MAKALAH
Diajukan guna melengkapi tugas pada PKL IKGM 4
di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso
Oleh
Ayu Nurfitria S
NIM. 111611101058
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogen merupakan suatu proses infeksi primer atau sekunder yang terjadi
pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Tipikal
infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses dekalsifikasi
email. Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang
mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa, kemudian berlanjut menjadi pulpitis dan
akhirnya terjadi nekrosis pulpa. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa
menembus masuk ruang pulpa sampai ke apikal gigi. Foramen apikalis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke
ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Al Hutami,
2012).
Fistula
Selulitis
Bakteremie-Septikemie
Acute-Chronic
Infeksi Spasium
Periapikal Infection
yang dalam
Osteomielitis
Proses inflamasi selanjutnya terjadi pada jaringan periapikal gigi, yang disertai
pembentukan eksudat atau dinamakan abses apikalis akut. Abses ini disebabkan oleh
masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi. Abses
apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan
pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak di vestibulum bukal, lingual atau
palatal tergantung lokasi apeks gigi yang terkena. Abses apikalis akut juga terkadang
disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise.
Tes perkusi abses apikalis akut akan menghasilkan respon yang sangat sensitif, tes
palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari nekrosis
yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta eksudat
purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen
periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal (Fragiskos, 2007).
2.1.1 Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi (Fragiskos, 2007):
1
antibiotik,
organisme
lainnya
dapat
menggantikannya
dan
Pertahanan Humoral
Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh
lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen
utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi
yang melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari
leukosit.
Imunoglobulin
diproduksi
oleh
sel
plasma
yang
merupakan
Pertahanan Seluler
Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit
yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini
keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses
kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus
hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil
bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan
disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, pembunuh dan
menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit
polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi
kronis.
Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari
limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi
menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G.
Limfosit T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft
(penolakan cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor).
2.1.3 Tahapan Infeksi
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani
resolusi:
1
Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau
mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat
lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara
drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi
disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.
2.1.4 Patogenesis
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang merupakan
tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melalui
suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen
apikal atau marginal gingival.
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau
karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran
periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis
menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding
2. Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan
daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah
pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta
tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar
pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba.
Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.
3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum
tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar.
Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam,
lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal
darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan
kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar
dan sakit pada palpasi.
Gambar 2.10 Ilustrasi gambar abses submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal (a) Tampak klinis
(b) (Fragiskos, 2007)
Gambar 2.11 Ilustrasi abses fossa kanina (a) Tampak klinis (b) (Fragiskos, 2007).
masseter. Letak dari abses ini berada di superior pretygopalatine space yang mana berada di
inferior dari pterygomandibular space. Penyebaran pus pada buccal space tergantung pada
posisi apeks gigi yang memeiliki peranan penting terhadap perlekatan dengan otot buccinator.
Abses pada buccal ini mungkin berasal dari saluran akar gigi posterior yang terinfeksi pada
rahang atas maupun rahang bawah. Abses buccal space secara klinis ditandai dengan adanya
pembengkakan dari pipi yang memanjang dari lengkung zygomatic sejauh batas inferior
mandibula, dan dari perbatasan anterior ramus ke sudut mulut. Kulit tampak kencang dan
merah, dengan atau tanpa fluktuasi abses, yang jika diabaikan, dapat mengakibatkan drainase
spontan (Fragiskos, 2007).
Gambar 2.12 Ilustrasi gambar penyebaran dari lateral abses ke daerah otot buccinators (a) Tampak
klinis (b) (Fragiskos, 2007).
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari spasium
sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh
m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi
kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar
limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh
arteri submaksilaris eksterna. Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar,
abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula
(Fragiskos, 2007).
Gambar 2.15 Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal (kiri) Tampak klinis (kanan)
(Fragiskos, 2012).
Gambar 2.16 Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah submasseter (a) Tampak
klinis (b) (Fragiskos, 2012).
Gambar 2.17 Perkembangan abses di daerah sublingual (kiri) Pembengkakan mukosa pada dasar
mulut dan elevasi lidah ke arah berlawanan (kanan) (Fragiskos, 2007).
tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan
ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim.
Penatalaksanaan Abses Odontogenik
Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik. Perawatan lokal
meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri atas
pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung.
Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih
bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
(perawatan) yang dilakukan.
Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan (purulensi), yang bisa
dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses mempunyai
dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal, maka palpasi digital
yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa menunjukkan adanya
fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.
Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari
dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum. Pada
daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing yang
dapat mendukung proses infeksi.
Alat dan Bahan
1. Jarum 18 atau 20 gauge
2. Spoit disposibel 3ml
Insisi dan Drainase
Abses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun
periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan
sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan
tindakan ini. Lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas,
yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.
