Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perdarahan uterus abnormal meliputi perdarahan mensturasi yang tidak

normal dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik,
atau kanker. Diagnosis dan pengelolaan perdarahan uterus abnormal menyajikan
beberapa masalah yang paling sulit dalam ginekologi. Pasien mungkin tidak dapat
melokalisasi sumber perdarahan vagina, uterus, atau rektum. Pada wanita usia
produktif, komplikasi kehamilan harus selalu dipertimbangkan, dan harus selalu
diingat bahwa lebih dari 1 kesatuan dapat hadir, seperti mioma uteri dan kanker
serviks.1
Perdarhan uterus abnormal dapat ditangani dengan cepat dan tepat, bila di
ketahui etiologi / penyebab pasti yang dapat berupa kelainan struktur dan kelainan
non struktur. Kelainan struktur yang paling sering adalah mioma uteri terutama
mioma submukosum, polip, kanker endometrium, hiperplasia endometrium, dan
adneksitis. Kelainan non struktur seperti yang telah di klasifikasikan oleh
Federation international obstetric and gynecology ( FIGO ) dakam singkatan
PALM COEIN.1
Federation international obstetric and gynecology telah menyetujui sistem
klasifikasi baru ( PALM COEIN ) pada penyebab terjadinya perdarahan uterus
abnormal pada perempuan tidak hamil pada usia reproduksi. Dan dari sembilan
kategori pada sistem klasifikasi baru ( PALM COEIN ) oleh FIGO, empat
pertama di definisikan sebagai kriteria struktural yang objektif secara visual
seperti ( PALM : Polyp, Adenomyosis, Leiomyoma, dan Hyperplasia Malignancy
). Empat kedua tidak berhubungan dengan struktural yang abnormal ( COEI :
Coagulopathy, Ovulatory Dysfunction, Endometrial, dan Iatrogenic ), dan
kategori terakhir adalah entitas bahwa Not yet Classified ( N ).1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

DEFINISI
Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik

dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan
banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi
menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual
bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor
koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi
merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).1
Saat ini banyak istilah yang digunakan untuk terminologi keluhan
gangguan haid. Speroff menyebutkan berbagai defenisi tradisional pada gangguan
haid, yaitu menoragia, metroragia, oligomenorea, dan polimenorea. Terminologi
gangguan haid tersebut berdasarkan karakteristik haid normal yaitu durasi 4- 7
hari, jumlah darah 30- 80 ml, dan interval 24- 35 hari.

Tabel 1: Karakteristik haid normal 2

Definisi tradisional gangguan haid


Menoragia

: interval normal teratur tapi jumlah darah dan durasi lebih dari
normal

Metroragia

: interval tidak teratur dengan jumlah darah dan durasi lebih dari
normal

Oligomenorea : interval lebih dari 35 hari


Polimenorea : interval kurang dari 24 hari.3
Amenorea

: Tidak terjadi haid pada seseoramg perempuan dengan mencakup


salah satu dari 3 tanda berikut :
- Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya
pertumbuhan atau perkembangan tanda kelamin sekunder
(pertumbuhan payudara, rambut kemaluan dan ketiak)
- Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disesrtai adanya
perkembangan tanda kelamin sekunder
- Tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-turut
pada perempuan yang sebelumnya pernah haid

Tabel 2: Klasifikasi perdarahan uterus abnormal2


2.2

Epidemiologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed di Lady Willingdon

Hospital, Lahore, dari Agustus 2010 sampai Juli 2011 didapatkan sebanyak
2.109 perempuanatau sekitar 19,6% dari total 10.712 wanita yang mengunjungi
klinik pasien rawat jalan ginekologi yang didiagnosis menderita perdarahan uterus

abnormal. Kategorisasi PALM-COEIN dilakukan pada 991 (47%) kasus yang


menunjukkan 30 (3%) menderita polip, 15 (15%) adenomiosis, 250 (25%)
Leiomioma, 66 (6,6%) keganasan dan hiperplasia, 3 (0.3%) koagulopati , 236
(24%) disfungsi ovulasi, 48 (5%) endometritis, dan 53 (6%) iatrogenik. Sisanya
155 (15%) kasus yang tak terkategorikan.
2.3

Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal (PUA) itu merupakan

multifaktorial. Etiologi diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan jenis


perdarahan (jumlah, lama,saat terjadi PUA).
A.

