Anda di halaman 1dari 119

SKRIPSI

GAMBARAN PENERAPAN PATIENT SAFETY GOALS: KETEPATAN


IDENTIFIKASI PASIEN DAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF OLEH
PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
IBNU SINA

Skripsi ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan


Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH RAHMATIKA
ALIMUDDIN C12111259

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR

HALAMAN PERSETUJUAN
GAMliARAN PENERAPAN PATIENT SAFETY GOALS: KETEPATAN
rDENTfFlKASr

PASIEN DAN KOM1JN1KASl YANG EFEKTIF OLEU

PERAWAT PELAKSANA OJ RUANG RAWATfNAP RUMAH SAKIT fBNU

SINA

Oleh :

RAHMATlKA ALfMUI)OfN

NiM em II 259

Skiripsi ini diterirna dan diserujui uotuk dipertahankan didepan lim penguji
Dosen Pembimbing
Pembimbing I

Or. Wern

Pembimbing 11

olltji. s.KJ.6;.Kep
Mcngctahui ;

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kcdokteran
.JJl!iversiUlS Hasanuddin

ii

ii

iii

ABSTRAK
Rahmatika Alimuddin. C12111259. GAMBARAN PENERAPAN PATIENT SAFETY GOALS:
KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN DAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF OLEH
PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT IBNU SINA,
dibimbing oleh Werna Nontji dan Erfina (xii + 74 halaman + 12 tabel + 2 bagan + 5 lampiran)
Latar belakang: Patient safety (sasaran keselamatan pasien) merupakan suatu sistem dirumah
sakit untuk membuat pelayanan yang lebih aman pada pasien. Adapun tujuan dari patient safety itu
sendiri yaitu terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakti, meningkatkan akuntabilitas
rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD)
di rumah sakit, dan terlaksananya program pencegahan sehingga tidak ada pengulanggan KTD di
rumah sakit.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penerapan patient safety goals:
ketepatan identifikasi pasien dan komunikasi yang efektif oleh perawat pelaksana di ruang rawat
inap Rumah Sakit Ibnu Sina.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif . Pengukuran pada penelitian ini
menggunakan lembar observasi dengan menggunakan skala likert. Teknik pengambilan sampel
menggunakan stratified random sampling dan diperoleh jumlah sampel pada penelitian ini adalah
48 perawat pelaksana.
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 48 responden kurang baik dalam
melakukan identifikasi pasien secara tepat (100%), dan lebih dari setengah responden memiliki
komunikasi efektif yang baik (54,2%).
Kesimpulan & Saran: Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa semua responden
kurang baik dalam melakukan identifikasi pasien.. Oleh karena itu, disarankan agar perawat
meningkatkan penerapan keselamatan pasien.
Kata Kunci: Patient safety, ketepatan identifikasi pasien, komunikasi yang efektif
Sumber Literatur: 63 kepustakaan (2002 2014)

iv
iv

ABSTRACT
Rahmatika Alimuddin. C12111259. THE DESCRIPTION OF PATIENT SAFETY GOALS
IMPLEMENTATION: THE ACCURACY OF PATIENT IDENTIFICATION AND THE
EFFECTIVE COMMUNICATION BY EXECUTIVE NURSES AT INPATIENT ROOM
OF THE IBNU SINA HOSPITAL, supervised by Werna Nontji and Erfina (xii+ 74 pages+ 12
tables + 2 charts + 5 appendixs)
Background: Patient safety is a system in the hospital to create safer service in patient, While the
objectives of Patient safety are creating patient safety culture in the hospital, improving hospitals
accountability to the patient and society, reducing adverse event, and implementing prevention
program so that there is no repetition of adverse event in the hospital.
The Objective: this research aims to know the description of Patient Safety Goals
Implementation: The accuracy of Patient identification and the effective communication by
executive nurses at inpatient room of the Ibnu Sina hospital.
Method: this research uses descriptive research desain. The researchs measurement uses
observation sheet with likert scale. Sample-taking technique uses stratified random sampling and
to be obtained amount of specimen in this research is 48 executive nurses.
Result: Based on the researchs result show that 48 respondents are less good in doing exactly
patient identification (100%), and more than a half respondents have well effective communication
(54,2%).
Conclusion and suggestion: from researchs result can be conclude that all of respondents are
less good in doing patient identification. Therefore, being suggested for nurses improve the
implementation of patient safety.
Keyword: Patient safety, identifity patient correctly, improve effective comunication
References: 63 kepustakaan (2002-2014)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Azza Wa Jalla karena atas berkah, rahmat dan
lindungan-Nyalah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Gambaran penerapan patient safety goals: ketepatan identifikasi pasien dan


komunikasi yang efektif oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit
Ibnu Sina yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin dan memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca sebagai bahan masukan bagi penulis.
Penulis menyadari pula dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis banyak
mendapat masukan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu perkenankan
penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Werna Nontji, S.Kp, M.Kep sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar beserta staf yang telah
memberikan kesempatan dan dorongan serta bimbingan untuk menyelesaikan
bimbingan.
2. Dr. Werna Nontji, S.Kp, M.Kep dan Ns. Erfina., S.Kep., M.Kep., sebagai
pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
memberikan nasehat, arahan, dan petunjuk bahkan dukungannya yang sangat
membangun sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

