PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak tahun 1995, program pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah
dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse
chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO. Kemudian berkembang seiring
dengan pembentukan GERDUNAS-TBC, maka pemberantasan penyakit Tuberkulosis
Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC).
Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan
yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan
yang paling cost-effective.
Dasar kebijaksanaan :
1. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada
April 1994. (Indonesia WHO joint evaluation on National TB Program)
2. Lokakarya Nasional Program P2TBC pada September 1994
3. Dokumen perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994.
4. Rekomendasi Komite Nasional Penanggulangan TBC paru (KOMNAS-TBC, 9
September 1996)
5. Gerdunas-TBC (Gerakan Nasional Penanggulangan Tuberkulosis) 24 Maret 1999
Dengan strategi DOTS, manajemen penanggulangan TBC di Indonesia,
ditekankan pada tingkat kabupaten / kota.
a. Masalah dunia
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita
baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of tuberculosis,
23
Guidelinesfor
National
Programmers,
1997).
Di
negara-negara
b. Masalah indonesia
Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :
Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 580.000 kasus baru
TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000. Secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk indonesia terdapat 130 penderita
baru TBC paru BTA positif.
24
Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap
dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC
terhadap Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistence
(MDR).
Kelurahan Bangkinang
25
1.2.2.1.1.2
Kelurahan Langgini
1.2.2.1.1.3
Desa Kumantan
1.2.2.1.1.4
26
No
Tahun
2014
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
18.647
18.393
Sex Ratio
101,38 %
: 20
2. TK
: 18
3. SD
: 25
4. SLTP
5. SLTA
: 11
6. Perguruan Tinggi
8
3
27
: 20
8. TK
: 18
9. SD
: 25
10. SLTP
11. SLTA
: 11
8
3
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
iii.
Kesehatan Jiwa
iv.
v.
vi.
vii.
1.2.7
29
Tabel 1..
Pada tabel diatas dapat dilihat data pencapaian dari bulan Januari
sampai
Desember
2014,
pemantauan
ini
dilakukan
secara
berkesinambungan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar.
Untuk lebih jelasnya cakupan pencapaian program sesuai SPM dapat
diamati dalam grafik berikut ini yang dikelompokkan dalam jenis
pelayanan dasar.
1. CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PENDERITA PENYAKIT
(AFP, PNEUMONIA, TBC BTA+, DBD DAN DIARE) PADA UPTD
PUSKESMAS BANGKINANG KOTA TAHUN 2014
30
Grafik 12
CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PENDERITA PENYAKIT (AFP, PNEUMONIA, TBC BTA+, DBD DAN DIARE) PADA UPTD PUSKESMAS BANGKINANG KOTA TAHUN 2014
100
90
75
80
70
62
59
60
50
40
30
20
0
12
5 3
1
10
2 1
0
00 0
00 0
75
0
00
Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit (AFP, Pneumonia, TBC BTA
+, DBD dan Diare) penemuan terbanyak penyakit diare dan rata-rata di seluruh
desa/kelurahan kecamatan Bangkinang Kota, dan semuanya tertangani 100 %
sebagaimana yang diamanatkan SPM.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan skoring PAHO yang telah dilakukan dan komitmen global bahwa
TB Paru merupakan masalah kesehatan nasional serta rendahnya angka cakupan
program TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang Kota maka ditetapkan
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara peningkatan angka cakupan penemuan suspek Tuberkulosis
Paru di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang kota pada tahun 2016 ?
2. Bagaimana cara peningkatan angka cakupan Tuberkulosis Paru BTA (+)
diobati sembuh di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang kota tahun 2016 ?
1.4
Tujuan Kegiatan
31
1.4.1
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1.5
Manfaat Kegiatan
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUBERKULOSIS
2.1.1. Kuman dan cara penularan
A. Tuberkulosis dan kuman Tuberkulosis
33
Tuberkulosis adalah penyakit menular lansung yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman tuberkulosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA).
Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari lansung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur lama selama beberapa tahun.
B. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman
TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran nafas, atau penyebaran lansung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
C. Risiko Penularan
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah denga ARTI
sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TBC, hanya sekitar
10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TBC.
Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah ARTI 1%,
maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita tuberkulosis setiap tahun.
Dimana 50 penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang
menjadi penderita TBC adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk
atau HIV/AIDS.
2.1.2. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
34
A. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman
TBC kekelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umunya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampumenghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
B. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
2.1.3. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setembat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmonal (Cardio Pulmonary Insufficiency).
35
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
2.1.4. Perjalanan Alamiah TBC Yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita TBC akan meninggal, 25%
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang
tetap menular (WHO, 1996).
2.1.5. Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TBC akan
meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat pula.
