Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan
pada saluran napas di bawah laring atau

perdarahan yang

keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih


sering merupakan tanda atau gejala penyakit dasar sehingga
etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti.
Walaupun perkembangan teknologi berlangsung cepat, termasuk
kemajuan modalitas pencitraan, hemoptisis merupakan klinis
yang penting dan potensial terjadi kondisi yang buruk atau
mengancam jiwa. 1,8,17,21
Ketepatan
menentukan

lokasi

perdarahan

adalah

tantangan bagi semua klinisi berhubungan dalam evaluasi dan


penatalaksanaan. Beberapa perdarahan disebabkan kelainan
paru

atau

gangguan

hemodynamic

sangat

perlu

dipertimbangkan tindakan intervensi, walaupun hemoptisis masif


kasus

yang

guidelines

dilaporkan

hanya

1,5

%.

Meskipun

terdapat

pada literatur dengan kasus tanpa klinis yang

membahayakan, tidak ada konsensus yang memberikan batas


yang jelas antara hemoptisis masif dan nonmasif. 1, 5
Kematian paling sering karena sesak napas dari aspirasi
darah, yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Dalam
sejarah , tindakan bedah sebagai terapi definitif, sayangnya
intervensi bedah mengakibatkan kematian, 18 % bila dilakukan
elektif, naik menjadi 40 % bila dilakukan emergency. Tindakan
bedah aman dilakukan pada pasien dengan kondisi pernafasan
dan kardiovaskular stabil, kondisi klinis dan tes fungsi paru baik.
Sebaliknya, pendekatan yang lebih konservatif dalam terapi
termasuk

observasi

dan

manajemen

dalam

pengobatan

memperlihatkan resiko kematian sedikitnya 50 %. Hal tersebut


dapat

dimengerti

mengingat

populasi

pasien

dengan

kecenderungan hemoptisis sering memiliki tambahan kondisi


medis lanjut yang membahayakan keadaan pasien.1,5,7,17,18,21
Embolisasi arteri bronkial pertamakali diperkenalkan oleh
Remi pada tahun 1974 dalam tatalaksana hemoptisis akut berat.
Embolisasi arteri bronkial merupakan pilihan modalitas terapi
hemoptisis berat pada penyakit inflamasi paru kronik seperti
kistik fibrosis dan bronkiektasis. Embolisasi arteri bronkial
merupakan tindakan alternatif yang dilakukan apabila terdapat
kontraindikasi pembedahan seperti penyakit paru lanjut bilateral,
penurunan kapasitas paru (nilai prediksi < 40%), tidak dapat
ditentukan lokasi perdarahan dengan bronkoskopi, karsinoma
bronkogenik
hemoptisis

yang
berulang

tidak

dapat

setelah

dilakukan

reseksi

paru

pembedahan,
dan

penolakan

pasien.3,6,8
Arteri bronchial merupakan sumber utama pendarahan
hemoptisis masif 90% kasus, sedangkan arteri nonbronkial
sistemik seperti cabang arteri intercostal 10% kasus. Bronchial
artery angiography dan embolization (BAE) merupakan tindakan
invasif minimal yang meningkat digunakan sebagai pengobatan
lini pertama untuk kontrol hemoptisis pada

pasien dengan

kondisi yang jelek, serta memberikan pegangan pada terapi


medis

definitif

atau

tindakan

bedah

non-emergency

lebih

difokuskan mencari etiologi dari perdarahan. Meskipun tingkat


keberhasilan yang tinggi dalam kebanyakan studi, mulai dari
80% menjadi 90%, data mengenai keberhasilan jangka panjang
adalah berbeda, dan hasil yang muncul bervariasi antara
kelompok, berkisar antara 25% dan 85%. 1,3,5,6,7,8,10, 15,21
Alasan pemilihan referat ini karena kasus hemoptisis
masif banyak terjadi dan dalam penanganan dengan tindakan
bedah sebagai terapi definitif mempunyai resiko kematian yang
cukup tinggi dan hanya dapat dilakukan pada kondisi pasien

yang

stabil.

Umumnya

pasien

hemoptisis

masif

memiliki

tambahan kondisi medis lanjut yang membahayakan keadaan


pasien.

Dalam

menentukan

asal

perdarahan

diperlukan

pemeriksaan radiologis yang kemudian dilakukan penanganan


Bronchial Artery Embolization sebagai tindakan alternatif dan
jarang dilakukan .
Tujuan
pembuluh

pemilihan

darah

kasus

terjadinya

ini

untuk

menentukan

asal

hemoptisis.

Pemeriksaan

dan

gambaran radiologis yang ditemukan sesuai referensi dan


memahami Bronchial Artery Embolization dalam penangangan
hemoptisis masif sesuai referensi dan merupakan tindakan
alternatif pilihan dalam penanganan hemoptisis masif pada
berbagai kondisi pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi :
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan
pada saluran napas di bawah laring atau

perdarahan yang

keluar melalui saluran napas bawah laring.


Banyaknya jumlah batuk darah yang dikeluarkan sangat
penting

diketahui

untuk

menentukan

klasifikasi

hemoptisis

nonmasif atau masif. Hemoptisis ringan apabila jumlah darah


yang dikeluarkan kurang dari 25 ml/24 jam, Hemoptisis sedang
apabila jumlah darah 25-250 ml/24 jam dan hemoptisis masif
berkisar 200-1000 ml lebih dari 24 jam, terdokumentasi volume
>

300 ml menjadi paling sering terjadi. Selain itu, harus

diberikan perhatian khusus pada pasien dengan hemoptisis


kronis dengan volume rata-rata > 100 mL per hari selama 3 hari
atau lebih.

1,2, 5, 17 20,21

B. Anatomi.
Sirkulasi darah paru berasal dari 2 sistem sirkulasi yaitu
sirkulasi pulmoner dan sirkulasi bronkial. Arteri bronkial biasanya
tidak tervisualisasi pada aortografi pada pasien tanpa penyakit
paru.