PUA berdasarkan penyebab


International Federation of Gynecology and Obstetrics ( FIGO ) tahun

2011 membagi perdarahan uterus abnormal berdasarkan penyebabnya yang


disusun sesuai dengan akronim PALM-COEIN : polip, adenomiosis,
leiomioma,

keganasan

dan

hiperplasia,

koagulopati,

gangguan

ovulasi

endometrium, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan.


Secara umum, komponen dari kelompok PALM merupakan kelainan
struktural yang terukur secara visual, dengan menggunakan teknik-teknik
pencitraan, dan atau dengan menggunakan histopatologi sementara, sedangkan
kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai
dengan teknik pencitraan atau histopatologi.

Gambar 2.1 Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO.3


1) Polip (PUA-P)

Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus,


baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari
stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel
endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat
dengan adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang
lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui
serviks.1,4

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat


lokal mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa
milimeter sampai sentimeter. Polip endometrium terdiri dari
kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium.

Etiologi :
- Translokasi gen melibatkan kromososn 6 dan 12
- Pengaruh hormon estrogen dan progesteron sebagia mediator
yang bisa menyebabkan kelenjar endometrium, jaringan struma
dan arteri spiral menjadi panjang.
- Hipertensi dan obesitas
- Penggunaan obat tamoxifen
Gejala:

Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula


menyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan
banyak dan di luar siklus atau perdarahan bercak ringan

pasca menopause.1,4
Lebih dari 70% wanita dengan polip endometrium
mengeluhkan menoragia atau metroragia. Hal ini mungkin
disebabkan oleh adalah kongesti struma memicu terjadinya
vena stasis yang mengakibatkan adanya nekrosis dan

perdarahan.
Infertilitas, penelitian menunjukkan polip yang tumbuh
dekat ke ostium tuba akan menyebabkan kesulitan bagi

sperma untuk bermigrasi.


Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.1

Diagnostik:
o
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
dan

atau

histeroskopi,

dengan

atau

tanpa

hasil

histopatologi.

Gambar 2.2 Histeroskopi dan USG Polip Endometrium


o

Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan


stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan
dilapisi oleh epitel endometrium.1

Gambar 2.3 Histopatologi polip endometrium

Terapi:
o
o

Eksisi, namun cenderung berulang.


Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun

jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.


2) Adenomiosis (PUA-A)

Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium


ektopik yang berlokasi dalam di miometrium Adenomiosis ada
yang berbentuk diffuse (yang tertanam dalam miometrium) ada
yang

berbentuk

fokal

(berbentuk

fokal

nodular

dengan

pseudokapsul.1
Gejala:
o
Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau
sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik
o

kronik.1
Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan
perdarahan uterus abnormal berupa perdarahan banyak
yang terjadi dalam siklus.1,4

Diagnostik:
o
Pemeriksaan Fisik:

Fundus uteri membesar secara difus.

Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat


diamati tepat sebelum atau selama permulaan
o

menstruasi.
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam
jaringan endometrium pada hasil histopatologi. Hasil

histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan


o

stroma endometrium etopik pada jaringan miometrium.1


Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi
berdasarkan

penelitian

MRI

dan

USG.

Mengingat

terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk


mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan
jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan
sebagian

berhubungan

dengan

adanya

hipertrofi

miometrium.1

Gambar 2.4 Penebalan dinding uterus dan jaringan


kelenjar endometrium pada adenomiosis

Terapi:
o

Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan

kemampuan untuk memiliki anak.


