Andy 406152020
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AF
Umur
: 2 tahun 9 bulan
Jenis kelamin
: Laki - laki
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk RS
: 30 November 2016
: 03 Desember 2016
II. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan orang tua pasien, pada tanggal 30
November 2016, Bangsal Bougenvile 2.
A. Keluhan Utama :
Kejang
B. Keluhan Tambahan
:
Demam , tidak nafsu makan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien mengalami kejang 1x SMRS. Keluhan kejang
disertai dengan demam tinggi sejak pagi . Setelah itu kejang
muncul tiba tiba, mengakibatkan keempat alat gerak pasien
kaku, mata memejam dan mulutnya mengatup kuat. Hal ini
berlangsung selama 2-3 menit. Setelah itu, pasien kembali
sadar dan menangis. Kejang muncul pada pukul 13.00.
Keluarga akhirnya memutuskan untuk
membawa pasien ke
Andy 406152020
F. Riwayat Pengobatan :
Sebelum dibawa ke rumah sakit , pasien hanya diberi obat
penurun panas dari warung.
G. Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu pasien secara rutin memeriksakan kehamilannya setiap
bulan ke bidan
Ibu pasien tidak mengalami kelainan, gangguan, ataupun
Andy 406152020
BB ( kg )
TB2(m)
= 15 = 18,5 kg/m
(0,90)2
Perkembangan
o Tidak ada gangguan perkembangan mental dan
emosi
o Psikomotor :
1. Tengkurap
2. Duduk
3. Berdiri Sendiri
4. Berjalan
: 2 bulan
: 5 6 bulan
: 12 bulan
Page | 3
Andy 406152020
Page | 4
Andy 406152020
Page | 5
Andy 406152020
Interpretasi :
BB/U : di atas 1
PB/U : di bawah -1
BB/TB : di atas 1
IMT/U : berada 2
K. Riwayat Asupan Nutrisi
Pasien mengkonsumsi ASI sejak lahir hingga usia 8 bulan.
Sejak usia 8 bulan pasien mulai mengkonsumsi bubur dan
susu formula.
Pasien mulai makan nasi baru sejak umur 1 tahun.
L. Riwayat Imunisasi
Ibu mengaku bahwa imunisasi anaknya diberikan lengkap dan
sesuai dengan jadwal imunisasi di posyandu
USIA
(bula
n)
VAKSIN YANG
DIDAPATKAN
Hepatitis B , BCG
Page | 6
Andy 406152020
Campak
tidak mudah
dicabut
f. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat,
g. Telinga
h. Hidung
i. Mulut
telinga lapang
dextra et sinistra, serumen (-/-), sekret(-/-)
: bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-/-)
: Sulcus nasolabialis simetris, mukosa bibir merah
muda, tidak
kering, sianosis (-), Tonsil T1-T1, hiperemis (-/-),
Page | 7
Andy 406152020
j. Leher
pembesaran KGB
leher (-),
pembesaran
tiroid (-)
k. Jantung
Inspeksi
: Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V Midclavicula
line sinistra
: Redup
Batas atas jantung di ICS II PSLS
Batas kanan jantung di ICS IV PSLD
Batas kiri jantung di ICS V MCLS
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
l. Pulmo
Inspeksi
: bentuk dada normal, saat inspirasi dan ekspirasi
Perkusi
Babinski (-)
Page | 8
Andy 406152020
Cadock (-)
Hasil
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
MCH
MCHC
MCV
RDW
MPV
PDW
Widal
S. typhi O
S. typhi H
S. typhi AH
S. typhi BH
12.3 g/dL
4.76jt/ul
36.1%
298 x 103/ul
21.5x 103 /ul
76.0
11,0
12.2
0,7
0,2
25,8 pg
34,1 g/dL
75.8 fL
13.3 %
8.3 fL
8.2 fL
Nilai
Rujukan
11,5-13,5 g/dL
3,9-5,9 jt/ul
34-40 %
150-400 103/ul
6,0-17,03/ul
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
27,0-31,0pg
33,0-37,0 g/dL
79,0-99,0fL
10-15 %
6,5 11,0 fL
10 18,0 fL
negatif
negatif
negatif
negatif
V. DIAGNOSA
Kejang Demam Simpleks
VI. DIAGNOSA BANDING
Andy 406152020
VII. PENATALAKSAAN
Tatalaksana Farmakologi
panas).
Bila anak
kembali
kejang,
keluarga
tidak
perlu
panik
VIII. PROGNOSIS
a. Ad Vitam
b. Ad Sanationam
c. Ad Fungtionam
: Bonam
: Bonam
: Bonam
Page | 10
Andy 406152020
CATATAN KEMAJUAN
Tanggal
01 Desember 2016
S:
O:
KU
Kesadaran
GCS
Nadi
Suhu
RR
Mata
Cor
Pulmonal
Abdomen
Kulit
Ekstremita
s
A:
P:
Tanggal
02 Desember 2016
S:
O:
KU
Kesadaran
GCS
Page | 11
Nadi
Suhu
RR
Mata
Cor
Pulmonal
Abdomen
Kulit
Ekstremita
s
Andy 406152020
A:
P:
Tanggal
03 Desember 2016
S:
O:
KU
Kesadaran
GCS
Nadi
Suhu
RR
Mata
Cor
Pulmonal
Abdomen
Kulit
Ekstremita
s
A:
P:
Page | 12
Andy 406152020
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium . Kejang demam ini
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23
bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki laki.
Page | 13
Andy 406152020
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat
kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Faktor
resiko
terjadinya
epilepsi
di
kemudian
hari
yaitu
adanya
gangguan
Andy 406152020
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
Page | 15
Andy 406152020
Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam. Suhu yang tinggi merupakan
keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri,
akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya
pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat
penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana anak
menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada
kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya. Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika
suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak
mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang
tiba tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang. Kejang pada
kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik
klonik seperti kejang grand mal; kadang kadang hanya kaku umum atau mata
mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak,
dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih mungkin.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8 % kejangn demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau
kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali
Page | 16
Andy 406152020
atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang demam.
Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang tidak disebabkan oleh infeksi susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf.
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Page | 17
Andy 406152020
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis
tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
Page | 18
Andy 406152020
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti :
Paresis nervus VI
Papiledema
Diagnosis Banding
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat
(otak) . Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat
antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
Page | 19
Andy 406152020
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila
setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal .Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
Pemberian Obat Pada Saat Demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5
10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut
cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25
% - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.
3. Pemberian Obat Rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Page | 20
Andy 406152020
hemiparesis, paresis
todd, cerebral
hidrosefalus.
Kejang fokal.
Andy 406152020
Andy 406152020
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang yang lebih
dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya
telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik,
kejang demam dapat berkembang menjadi :
Epilepsi
Kelainan motorik
Page | 23
Andy 406152020
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985
3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi
15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27.1982
5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta. 2006.
6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006
Page | 24