80

individu

memperlihatkan

gambaran

intercostobronchial trunk (ICBT) saat dilakukan pemeriksaan


4

angiografi,

gambaran

ICBT

sering

dijumpai

pada

sisi

posterolateral aorta sedangkan letak normal arteri bronkial pada


sisi anterolateral aorta kanan dan kiri. Diameter normal arteri
bronkial kurang dari 1,5 mm dan ukurannya 0,5 mm saat masuk
ke dalam segmen bronkopulmoner.

8,17

1. Arteri Bronkial
Arteri bronchial bervariasi dalam asal sumber arteri dan
pola percabangan selanjutnya. Arteri bronchial umumnya berasal
dari aorta se tinggi T3 - T8 dan mendarahi trachea, bronkus,
jaringan alveoli pulmo, nervus vagus, mediastinum posterior,
jaringan

getah

bening

bronkopulmonal,

perikardium

dan

sepertiga tengah esofagus. (Gambar 1a-c). Variasi sirkulasi


bronkial antar individu amat beragam Arteri bronchial berasal
dari aorta toraks descendens antara atas T5 sampai bawah
corpus vertebra T6 70% dari populasi. 10% lain cabang pertama
dari aorta thorax atau arkus, di luar batas T5-T6. Sisanya 20%
berasal

dari

berbagai

(brachiocephalic,

struktur

termasuk

subclavian,

cabang

internal

thorax

mammary,

pericardiophrenic, atau thyrocervical) dan cabang abdomen


(aorta, inferior phrenic, celiac).

1, 2,3,11,14,17,21

Ketika berasal dari aorta, pola percabangan menunjukkan


beberapa
variasi termasuk empat pola klasik

menurut Cauldwell et al.

Konfigurasi tipe pertama (40,6%) terdiri dari satu arteri bronkial


kanan

yang

berasal

dari

intercostobronchial

berhubungan dengan dua arteri bronkial kiri

trunk

yang

dengan asal

terpisah. Tipe kedua (21,3%) terdiri dari satu arteri bronkial


kanan dari intercostobronchial trunk bersama dengan satu arteri
bronkial kiri. Tipe ketiga (20,6%), memiliki dua arteri bronkial

kanan,

salah

satunya

berhubungan

dengan

trunkus

intercostobronchial, dan dua arteri bronkial kiri. Tipe keempat


(9,7%) adalah dua arteri bronkial kanan, salah satu yang
berhubungan dengan intercostobronchial trunk dengan satu
1,3,6,11,21

arteri bronkial kiri (Gambar 2a-b).

2. Arteri non bronkial sistemik


Hemoptisis yang tidak membaik dengan terapi emboli
perkutan meskipun teknik yang adequate telah dilakukan perlu
dipikirkan

kemungkinan

di

nonbronchial. Pasokan arteri

aksesori,

keterlibatan

arteri

mungkin berasal dari distribusi

pembuluh darah thorax atau abdomen (seperti arteri interkostal,


cabang arteri subklavia dan aksilaris, arteri mamari interna,
arteri frenikus, left gastric artery. (Gambar. 3). Arteri bronkial
ektopik dan orthotopic dianggap lebih vertikal atau horizontal
sebelum bergabung dengan cabang bronkial.

Arteri collateral

nonbronkial sistemik tidak sesuai dengan pola tersebut, tidak


mengikuti daerah transpleural atau lebih berpotensi melalui
ligamentum paru inferior, tidak bergabung dengan cabang
bronkial.

3. Arteri pulmonalis
Evaluasi pembuluh darah thorax harus selalu menyertakan
sirkulasi paru. Perdarahan yang berasal dari arteri pulmonalis
sekitar 10% dari penyebab hemoptisis. Hemoptisis berasal dari
arteri paru dicurigai ketika embolisasi arteri sistemik tidak
menanggulangi perdarahan Khalil et al

17

C. Etiologi
Di seluruh dunia, penyebab paling umum hemoptisis
adalah TB aktif (Tabel 1) . Pada negara-negara berkembang
seperti Amerika Serikat, hemoptisis paling sering terjadi pada
6

proses

inflamasi kronis termasuk penyakit infeksius (TBC,

aspergillosis) dan non-infeksius (cystic fibrosis, bronkiektasis)


sebagai
etiologi. Penyebab utama hemoptisis noninflamasi di Amerika
Serikat adalah karsinoma bronkogenik dan penyakit jantung
bawaan. Situasi yang jarang muncul adalah

kriptogenik, dan

paling biasa ditemui pada populasi merokok, terhitung hingga


42% dari keluhan hemoptisis.

1,6,8,15,18,19,21

Dalam kebanyakan kasus, hemoptisis berasal dari arteri


bronkial akibat
perubahan

perubahan

keadaan

aliran

vaskuler
dan

terminal

distribusi

menyebabkan

normal.

Kondisi

inflamasi, beberapa faktor termasuk hipoksia lokal, berkontribusi


pada penurunan perfusi arteri paru. Pada inflamasi kronis,
peranan

faktor

pertumbuhan

dan

pertumbuhan

angiogenik

pembentukan

menyebabkan

neovascularity

dari

arteri

bronkial sebagai kompensasi aliran arteri paru yang menurun.


Sel neoplasma mengeluarkan zat kemotaktik pada aliran arteri
terjadi kelainan proliferasi dan metabolik. Pembuluh darah
sistemik juga dapat ditemukan dalam

kondisi yang sama,

terutama di mana tumor atau inflamasi di perkiraan dekat


permukaan pleura dan / atau refleksi.
Di mana aliran collateral didapatkan, dinding pembuluh
darah yang abnormal tipis. Kerapuhan ini tetap berkaitan dengan
peningkatan tekanan darah lokal yang meluas ke aliran sistemik,
dan kecenderungan terjadi pseudoaneurysm sebagai predisposisi
neovascularisasi ruptur, berpotensi besar hemoptisis masif.
Infeksi yang timbul di daerah arteri bronkial yang berproliferasi
dapat

meningkatkan

ruptur

pembuluh

darah

yang

rapuh.