Reseksi.
Terapi kuratif: histerektomi.

Penatalaksanaan
-

NSAID : penggunan pil kontrasepsi kombinasi atau regimen progestim


dapat menyebabkan atrofi endometrium dan menurunkan produksi

prostaglandin endometrium yang bisa memicu terjadinya dismenorea dan


menoragia. Penggunaan levonorgestrel terbukti juga efektif.
GnRH agonists or danazol : sama seperti tatalaksanan endometriosis

Histerektomi : prosedur operasi tergantung dari ukuran uterus dan patologi


dari abdominopelvik.

Endometrial ablation or resection menggunakan hysteroscopy terbukti


efektif mengobati dismenorea dan menoragia akibat adenomiosis.

Uterine artery embolization (Uterine Artery Embolization)

Gambar 2.5 Alur Pengobatan Adenomiosis

3) Leiomioma (PUA-L)
Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan
miometrium. Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
o
Submukosa

10

o
o

Intramural
Subserosa.

Gambar 2.6 Subklasifikasi Leiomioma 3


Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai
(pedunculated). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai
keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai
mioma lahir (myoom geburt).

Gambar 2.7 Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat


tumbuhnya di uterus

11

Gejala:
o

Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode,

ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan / atau


menggumpal, dalam dan di luar siklus. Pembesaran rahim
(bisa simetris ataupun berbenjol - benjol ). Seringkali
membesar saat kehamilan. Penekanan terhadap organ sekitar
uterus, atau benjolan pada dinding abdomen. Nyeri dan / atau
tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul. Peningkatan
frekuensi berkemih atau inkontinensia.

Diagnosis Banding:
o
Kehamilan.
o
Adenomiosis.
o
Karsinoma uteri.
Pemeriksaan Penunjang:
o
Darah lengkap dan urine lengkap.
o
Tes kehamilan.
o
Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai
perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi
lain

pada

rahim

(hyperplasia

atau

adenokarsinoma

endometrium).
o

USG.

Gambar 2.8 Mioma subserosa: tampak gambaran massa hipoekhoik


yang menonjol ke luar dinding uterus.

12

Gambar 2.9 Mioma intramural: tampak gambaran massa hipoekhoik


yang berada di dalam dinding uterus.

Gambar 2.10 Mioma submukosa: tampak gambaran massa


hipoekhoik yang menekan endometrial line

Terapi:
1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus
pada masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau
mioma lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan
dilatasi dan kuretase.
3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih
diperlukan dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan
tindakan

tersebut.

Biasanya

untuk

mioma

intramural,

subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah


cukup memadai.
4. Laparotomi histerektomi:
Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi.
Pertumbuhan tumor sangat cepat.

13

Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi


perdarahan terus menerus dan banyak serta tidak membaik
dengan pengobatan.

Gambar 2.11 Alur Pengobatan Leiomioma


4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari

lapisan endometrium. Gejala berupa perdarahan uterus abnormal.


Diagnostik:
o
Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan
keganasan merupakan penyebab penting PUA. Klasifikasi
keganasan dari hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi
WHO. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologi.

14

Gambar 2.12 Alur PengobatanHiperplasia Endometrium


5) Coagulopathy (PUA-C)
Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap

perdarahan uterus. Gejala berupa perdarahan uterus abnormal


Diagnostik:
o
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan
hemostatik sistemik yang terkait dengan PUA. 13% perempuan
dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostatis
sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit
von Willebrand.

15

6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)


Definisi: kegagalan ovulasi

yang

menyebabkan

terjadinya

perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik:
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA
dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan
jumlah darah yang bervariasi. Dahulu termasuk dalam criteria
perdarahan uterus disfungsional (PUD). Gejala bervariasi
mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga
perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan
oleh sindrom ovarium polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia,
hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia, atau
olahraga berat yang berlebihan.