2.2. DIAGNOSIS PENDERITA TUBERKULOSIS
2.2.1. Gejala-gejala Tuberkulosis
Gejala utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau
lebih. Gejala tambahan yang paling sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batu darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang
lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit selain tuberkulosis. Oleh
sebab itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap
sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TBC, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis lansung.
2.2.2. Penemuan penderita Tuberkulosis
A. Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa
36
Kalau hasil Rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita
TBC BTA positif.
Kalau fasilitas rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya kotrimoksazol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
37
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diangnosis TBC.
Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnois sebagai penderita TBC BTA
negatif rontgen positif
Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen
dada.
Bagan - 1
Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa
38
Di Indonesia, pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan
diagnosis TBC pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC. Suatu uji tuberkulin positif
hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium
tuberculosis. Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TBC milier dan
morbili.
Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil
dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi, dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan
jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis,
gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya TBC pada anak kalau terdapat tanda-tanda
yang mencurigakan atau gejala seperti di bawah ini:
1. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau:
Mempunyai sejarah kontak erat (Serumah) dengan penderita TBC BTA positif.
Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (Dalam 3-7 hari).
Terdapat gejala umum TBC.
2. Gejala umum TBC pada anak:
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik
(Failure to thrive).
Nafsu makan tidak ada (Anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
dada.
Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan di abdomen dan tanda-tanda cairan di
abdomen.
3. Gejala spesifik:
Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang,
misalnya:
TBC kulit
TBC tulang dan sendi
Spondilitis, gibbus.
Koksitis, pincang, pembengkakan di pinggul.
Tulang lutut, pincang dan atau bengkak.
Tulang kaki dan tangan.
TBC otak dan saraf:
40
sulit,
harus
hati-hati,
kemungkinan
bila
overdiagnosis
atau
Milier.
Atelektasis atau kolaps konsolidasi.
Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal.
Konsolidasi (Lobus).
Reaksi pleura atau efusi pleura.
41
Kalsifikasi.
Bronkiektasis.
Kavitas.
Destroyed lung.
Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen harus
dicurigai TBC.
Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan posteroanterior dan lateral, tetapi kalau
tidak mungkin posterioranterior saja.
7. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan
dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara
biakan memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TBC
dengan menggunakan Polymerase chain reaction atau Bactec masih belum dipakai
dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP,
Mycodot dan lainnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian
dalam klinis praktis.
42
Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA positif.
Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (Dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG.
Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik.
4. Sakit dan demam lama atau berualang, tanpa sebab yang jelas.
5. Batuk-batuk yang lebih dari 3 minggu.
6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik.
7. Skrofuloderma.
8. Konjungtivitis fliktenularis.
9. Tes tuberkulin yang positif.
10. Gambaran foto rontgen sugestif TBC.
BILA 3 POSITIF
Dianggap TBC
Beri OAT
Observasi 2
bulan
Membaik
TBC
OAT
diteruskan
Memburuk/Tetap
Bukan TBC
43
TBC MDR
Rujuk ke RS
PERHATIAN:
Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti:
Kejang
Kesadaran menurun
Kaku kuduk
Benjolan di punggung
Dan kegawatan lain
Segera rujuuk ke RS.
Gejala klinik
Uji tuberkulin
Foto rontgen paru
Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pmemeriksaan Patologi anatomi
46
Bila seseorang penderita TBC paru juga mempunyai TBC ekstra paru,
maka untuk kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat
47
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
b. Kasus Kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selasai pengobatan ulang kategori 2.
2.4. PEMERIKSAAN DAHAK SECARA MIKROSKOPIS LANGSUNG
Dalam program penanggulangan TBC, diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis pasti TBC melalui pemeriksaan kultur atau
biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat
sekitar 6 minggu) dan makal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis
langsung nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium
dapat melaksanakan. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis bersifat spesifik dan cukup
sensitif.
Mycrobacterium tuberculosis
mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol. Karena itu
disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman baru dapat dilihat di bawah mikroskop bila
jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam satu mili-liter dahak. Dahak yang baik untuk
diperiksa adalah dahak kental dan purulen (mucopurulen) berwarna hijau kekuning-kuningan,
dengan volume 3-5 ml tiap pengambilan.
1. Tujuan Pemeriksaan Dahak
Tujuan pemeriksaan dahak
1. Menegakkan diagnosis dan menunjukkan kalsifikasi/tipe
2. Menilai kemajuan pengobatan
3. Menentukan tingkat penularan.
2. Daftar Tersangka Penderita (Suspek) TBC
Suspek yang diambil dahaknya harus dicatat pada Formulir TB
1. Yang harus dicatat dalam formulir TB, adalah :
1) Nomor urut
2) Nomor identitas sediaan dahak
3) Nama tersangka penderita
4) Umur dan jenis kelamin
5) Alamat lengkap
6) Tanggal dan hasil pemeriksaan dahak
7) Nomor registrasi laboratorium
48
49
4) Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus
dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman
TBC.