Gangguan yang lebih jarang mendasari sebagai penyebab


hemoptisis (Tabel 2). Penyakit jantung bawaan, sering dengan

penurunan

perfusi

arteri

paru

keseluruhan

menyebabkan

proliferasi arteri bronkial dan sistemik. Selain itu, arteri paru-paru


serta aorta (yaitu, fistula aortobronchial) berkontribusi terjadi
hemoptisis, hanya 5%.

1,17

D. Digital subtraction arteriography dalam diagnosis


hemoptisis
Digital

subtraction

arteriography

dilakukan

sebelum

menjalani embolisasi arteri bronkial yang optimal dilakukan


memanfaatkan unit radiografi mempunyai akuisisi frame-rate
yang tinggi. Hal ini memungkinkan penggambaran yang sangat
baik arteri bronkial dan sistemik non-bronkial. Angiography dan
intervensi dilakukan di bawah sedasi sedang atau anestesi
umum, menentukan presentasi klinis dan status dari pasien.
Standar masuk melalui arteri femoralis communis lebih
dominan walaupun masuk melalui arteri brachialis mungkin
diperlukan untuk menuju saluran arteri sistemik nonbronkial
yang sulit. Walaupun demikian, apabila dilakukan mempunyai
tingkat morbiditas dan komplikasi yang tinggi. Pada institusi
kami,

semua

menggunakan

pencitraan

dan

intervensi

lebih

sering

abbocath 5 Fr. Semua arteriography harus

menggunakan salah satu bahan kontras non-ionik low-osmolar


atau iso-osmolar,

kontras high-osmolar menyebabkan myelitis

transverse. Banyak aortography thorax menggambarkan jumlah ,


ukuran dan posisi arteri bronkial (gambar 5.1). Sangat menolong
pada kasus arteri bronkial abberant/menyimpang atau ektopik .
Diameter normal dan pelebaran arteri bronkial ditemukan pada
aortography thorax seharusnya diteliti tanda kelainan pada
pembuluh darah terminal. Ektravasasi aktif, membantu dan
spesifik, terjadi hingga 10,7% dari pemeriksaan. Tidak dapat

mengidentifikasi letak perdarahan, menemukan yang sensitif


(dicurigai) sebagai lokasi hemoptisis adalah vaskular hipertrofi
dan meliuk, neovascularisasi, hypervascularisasi, pembentukan
aneurisma, dan shunting ( arteri bronkial ke vena paru atau arteri
bronkial ke arteri paru) (Gambar. 6.1). Pedoman berlaku umum
untuk diameter arteri bronkial yang abnormal adalah > 3 mm,
dengan diameter pembuluh darah yang normal biasanya 1,5 mm
(Gambar. 2.1) Menggabungkan temuan CT thorax dengan
temuan angiografi mungkin lebih meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas lokasi hemoptisis pada angiografi. Sangat penting
adalah adanya penebalan pleura ukuran 3 mm atau lebih besar
berbatasan degan kelainan di parenkim (Gambar. 7.1). Hipertrofi
lemak

extrapleural mungkin juga hadir dengan gambaran

pembuluh darah yang melebar pada daerah tersebut.


Penggunaan mikrokateter dalam teknik koaksial sekarang
tersebar luas, dan kegunaannya yang didokumentasikan dengan
baik untuk angiografi superselective serta untuk pemberian
bahan embolan (Gambar. 8.1) .ini bisa menjadi manfaat ketika
kateter 5F tidak mampu mempertahankan dengan baik akses
untuk angiografi diagnostik, dan tentu saja untuk pengiriman
bahan emboli. Ketika memilih trunkus intercostobronchial dengan
microcatheter tersebut, perhatian diberikan kepada manipulasi
kateter luar separuh interkostal yang dapat meningkatkan hal
tersebut di atas arteri spinalis anterior (Gbr. 5.1).
Metode

penyuntikan

dipilih/ditentukan
diameter

arteri

dan

berdasarkan
bronkial

tingkat

pada

dan

(tekanan)

penilaian

tingkat

laju

harus

intraprosedur
aliran

darah.

Penyuntikan kontras dengan tangan melalui mikrokateter terbaik


diberikan dengan jarum suntik volume kecil yang mampu
menghasilkan tekanan yang cukup untuk mencapai laju aliran
9

yang diperlukan untuk menghasilkan opasitas pada pembuluh


darah..

Atau,

injeksi

listrik

dapat

dilakukan

dengan

memperhatikan toleransi tekanan maksimal dari microcatheter


tersebut.

Angiogenesis

transpleural

terjadi

dalam

kondisi

peradangan kronis atau neoplastik (Gbr. 7.1). Seperti disebutkan


sebelumnya, ini dapat timbul di toraks dan / atau abdomen.
E. Embolisasi Arteri Bronkial pada Hemoptisis
Embolisasi arteri bronkial merupakan kateterisasi arteri
bronkial selektif dan angiografi yang diikuti dengan embolisasi
pembuluh darah abnormal untuk menghentikan perdarahan. 8
Diberikan perhatian kepada pasokan arteri ke sumsum tulang
belakang. Dominan pasokan arteri berasal dari arteri spinalis
anterior. arteri ini menerima kontribusi dari segmen intrakranial
dari arteri vertebralis dan juga cabang radiculomedullary anterior
arteri interkostalis dan lumbar. Sebanyak enam sampai delapan
cabang kontribusi ke arteri spinalis anterior mungkin ada.
Masing-masing

mempunyai

karakteristik

yang

menyerupai

lingkaran jepit rambut. Cabang terbesar anterior medullary


(arteri Adamkiewicz) memiliki asal yang berbeda tetapi paling
sering muncul disetinggi T8 - L1. Pada 5% dari kasus, pasokan
utama arteri spinalis anterior muncul di ICBT kanan. Arteri
bronchial kiri sangat jarang berkontribusi kepada arteri spinalis
anterior. Para interkostalis superior kanan dan arteri bronkial
kanan

mungkin

berbagi

mengaliri percabangan

dengan

trunkus

communis

yang

memasok ke arteri spinalis anterior

(Gambar 4.1 &5.1). 2


F. Prosedur Pra Embolisasi Arteri Bronkial
Sebelum prosedur, dada X-ray, computed tomography (CT)
dan bronkoskopi

dapat dilakukan

10

untuk

menemukan situs

perdarahan dan arteri bronkial diperbesar. Di bawah sinar-X


bimbingan fluoroscopic, angiografi dengan fasilitas

digital

substraction dilakukan untuk deliniasi struktur vaskular. Akses


arteri biasanya melalui arteri femoralis di daerah pangkal paha.
Pendekatan melalui brakialis arteri atau arteri radial pada
ekstremitas

atas

Arteri

bronkial

kadang-kadang
dan

arteri

diperlukan.