16

Gambar 2.13 Alur Pengobatan Ovulatory Disfunction


7) Endometrial (PUA-E)
Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki

kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.


Gejala : perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik :
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan
dengan siklus haid teratur. Penyebab perdarahan pada
kelompok

ini

adalah

gangguan

hemostatis

local

endometrium. Adanya penurunan produksi faktor yang

17

terkait

vasokonstriksi

seperti

endothelin-1

dan

prostaglandin F2 serta peningkatan aktivitas fibrinolisis.


Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local
endometrium.

Diagnosis

PUA-E

ditegakkan

setelah

menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang


berovulasi.

Gambar 2.14 Alur Pengobatan Endometrial


8) Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau
breakthrough bleeding (BTB). Perdarahan sela terjadi karena
rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan
oleh sebagai berikut:
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan
pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low

18

molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi


PUA-C
9) Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.
B.

PUA berdasarkan jenis perdarahan

Tabel 3: Pembagian PUA Berdasarkan Jenis Perdarahan1


1.

Perdarahan uterus abnormal akut


Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan

haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk


mencegah kehilangan darah.
2.

Perdarahan uterus abnormal kronik


Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk

pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi
ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera seperti perdarahan
uterus abnormal akut.
3.

Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)


Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur.

Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang

19

sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi


metroragia.
2.4

Faktor Resiko Perdarahan Uterus Abnormal


Usia dam resiko terhadap kanker endometrium merupakan dasar untuk

evaluasi lebih lanjut pada perdarahan uterus abnormal, yaitu usia lebih 35 tahun,
siklus anovulasi, obesitas, dan nulipara. Kanker endometrium jarang didapatkan
pada perempuan usia 15- 19 tahun dan resiko meningkat berdasarkan usia. Angka
kejadian kanker endometrium meningkat dua kali pada kelompok usia 35- 39
tahun,

sehingga

american

college

of

obstetricians

and

gynecologist

merekomendasikan evaluasi endometrium pada perempuan usia diatas 35 tahun


yang mengalami perdarahan uterus abnormal. Evaluasi endometrium dilakukan
dengan

menggunakan

endometrium

serta

ultrasonografi

kepada

dan

perempuan

pengambilan
risiko

rendah

sampel

jaringan

terhadap

kanker

endometrrium yang tetap terjadi perdarahan setelah diberi pengobatan medis.3


2.5

Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal


1.

Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor

risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta


riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu
ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya
perdarahan uterus abnormal.1

Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan

haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu


perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von
Willebrand. 1

Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat

kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu


koagulasi.

20

Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan

hemostasis dengan sensitivitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih


lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif. 1

Gambar 2.15 Alur Perdarahan Uterus Abnormal

21

Gambar 2.16 Alur Terapi Uterus Abnormal

Tabel 4. Diagnosis banding PUA

22

2.

Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas


keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis
servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan indeks
massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau
manifestasi hipotiroid / hipertiroid, galaktorea ( hiperprolaktinemia ),
gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis ), purpura dan ekimosis
wajib diperiksa.1

3.

Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk

pemeriksaan pap smear. Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya


mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan. 1
Penilaian Ovulasi

Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.

Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi


amenorea.
Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron

serum fase luteal atau USG transvaginal bila diperlukan. 1


Penilaian Endometrium

Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua


pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:

Perempuan umur > 45 tahun

Terdapat faktor risiko genetik

USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks


yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium

Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara

Perempuan

dengan

riwayat

keluarga nonpolyposis

colorectal

cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan


rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun

23

Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan


uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan). 1

Penilaian Kavum Uteri

Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau


mioma uteri submukosum.

USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus


dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.

Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri


submukosum disarankan untuk melakukan Saline Infusion Sonography
(SIS) atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi
adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan. 1
Penilaian Miometrium

Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau


adenomiosis.

Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan


abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.