3. Bila seseorang sulit mengeluarkan dahak, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Di rumah : malam hari sebelum tidur, minum satu gelas teh manis atau
menelan tablet gliserin guayakolat 200 mg.
2) Di UPK : melakukan olah raga ringan (lari-lari kecil) kemudian menarik nafas
dalam, beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nadas ditahan selama mungkin
lalu disuruh batuk.
4. Cara pengumpilan dahak
Pengumpulan dahak dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1) Beri label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan dahak
(TB.06)
2) Buka pot dahak, dengan tutupnya dan berikan pot itu kepada suspek.
3) Berdiri di belakan suspek, minta dia memegang pot itu dekat ke bibirnya dan
membatukkan dahak kedalam pot.
4) Tutup pot dengan erat.
5) Petugas harus cuci tangan dengan sabun dan air.
4. Pemberian Nomor Identitas Sediaan
Kaca sediaan dipegang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari pada
pada pot dahak dengan menggunakan spidol permanen atau pinsil kaca.
Pemberiaan nomor identitas sediaan bertujuan untuk mencegah kemungkinan
tertukarnya sediaan, baik yang bersal dari UPK itu sendiri maupun dari UPK
lain.
Nomor identitas sediaan terdiri dari 3 kelompok angka dan 1 huruf, sebagai
berikut :
Kelompok angka pertama terdiri dari 2 angka, misalnya 02, yang
merupakan nomor urut kabupaten / kota
Kelompok angka kedua juga terdiri dari 2 angka, misalnya 15, yang
merupakan nomor urut UPK 15, yang merupakan nomor urut UPK.
Kelompok angka ketiga terdiri dari 3 angka, misalnya237, yang
merupak nomor urut sediaan. Nomor urut sediaan dimulai dengan
nomor 001 setiap awal tahun.
Huruf A atau B atau C, A menunjukkan dahak sewaktu, B untuk dahak
pagi, dan c untuk dahak sewaktu kedua.
50
6) Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCl Alkohol 3%) sampai warna
merah fushcin hilang.
7) Bilas dengan air mengalir pelan.
8) Teteskan larutan Methylene Blue 0,3% pada sediaan smpai menutupi seluruh
permukaan.
9) Diamkan 10-20 detik.
10) Bilas dengan air mengalir pelan.
11) Keringan sediaan datas rak pengering di udara terbuka (jangan di bawah sinar
matahari langsung)
3. Pembacaan Hasil
Sediaan yang telah diwarnai dab sudah kering diperiksa dibawah mikrskop
binokuler.
pembacaan sediaan dahak :
1) Cari lebih dahulu lapang pandang dengan objektif 10x
2) Teteskan satu tetes minyak emersi diatas hapusan dahak
3) Periksa dengan menggunakan lensa okuler 10x dan objektif 100x
4) Carilah Basil Tahan Asam (BTA) yang berbentuk batang berwarna merah
5) Periksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam waktu kurang lebih 10
menit, dengan cara menggeserkan sediaan menurut arah seperti gambar di
bawah ini.
Catatan :
Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan
harus diulang dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya
6)tetap
Sediaan
telah diperiksa
kemudian
direndam
dalam xylol4-9
selama
1-3dahak
BTA,yang
hasilnya
dilaporkan
negatif.
Bila ditemukan
15-30 menit, lalu disimpan dalam kotak sediaan. Bila menggunakan anisol,
sediaan dahak tidak perlu direndam dalam xylol.
Pembacaan hasil
Pembacaan
hasil
pemeriksaan
sediaan
dahak
dilakukan
dengan
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +atau (1+)
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+).
5) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ atau (3+)
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan
penyakit dan tingkat penularan penderita tersebut.
8. Pencatatan Hasil Pembacaan
Hasil bacaan harus dicatat dalam buku register laboratorium (TB.04). Tiap
catatan hasil pembacaan, diberi nomor register laboratorium sesuai urutan tanggal
pemeriksaan. Alasan pemeriksan (apakan untuk diagnosis atau untuk follow-up
pengobatan) penting untuk dicantumkan. Hasil pemeriksaan dengan memasukkan 1+,
2+, atau 3 + sesuai gradasi hasil pembacaan ditulis dengan tanda rumput pada kotak
yang sesuai.
9. Penyimpanan Sediaan Untuk Di Cross Check
Dalam menjaga mutu pemeriksaan dahak, perlu dilakukan pemerikasaan cross
check dari sediaan yang sudah diperiksa. Sebab itu, semua sediaan (untuk diagnosis
dan follow up)nyang sudah selesai diperiksa, naik sediaan yang BTA positif maupun
yang sediaan BTA negatif, harus disimpan dengan baik dalam suatu kotak sediaan.