vi

3. Nurmaulid, S.Kep, M.Kep. dan Dr. Kadek Ayu Erika, S.Kep. Ns., M. Kes.,
sebagai penguji yang telah mengarahkan dan memberikan masukan kepada
peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Direktur Rumah Sakit Ibnu Sina, Bagian Diklat, Kasubag Keperawatan,
Kepala Ruangan Rawat Inap serta staf yang lainnya atas izin dan bantuannya
dalam pelaksanaan penelitian.
5. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda Alimuddin, Ibunda Dahniar
dan adinda Alfina serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan
dukungan baik moril maupun materil selama kuliah hingga penyusunan
skripsi ini.
6. Teman-teman Injeksi (Widya, Nurliyanti, Luna, Alivia, Rina, Ayu Ashari,
Nurviah, Sri Yurfianti, Apriani, Mulyani, Kasmiadriani, Laila, Rosmini, Sulfadly,
Aswanto, Gunawan, Syahrul dan lainnya) yang senantiasa memberikan
dukungan, semangat, dan motivasinya.

7. Teman-teman seperjuangan (Muhammad Hidayat, Indar Dwi Ariyanti, Dwi


Al-Ashari, Siti Amalia Pratiwi, Najib Alatas, dan lainnya) atas semangat dan
dukungannya.
8. Teman-teman KKN Profesi Angkatan 47 (Tori, Selviana, Mutiah, Erna,
Hardiyanti, Sukma, Rezki, Dody dan Arifin) yang senantiasa memberikan
dukungan dan motivasinya.
Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
Makassar, November 2014
Peneliti

vii

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................... . i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................... . ii
KATA PENGANTAR.................................................................... . iii
ABSTRAK ..................................................................................... . v
ABSTRACT ..................................................................................... . vi
DAFTAR ISI .................................................................................. . vii
DAFTAR TABEL .......................................................................... . ix
DAFTAR BAGAN......................................................................... . xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. . xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................. . 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ . 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................... . 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................ . 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Patient Safety Goals (Sasasaran Keselamatan Pasien)

B. Ketepatan identifikasi pasien........................................ . 8


1. Pengertian identifikasi pasien................................. 8
2. Standar, Tujuan, dan Manfaat ................................ . 9
3. Elemen penilaian .................................................... . 10
4. Kesalahan identifikasi pasien ................................. . 13
5. Tindakan/prosedur yang membutukan identifikasi . 14
C. Komunikasi yang Efektif ............................................. . 17
1. Pengertian komunikasi ........................................... . 17
2. Tingkatan komunikasi ............................................ . 17
3. Jenis komunikasi .................................................... . 18
4. Fungsi komunikasi.................................................. . 21
5. Tujuan komunikasi ................................................. . 22
6. Komunikasi Efektif ................................................ . 22
viii
viiiv

7. Komunikasi efektif dalam patient safety ................ . 23


8. Komunikasi efektif perawat dan pasien ................. . 24
9. Komunikasi antar petugas kesehatan...................... . 28
D. Sasaran Keselamatan III, IV, V dan VI ....................... . 31
1. Penigkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai ............................................................. . 31
2. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan
tepat-pasien operasi ................................................ . 33
3. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan ................................................................ . 34
4. Pengurangan risiko pasien jatuh ............................ . 35
E. Langkah Penerapan Program Patient Safety ............... . 35
F. Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit

36

G. Indicator Patient Safety (IPS). ...................................... 37


BAB III KERANGKA KONSEP
Kerangka Konsep ............................................................. . 39
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .......................................................... . 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................... . 40
C. Populasi dan Sampel..................................................... . 40
D. Alur Penelitian .............................................................. . 43
E. Variabel Penelitian ....................................................... . 43
F. Instrumen Penelitian ..................................................... . 44
G. Pengolahan dan Analisa Data ....................................... . 45
H. Etika Penelitian............................................................. . 46
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian............................................................. . 48
B. Pembahasan ................................................................. 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................... . 67

ix
ix

B. Saran ............................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... . 68
LAMPIRAN

x
x

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status Kepegawaian, Status
Penikahan, Lama Kerja di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Ibnu Sina ..

49

Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketepatan


Identifikasi Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu
Sina ...

50

Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Komunikasi


yang Efektif di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu
Sina

50

Tabel 5.4: Distribusi Frekuensi Responden tentang Ketepatan Identifikasi


Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina
Berdasarkan Umur

51

Tabel 5.5: Distribusi Frekuensi Responden tentang Ketepatan Identifikasi


Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina
Berdasarkan Jenis Kelamin

51

52

xi
xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... . 39


Bagan 4.1 Alur Penelitian .......................................................................... . 43

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Master Tabel
Lampiran 4 Lembar Hasil Analisis Data
Lampiran 5 Surat-Surat

xiii

xiv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan di Rumah Sakit harus memenuhi standar pelayanan
kesehatan yang didalamnya juga terdapat tentang keselamatan. Keselamatan
pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal
itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Institut rumah sakit selalu
meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome
dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antarah
lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, International Standard
Organization (ISO), Indikator Klinis dan lain sebagainnya. Namun harus
diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga
(KTD) (Depkes RI, 2006).
Pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu ditunjang dengan pelayanan
keperawatan yang berkualitas, karena pelayanan keperawatan merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan. Perawat memiliki peran yang
sangat besar dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan seperti
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan pasien serta citra rumah sakit
karena 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit diberikan oleh perawat
(Huber, 2010).
Depkes (2008), tantang pamduan keselamatan pasien di rumah sakit,
sasaran keselamatan pasien merupakan salah satu indikator penilaian kualitas