Pemeriksaan

adenomiosis

menggunakan

MRI

lebih

unggul

dibandingkan USG transvaginal. 1


4.Penatalaksanaan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai
kemungkinan kelainan organ, ternyata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai
berikut:
a. Menghentikan perdarahan mengatur menstruasi agar kembali normal:
- Medikamentosa :
Hormonal : kombinasi estrogen progestin, estrogen atau progestin
non hormonal : NSAID dan Antifibrinolisis
- Dilatasi dan kuretase : tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan
keganasan dan kegagalan dengan terapi medikamentosa
Penjelasan medikamentosa :
Kombinasi esterogen progestin

24

Perdarahan akut dan banyak biasanya membaik bila diobati dengan


kombinasi esterogen dan progesteron dalam bentuk pil kontrasepsi.
Dosis dimulai dengan 2x 1 tablet selam 5-7 hari dan setelah terjadi
perdarahan lucut dilanjutkan 1x1 tablet selama 3- 6 siklus. Dapat pula
diberikan dengan dosis tapering 4x1 tablet selama 4 hari, diturunkan
dosis menjadi 3x 1 tablet selama 3 hari, 2x1 selama 2 hari, 1x1 tablet
selam 3 minggu kemudian berhenti tanpa obat selama 1 minggu,
dilanjutkan pil kombinasi 1x1 tablet selama 3 siklus.
Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan menurangi jumlah darah
haid sampai 60% dan patofisiologi terjadinya kondisi anovulasi akan
terkoreksi sehingga perdarahan akut dan banyak disembuhkan
Esterogen
Terapi esterogen dapat diberikan dalam 2 bentuk intravena atau oral,
tetapi sediaan intravena sulit didapat di indonesi. Pemberian esterogen
oral dosis tinggi cukup efektif untuk mengatasi perdarahan uterus
abnormal, yaitu esterogen konjugasi dengan dosis 1,25 mg atau 17
estradiol 2 mg setiap 6 jam selma 24 jam. Setelah perdarahan berhenti
dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual
bisa terjadi pada pemberian terapi esterogen.
Progestin
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat
selama 14 hari diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan
bila ada kontraindikasi terhadap esterogen. Saat ini tersedia beberapa
sediaan progestin oral yang

bisa digunakan yaitu

medroksil

progesterona setat (MPA) dengan dosis 2x 10 mg. Noretisteron asetat


dosis 2x5 mg. Didrogesteron dosis 2x10 mg dan normegetrol asetat
dosis 2x5 mg. Dalam pemilihan jenis progestin harus diperhatikan dosis
yang kuat untuk menghentikan perdarahan uterus abnormal. Progestin
merupakan anti esterogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 17

hidroksisteroid

dehidrogenase

dan

sulfotranferase

sehingga

mengonversi estradiol menjadi estron. Progestin akan mencegah


terjadinya endometrium hiperplasia.
b. Mengatur menstruasi agar kembali normal

25

Bila hemodinamik stabil, maka penanganan PUA dilakukan sama seperti


Tata cara penanganan PUA dengan bentuk perdarahan akut dan banyak.
Medikamentosa yang dipakai adalah kombinasi estrogen progestin atau
progestin dan estrogen.
Usia Remaja
- Kombinasi estrogen progesteron (pil kontrasepsi kombinasi)
- Progestin siklik, misalnya medroksi progesteron asetat (MPA) dosis 10
mg/hari selama 14 hari. 14 hari berikutnya tanpa diberikan obat. Kedua
obat diats diulang selama 3 bulan
Usia Reproduksi
- Paritas multipara : berikan kontrasepsi hormon
- Infertilitas dan ingin hamil : berikan obat induksi ovulasi
Usia perimenopause
- Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau injeksi DMPA
( Depo Medroxy Progesteron acetat)
c. Transfusi jika kadar hemoglebin (Hb) kurang dari 8 gr%
d. Pembedahan : Bila terjadi terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi
Tindakan
Histeroskopi operatif
Mimektomi (abdominal, laparoskopik,
histeroskopik)
Reseksi endometrial transervikal
Ablasi endometrium (thermal ballon/roller
ball)
Embolisasi arteri uterina
Histerektomi

Alasan
Abnormalitas struktur intrauteri.
Mioma uteri
Terapi menoragia atau menometroragia resisten
Terapi menoragia atau menometroragia resisten
dalam rangka penatalaksanaan perdarahan
uterus akut yang resisten
Mioma uteri
Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium

a. Perdarahan uterus abnormal akut


1.

Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik


dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap.

2.

Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan.

3.

Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik.

4.

Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konyugasi (EEK) 2.5 mg per oral
setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM
setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3 x 1
gram atau anti inflamasi non-steroid 3 x 500 mg diberikan bersama
EEK. Untuk pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no. 10 ke

26

dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24
jam.
5.

Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan
kuretase (D&K).

6.

Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral


kombinasi (KOK) 4 kali 1 tablet perhari (4 hari), 3 kali 1 tablet perhari
(3 hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1 tablet sehari (3
minggu), kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu
dengan jeda 1 minggu sebanyak 3 siklus atau Levonorgestrel
Intrauterine System (LNG-IUS).

7.

Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat


(MPA) 10 mg perhari (7 hari), siklik, selama 3 bulan.

8.

Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya, injeksi gonadotropinreleasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan. GnRH diberikan 2-3 siklus
dengan interval 4 minggu.

9.

Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari


penyebab

perdarahan.

Lakukan

pemeriksaan

USG

transvaginal

(TV)/transrektal (TR), periksa darah perifer lengkap (DPL), hitung


trombosit, prothrombin
time (aPTT) dan thyroid

time (PT), activated


stimulating

partial

thromboplastin

hormone (TSH). Saline-infused

sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat


tebal,

untuk

melihat

adanya

polip

endometrium

atau

mioma

submukosum. Jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi


office.
10.

Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka
dapat dilakukan

terapi pembedahan seperti ablasi endometrium ,

miomektomi, polipektomi, histerektomi.1

27

Tabel 5. Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Akut dan


Banyak

b. Perdarahan uterus abnormal kronik

Jika dari anamnesis yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami


satu atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan
dalam 3 bulan terakhir.

Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah


perifer lengkap wajib dilakukan.

Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut.

28

Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat


memicu PUA dan lakukan pula pemeriksaan penyakit koagulopati bawaan
jika terdapat indikasi.

Pastikan apakah pasien masih menginginkan keturunan.

Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan


penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan
pasien

untuk

memiliki

keturunan

dapat

menentukan

penanganan

selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer


lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid,
prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis. 1

Tabel 6. Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal


Kronik 3

29

Tabel 7. Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Irreguler

BAB III

30

KESIMPULAN
Perdarahan uterus abnormal meliputi perdarahan mensturasi yang tidak
normal dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik,
atau kanker. Diagnosis dan pengelolaan perdarahan uterus abnormal menyajikan
beberapa masalah yang paling sulit dalam ginekologi. Pasien mungkin tidak dapat
melokalisasi sumber perdarahan vagina, uterus, atau rektum. Pada wanita usia
produktif, komplikasi kehamilan harus selalu dipertimbangkan, dan harus selalu
diingat bahwa lebih dari 1 kesatuan dapat hadir, seperti mioma uteri dan kanker
serviks.
Berdasarkan International Federational

Gynecology

and

Obstetrics (

FIGO ), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim
PALM-COEIN

yakni;

polip, adenomiosis,

leiomioma,

malignancy

and

hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not


yet classified.
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi. Penatalaksanaan dan diagnosis tergantung dari
masing masing klasifikasi tersebut. Tetapi ada penatalaksanaan secara umum
untuk mengatasi perdarahan dibagi atas penatalaksanaan uterus abnormal akut dan
kronik.

Anda mungkin juga menyukai