Sediaan positif harus disimpan terpsah dari sediaan yang negatif. Sekali setiap
triwulan, pada waktu melakukan supervisi, petugas kabupaten / kota akan mengambil
satu sediaan untuk setiap penderita dari semua pendarita BTA positif dan satu sediaan
untuk setiap penderita dari 10% penderita BTA negatif. Sediaan tersebut diambil
secara acak untuk di cross check ke Balai Laboratorium Kesehatan atau laboratorium
rujukan lain yang ditunjuk.setelah pengambilan sampel untuk di cross check, sisa
sediaan dapat dimusnahkan dengan memperhatikan prosedur keamaan dan
keselamatan kerja. Tata cara pelaksanaan cross check akan diterangkan dalam bab
tersendiri.
10. Pembuangan Limbah Laboratorium
Pot dengan sisa-sisa dahak yang sudah selesai diperiksa (tutup pot harus
dilepas) dan bahan- bahan lain yang sudah terkontaminasi dengan dahak harus
direndam kedalam suatu tempat penampungan(ember) yang telah berisi larutan
sodium hipoklorit 5% atau larutan fenol 5% selama semalam. Alkohol tidak dapat
mengganti fungsi dari sodium hipoklorit atau fenol tersebut diatas. Bila tersedia
54
otoklaf, bahan-bahan tersebut selanjutnya dimasukan kedalam otoklaf dan steril pada
suhu 121 derajat celcius selama 15 menit. Bila tidak tersedia otoklaf, bahan-bahan
tersebut direbus sampai mendidih selama 60 menit. Selanjutnya dibakar atau dikubur.
Kaca sediaan yang telah dipakai tidak dapat dapat dipakai ulang, harus dibuang yaiu
dengan dikubur.
11. Keamanan Kerja Di Laboratorium
Spesimen dahak dan bahan kimia lainnya, misalnya reagens, bila tidak
dikelola dengan benar, akan memnpunyai risiko terhadap gangguan kesehatan atau
penyakit bagi petugas dan masyarakat sekitar laboratorium tersebut.
Untuk menghindari dan mencegah terjadinya risiko tersebut, maka setiap
petugas harus melaksanakan ketentuan dan prosedur keamanan kerja di laboratorium
dengan taat, baik dan benar, mulai dari pengumpulan dahak, pembuatan sediaan dan
pembuangan sisa dahak.
Ketentuan penting yang harus diperhatikan petugas laboratorium :
Pakailah jas laboratorium saat berada dalam ruang pemeriksaan atau ruang
laboratorium. Tinggalkan jas laboratorium di ruangan laboratorium setelah
selesai bekerja.
Semua bahan kimia harus dianggap berbahaya, oleh karena itu harus ditangani
dengan hati-hati
Dilarang memipet dengan mulut. Gunakan alat bantu pipet (pipette bulb) atau
pipet otomatis
Bersihkan semua alat bekas pakai dengan desinfektan setiap kali selesai
bekerja
55
1) Persiapan penderita
2) Pengambilan dan penanganan specimen
3) Pemeliharaan alat / mikroskop
4) Uji kualitas reagen/ larutan pewarna
5) Penyusunan prosedur tetap
6) Pencatatan serta pelaporan.
Melakukan validasi hasil pemeriksaan / cross check
Melaksanakan audit
Mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal mikroskopis BTA
Melaksanakan praktek laboratorium yang benar
melaksanakan praktek pembuatan reagen Ziehl Neelsen yang benar.
logam
Simpan mikroskop di dalam kontak penyimpan mikroskop, dengan cahaya
lampu 5 watt atau serbuk pengering (silica gel) dalam jumlah yang cukup.
Perlu diingat bubuk pengering tersebut berwarna biru bila masih kering
(masih aktif bekerja) dan akan menjadi warna merah muda bila basah
(tidak aktif lagi). Oleh karena itu, begitu silica gel tersebut berwarna
merah muda, segera ganti dengan silica gel yang baru panaskan sampai
sesudah digunakan.
Selalu bersihkan lensa objektif 100 x dari oli emersi setelah selesai
digunakan
Jangan gunakan alcohol atau spritus untuk membersihkan lensa, sebab
kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis10mg/kgBB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant(persister)yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10mg/kgBB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
3. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
susasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kgBB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35mg/kgBB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15mg/kgBB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita
yang berumur tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15mg/kgBB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis
30mg/kgBB.
C. Prinsip Pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dinunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif.