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien


adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Enam
sasaran keselamatan pasien meliputi: (1) ketepatan identifikasi pasien (2)
meningkatkan komunikasi yang efektif, (3) meningkatkan keamanan obat-obatan
yang harus diwaspadai, (4) memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur
yang benar, dan pembedahan pada pasien yang benar , (5) dilakukannya
kampanye Hand Hygine, (6) reduksi resiko pasien cedera dari jatuh.
Sasaran pertama dari patient safety yang menjadi ujung tombak adalah
ketepatan identifikasi pasien. Identifikasi pasien dilakukan pada saat sebelum
melakukan tindakan keperawatan atau prosedur lain, pemberian obat,
tranfusi/produk darah, pengambilan darah dan pengambilan spesimen lain
untuk uji klinis. Cara identifikasi pasien yaitu nama pasien, nomor
identifikasi, tanggal lahir, dan gelang berkode batang. Nomor kamar atau
tempat tidur pasien tidak dapat digunkan untuk identifikasi (Depkes, 2008).
Setyowati (2010). mengemukan kesalahan identifikasi pasien diawal
pelayanan akan berdampak pada kesalahan pelayanan pada tahap selanjutnya.
Risiko keselamatan terjadi kerika terdapat ketidakcocokan antara pasien
dengan item pelayanan yang harusnya diterima, baik bersifat diagnostik
terapeutik, maupun pelayanan pendunkung lainnya. Kesalahan identifikasi
pasien merupakan akar masalah adanya banyak kesalahan yang terjadi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joint Commision International
(JCI)

di

Amerika

Serikat

menemukan

adanya

kesalahan

dalam

mengidentifikasi pasien mencapai 13% dari kasus bedah dan 67% kesalahan

identifikasi pasien dalam memberikan tranfusi

darah,

dari

67%

kesalahan tranfusi darah 11 orang diantaranya meninggal (JCI, 2010).


National Safety and Quality Health Service Australia mencatat adanya 10
kejadian akibat kesalahan pasien atau anggota badan yang salah berdampak
pada kematian atau kehilangan fungsi tubuh secara permanen selama tahiun
2009-2010 akibat kesalahan identifikasi pada awal pelayanan (Australian
Commision on Safety and Quality in Health Care, 2012).
. Cahyono (2008) menyatakan dari 355 pasien meninggal akibat dari
tranfusi berat, 49% diantaranya diakibatkan oleh kesalahan dalam
megidentifikasi pasien. Anggraeni (2013) mengemukakan data insiden
keselamatan pasien di Rumah Sakit X Malang pada periode bulan Januari
sampai September 2013 tercatat sebanyak 76 insiden. Dari 76 insiden yang
dilaporkan tersebut, 10 insiden keselamatan pasien pada bulan Januari sampai
Juni 2013 menemukan adanya kesalahan identifikasi pasien sebanyak 89 kali
dengan rata-rata 18 kali per bulan.
Sasaran kedua dari patient safety yaitu komunikasi yang efektif,
sangat diperlukan dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
Komunikasi dikategorikan sebagai berikut: (1) komunikasi lisan, (2)
komunikasi tulisan, dan (3) komunikasi via telepon (Depkes, 2008).
Komunikasi sangat berperan dalam menurunkan angka KTD di rumah sakit.
Hal ini didasarkan pada laporan Agency of Health Care Research and
Qualty (AHRQ) bahwa komunikasi merupakan 65% menjadi akar dari
masalah KTD atau kematian pasien (AHRQ, 2008).

Hasil

penelitian

miskomunikasi

verbal

Manojlovich
atau

(2007)

buruknya

mengemukakan

antara

dokter

bahwa

dan

perawat

menyebabkan 37% dari insiden KTD. Insiden medication error yang


dilaporkan di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng yaitu sebanyak

18 kasus

pada tahun 2010 dan 16 kasus pada tahun 2011 salah satunya kegagalan
komunikasi/salah interpretasi antara prescriber dengan dispenser dalam
"mengartikan resep" yang disebabkan oleh tulisan tangan prescriber yang
tidak jelas (Bayang, 2012).
Rekam Medis Ibnu Sina mengemukakan bahwa pada bulan Agustus
2013 sampai Maret 2014 telah terjadi 15 kasus KTD yang didalamnya juga
terdapat kasus kesalahan identifikasi pasien dan kesalahan komunikasi.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat gambaran penerapan
pantient safety goals: ketepatan identifikasi pasien dan komunikasi yang
efektif oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina
B. Rumusan Masalah
Mengidentifikasi pasien dengan benar, baik yang akan melakukan
pemberian terapi maupun yang akan dilakukan tindakan/pemeriksaan
penunjang merupakan bagian dari proses pelayanan yang safety, perawat
kadang tidak memperhatikan dengan baik gelang pada pasien sebelum
melakukan tindakan dan kurangnya komunikasi dengan pasien dan teman
sejawat berpengaruh pada patient safety .
Berdasarkan

uraian

yang

telah

dijelaskan

permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

sebelumnya,

maka

Bagaimana gambaran

penerapan patient safety goal: ketepatan identifikasi pasien dan komunikasi


yang efektif oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu
Sina?
C. Tujuan Penelitian
1.

Diketahuinya gambaran penerapan patient safety goal: ketepatan


identifikasi pasien

2.