lainnya

memasok

situs

perdarahan diidentifikasi dan selektif canulasi dengan kateter.


Sebuah kateter co-aksial kecil melalui kateter asli umumnya
digunakan

untuk

kateterisasi superselective.

Arteri spinalis

dihindari atau dilewati jika diidentifikasi. Partikel ini kemudian


disuntikkan melalui kateter untuk memblokir arteri. Partikel
alkohol polivinil atau partikel co-polimer akrilik yang umum
digunakan. Dalam situasi tertentu, N-butil-cyanoacrylate (NBCA)
lem

atau
Prosedur

logam

gulungan

dapat

biasanya

membutuhkan

digunakan.

2-4

jam.Setelah

prosedur, tanda-tanda vital (misalnya, tekanan darah dan denyut


nadi) akan dipantau. Anda dapat melanjutkan diet jika tandatanda vital stabil.

2,6,7,8,19

G. Bahan Embolan (Embolic agents)


Pertimbangan
mencakup

ketika

kemudahan

memilih

pemberian,

bahan
daya

emboli
tahan

harus
oklusi,

kecenderungan untuk rekanalisasi, dan ukuran. Pilihan bahan


sangat penting untuk keberhasilan dan keamanan dari prosedur.
Bahan yang digunakan untuk embolisasi adalah resorbable,
misalnya partikel Spongostan dan non-resorbable, misalnya
partikel polivinil alkohol (PVA), embospheres dan kumparan
logam. Bahan embolan yang digunakan sebaiknya polyvinyl
alcohol karena memberikan efek oklusi yang lebih menetap
11

disebabkan partikel tidak mengalami penyerapan dibandingkan


gelfoam

dan

lebih

mencapai

distal

untuk

menghentikan

perdarahan dan menghindari kolateralisasi yang berpotensi


embolisasi ulang. Mayoritas menggunakan PVA. Cabang-cabang
arteri

bronkial

yang

lebih

besar

embolisasi

menggunakan

kombinasi partikel PVA dan microcoils. Partikel PVA ukuran kecil


(100-300 )

sangat cocok untuk oklusi ukuran kecil pada

vaskular. Dapat juga melindungi arteri tulang belakang dari


oklusi arteri karena diameter arteri tersebut lebih kecil dari 300
.

Penggunaan partikel embolan yang terlampau kecil atau


cairan

seperti

etanol

absolut

atau

polimer

arsiklik

dapat

memasuki sistem kapiler dan menyebabkan nekrosis bronkus.


Penggunaan coil springs (contoh pseudoaneurysm di arteri
bronkial) dan balon juga dihindari karena hanya menyebabkan
oklusi di proksimal sehingga lebih memperbesar kemungkinan
terbentuknya kolateralisasi.

2,6,19,21

H. Keberhasilan Embolisasi arteri bronkial


Embolisasi arteri bronkial merupakan terapi alternatif
penatalaksanaan hemoptisis dengan angka keberhasilan 88%.
Swanson dkk.melaporkan penelitian 54 pasien hemoptisis yang
diterapi dengan embolisasi arteri bronkial, berhasil dilakukan
secara komplit pada 51 pasien, perdarahan berulang dalam 30
hari setelah tindakan terjadi pada 5 pasien dan setelah 30 hari
pada 7 pasien sehingga disimpulkan bahwa embolisasi arteri
bronkial merupakan terapi yang berguna untuk mengontrol
hemoptisis akut dan kronik. Antoneli dkk. dilakukan embolisasi
arteri

bronkial

lebih

dini,

dapat

menurunkan

rekurensi

perdarahan sehingga memperbaiki kualitas hidup dan prognosis.


Terapi hemoptisis masif dengan kombinasi endobronkial dan
12

embolisasi arteri bronkial dengan perdarahan berasal dari


segmen posterior lobus atas paru kanan dilaporkan oleh Dutau
dkk. Embolisasi endobronkial menggunakan silicone spigot yang
ditempatkan melalui bronkoskop lentur untuk mencegah aliran
perdarahan ke alveoli dan selama tindakan embolisasi arteri
bronkial dan angka keberhasilan kontrol perdarahan disertai
embolisasi arteri bronkial ini sekitar 77%.
Hasil bronkial arteri embolisasi untuk hemoptisis. Beberapa
penelitian telah menetapkan embolisasi transkateter sebagai
pengobatan yang efektif untuk hemoptisis massif yang timbul
dari kedua bronkus dan sirkulasi sistemik nonbronchial (Tabel 2).
Keberhasilan teknis terjadi pada lebih dari 90% dari intervensi,
terkait dengan keberhasilan klinis segera postembolisasi tercapai
pada 73-99% pasien, kekambuhan sering 10-55% dalam follow
up selama 46 bulan.7

I. Komplikasi
Penggunaan media kontras non-ionik, kateter coaxial dan
tehnik digital substraction angiography, komplikasi serius yang
timbul dari embolisasi arteri bronkial tidak umum terjadi.