58
Kategori 3
2HRZ / 4H3R3
2HRZ / 4HR
2HRZ / 6HE
: 2HRZE / 4H3R3
Kategori 2
Kategori 3
: 2HRZ / 4H3R3
59
Lamanya
Pengobata
Pengobata
Tablet
Kaplet
Tablet
Tablet
hari
isoniazi
Rifampisi
Pirazinami
Etambuto
kali
menela
d @300 n
mg
Jumlah
/
n obat
@450 mg
@500 mg
@250 mg
Tahap
intensif
2 bulan
60
4 bulan
54
(dosis
harian)
Tahap
lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)
Keterangan : Dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg
B. KATEGORI 2 (HRZES / HRZE /5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniazid(H), Rifampisin(R), Pirazinamid(Z), Etambutol(E) dan suntikan Streptomisin
setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid(H), Rifampisin(R),
60
Tahap
Lamany
Tablet
Kaplet
Tablet
Etambutol
Streptomi Jumla
Isonia
Rifampi
Pirazina
Tabl
Tabl
sin
h Hari
Pengoba
zid
sin
mid
et
et
injeksi
/ kali
@300
@450
@500 mg
@25
@50
mg
mg
2 bulan
1 bulan
5 bulan
tan
Tahap
menel
an
0 mg 0 mg
-
obat
0,75 gr
60
30
66
Intensif
(dosis
harian)
Tahap
Lanjuta
n
(dosis 3
x
seming
gu)
Keterangan :dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90
blister HRZE untuk tahap intensif, dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan, masingmasing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu,
61
disediakan 30 vial streptomisin @1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan
aquabidest) untuk tahap intensif.
C. KATEGORI 3 (2HRZ / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan(2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu(4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Tahap
Lamanya
Tablet
Kaplet
Tablet
Jumlah hari
Pengobatan
Pengobatan
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
menelan
@300mg
@450mg
@500mg
2 bulan
60
4 bulan
54
Tahap Intensif
obat
(dosis harian)
Tahap
Lanjutan
(dosis
seminggu)
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masingmasing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
D. OAT SISIPAN (HRZE)
62
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak BTA masih positif, diberikan obat sisipan(HRZE) setiap hari
selama 1 bulan.
Tabel 13 : Paduan OAT Sisipan
Tahap
Lama
Tablet
Kaplet
Tablet
Tablet
Jumlah
Pengobatan
Pengobatan
Isoniazid
Rifamfisin
Pirazinamid
Ethambutol
hari/kali
@ 300mg
@ 450 mg
@ 500 mg
@ 250 mg
menelan
obat
Tahap
intensif
(dosis
1 bulan
30
harian)
Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.
E. Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan TBC Pada Orang Dewasa
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak dapat dipakai
untuk memantau kemajuan pengobatan.
Untuk memantau kemajuan pen gobatan dilakukan pemeriksaan specimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila
ke-2 specimen tersebut negatif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada :
1. Akhir tahap intensif
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan penderita baru
BTA positif dengan katagori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3
pengobatan ulang penderita BTA positif dengan katagori 2
63
3. Akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita
baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 8
pengobatan ulang BTA positif, dengan kategori 2.
Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir
pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh, atau
gagal).
Penderita
dinyatakan
sembuh
bila
penderita
telah
menyelesaikan
pengobatannya secara oengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling
sedikit 2 (dua)kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan
sebelum AP, dan satu pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Contoh :
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP), pada
65
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada
akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang
Uraian
Hasil BTA
Tindak Lanjut
Negatif
Tahap lanjutan
TBC
Akhir tahap
dimulai.
Intensif
Dianjurkan
Penderita baru
Positif
dengan OAT
BTA positif
sisipan selama
dengan
1bulan.Jika
pengobatan
setelah sisipan
kategori 1
masih tetap
positif, tahap
lanjutan tetap
diberikan
66
Sebulan sebelum
Akhir
Pengobatan
Atau
Akhir
Negatif
Sembuh
keduanya
Gagal, diganti
Positif
pengobatan
(AP)
dengan OAT
kategori 2 mulai
dari awal.
Negatif
Teruskan
pengobatan
Akhir Intensif
dengan tahap
lanjutan
Beri sisipan 1
Penderita BTA
Positif
positif dengan
bulan. Jika
setelah sisipan
pengobatan ulang
masih tetap
kategori 2
positif, teruskan
pengobatan tahap
lanjutan . jika ada
fasilitas, rujuk
untuk uji
kepekaan obat.
Negatif
Sebulan sebelum
Akhir
pengobatan
Atau
Akhir
pengobatan
Sembuh
keduanya
Belum ada
Positif
pengobata,
disebut kasus
kronik, jika
mungkin, rujuk
kepada unit
pelayanan
spesialistik. Bila
tidak mungkin,
bari INH seumur
67
hidup.