Diketahuinya gambaran penerapan patient safety goal: komunikasi yang


efektif

D. Manfaat Penelitian
1.

Bagi Pendidikan Keperawatan


a. Dapat

digunakan

sebagai

bahan

rujukan

pengembangan

keperawatan manajemen khususnya untuk peningkatan keselamatan


pasien dan peningkatan mutu pelayanan keperawatan
b. Dapat digunakan sebagai informasi tentang manfaat pengunaan
berbagai teori manajemen keperawatan sebagai kerangka fikir dalam
melaksanakan penelitian
2.

Bagi Pelayanan Kesehatan


Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan acuan dalam
penerapan patient safety untuk meningkatkan pelaksananan asuhan
keperawatan yang lebih komperhensif.

3.

Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan riset
selanjutnya yang ingin melakukan penelitian terkait dengan penelitian
tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Patient Safety Goals (Sasasaran Keselamatan Pasien)


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assessment resiko, identifkasi pasien dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari indiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan (Depkes, 2008).
Tujuan dari sasaran keselematan pasien

menurut Depkes (2008)

meliputi (1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, (2)


Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, (3)
Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit, dan
Terlaksananya

program-program

pencegahan

sehingga

tidak

(4)
terjadi

pengulangan KTD.
Kebijakan keselamatan pasien dirumah sakit yaitu rumah sakit wajib
melaksanakan keselamatan pasien, rumah sakit wajib melaksankan 7
langkah menuju keselamatan pasien, rumah sakit wajib menerapkan standar

keselamatan pasien dan evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan


dilakukan melalui program akreditasi rumah sakit (Depkes, 2008).
Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit

meliputi

sasaran

yaitu (1) identifikasi pasien dengan benar, (2) meningkatkan komunikasi


yang efektif, (3) meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai, (4) Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien
Operasi, (5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan (6)
Pengurangan Risiko Pasien Jatuh (Depkes, 2008).
B.

Ketepatan Identifikasi Pasien


1. Pengertian
Identifikasi merupakan pemberian tanda-tanda pada golongan
barang-barang atau sesuatu. Hal ini perlu, oleh karena tugas identifikasi
ialah membedakan komponen-komponen yang satu dengan yang
lainnya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan. Dengan identifikasi
dapatlah suatu komponen itu dikenal dan diketahui masuk dalam
golongan mana (KBBI, 2009).
Sutoto

(2012),

menyatakan

identifikasi

adalah

proses

pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti


diri seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan
keterangan tersebut dengan individu seseorang. Identifikasi pasien
adalah proses pencatatan data pasien yang benar sehingga dapat
menetapkan dan mempersamakan data tersebut dengan individu yang

bersangkutan. Identifikasi dilakukan mulai pendaftaran hingga keluar


rumah sakit (Aprilia, 2011).
2. Standar, Tujuan, dan Manfaat
Standar keselamatan pasien (SKP) pertama yaitu rumah
mengembangkan

pendekatan

ketelitian identifikasi pasien.

sakit

untuk memperbaiki/meningkatkan

Tujuan SKP identifikasi pasien adalah

kesalahan karena keliru dalam ketepatan identifikasi pasien dapat


terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam
keadaan terbius/tersedasi,

mengalami

disorientasi,

tidak

sadar,

bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan


sensori, atau akibat situasi lain (Depkes, 2008).
Sutoto (2012), mengemukakan tujuan identifikasi pasien: (1)
menghindari kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di
rumah

sakit,

(2)

memastikan

pasien

yang

akan

diberikan

tindakan/pengobatan/sampel yang diambil dari pasien dengan identitas


pasien agar tidak salah pemberian agar tercipta patient safety, (3)
memberikan identitas dan membedakan pasien, (4)

Keamanan dari

masalah hukum, (5) mengenali secara fisik (melihat wajah secara umum,
membandingkan dengan foto), (6) memperoleh keterangan pribadi
(nama, alamat, tanggal lahir, dan lain-lain), (7) Penggabungan antara
pengenalan fisik dengan keterangan pribadi (KTP, SIM, dan tanda
pengenal lainnya).

Depkes (2008), menyatakan maksud sasaran ini adalah untuk


melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi
pasien

sebagai

individu

yang akan

menerima

pelayanan

atau

pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan


terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara
kolaboratif

dikembangkan

untuk memperbaiki

proses identifikasi,

khususnya pada proses untuk ketepatan identifikasi pasien ketika


pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan
atau tindakan lain.
3. Elemen Penilaian
Depkes (2008), menyatakan kebijakan

dan/atau

prosedur

memerlukan sedikitnya dua cara untuk ketepatan identifikasi seorang


pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar
pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau

prosedur

juga menjelaskan

berbeda di lokasi yang berbeda

penggunaan

dua

identitas

di rumah sakit, seperti di

pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi


termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Proses
kolaboratif

digunakan

untuk

mengembangkan

kebijakan dan/atau

prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk


dapat diidentifikasi.