Nyeri dada merupakan komplikasi tersering dengan


prevalens 24-91% dan biasanya bersifat sementara. Disfagia
disebabkan embolisasi pada cabang esofagus dengan prevalensi
0,7-18,2% dan sembuh spontan (umum terjadi pada embolisasi
selektif dibandingkan superselektif dalam minggu pertama post
tindakan). Diseksi subintimal aorta atau arteri bronkial selama
embolisasi merupakan komplikasi minor lain dengan prevalensi
1-6,3%.

1, 2,6,7

13

Komplikasi paling berat yaitu iskemi spinal cord yang


disebabkan oklusi arteri spinal dengan prevalens 1,4-6,5%,
mielitis transversa 6,5 % (Hyperosmolarity dapat menyebabkan
6,21

iskemia transient cabang arteri radikuler. 2,

. Cabang

radikuler bronkial atau interkostal yang tervisualisasi pada


angiogram bukan merupakan kontraindikasi absolut embolisasi
namun bila arteri meduler (artery of Adamkiewitcz) tervisualisasi
saat angiografi embolisasi tidak dilakukan. Komplikasi lain yang
jarang terjadi adalah nekrosis aorta (dengan atau tanpa diseksi)
dan bronkial, fistula bronkoesofagus, infark paru dan transient
cortical blindness yang disebabkan embolisasi korteks oksipital
melalui

bronchial

artery-pulmonary

veins

kolateralisasi arteri bronkial dan vertebralis.

shunt
1,6,12

atau

Non-target

embolisasi dari cabang subklavia arteri menyebabkan cedera


pada organ lain seperti batang otak, jari. Dapat mengakibatkan
stroke, iskemia jari atau bahkan kematian.
J. Rekurensi
Sekitar

20%

pasien

dengan

embolisasi

mengalami

hemoptisis berulang dalam waktu 6 bulan. Pada satu penelitian


43 pasien dengan embolisasi arteri bronkial, 7 pasien mengalami
rekurensi dalam 30 hari sejak tindakan dilakukan. Perdarahan
berulang mungkin disebabkan oklusi yang tidak komplit pada
pembuluh

darah

yang

mendapat

suplai

nutrisi

termasuk

didalamnya perdarahan dari sirkulasi arteri pulmoner yang


terjadi

sekitar

rekanalisasi

<

10%

pembuluh

pasien

dengan

darah

yang

hemoptisis
telah

masif,

diembolisasi,

kolateralisasi atau terapi penyakit dasar yang tidak adekuat.


Embolisasi

berulang

berhasil

dilakukan

14

pada

pasien

yang

mengalami perdarahan kembali dan yang tidak dapat dilakukan


intervensi bedah.16
Hayakawa dkk melaporkan 2 puncak waktu perdarahan
berulang yaitu pertama 1-2 bulan setelah pasien mengalami
embolisasi, hal ini terjadi berasal dari arteri sistemik nonbronkial
yang tidak terembolisasi sebelumnya. Kontrol hemoptisis pada 1
bulan pertama 51-85% pasien dan kontrol > 1 bulan 52 sampai
85% (tabel 2). Puncak kedua hemoptisis berulang terjadi 1-2
tahun kemudian, hal ini disebabkan terdapatnya suplai darah dan
revaskularisasi oleh proses inflamasi atau progresivitas penyakit
paru yang mendasarinya, hanya 1 pasien dengan penyakit
jantung kongenital mengalami perdarahan 1 tahun setelah
embolisasi dan mengalami embolisasi ulang yang berhasil.
Hemoptisis berulang setelah embolisasi disebabkan embolisasi
arteri bronkial yang tidak komplit, keberadaan arteri sistemik
nonbronkial, rekanalisasi arteri yang telah diembolisasi atau
kolateralisasi karena proses inflamasi paru. Untuk mengeliminasi
perdarahan berulang perlu diperhatikan tatalaksana penyakit
paru yang mendasarinya sama halnya melakukan embolisasi
arteri bronkial dan embolisasi setiap arteri sistemik yang
terlibat.3,19
Barben dkk melaporkan 20 pasien kistik fibrosis usia muda
(7-19 tahun) dengan hemoptisis yang telah diterapi dengan
embolisasi arteri bronkial, angka keberhasilan segera setelah
embolisasi (tidak ada perdarahan dalam 24 jam) adalah 95%, 11
pasien membutuhkan embolisasi kedua dan waktu rata-rata
antara embolisasi pertama dan kedua adalah 4 bulan.

K. Prognosis
15

6,18,19

Pasien yang berhasil dilakukan embolisasi, sekitar 20%


mengalami perdarahan berulang dalam 6 bulan kontrol namun
beberapa penelitian sebelumnya rekurensi terjadi dalam jangka
waktu yang lama. Insidensi rekurensi terjadi sekitar 12-21%.
Osaki dkk. melaporkan hasil penelitian sebelumnya bahwa
kombinasi terapi yaitu embolisasi ulang dan bedah akan
memperbaiki

rekurensi

perdarahan

setelah

embolisasi

pertamakali, diantara 5 kasus yang membutuhkan embolisasi


ataupun bedah setelah rekurensi, 2 kasus berhasil diterapi
dengan embolisasi sedangkan 3 kasus tidak respons dengan
embolisasi

sehingga

membutuhkan

tindakan

pembedahan

Berdasarkan penelitian ini perlu dilakukan follow-up keadaan


pasien setelah tindakan embolisasi arteri bronkial sampai 3
tahun

lamanya

terutama

pada

pasien

dengan

gambaran

bronkiektasis dan pulmonary-bronchial artery (P-B) shunt

16

BAB III
PEMBAHASAN

Visualisasi arteri bronkial pertama didokumentasikan akhir


1950-an

dan

awal

1960-an

menggunakan

aortography

nonselektif. Pada tahun 1963, Viamonte pertama melakukan


arteriogram bronkial selektif. Remy et al

pertama melakukan

BAE pada tahun 1973 untuk mengontrol hemoptisis. Pada tahun


1976, et Wholey al menerbitkan rangkaian empat kasus BAE
yang berhasil mengontrol hemoptisis. Bahan embolisasi tersebut
terdiri dari gelatin sponge strip (tiga pasien) dan injeksi trombin
topikal ke dalam arteri bronchial kiri (satu pasien). Hal tersebut
diikuti kasus yang banyak dari Remy et al pada tahun 1977 dari
104 pasien yang telah dilakukan embolisasi kedua yaitu arteri
bronkial dan arteri nonbronchial untuk mengontrol hemoptisis. 49
pasien tersebut dirawat selama hemoptisis aktif, dengan kontrol
yang cepat dari perdarahan terlihat pada 41 pasien (84%).
Selanjutnya, BAE secara luas digunakan, karena nonoperable
pasien dapat dirawat dan pasien lain dapat stabil sebelum
operasi. Arteriografi bronkial dan embolisasi ditoleransi baik oleh
pasien

kami.