Seperti pada pembuatan flap, biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah membuat
insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar mempermudah drainase dan
pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah suatu selang karet dan di
pertahankan pada posisinya dengan jahitan.
b) Pericoronitis
i) Definisi
Pericoronitis didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi di dalam rongga mulut dan
mengeluarkan simtom. Secara klinis, perikorontis seperti abses periodontal namun begitu,
etiologik nya berbeda. (Topazian et. al.,2002) "Peri-" berarti "di sekitar." perkataan "-coron-"
bagian dari istilah mengacu pada "mahkota" dari gigi. Akhiran "-itis" mengacu pada adanya
infeksi. Jadi, kata perikoronitis secara harfiah berarti "infeksi di sekitar bagian mahkota gigi."
(Peterson et. al.,2003)
ii)
terjadi pada molar ketiga dan ia terletak pada pinggir anterior mandibular. Oleh karena itu,
kasus impaksi molar ketiga banyak terjadi pada usia dewasa muda. (Peterson et. al.,2003)
Perikoronitis akut mulanya terjadi sebagai kesakitan yang terjadi secara local dan
pembekakan gingiva. Kesakitan in dapat dirasai pada bahagian muka, telinga atau sudut pada
mandibular. Apabila dilakukan diagnosa secara visual dan palpasi, terdapat pembekakan,
inflamasi, dan bahagian lunak pada jaringan lunak yang terletak disekeliling koronal
termasuk oklusal. (Topazian et. al.,2002)
Inspeksi menunjukkan terdapt akumulasi plak dan debris pada porsi yang terdedah
pada gigi yang terinfeksi dan juga gigi tetangga karena jaringan lunak yang mengalami
infeksi tersebut menghalang sikat gigi untuk mencapai daerah tersebut. Pus dapat terlihat
dibawah margin jaringan perikoronal atau dapat dikeluarkan apabila dilakukan palpasi.
(Topazian et. al.,2002)
Massa retromolar terdiri dari campuran jaringan kolagenik yang cukup padat dan
pembengkakan jaringan granulasi, dengan moderat untuk sejumlah besar sel inflamasi kronis
campuran di seluruh daerah terinfeksi. Mukosa superior dapat ulserasi dengan tempat ulkus
debris nekrotik fibrinoid. Epitel berdekatan dengan gigi yang terinfeksi biasanya menyajikan
dengan kombinasi proses rete hiperplasia, degenerasi dan nekrosis, dan mungkin dengan
neutrofil. Koloni bakteri, plak gigi dan sisa-sisa makanan nekrotik mungkin melekat pada
epitel. Secara patologis harus membedakan lesi ini dari granuloma piogenik dan gingivitis
rutin, dan ini sering membutuhkan korelasi dengan gambaran klinis. (Malik,2011)
iii) Etilogi
Etiologi perikoronitis secara umum adalah infeksi. Namun beigtu, mikroorganisma
spesifik yang menyebabkan perikoronitis ini masih belum diketahui. Tetapi terdapat
penelitian yang menemukan S.viridans, campuran flora oral, spirochetes dan sobakteri
terlibat didalam kasus ini. Terdapat penelitian lain juga menemukan prevotella intermedia,
Peptostreptococcus micros, F. nucleatum, A. actinomycetemcomitans dan Veillonella di dalam
poket lesi akut perikoronal. (Topazian et. al.,2002)
Disamping itu, etiologi perikoronitis adalah trauma dari gigi tetangga dalam
terjadinya ekserbasi dan pembekakan jaringan. Faktor lainnya adalah stress emosi, rokok,
chronic fatigue, dan infeksi pada saluran respiratori di bahagian atas. (Topazian et. al.,2002)
iv) Klasifikasi
Perikoronitis diklasifikasikan menjadi kronis dan akut. Perikoronitis kronis dapat
hadir tanpa atau hanya gejala ringan dan remisi panjang antara setiap peninggian fase untuk
perikoronitis akut. Perikoronitis akut dikaitkan dengan berbagai gejala termasuk sakit parah,
pembengkakan dan demam. Kadang-kadang ada abses perikoronal terkait (akumulasi
nanah) . Infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain dari wajah atau leher, dan kadang-kadang
dapat menyebabkan jalan nafas (misal Ludwig angina) yang membutuhkan perawatan rumah
sakit darurat. (Malik,2011)
v) Patogenesis
Umumnya, bakteri tidak dijumpai dalam jaringan. Namun, apabila terdapat port de
entre, bakteri tersebut dapat menginvasi jaringa. Pertahanan pertama yaitu PMN akan terjadi