10

Elemen penilaian sasaran ketepatan identifikasi pasien dalam


panduan keselamatan pasien rumah sakit (Depkes, 2008), sebagai
berikut:
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak
boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. Identifikasi
dilakukan mulai pendaftaran hingga keluar rumah sakit.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
d. Pasien

diidentifikasi

sebelum

pemberian

pengobatan

dan

tindakan/prosedur.
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Aprilia (2011), menjelaskan dalam penelitian mengenai elemen
penilaian ketepatan identifikasi pasien, sebagai berikut:
a. Identifikasi dilakukan mulai pendaftaran hingga keluar rumah sakit.
Identifikasi dilakukan minimal 2 cara, yaitu nama lengkap dan
tanggal lahir pasien atau nomor rekam medis. Nomor kamar dan
nama ruangan tidak boleh dipakai. Untuk pasien yang tidak sadar
melalui gelang tangan.
b. Pasien diidentifikasi sebelum diberi obat, darah maupun produk dari
darah. Pemberian obat: mengetahui jenis obat, khasiat, efek

11

samping, kontraindikasi, dosis umum, dan cara pemberian obat.


Siapkan obat sesuai instruksi yang ada dalam DO (daftar obat).
Lakukan prinsip 5 benar dan 1 dokumentasi benar (benar pasien,
benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar
dokumentasi). Perawat saksi memberi paraf pada kolom yang
tersedia dan yang memberi obat pada kolom yang lainnya bila obat
sudah diberikan.
c. Pasien diidentifikasi sebelum diambil darah dan specimen lain
untuk uji klinis. Pemberian transfuse darah: lakukan double check
dengan perawat lain: instruksi dokter, nama, tanggal lahir, dan
golongan darah, jenis, jumlah darah, dan nomor harus sesuai dengan
form permintaan, form cross match, yang tertulis di kantong darah
dan cek tanggal dan jam kadaluarsa. Sebelum transfuse cek tanda
vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, dan skor nyeri serta
keadaan umum pasien. Setelah transfuse cek tanda vital: reaksi
alergi serta keluhan pasien setiap 15 menit untuk jam pertama
selanjutnya setiap jam sampai dengan transfuse selesai dan
dokumentasikan dalam lembar grafik observasi. Sampel lab: beri
label pasien pada formulir pemeriksaan laboratorium.
d. Pasien diidentifikasikan sebelum diberi perawatan dan prosedur.
Misalnya operasi: serah terima dari ruangan dilakaukan oleh penata
anastesi/perawat bedah dengan perawat ruangan, cek dokumen
pasien pada status pasien dan checklist pre dan post operasi.
12

e. Adanya SOP sebagai kebijakan dan/atau prosedur yang mendukung


praktik yang konsisten di semua situasi dan lokasi.
4. Kesalahan dalam Identifikasi Pasien
Menurut Meliawati (2013), Beberapa kondisi terjadinya kesalahan
dalam identifikasi pasien antara lain :
a. Tidak terpasang gelang identitas.
b. Kesalahan dalam memberikan obat (nama obat, dosis obat, cara
pemberian, waktu pemberian).
c. Kesalahan dalam pemberian tranfusi darah.
d. Kesalahan identitas dalam pengambilan contah darah atau bahan
lain untuk pemeriksaan laboratorium, radiologi atau pemeriksaan
penunjang lainnya
e. Kesalahan jenis pemeriksaan.
f. Kesalahan

dalam

memberikan

hasil

laboratorium,

radiologi

atau hasil diagnostik lainnya.


g. Kesalahan dalam melakukan prosedur.
h. Kesalahan

menempelkan

identitas

pada

bahan

pemeriksaan

yang akan dikirim.


i. Kesalahan dalam serah terima pasien antar unit.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk ketepatan
identifikasi pasien secara besar sering mengarah kepada keselahan
pengobatan, transfuse maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang
keliru, orang penyerahan bayi kepada buka keluarganya. Rekomendasi

13

ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,


termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standarisasi dalam metode
identifikasi di semua rumah sakit dalam sistem layanan kesehatan, dan
partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, serta penggunaan protocol untuk
membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama (Depkes,
2006).
5. Tindakan/ Prosedur yang Membutuhkan Identifikasi
Identifikasi pasien yang benar merupakan landasan keselamatan
pasien dalam pengaturan kesehatan. Keselahan identifikasi pasien dapat
terjadi dalam setiap lokasi di mana layanan kesehatan diberikan seperti
ruang rawat inap, rawat jalan, dan laboratorium (Dhatt, Damirl,
Matarelli, Krishned & James, 2011).
Tindakan/prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien yaitu
saat pemberian obat, tranfusi darah, prosedur/tindakan diagnostik dan
operasi karena hal tersebut banyak menagkibatkan terjadinya kesalahan.
Identifikasi pasien mengunakan dua identitas pasien seperti nama,
tanggal lahir, gelang identifikasi, dan nomor rekam medis (RM)
(Depkes, 2008).
Gelang identifikasi pasien adalah uatu alat berupa gelang
identifikasi

yang dipasangakan kepada pasien secara individual dan

digunakan sebagai identitas pasien selama dirawat di rumah sakit.


Identifikasi pasien meliputi penamaan, penomoran, dan penanda khusus
untuk pasien. Identifikasi pasien dilakukan di semua unit perawatan di

14

rumah sakit sejak awal pasien dating berobat (Dhatt et al 2011; Murphy
& Kay, 2004)..
Prosedur pelaksanan identifikasi (Murphy & Kay, 2004), sebagai
berikut:
a. Prosedur pelaksanaan identifikasi pasien sebelum pemberian obatobatan.
1)

Perawat harus memastikan identitas pasien dengan benar


sebelum melakukan prosedur dengan cara :
a)

Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan


tanggal lahirnya.

b)

Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal


dengan

rekam

medis.

