Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glandula saliva dapat menjadi penyebab dari penyakit pada rongga mulut. Salah
satu penyakit yang mengenai glandula saliva ialah kista. Kista merupakan suatu kantong
patologis yang dapat terjadi pada tulang atau jaringan lunak yang berisi cairan,
mempunyai dinding berupa kapsul yang berlapis epitel. Kista yang berasal dari glandula
saliva dapat berupa mukokel dan ranula. Mukokel merupakan kista retensi/ekstravasasi
dari glandula saliva minor, sedangkan ranula merupakan kista retensi/ekstravasasi dari
glandula sublingualis dan submandibularis.
Mukokel paling banyak terjadi pada individu muda, skitar 70% pada individu di
bawah usia 20 tahun. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 10-20 tahun. Walaupun belum
diteliti lebih lanjut, mukokel superfisial cenderung terjadi pada usia lebih dari 30 tahun.
Telah dilaporkan kejadian mukokel kongenital, meskipun jarang terjadi.
Hasil penelitian di Minnesota, Amerika dari 23.616 orang dewasa berusia lebih
dari 35 tahun, mukokel merupakan lesi mukosa oral peringkat ke 17 yang sering terjadi
dengan prevalensi kira-kira 2,4 kasus yang ditemui per 1000 orang. The Third National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di Amerika mencatat, dari
pemeriksaan 17.235 orang dewasa berusia 17 tahun atau lebih menunjukkan prevalensi
mukokel sebesar 0,02%. Di Swedia, individu yang berusia 15 tahun atau lebih
menunjukkan prevalensi mukokel sebesar 0,11%. Di Brazilia, dari pemeriksaan 1200
orang anak yang dirawat di rumah sakit anak, menunjukkan prevalensi mukokel sebesar
0,08%. Dari hasil penelitian penyakit mulut di Minnesota, Amerika, ditemukan mukokel
sejumlah 1,9 kasus per 1000 orang laki-laki dan 2,6 kasus per 1000 orang perempuan.
Namun, pada penelititan lain didapatkan perbandingan prevalensi mukokel pada lakilaki : perempuan sebesar 1,3 : 1.
Berdasarkan data prevalensi, mukokel menunjukkan jumlah prevalensi yang
tidak banyak. Namun, sebagai dokter harus tetap mengetahui gambaran klinis mukokel,
mekanisme terjadinya, diagnosa banding dan perawatannya. Agar dapat mengatasi
dampak buruk ataupun gangguan yang diakibatkan oleh mukokel.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang
terkait yaitu :
1. Bagaimana gambaran klinis mukokel ?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya ?
3. Bagaimana perawatannya ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran klinis
mukokel. Membahas mekanisme terjadinya. Memberi pengetahuan tentang
perawatan mukokel

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Mukokel adalah lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan
oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di
sekitarnya. Paling sering terjadi pada bibir bawah (60% pada seluruh kasus), dan
dapat terjadi juga di mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut. Mukokel jarang
terjadi pada bibir atas, palatum molle.
Mukokel adalah penyakit mulut yang melibatkan glandula saliva. Glandula
saliva terbagi dua, yaitu glandula saliva mayor dan glandula saliva minor. Glandula
saliva mayor terdiri dari :
1

Glandula parotis
Merupakan glandula terbesar yang letaknya pada permukaan otot masseter
yang berada di belakang ramus mandibula, di anterior dan inferior telinga.
Glandula parotis menghasilkan hanya 25% dari volume total saliva yang
sebagian besar merupakan cairan serous.

Glandula submandibula
Merupakan glandula terbesar kedua setelah glandula parotis. Letaknya di
bagian medial sudut bawah mandibula. Glandula submandibula menghasilkan
60- 65% dari volume total saliva di rongga mulut, yang merupakan campuran
cairan serous dan mukus.