Kontrol

cepat

perdarahan

dicapai

dengan

embolisasi pada 51- 54 pasien (94%). Hasil kami mirip dengan


sebuah studi oleh Mal et al, yang melaporkan bahwa di antara 56
pasien

yang

menjalani

usaha

prosedur

embolisasi

untuk

hemoptisis, kontrol cepat perdarahan dicapai pada 43-56 pasien


(77%). Cremaschi et al mengevaluasi 209 pasien yang telah di
embolisasi dengan hemoptisis dan mencatat bahwa kontrol cepat
dicapai setelah BAE pada 205 (98%). Rabkin et al mengevaluasi
306

pasien

dan

menemukan

17

bahwa

BAE

mengendalikan

perdarahan akut pada 278 (91%). Hasil tersebut dan orang-orang


dari penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa BAE
merupakan prosedur yang efektif untuk menstabilkan banyak
pasien

dan

pengobatan

hemoptisis.

(Tabel

penelitian lainnya.
Tidak

ada

1)

definitif

beberapa

membandingkan

hasil

pasien

dengan

kami

dengan

korelasi

perdarahan. Yoon et al.

antara

4,17,23,26

ukuran

arteri

dan

risiko

Arteri bronkial bervariasi signifikan

dalam jumlah dan asal arteri. Lebih dari 70% arteri bronkial
muncul dari aorta descendens setnggi Vertebra thoracal 5-6.
Berdasarkan studi dari 150 mayat manusia pada tahun 1948,
Cauldwell et al mendefinisikan empat jenis variasi anatomi. Type
yang paling umum adalah satu arteri bronkial kanan dengan dua
arteri bronkial kiri (41%). Sampai dengan 20% dari arteri bronkial
arteri memiliki asal yang menyimpang (dari arteri sistemik
lainnya), dan hampir 10% berasal dari permukaan anterior arkus
aorta atau aorta descendens. Arteri tulang belakang dapat
berasal dari arteri bronkial pada 5% dari pasien, dengan sisi
kanan lebih umum daripada sisi kiri. Arteri tulang belakang
diidentifikasi pada sembilan pasien kami, lima terjadi di sisi kiri
dan empat terjadi di sisi kanan. Hemoptisis secara signifikan
diindikasikan untuk bronkial arteriografi bronkial dari 53 pasien
kami (98%).

. Hirshberg et al mempelajari etiologi, evaluasi, dan hasil


dari 208 pasien dengan hemoptisis di sebuah rumah sakit
rujukan tersier. Mereka menemukan penyebab paling umum dari
hemoptisis termasuk bronkiektasis (20%), kanker paru-paru
(19%), bronkitis (18%), dan pneumonia (16%). Sebaliknya,
penelitian yang lebih tua melaporkan TBC sebagai yang paling
umum penyebab hemoptisis secara signifikan. Dalam penelitian

18

oleh Remy et al, 7 etiologi hemoptisis termasuk TB (34%),


bronkiektasis

(26%),

aspergilloma

(18%),

pneumokoniosis

pekerja tambang batu bara (13%), dan karsinoma bronkogenik


(3%). Penelitian retrospektif Knott-Craig dan kolega mempelajari
120 pasien dengan hemoptisis dan menemukan bahwa sumber
dari paru-paru kanan 62% dan paru-paru kiri 38%, dengan lobus
kanan atas menjadi daerah yang paling sering terkena. Hasil
penelitian kami adalah serupa adalah sumber perdarahan dari
paru kanan 33 pasien (61%), sumber dari paru-paru kiri 17
pasien (31%), dan sumber dari kedua paru-paru 4 pasien (7%).
Lobus kanan atas lebih sering terlibat pada pasien kami. (Tabel 2)
membandingkan temuan kami dengan beberapa penelitian
lainnya.

4,8

Sebelum angiography bronkial dilakukan untuk evaluasi


hemoptisis signifikan, pasien biasanya menjalani tes, termasuk
roentgenography thorax, CT scan thorax, dan bronkoskopi. CT
scan thorax dilaporkan lebih unggul dari bronkoskopi dalam
evaluasi hemoptisis. Hirshberg et al melaporkan bahwa CT scan
thorax, jika digunakan sendiri, tes diagnostik yang paling sensitif,
hasil positif 67%, dan jika CT scan digabungkan dengan
bronkoskopi, maka hasil positif meningkat 93%.

Computed

tomography scanning memperlihatkan patologi jalan napas dan


vaskular

seperti

bronkiektasis,

karsinoma

bronkogenik,

aneurisma aorta dan pada kasus yang tidak terdiagnostik oleh


bronkoskopi, CT-scan menjadi alat diagnostik pada separuh kasus
hemoptisis (39-88%) dan lokasi perdarahan dapat diketahui 63100% kasus. Computed tomography scanning multidetektor saat
ini dapat memvisualisasikan anatomi arteri sistemik bronkial dan
nonbronkial sehingga membantu ahli intervensi untuk tindakan
selanjutnya.