Jika data yang diperoleh sama,

lakukan prosedur/berikan obat.


2)

Jika terdapat lebih dari 2 pasien di ruang rawat inap


dengan nama yang sama, periksa ulang identitas dengan
melihat alamat rumahnya.

3)

Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus


diperoleh sebelum pemberian obat.

b. Prosedur pelaksanaan identifikasi pasien sebelum pemberian


tindakan/prosedur.
1)

Petugas harus memastikan identitas pasien dengan benar


sebelum melakukan prosedur, dengan cara :

15

a)

Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan


tanggal lahirnya.

b)

Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal


dengan

rekam

medis.

Jika data yang diperoleh sama,

lakukan prosedur.
2) Jika terdapat lebih dari 2 pasien diruang rawat inap dengan nama
yang sama, periksa ulang identitas dengan melihat alamat
rumahnya.
3) Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus
diperoleh sebelum pemeriksaan dilakukan.
c. Prosedur pelaksanaan identifikasi pasien sebelum pengambilan
produk darah dan pemberian darah (transfusi).
1)

Identifikasi,

pengambilan,

pengiriman,

penerimaan,

dan

penyerahan komponen darah (tranfusi) merupakan tanggung


jawab petugas yang mengambil darah.
2)

Dua

orang

petugas rumah sakit

yang

kompeten

harus

memastikan kebenaran : data demografik pada kantong darah,


jenis darah, golongan darah pasien dan yang tertera pada
kantong darah, waktu kadaluarsanya, dan identitas pasien pada
gelang pengenal.
3) Petugas rumah sakit

harus

meminta

pasien

untuk

menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahirnya.

16

4)

Jika petugas rumah sakit

tidak yakin/ ragu akan kebenaran

identitas pasien, jangan lakukan tranfusi darah sampai diperoleh


kepastian identitas pasien dengan benar.
C. Komuikasi yang Efektif
1.

Pengertian Komunikasi
Menurut Pohan (dikutip dalam Effendy, 2009) secara etimologis,
kata komunikasi berasal dari bahasa latin (Yunani):

cimmunicare,

yang dalam bahasa inggris sepadan dengan to share, yang berarti saling
berbagi pengertian dan makna, sehingga terdapat commones atau
kesamaan makna dan pengertian. Komunikasi adalah proses dengan
symbol verbal dan non verbal dikirim, diterima dan diberi arti.
Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat
(Balzer, 2004)
2.

Tingkatan Komunikasi
Perawat menggunakan berbagai tingkatan komunikasi pada peran
professionalnya. Keterampilan komunkasi harus meliputi teknik yang
menggambarkan kompetensi dalam tiap tingkat. Tingkatan komunikasi
meliputi:
a.

Komunikasi intrapersonal merupakan bentuk komunikas di dalam


diri individu. Tingkatan komunikas ini dikenal sebagai berbicara
dengan diri sendiri (self-talk), verbalisasi pikiran dan pikiran dalam
hati (Balzer, 2004).

17

b.

Komunikasi interpersonal merupakan interaks antara perawat dan


pihak lain yang sering terjadi saat berhadapan langsung. Ini
merupakan tingkatan komunikasi yang paling sering digunakan
dalam proses keperawatan dan berada pada inti praktek (Balzer,
2004).

c.

Komunikasi transpersonal merupakan interaksi yang terjadi pada


wilayah spiritual seseorang. Penelitian pengaruh agama dan
spiritualitas telah semakin banyak, sehingga membantu kita
memahami peranannya dalam kesehatan dan koping (Stefanek,
McDonald, & Hess, 2005).

d.

Komunikasi kelompok kecil merupakan interaksi yang tejadi saat


kelompok kecil individu bertemu. Kelompok kecil menjadi lebih
efektif jika mampu bekerja, memiliki tempat pertemuan yang
sesuai, dan komitmen di antara anggotanya (Arnold & Boggs, 2003)

e.

Komunikasi public merupakan interaksi dengan pendengar.


Komunikasi publik yang efektif akan meningkatkan pengetahuan
pendengar tentang topic dan masalah kesehatan serta hal penting
lainnya dalam profesi keperawatan (Potter & Perry, 2009).

3.

Jenis Komunikasi
Komunikasi

dapat

dibedakan

komunikasi tertulis, komunikasi

dalam

verbal,

lima

komunikasi

jenis,

yaitu

non-verbal,

komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.

18

a. Komunikasi tertulis

merupakan komunikasi yang penyampaian

pesan secara tertulis baik manual maupun melalui media seperti


email, surat, media cetak. lainnya. Prinsip komunikasi tertulis
yaitu lengkap, ringkas, pertimbangan, konkrit, jelas, benar, dan
sopan. Menurut Arwani & Monica (2003), menyatakan dalam
Rumah

Sakit,

perkembangan

komunikasi
pasien,

tertulis

catatan

dapat

medis,

berupa

laporan

catatan

perawat

dan

catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut :


1)

Sebagai tanda bukti tertulis otentik, seperti persetujuan operasi

2)

Dokumentasi historis, seperti rekam medis pasien.