Glandula sublingual
Glandula yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar mulut bagian
anterior. Merupakan glandula saliva mayor yang terkecil yang menghasilkan
10% dari volume total saliva di rongga mulut dimana sekresinya didominasi
oleh cairan mukus (Bradley, 2006)
Sedangkan glandula saliva minor terdiri dari 1000 kelenjar yang tersebar pada

lapisan mukosa rongga mulut, terutama di mukosa pipi, palatum, baik palatum
durum maupun palatum molle, mukosa lingual, mukosa bibir, dan juga terdapat di
uvula, dasar mulut, bagian posterior lidah, dasar atau ventral lidah, daerah sekitar

retromolar, daerah peritonsillar, dan sistem lakrimal. Glandula saliva minor


terutama menghasilkan cairan mukus, kecuali pada glandula Von Ebners (glandula
yang berada pada papilla circumvalata lidah) yang menghasilkan cairan serous
( Rosen FS, 2010). Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor.
Tidak tertutup kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor
tergantung pada letaknya.

Glandula Saliva
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Mochammad
%20(060911)/f26-4a_salivary_glands_c.jpg)
2

Etiopatogenesis
Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak
begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik
trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut
mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma
pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua
gigi yang jarang, menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian
ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang

memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Dapat juga akibat
trauma pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses kelahiran bayi
yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan suction untuk
membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun trauma yang
disebabkan karena ibu jari bayi yang dilahirkan masih berada dalam posisi sucking
(menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma pada proses
kelahiran bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah terjadi trauma
yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus glandula saliva minor
rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa kemudian cairan mukus
terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi (adanya penumpukan
jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah
tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen kebiruan pada
mukosa mulut yang disebut mukokel (Flaitz CM, 2010).
Kedua diakibatkan adanya genangan mukus dalam duktus ekskresi yang
tersumbat dan melebar, tipe ini disebut mukus retensi. Genangan mukus dalam
duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar dapat disebabkan karena plug mukus
dari sialolith atau inflamasi pada mukosa yang menekan duktus glandula saliva
minor lalu mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva
minor tersebut, terjadi dilatasi akibat cairan mukus yang menggenang dan
menumpuk pada duktus glandula saliva, dan pada akhirnya ruptur, kemudian
lapisan subepitel digenangi oleh cairan mukus dan menimbulkan pembengkakan
pada mukosa mulut yang disebut mukokel (Neville BW, 2002) .
3

Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mukokel ekstravasasi mukus yang sering
disebut sebagai mukokel superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau mekanik,
dan mukokel retensi mukus atau sering disebut kista retensi mukus dimana
etiologinya plug mukus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut yang
menyebabkan duktus glandula saliva tertekan dan tersumbat secara tidak langsung
(Menta MSN, 2008). Literatur lain mengklasifikasikan mukokel menjadi tiga, yaitu
superficial mucocele yang letaknya tepat di bawah lapisan mukosa dengan diameter

0,1-0,4 cm, classic mucocele yang letaknya tepat di atas lapisan submukosa dengan
diameter lebih kecil dari 1 cm, dan deep mucocele yang letaknya lebih dalam dari
kedua mukokel sebelumnya. Dikenal pula tipe mukokel kongenital yang etiologinya
trauma pada proses kelahiran bayi (Angelica MS., 2010).

Mukokel ekstravasasi mukus (Zieve D,


2010)

Mukokel retensi mukus (Zieve D, 2010)

Gambaran Klinis dan Histopatologi

Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau


pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila
massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti
warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi
pasien tidak sakit.Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mukokel umumnya kurang dari 1 cm (Flaitz
CM, 2010).

Mukokel pada anterior median line


permukaan ventral lidah (Flaitz CM, 2010).

Mukokel pada bibir bawah (Flaitz CM, 2010).


Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstrsavasasi mukus berbeda dengan
tipe retensi mukus. Tipe ekstravasasi gambaran histopatologinya memperlihatkan
glandula yang dikelilingi oleh jaringan granulasi. Sedangkan tipe retensi
menunjukkan adanya epithelial lining ( Angelica MS., 2010).

Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstravasasi mukus yang terletak di


bibir bawah (Mucous cyst : Medical Encyclopedia. (10 Mei 2010)

Gambaran histopatologi mukokel yang bagian


duktusnya mengalami dilatasi (Jahanshahi G,
2007)

Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa mukokel dilakukan prosedur-prosedur yang meliputi
beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien. Pada pasien
anak dilakukan alloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh dari orang terdekat pasien.
Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang diperoleh dari pasien itu sendiri.
Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan pendukung. Pemeriksaan
yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda yang
terdapat pada pasien, yaitu pemeriksaan keadaan umum mencakup pengukuran temperatur
dan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar
limfe, pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis
keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual melihat
pembengkakan pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada
massa tersebut. Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat dilakukan palpasi
pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit pada saat dilakukan palpasi
(Hasibuan S, 2006).
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan
diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui kelainankelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi,
meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan (Computed
Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi konfensional (Hasibuan
S, 2006).

Diagnosa Banding
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel,
diantaranya hemangioma, lymphangioma, pyogenic granuloma (apabila letaknya pada
bagian anterior lidah), salivary gland neoplasm, dan lain-lain (. Flaitz CM, 2006). Untuk
dapat membedakan mukokel dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan riwayat
timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas mukokel
yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan

hasil pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiografi (Hasibuan S, 2006).
7

Perawatan
Pada umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta perawatan,
memiliki ukuran mukokel yang relatif besar. Perawatan mukokel dilakukan untuk
mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat
ukuran dan keberadaan massa. Sejumlah literatur menuliskan beberapa kasus mukokel
dapat hilang dengan sendirinya tanpa dilakukan perawatan terutama pada pasien anak-anak
(. Flaitz CM, 2006)..

Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan


pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan
terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk
atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya
rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya
trauma tidak segera disingkirkan atau dihilangkan, maka mukokel akan dengan mudah
muncul kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan perawatan bedah. Pembedahan
massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik
pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.
Eksisi mukokel dengan memakai modifikasi teknik elips, menebus mukosa, diluar
batas permukaan dari lesi. Batas mukokel dengan jaringan sehat mudah diidentifikasi, lesi
dipotong dengan teknik gunting, pengambilan glandula mukos asesoris, penutupan dengan
jahitan terputus
Terkadang mukokel dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, jika dibiarkan
tanpa perawatan akan meninggalkan luka parut. Mukokel biasanya harus diangkat, bisa
dengan bedah maupun laser. Namun ada kemungkinan pembedahan dapat menyebabkan
munculnya mukokel lain. Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan
menggunakan injeksi kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat
mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan.

Komplikasi
Mukokel biasanya tidak menimbulkan keluhan bila kecil, namun jika besar akan
menimbulkan deformitas, penipisan korteks tulang, sehingga timbul fenomena bola
pingpong (pingpong phenomenon). Bila terus membesar akan menembus tulang, sehingga
akan ditutupi jaringan lunak. Pada perabaan akan juga akan teraba fluktuasi. Bila kista ini
terinfeksi akan terasa sakit dan timbul pus (nanah).

BAB 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Flaitz CM, Hicks J. Mucocele and Ranula. 2006. (6 Mei 2010).
2. Bradley PJ. Head and Neck : Pathology and Treatment of Salivary Gland Conditions.
Elsevier Ltd,2006:304.
3. Rosen FS. Anatomy and Phisiology of The Salivary Glands. 2001. (18 Juli 2010).
4. (http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Mochammad%20(060911)/f264a_salivary_glands_c.jpg)
5. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral & Maxillofacial Pathology :
Salivary Gland Pathology. 2nd ed. W.B. Saunders Co, 2002:389-93.
6. Angelica MS. Mucous cyst. 2003 (6 Mei 2010).
7. Menta MSN, Hee JP, Vanessa SL. Mucocele in Pediatric Patients : Analysis of 36
Children. Pediatric Dermatology. Vol 25. Blackwell Publishing Inc,2008:308- 11
8. Zieve D. The A.D.A.M. Medical Encyclopedia. A.D.A.M., Inc. 1997-2010 (10 Mei
2010).
9. Jahanshahi G, Mansour AS, Khozeimeh F. Multiple Mucous Retention Cyst (Mucocele)
of The Oral Mucosa : A Case Report. Dent res J 2007;4(2):111-3.
10. Hasibuan S. Penuntun Prosedur Diagnosa Penyakit Mulut : Prosedur-prosedur untuk
Menegakkan Diagnosa Penyakit Jaringan Lunak Mulut. Bina Teknik Press. Edisi
II;2006:30-1.

Anda mungkin juga menyukai