Penderita BTA (-)
& Ro (+) dengan
Negatif
Terus ke tahap
Akhir Intensif
lanjutan
pengobatan
Ganti dengan
Positif
kategori 3
kategori 2 mulai
(ringan) atau
dari awal.
kategori 1 (berat).
dinyatakan
sembuh
bila
penderita
telah
menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling
sedikit 2 (dua) kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan
sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Contoh
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP),
pada sebulan sebelum AP, dan pada akhir Intensif.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir
intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang
dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah
sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaan
ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan
pada setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun
pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
68
69
1 diberikan
putus
berobat,
dan bagaimana
hasil
pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat. Untuk jelasnya lihat pada tabel6 dan tabel-7 berikut.
Tabel :15
PENGOBATAN PENDERITA TBC BARU BTA POSITIF
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Lama
Lama
Perlu
Hasil
Dicatat
Tindakan
pengobatan
pengobatan
tidaknya
pemeriksaa
kembali
pengobatan
sebelumnya
terputus
pemeriksaa
n dahak
sebagai
---
---
n dahak
< 2 minggu
Tidak
Kat-1
Kurang Dari
1 bulan
Lanjutkan
2 8 minggu
Tidak
---
---
Mulai
Lagi
Kat-1
Dari
Awal
Positif
> 8 minggu
---
Ya
Mulai
Lagi
Kat-1
Dari
Awal
Negatif
---
Lanjtukan
Kat-1
< 2 minggu
Tidak
--70
---
Lanjutkan
Kat-1
1 2 bulan
Positif
2 8 minggu
---
Ya
Tambahkan 1
Bulan
Sisipan
Negatif
---
Lanjutkan
Kat-1
Positif
Ya
> 8 minggu
Negatif
Pengobatan
Mulai
setelah
Dengan Kat-
default
2 Dari Awal
Pengobatan
Lanjutkan
setelah
Kat-1
default
< 2 minggu
Tidak
---
---
Lanjutkan
Kat-1
Positif
>
2 8 minggu
---
Dengan Kat-
Ya
2bula
Mulai
2 Dari Awal
Negatif
---
Lanjutkan
Kat-1
Positif
>
8 Ya
mingg
Negatif
Pengobatan
Mulai
setelah
Dengan Kat-
default
2 Dari Awal
Pengobatan
Lanjutkan
setelah
Kat-1
default
Tabel : 16
PENGOBATAN PENDERITA TBC DENGAN KATEGORI 2
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Lama
Lama
Perlu
Hasil
Dicatat
Tindakan
pengobatan
pengobatan
tidaknya
pemeriksaa
kembali
pengobatan
71
sebelumnya
terputus
pemeriksaa
n dahak
sebagai
---
---
n dahak
< 2 minggu
Tidak
Kat-2
Kurang Dari
2 8 minggu
1 bulan
Lanjutkan
Tidak
---
---
Mulai
Lagi
Kat-2
Dari
Awal
Positif
> 8 minggu
---
Ya
Mulai
Lagi
Kat-2
Dari
Awal
Negatif
---
Lanjtukan
Kat-2
< 2 minggu
Tidak
---
---
Lanjutkan
Kat-2
1 2 bulan
Positif
2 8 minggu
---
Ya
Tambahkan 1
Bulan
Sisipan
Negatif
---
Lanjutkan
Kat-2
Positif
Ya
> 8 minggu
Negatif
Pengobatan
Mulai
setelah
Dengan Kat-
default
2 Dari Awal
Pengobatan
Lanjutkan
setelah
Kat-2
default
< 2 minggu
Tidak
---
---
Lanjutkan
Kat-2
Positif
>
2bula
n
2 8 minggu
---
Mulai
Dengan Kat-
Ya
2 Dari Awal
Negatif
72
---
Lanjutkan
Kat-2
Positif
>
8 Ya
mingg
Negatif
Pengobatan
Mulai
setelah
Dengan Kat-
default
2 Dari Awal
Pengobatan
Lanjutkan
setelah
Kat-2
default
H. Pengawas Menelan Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO
1) Persyaratan PMO
Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan
dihormati oleh penderita
Seorang yang ditinggal dekat dengan penderita
Bersedia membantu penderita dengan sukarela
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan penderita
2) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru imunisasi, dan lain-lain. Bila
tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya
atau anggota keluarga.
3) Tugas seorang PMO
Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktuwaktu yang telah ditentukan.
73
gejala-gejala
tersangka
TBC
untuk
segera
Tabel 17 :
JENIS DAN DOSIS OBAT TBC ANAK
Jenis Obat
BB
< 10 kg
BB
10 20 kg
BB
20 33 kg
Isoniasid
50 mg
100 mg
200 mg
Rifampisin
75 mg
150 mg
300 mg
Pirasinamid
150 mg
300 mg
600 mg
75
harus
dikontrol.
Perlu
diperhatikan
bahwa penggunaan
Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena
mempunyai komplikasi terhadap mata.
Penderita-penderita TBC yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa penderita seperti :
Meningitis
TBC milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
TBC Pleuritis eksudativa
TBC Perikarditis konstriktiva.