3)

Jaminan keamanan

4)

Pedoman atau dasar bertindak, seperti surat keputusan, surat


perintah, surat pengangkatan, dan standar operasional prosedur
(SOP)

Keuntungan komunikasi tertulis di rumah sakit, sebagai berikut :


1)

Adanya dokumen tertulis

2)

Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman

3)

Dapat menyampaikan ide yang rumit

4)

Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan

5)

Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai

6)

Dapat

menegaskan,

menafsirkan

dan

menjelaskan

komunikasi lisan
7)

Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

19

b. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang disampaikan secara


lisan. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui
sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini
terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap
muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung
dalam bentuk

respon dari pihak komunikan (Arnold & Boggs,

2003).
Potter & Perry (2009), mengemukakan komunikasi verbal ini
harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa kata,
tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan
kesesuaian. Jenis

komunikasi

ini

sering

digunakan dalam

pelayanan di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi secara


verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.

Komunikasi ini

biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi


ini adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara
langsung.
c. Komunikasi non verbal merupakan

proses

komunikasi

dimana

pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi ini


adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain.
Stuart & Laraia (2005), menyatakan tenaga medis perlu
menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan oleh
pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan

20

keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan


yang disampaikan secara verbal, misalnya, menggunakan gerak
isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbolsimbol serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas
suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
d. Komunikasi simbolik merupakan symbol lisan dan nonverbal yang
digunakan pihak lain untuk menyampaikan arti. Seni dan music
merupakan komunikasi simbolik yang digunakan perawat untuk
meningkatkan pemahaman dan mendorong pemulihan (Lane, 2006).
e. Metakomunikasi merupakan istilah yang luas merujuk kepada
seluruh faktor yang memengaruhi komunikasi. Kesadaran akan
faktor ini membantu individu memahami hal yang dikomunikasikan
(Arnold & Boggs, 2003).
4.

Fungsi Komunikasi
Menurut Lasswell (dikutip dalam Effendy, 2009) mengemukakan
bahwa komunikasi terdiri dari tiga fungsi
a.

Pengamatan
environment),

terhadap

lingkungan

penyikapan

ancaman

(the
dan

surveilence

of

kesempatan

the
yang

memengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur didalamnya


b.

Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan


(correlation of the compenents of society in making a respone in the
environment.

21

c.

Penyebaran warisan sosial (transmission of the social inheritance).


Di sini berperan sebagi pendidik,

baik dalam kehidupan rumah

tangganya maupun sekolah yang meneruskan warisan sosial kepda


keturunan berikutnya.
5.

Tujuan Komunikas
Menurut Effedy (2009), umumnya komunikasi mempunyai
beberapa tujuan antara lain:

6.

a.

Supaya disampaikan dapat dimengerti.

b.

Memahami orang lain

c.

Supaya gagasan dapat diterima oleh orang lain

d.

Menggerakkan orang lainuntuk melakukan sesuatu.

Komunikasi Efektif
Menurut Effedy (2009), komunikasi yang efektif meliputi:
a.

Menumbuhkan kesadaran

b.

Meningkatkan pengetahuan

c.

Memengaruhi sika

d.

Membawa keuntungan dalam mengubah perilak

e.

Menegaskan penegtahuan, sikap dan perilaku yang sudah ad

f.

Menunjukkan keterampilan

g.

Mendorong aksi yang seger

h.

Meningkatkan wawasan untuk layana

i.

Menghilangkan mitos dan kesalahpahama

j.

Memengaruhi norm

22

k.
7.

Menumbuhkan volume suara kampanye untuk tema tertentu.

Komunikasi Efektif dalam patient safety


(Depkes, 2008), mengemukakan Standar SKP kedua yaitu Rumah
sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Maksud dan Tujuan

adalah

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan


yang dipahami

oleh

pasien,

menghasilkan peningkatan

akan

mengurangi

keselamatan

pasien.

kesalahan,
Komunikasi

dan
yang

mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah


diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah
terjadi

kesalahan

yang

lain

adalah

pelaporan kembali

hasil

pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito


melalui telepon ke unit pelayanan.
Kebijakan dan/atau
menjelaskan

prosedur

bahwa diperbolehkan

pengidentifikasian
tidak

melakukan

juga

pembacaan

kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar


operasi dan situasi gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
atau Intensive Care (IC). Memberikan informasi/ instruksi secara
lengkap dan jelas tanpa memakai singkatan yang tidak baku/ standar
(Depkes, 2008).
Elemen

penenilaian

komunikasi

efektif

dalam

panduan

keselamatan pasien rumah sakit (Depkes, 2008) , sebagai berikut:

23

a.

Instruksi verbal, isntruksi via telepon, atau hasil tes penunjang klinis
ditulis oleh penerima instruksi

b.

Instruksi verbal, instruksi via telepon, atau hasil tes penunjang klinis
dibacakan kembali oleh penerima instruksi. Read Back ditulis
dengan lengkap dan jelas. Tulis Read Back+ di catatan
perkembangan terintegrasi dengan tinta warna merah

c.

Verifikasi oleh pemberi instruksi dalam 1x24 jam semenjak


instruksi diberikan dengan cara tanda tangan instruksi yang telah
ditulis sebelumnya

d.

Adanya SOP sebagai kebijakan dan atau prosedur yang mendukung


praktek yang konsisten dalam memverifikasi akurasi komunikasi
verbal dan telepon.

8.

Komunikasi Efektif Perawat dan Pasien


Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi verbal akan
menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan
pelaksanaan

proses

keperawatam, perawat

selalu

menggunakan

komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal


yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal (Arnold & Boggs,
2003).