pada daerah terinfeksi termasuk thrombosis yang memenuhi jaringan vaskuler dalam
mempertahankan homeostasis. Jumlah leukosit dan mikroorganisme meningkat seterusnya
menyebabkan terjadinya pus. Bakteri yang sering ditemukan adalah Stretococcus Viridians
pada tempat terjadinya abses. Penelitian dilakukan, eksudat pericoronitis terdapat 90.2%
oraganisme obligate anaerobes. (Malik,2011)
Infeksi yang terjadi pada 'masticator spaces' menyebabkan otot mastikator juga
terlibat dan seterusnya terjadi keradangan dan pembekakan di sekitar sudut mandibular
apabila dilakukan pemeriksaan secara visual. Pasien yang mengalami ini akan berdepan
dengan kesulitan dalam membuka mulut atau sewaktu mengunyah. (Topazian et.al., 2002)
vii) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perikoronitis termasuklah control terhadap infeksi dan tergantung
terhadap uji awalnya. Tingkat keparahan infeksi dan penyebaran infeksi menentukan
penatalkasanaan perikoronitis. Infeksi yang sudah menyebar ke kelenjar limfe, ruangan fasial
akan menyebabkan demam yang parah dan memerluka perawatan yang lebih daripada
perikoronitis akut. Selain itu, amat penting untuk diketahui gigi yang ter infeksi dan prognosa
jaringan perikoronal sama ada bisa sembuh atau sebaliknya. (Malik,2011)
Pengobatan definitif segera perikoronitis akut dianjurkan karena perawatan bedah
telah terbukti untuk mengatasi penyebaran infeksi dan rasa sakit, dengan pengembalian lebih
cepat dari fungsi. Juga pengobatan langsung menghindari penggunaan antibiotic yang terlalu
sering (mencegah resistensi antibiotik ). (Peterson et. al.,2003)
Namun, operasi kadang-kadang tertunda di daerah infeksi akut, dengan bantuan nyeri
dan antibiotik , karena alasan (Peterson et. al.,2003) :
Mengurangi risiko yang menyebabkan situs bedah yang terinfeksi dengan tertunda
penyembuhan (misalnya osteomyelitis atau cellulitis).
Menyelesaikan pembukaan mulut yang terbatas, membuat bedah mulut lebih mudah.
Prognosa pasien lebih baik dengan perawatan gigi ketika bebas dari rasa sakit .
Pertama, area di bawah operkulum yang lembut diirigasi untuk menghilangkan kotoran
dan eksudat inflamasi. Seringkali garam hangat digunakan tetapi solusi lain dapat digunakan
yang mengandung hidrogen peroksida, chlorhexidine atau antiseptik lainnya. Irigasi dapat
dibantu dalam hubungannya dengan debridement (menghilangkan plak, kalkulus dan sisa-sisa
makanan) dengan instrumen periodontal. Irigasi mungkin cukup untuk meringankan setiap
abses perikoronal terkait, jika sayatan kecil dapat dibuat untuk memungkinkan drainase
Memendekkan gigi lawan yang menggigit ke dalam operkulum yang terkena untuk
menghilangkan sumber trauma. (Peterson et. al.,2003)
Setelah pengobatan, jika ada tanda-tanda sistemik dan gejala, seperti wajah atau leher
bengkak, limfadenitis serviks, demam atau malaise, antibiotik oral harus diberikan. Antibiotik
umum digunakan adalah dari kelompok penisilin, klindamisin dan metronidazol. (Peterson et.
al.,2003)
Jika ada disfagia atau sesak (kesulitan menelan atau bernapas), maka ini biasanya berarti
ada infeksi parah dan harus dihantar ke rumah sakit yang tepat sehingga obat dapat diberikan
secara intravena. Kadang-kadang operasi semi- darurat dapat diatur untuk menurunkan
pembengkakan yang mengancam jalan napas. (Peterson et. al.,2003)
24
DAFTAR PUSTAKA
Al Hutami Aziz, A. 2012. Hubungan Abses Dengan Demam Sebagai Gejala Infeksi
Odontogenik.http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/2263.
Pathway
to
The
Submandibular
Space:
Imaging
Assessment.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi.
Fragiskos, F.D. 2007. Oral Surgery. Heidelberg : Springer.
rd
Pederson, GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Peterson L. J, Edward Ellis III, James R. Hupp, Myron R. Tucker. 2003. Contemporaray Oral
ad Maxillofacial Surgery. 4th edition. Missouri. Mosby. Pp/ 186-188
Topazian R.G., Morton H. Goldberg, James R. Hupp. 2002. Oral and Maxillofacial
Infections. 4th edition. Philadelphia. W.B. Saunders Company. Pp/ 171-173, 142144
25