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam
kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera
Isoniasid (INH)
Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5%
penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus membaik. Bila
tanda-tanda hepatitis-nya berat maka penderita harus dirujuk ke UPK spesialistik.
Efek samping INH yang ringan dapat berupa:
78
Tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan
kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (vitamin B6
Bila terjadi efek samping ini pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis.
Rifampisin
Rifampisin bila diberikan sesuai dosis yang dianjurkan, jarang menyebabkan
efek samping, terutama pada pemakaian terus-menerus setiap hari. Salah satu efek
samping berat dai Rifampisin adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang terjadi.
Alkoholisme, penyekit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat hepatotoksis
yang lain secara bersamaan akan meningkatkan resiko terjadinya hepatitis. Bila terjadi
ikterik (kuning) maka pengobatan perlu dihentikan. Bila hepatitisnya sudah
hilang/sembuh pemberian Rifampisin dapat diulang lagi.
1. Efek samping Rifampisin yang berat tapi jarang terjadi adalah :
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas, kadang-kadang disertai
dengan kolaps atau renjatan (syok). Penderita ini perlu dirujuk ke UPK
spesialistik.
2. Efek samping Rifampisin yang ringan adalah :
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Sindrom flu berupa demam, menggigil, nyeri tulang
Sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah, kadang-kadang diare.
Efek samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat
sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Hal ini harus
diberitahukan kepada penderita agar penderita tidak jadi khawatir. Warna merah
tesebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
Pirazinamid
79
Efek samping utama dari penggunaan Pirasinamid adalah hepatitis. Juga dapat
terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout
yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang
terjadi
reaksi
hipersensitas
misalnya
demam,
mual,
tanda-tanda
telinga
mendenging
(tinitus),
pusing
dan
kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi dengan 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Risiko
ini terutama akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Reaksi hipersensitas kadang-kadang terjadi berupa demam yang timbul tibatiba disertai dengan sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Hentikan pengobatan
dan segera rujuk penderita ke UPK spesialistik.
Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas
suntikan, rasa kesemutan pada sekitar mulut dan telinga yang mendengimg dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (jarang terjadi) maka dosis
dapat dikurangi dengan 0,25 gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.
Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian,
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai.
80
Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB per hari atau 30
mg/Kg BB yang diberikan tiga (3) kali seminggu.
Setiap penderita yang menerima Etambutol harus diingatkan bahwa bila
terjadi gejala-gejala gangguan penglihatan supaya segera dilakukan pemeriksaan
mata. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi pada anak-anak, maka
etambutol sebaiknya tidak diberikan pada anak.
Tabel 9 dan table 10 berikut, menjelaskan efek samping dengan pendekatan gejala.
Tabel 9 untuk efek samping ringan, sedangkan tabel 10 untuk efek samping berat.
Tabel 18:
Efek samping ringan dari OAT
Efek Samping
Penyebab
Rifampisin
Pirasinamid
INH
Penanganan
Obat diminum malam sebelum
tidur
Beri Aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin)
100mg per hari
Tidak perlu diberi apa-apa tapi
Rifampisin
Tabel 19:
Efek samping berat dari OAT
Efek Samping
Penyebab
Tuli
Streptomisin
81
Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk penatalaksanaan
dibawah *).
Steptomisin dihentikan, ganti
Etambutol.
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
Etambutol.
Gangguan penglihatan
Etambutol
Hentikan Rifampisin.
Rifampisin
Hentikan Rifampisin.
terjadinya
kambuh.
Kadang-kadang
pada
penderita
timbul
reaksi
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.
adalah :
84
Definisi Operasional
A.
mempunyai gejala seperti : batuk lebih dari 3 minggu, demam hilang timbul, penurunan berat
badan, dan keringat pada malam hari.
B.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan rancangan studi survey untuk
melihat jumlah prevalensi penghuni lapas Bangkinang yang positif TB Paru.
4.2.
85
4.4.
4.4.1.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
data yang diperoleh langsung dari sampel melalui anamnesis dan pemeriksaan
sputum SPS.
4.4.2.
Instrumen Penelitian
Instrumen berupa Pot untuk menampung dahak, objek glass, seperangkat alat
pewarnaan BTA dan mikroskop.
86
4.4.3.
Metode Pengukuran
a. cara pengambilan dahak
pemeriksaan sputum dahak berfungsi untuk menegakkan diagnose, dengan
cara mengumpulkan 3 bahan dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan, yang dikenal dengan konsep Sewaktu Pagi Sewaktu.
Sewaktu: dahak dikumpulkan pada waktu kunjungan pertama.
Pagi : dahak dikumpulkan pada hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Sewaktu : dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat pasien menyerahkan dahak
pagi hari.
b. cara pewaraan sedia BTA
- gunakan masker
- siapkan alat dan bahan yang digunakan
- ambil objek glass yang bersih
- nyalakan lampu spritus dan ose dipanaskan
- dengan menggunakan ose steril ambil bagian sputum, lalu letakkan di objek
glass, sputum diratakan.