13

19

Sebuah studi oleh Lampmann dan Tjan 20 dari 50 pasien


yang menjalani embolotherapy dengan follow-up jangka panjang
menemukan bronkoskopi menunjukkan sumber perdarahan 32
dari 50 pasien (64%). Pada analisis retrospektif pada manajemen
dan prognosis hemoptisis masif, Knott-Craig et al menemukan
bahwa bronkoskopi rigid yang dilakukan pada 97 dari 120 pasien
dengan hemoptisis lokal yang terjadi perdarahan hanya 42
(43%). Mereka juga melaporkan bahwa daerah perdarahan bisa
dilokalisasi dengan tingkat kepastian 63% dari pasien dengan
kombinasi evaluasi radiologis, RBC labeled isotop scanning, dan
endoskopi

darurat.

Sebaliknya,

hasil

sangat

membantu

dalam

bronkoskopi

kami

menunjukkan

menentukan

lokasi

perdarahan. Bronkoskopi mengidentifikasi pendarahan dilobus


65% pasien dan lateralized dari sisi perdarahan 10% pasien.

Tingkat komplikasi untuk BAE telah berkurang secara


bertahap selama bertahun-tahun. Selama fase awal Arteriografi
bronkial selektif, beberapa pasien terjadi mielitis transversa
sebagai akibat dari penggunaan bahan kontras nonionik, bahan
yang lebih neurotoksik, dan embolisasi pada arteri tulang
belakang.

Untuk

mencegah

komplikasi

neurologis

seperti,

superselectif BAE dilakukan. Hal ini mengacu pada embolisasi


cabang lebih terminal dari percabangan arteri, setelah asal dari
arteri tulang belakang. Dalam upaya untuk membandingkan
keamanan dan kemanjuran dari BAE superselectif dengan
embolisasi non-superselective pada proximal, Tanaka dan kolega
memilih

47

superselectif

pasien
yang

dengan
dilakukan

hemoptisis.

embolotherapy

dengan

menggunakan

microcatheter dimasukkan ke dalam arteri bronkial melalui


tulang belakang atau cabang mediastinum pada 22 pasien. Sisa
25 pasien, embolisasi non-superselectif dilakukan di dekat

20

sumber arteri bronkial. Tidak ada perbedaan yang signifikan


antara kedua kelompok awal atau kumulatif kontrol dengan
hemoptisis. Tidak ada komplikasi neurologis pada kelompok
superselectif. satu pasien pada kelompok non-superselectif
terjadi hemiparalysis tulang belakang yang disebabkan infark
tulang belakang. Penulis menyimpulkan bahwa menggunakan
embolisasi superselectif distal tulang belakang atau cabang
mediastinal, komplikasi neurologis dapat dihindari dan embolisasi
mungkin lebih efektif. Hal ini berbeda dengan penelitiani oleh Mal
et al, yang mengamati tiga episode komplikasi sumsum tulang
belakang yaitu Brown-Se'quard sindrom, dengan regresi setelah
4 bulan tanpa gejala sisa; paraparesis dengan regresi spontan
setelah

minggu;

dan

paraplegia

komplit

tanpa

regresi.

komplikasi ini terjadi meskipun kondisi baik, kateterisasi selektif


arteri bronkial. Tak satu pun dari pasien kami mengalami gejala
sisa neurologis. Jika arteri tulang belakang berasal dari arteri
bronkial, kita akan embolisasi arteri bronkial jika bisa mencapai
posisi distal stabil baik setelah sumber arteri spinalis. Komplikasi
pada pasien kami sebagian besar adalah terkait kateter dan
termasuk diseksi subintimal, perforasi guide wire, dan refluks
bahan emboli ke aorta tanpa efek samping. Disfagia sementara,
nyeri dada pleuritis, nyeri bahu, dan hematoma pangkal paha
juga terjadi. Ramakantan et al mengevaluasi hasil BAE pada 140
pasien dengan tuberkulosis dan mendokumentasi komplikasi
pascaprosedur 12 pasien, termasuk paraparesis sementara 2
pasien, disfagia sementara 1 pasien, dan nyeri orbital kiri / dahi
sementara 9 pasien. Pasien yang meninggalkan nyeri orbital kiri /
dahi hanya mengalami rasa sakit selama injeksi bahan emboli
sponge gelatin ke arteri bronkial dan tidak mengalami rasa sakit
dengan injeksi larutan garam atau media kontras. Para penulis

21

berhipotesis bahwa ini mungkin telah terjadi sebagai nyeri yang


dijalarkan pada mata dan bagian maksilaris dari saraf trigeminal
via otonom aferen bereaksi terhadap distensi akut arteri bronkial
kiri selama injeksi sponge gelatin. Nyeri dada berlangsung
hingga 36 jam terjadi pada 33 pasien mereka. Follow-up dari
pasien kami menunjukkan 17 pasien (31%) meninggal, 4
perdarahan masif dan sisanya sebagai akibat dari proses
penyakit.

Tidak ada informasi follow-up pada 19 pasien (35%),


karena mereka tidak kembali setelah pengobatan. Sisanya 18
pasien (33%) periode follow-up mulai dari 6 bulan- 6 tahun tanpa
bukti hemoptisis berulang. Singkatnya, BAE adalah terapi yang
berguna untuk mengontrol baik hemoptisis akut dan kronis. Hal
ini penting untuk embolisasi arteri sistemik nonbronchial pada
saat

tindakan

yang

sama,

jika

pada

angiografi

terbukti

berkontribusi terhadap suplai darah. Hal ini juga penting untuk


mengobati proses paru yang mendasari untuk mengurangi
vaskularisasi dan perubahan vaskular collateral. BAE dapat
membantu untuk menghindari operasi pada pasien dengan
kondisi yang tidak baik sebagai calon operasi. Sebaiknya
hemoptisis berulang pada pasien ini, embolisasi ulang dapat
dengan aman dilakukan. Jika operasi diindikasikan, BAE dapat
menstabilkan pasien sebelum operasi. Embolisasi distal arteri
tulang belakang dapat secara signifikan menurunkan jumlah
komplikasi

dan

memungkinkan

embolisasi

lebih

lanjut.

