalah sekitar 96% dan angka
setinggi 98% pernah dicapai.Pemeriksaan letak plasenta secara langsung sebenarnya dapat
menegakkan diagnosis dengan tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa. Tetapi
pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan lebih banyak lagi
karena itu pemeriksaan ini tidak dilakukan.
Etiologi dari plasenta previa pada kasus ini dapat disebabkan usia tua dan multiparitas di
mana insidensinya adalah 1 dari 1500 untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100
untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun. Walaupun pasien ini baru berusia 33 tahun tetapi risiko
dari etiologi disebabkan usia kehamilan tetap besar.
Pada pasien ini telah hamil antara 37 38 minggu dan terjadi perdarahan, maka cara yang
paling tepat adalah dengan dilakukan sectio caesarean / Casarean Delivery.
Prognosis pada pasien ini, Ad vitam: dubia karena mengancam kehidupan; Ad
fungsionam: bonam karena tidak mengganggu fungsi uterus setelah ini; Ad sanationam: dubia
karena walaupun ada beberapa literatur yang mengatakan salah satu faktor predisposisinya
adalah riwayat multiparitas, tetapi yang terjadi adalah jarang terdapat kasus serupa setelah
kehamilan berikutnya
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Plasenta previa dapat terjadi pada setiap kehamilan, walaupun insidennya meningkat
pada usia lanjut, multiparitas, riwayat oprasi, riwayat plasenta previa dan perokok. Diagnosis
dini sangatlah penting untuk menentukan prognosis dan merencanakan terapi. Setiap pasien
dengan perdarahan pervaginam pada trimester dua dan tiga, plasenta previa dan solutio plasenta
harus selalu dicurigai. Kemungkinan ini tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan yang
sesuai, termasuk USG jelas membuktikan ketiadaannya. Pemeriksaan dalam tidak boleh
dilakukan karena akan memperberat perdarahan yang sudah terjadi.
35

Komplikasi terbesar untuk ibu adalah perdarahan dan syok akibat perdarahan, sampai
kematian. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain Anemia karena perdarahan. Untuk
itu keadaan umum dan tanda vital adalah yang paling penting untuk diketahui pada pasien
dengan perdarahan pervaginam. Jika terjadi keadaan tersebut, syok harus segara ditangani dan
terminasi kehamilan diperlukan walaupun janin imatur.
Kehamilan pada plasenta previa dapat diakhiri melalui persalinan pervaginam ataupun
perabdominal. Tetapi persalinan pervaginam hanya dapat dilakukan jika plasenta hanya menutupi
sebagian dari jalan lahir. Satu - satunya cara untuk mengakhiri kehamilan pada plasenta previa
totalis adalah perabdominal.
Persalinan prematur adalah causa utama kematian perinatal walaupun sudah dilakukan
penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Untuk kasus ini, perencanaan mencakup
pencegahan kelahiran preterm dengan tokolisis, dan pematangan paru guna mempersiapkan bayi
lebih viabel untuk hidup diluar uterus. Untuk memperkecil kematian perinatal maka bayi
prematur harus dirawat secara intensif setelah lahir.

B. SARAN
Wanita hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya secara teratur di RS agar diagnosis
dini plasenta previa dapat dideteksi, sehingga kelahiran dapat direncanakan dengan baik.Edukasi
mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya perdarahan karena plasenta previa harus diberikan
pada waktu perawatan antenatal.
Plasenta previa sering terjadi pada usia lanjut dan multiparitas. Edukasi tentang faktor
predisposisi plasenta previa setelah melahirkan diperlukan untuk kehamilan selanjutnya.

36

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi 3, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwonoprawirojardjo. 1999.
2. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, Jakarta. EGC. 1998
3. Cherney, Allan et all. Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. McGraw
Hill companies. USA. 2003.
4. Placenta praevia.http://www.en.Wikipedia.org/wiki/Placenta_praevia.
5. Cunningham, F. Garry et all. Williams Obstetrics 21st ed. McGraw Hill companies.
USA.2001
6. Yoseph. Perdarahan Selama Kehamilan. http://www.CerminDuniaKedokteran.com
7. Saju Joy, IND. Placenta praevia. http://www.emedicine.com/med/topics3721.htm.

8. Gaufberg. V Slava. Abruptio Placenta. http ://www,emedicine.com/med/topic.


37

9. Greg Marrinan, MD, Plasenta Previa, Article Last Updated: Nov 6, 2008.

http:/www.emedicine.com/med/topic3425.htm
10. Patrick

Ko, MD, Plasenta Previa,

Article Last Updated: Aug 23, 2007.

http:/www.emedicine.com/med/topic5467.htm

38

Anda mungkin juga menyukai