- letakkan ose berdekatan dengan spritus, setelah kering bakar sampai pijar
- keringkan sediaan pada suhu kamar, jangan dikeringkan diatas api. Sediaan
dilewatkan diatas nyala api lampu spritus sebanyak 3 x selama 3-5 detik
- letakkan sediaan diatas rak pewarnaan dengan apusan menghadap k eats
- tuangkan carbol fuchsin sampai menutupi seluruh permukaan kaca sediaan
- panaskan kaca sediaan secara hati-hati dengan cara melewatkan nyala api pada
bagian bawah keca sehingga keluar uap (jangan sampai mendidih) selama 3 menit.
- sediaan dibiarkan hingga dingin selama 5 menit
- sediaan dicuci dengan air mengalir
- tuangkan asam alcohol 70% di atas kaca sediaan sampai warna merah dari
fuchsin hilang
- sediaan dicuci dengan air mengalir
- tuangkan larutan methylin blue 0,3% diatas sediaan dan biarkan selama 10-20
detik atau larutan methylin blue 0,1% selama 1 menit
- Sediaan dicuci dengan air mengalir dan keringkan pada suhu kamar.
c. cara membaca dibawah mikroskop
- sediaan yang sudah kering diperiksa dibawah mikroskop
- carilah basil tahan asam (BTA) yang berwarna merah dengan latar belakang biru.
87
- periksa paling sedikit 100 lapangan pandang dengan cara menggeser sediaan dari
kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri pada garis lurus.
Pembacaan hasil dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negative
- ditemukan 1-9 BTA/100 lapangan pandang : + (+1)
- ditemukan 10-99 BTA/100 lapangan pandang :++ (+2)
- ditemukan 1-10 BTA/1 lapangan pandang : +++ (+3)
- ditemukan > 10 BTA/1 lapangan pandang : ++++ (+4)
4.5.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.
Hasil Penelitian
Umur Alamat
1
2
3
4
5
6
46
21
53
37
53
25
Suwarman
Rinto
Eka saputra
Zulkifli
Bakri
Ridho
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
88
7
8
9
10
11
12
13
14
Buyung
Jek waldesan
Susanto
Suyitno
Andes
Jeki
Aris J
Reza
35
33
38
65
30
25
35
30
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
15
Sucipto
38
Lapas
Negatif
Negatif
16
Hariyadi
26
Lapas
Negatif
Negatif
17
Zen
27
Lapas
Negatif
Negatif
18
Dedi k 10
37
Lapas
Negatif
Negatif
19
Fadli
28
Lapas
Negatif
Negatif
20
Amin Mahmud
46
Lapas
Negatif
Negatif
21
Fauzan
35
Lapas
Negatif
Negatif
22
Suyono
58
Lapas
Negatif
Negatif
23
Rudi
35
Lapas
Negatif
Negatif
24
Joko
28
Lapas
Negatif
Negatif
25
Johan
30
Lapas
+++
+++
26
Gimun
45
Lapas
Negatif
Negatif
27
Roberto
53
Lapas
++
28
Usuf
36
Lapas
Negatif
Negatif
29
Dedi
23
Lapas
Negatif
Negatif
30
Lutus
48
Lapas
Negatif
Negatif
31
Heriawan
38
Lapas
++
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi suspek TB Paru tergolong rendah
(4,46%) karena hanya dijumpai 31 suspek TB Paru yang mempunyai gejala seperti :
batuk lebih dari 3 minggu, demam hilang timbul, keringat malam, penurunan berat
badan.
Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi positif TB Paru tergolong tinggi
(16,12%), karena dijumpai 5 positif TB Paru dari 31 suspek TB Paru di Lapas
90
Bangkinang. Hal ini bisa meningkatkan penyebaran kepada penghuni Lapas lain,
karena berdasarkan teori kuman Micobacterium Tuberculosis sangat mudah
berkembang di dalam lingkungan yang lembab dan tidak terkena sinar matahari
langsung seperti di lingkungan Lapas.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
(1) Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi suspek TB Paru tergolong rendah
(4,46%) karena hanya dijumpai 31 suspek TB Paru di Lapas Bangkinang.
(2) Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi positif TB Paru tergolong tinggi
(16,12%), karena dijumpai 5 positif TB Paru dari 31 suspek TB Paru di Lapas
Bangkinang.
6.2. Saran
(1) Diharapkan kepada petugas Puskesmas Bangkinang Kota untuk memberikan penyuluhan
tentang TB Paru secara bertahap.
(2) Membentuk pengawasan minum obat untuk pasien yang telah dinyatakan positif TB
Paru.
91