Bronkoskopi dan CT scan memiliki kontribusi penting dalam


menggambarkan etiologi dan / atau sumber hemoptisis sebelum
pasien menjalani arteriografi arteri bronkial. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk menentukan apakah salah satu dari

22

berbagai bahan emboli saat ini lebih unggul dalam mencegah


perdarahan ulang.

BAB IV
KESIMPULAN
Hemoptisis

masif

adalah

keadaan

darurat

klinis,

merupakan ancaman kehidupan pasien karena potensi asfiksia.


bila tidak diterapi mempunyai angka mortaliti > 50% Embolisasi
arteri bronkial dan non-bronkial arteri adalah prosedur intervensi
yang

aman

hemoptisis

dan

efisien

akut.

untuk

merupakan

keberhasilan
terapi

pengelolaan

alternatif

dalam

penatalaksanaan hemoptisis dengan angka keberhasilan 88%


dengan insidens rekurensi sekitar 12-21%.
BAE adalah relative prosedur yang relatif aman, dan
sebagian besar komplikasi berkaitan dengan prosedur yang kecil.
Penggunaan mikrokateter untuk kateterisasi superselective dan
embolisasi mungkin meminimalkan komplikasi serius terkait
untuk cedera tulang belakang
Pengetahuan

yang

tepat

anatomi

arteri

bronkial,

berhubungan dan patofisiologi yang mendasari dari hemoptisis


masif

sebagai prasyarat untuk prosedur kinerja berhasil.

Kemajuan angiography dalam teknik dan penggunaan bahan


terbaik membuat prosedur BAE aman dan dikaitkan dengan risiko
minimal pada pasien. Kontrol penyakit yang mendasari, yang
telah

menyebabkan

parenkim

dan

lesi

arteri,

sehingga

menyebabkan perdarahan, merupakan faktor penting untuk


mencegah

perdarahan

berulang.

Hasil

jangka

panjang

pada pasien ini tidak baik, tapi BAE mungkin satu-satunya


pengobatan yang menyelamatkan jiwa. Pilihan pada pasien yang
23

tidak dapat dilakukan tindakan bedah. Pengulangan BAE pada


pasien dengan kekambuhan mendapat hasil yang baik.

18

Perlu

kolaborasi lebih dekat interdisipliner antara pulmonologists dan


radiolog intervensi, untuk penanganan pasien dengan hemoptisis
.

6, 18,21

Daftar Pustaka
1. Sopko D. R, M.D.,1 and Smith T.P, M.D. Bronchial Artery Embolization
for Hemoptysis. Semin Intervent Radiol 2011;28:4862.
2. Burke C. T, M.D and Mauro M. A, M.D., F.A.C.R., F.S.I.R., F.A.H.A.
Bronchial Artery Embolization. Seminars in Interventional Radiology.
2004 ; 21: 1.
3. Natsis K et al A rare cadaveric finding of ectopic origin of a bronchial
artery: surgical and imaging consequences. Folia Morphol. 2013 ; 72 : 1
4. Swanson K.L, DO et al Bronchial Artery Embolization : Experience With
54 Patients . CHEST 2002; 121:789795
5. Fruchter O et al. Ol Bronchial artery embolization for massive
hemoptysis: Long-term follow-up. Asian Cardiovascular & Thoracic
Annals. 2015 ; 23(1) : 5560
6. Shabani M.A. and Saberi H. BRONCHIAL ARTERY EMBOLIZATION IN
MASSIVE HEMOPTYSIS WITH A RARE CAUSE AND UNUSUAL BRONCHIAL
ARTERY ANATOMY. Acta Medica Iranica. 2004 ; 42 : 4
7. BRONCHIAL ARTERY EMBOLIZATION Information for patients. Diakses
tanggal 17 Januari 2015

24

8. Agmy G. M. et al. Bronchial and Nonbronchial Systemic Artery


Embolization in Management of Hemoptysis: Experience with 348
Patients. ISRN Vascular Medicine.2013 : 7
9. Bronchial arterial enlargement. http://radiopaedia.org. Diakses tanggal
28 januari 2015
10. Bronchial artery. http://en.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 januari
2015
11. Bronchial artery. http://radiopaedia.org. Diakses tanggal 28 januari
2015
12. Broncho-arterial

ratio.

http://radiopaedia.org.

Diakses

tanggal

28

januari 2015.
13. Yoon Y. J, MD,
Massive

et al. Coronary to Bronchial Artery Fistula Causing

Hemoptysis

in

Patients

with

Longstanding

Pulmonary

Tuberculosis. Korean J Radiol 2012;13(1):102-106


14. CARDIO-PULMONARY VENTILATORY MANAGEMENT CONTRIBUTIONS.
http://www.percussionaire.com. Diakses 03 februari 2015
15. Soeroso H. L et al. Hemoptisis masif. Cermin Dunia Kedokteran, Edisi
khusus. 1992 : 80
16. Ho H.J et al . Massive hemoptysis controlled with transection of a
pulmonary vein and bronchus-a case report. Journal of Cardiothoracic
Surgery 2013, 8:209
17. Spinu C. et al. Multidetector computed tomography in life-threatening
hemoptysis. Radiologia. 2013;55(6):483---498
18. Anuradha C. et al. Outcomes of bronchial artery embolization for lifethreatening hemoptysis due to tuberculosis and post-tuberculosis
sequelae. Diagn Interv Radiol 2012; 18:96101

25

19. Oliv I G ,
Threatening

et al. Predictors of Recanalization in Patients With LifeHemoptysis

Requiring

Artery

Embolization

Arch

Bronconeumol. 2014;50(2):5156
20. Fernando H.C, FRCS et al. Role of Bronchial Artery Embolization in the
Management of Hemoptysis. Arch surg. 1998 ; 133 : 862-866
21. Vidjak V et al. Transcatheter embolization of bronchial arteries in the
treatment of haemoptysis. Radiol Oncol 2009; 43(3): 152-161.

26

Anda mungkin juga menyukai