24

Hubungan perawat dengan pasien tidak terbentuk begitu saja ,


perawat menciptakannya dengan bantuan perhatian, keterampilan, dan
kepercayaan. Kemajuan alamiah dari empat fase arahan tujuan
merupakan karakteristik hubungan perawat-pasien. Hubungan ini sering
dimulai sebelum perawat bertemu dengan pasien dan terus berlangsung
sampai hubungan pelayanan berakhir. Bahkan interaksi yang singkat
juga menggunakan versi singkat dari fase prainteraksi, orientasi, kerja,
dan terminasi (Arnold & Boggs, 2003).
Interaksi perawat dan pasien dari fase prainteraksi sampai
terminasi diimplemetasikan dalam tahapan pelaksanan
keperawatan.

Proses

keperawatan

ditunjang

dengan

proses
komunikasi

(Nursalam, 2013). Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi


tahap pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, dan pelaksanaan,
sebagai berikut:
a. Tahap Pengkajian
Potter & Perry (2009), mengemukakan Pengkajian merupakan
tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data
pasien. Data tersebut diperlukan

sebagai dasar pelaksanaan proses

keperawatan pada tahap selanjutnya. Sumber data pasien diperoleh


dari klien, kelurga dan kerabat lainnya, tim kesehatan, rekam medis,
catatan lain dan literature. Metode pengumpulan data pada
pengkajian

yaitu

wawancara,

riwayat

kesehatan,

riwayat

25

keperawatan, informasi biografi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


diagnostic serta laboratorium.
b. Tahap perumusan diagnosa
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari
tahap pengkajian. Perumusan diagnosa

keperawatan

merupakan

hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya,


tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang
dialami pasien.

Diagnosa

keperawatan

yang

tepat

memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien


(NANDA Internatonal, 2007).
c. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien
diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk
menentukan alternative rencana keperawatan yang akan diterapkan.
Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media
komunikasi antar petugas kesehatan yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilakukan secara teratur dan efektif (Potter
& Perry, 2009).
d. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan
yang

ditetapkan terlebih dahulu.

ketrampilan dalam

Aktifitas ini memerlukan

berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua

katergori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu

26

saat

mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat

pasien mengalami masalah psikologis (Bulechek, Butcher, &


Doctherman, 2008).
e. Tahap evalusi
Proses evaluasi akan ditemukan kebutuhan pasien yang belum
terpenuhi dan merupakan hal yang normal, lakukan perubahan rencana
berdasarka respon pasien. Konsultasi

dengan perawat lainnya akan

menghasilkan saran untuk memperbaiki komunikasi, pendekatan, dan


penyampaian pelayanan (Potter & Peery, 2009).
Semua tahapan

dalam proses komunikasi perawat harus di

dokumentasikan ke dalam rekam medis pasien (RM). Potter & Perry


(2009), menyatakan RM merupakan metode dokumentasi yang
menekan fokus pada klien, pendekatan ini mengoordinasikan rencana
perawatan yang dilakukan. RM memiliki bagian utama berupa data
dasar, rencana pelayanan, dan catatan kemajuan. Data dasar yaitu
mengandung semua informasi pengkajian pasien (riwayat dan
pemeriksaan fisik, riwayat inap dan pengkajian berkelanjutan,
pemeriksaan oleh ahli gizi, hasil laboratorium, dan pemeriksaan
klinis). Daftar masalah meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, dan lingkungan klien. Rencana asuhan keperawatan
meliputi diagnosis keparawatan, hasil yang diharapkan, dan
intervensi. Rekam medis juga menjadi bahan komunikasi antar

27

petugas kesehatan secara tertulis, semua hal mengenai kondisi pasien


dituliskan dalam RM.
9.

Komunikasi antara petugas kesehatan


Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan
berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Komunikasi disini berfokus
pada

pembentukan

tim,

fasilitas

proses

kelompok,

kolaborasi,

konsultasi, delegasi, supervise, kepemimpinan, dan manajeman (Triola,


2006).
Interaksi perawat dengan tim lain yang efektif yaitu memberikan
informasi/ instruksi secara lengkap dan jelas tanpa memakai singkatan
yang

tidak

baku/

standar.

Melakukan

read

back

terhadap

informasi/instruksi yang diterima secara lisan maupun tulisan melalui


telepaon atau melaporkan hasil pemeriksaan penting yang mebutuhkan
verifikasi oleh penerima informasi. Standarisasi singkatan, akronim,
simbol

yang berlaku di rumah sakit. Memberlakukan standar

komunikasi pada saat operan hand over communication. Meningkatkan


ketepatan laporan. Repeat back dilakukan pada saat dokter memberi
instruksi sebelum memasukkan obat (Depkes, 2008).
Arwani & Monica (2003) menyatakan berkomunikasi di rumah
sakit, petugas

dan

tenaga medis harus melakukan proses verifikasi

terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan catat, baca kembali


dan konfirmasi ulang (CABAK), yaitu
a. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.

28

Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana


komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan
kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak besar
dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
b. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (Catat).
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima
pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas. Untuk
mendokumentasikan pesan lisan (telepon), perawat harus menuliskan
waktu panggilan, penelpon, pihak yang ditelepon, pihak penerima
informasi, dan informasi yang diterima
c. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan
(Baca).
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali
pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan
dan pesan dapan diterima dengan baik.
d. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi
pesan (Konfirmasi).
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh
penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut
masih ada yang kurang atau salah.
Cahyono (2008) menyatakan kegagalan komunikasi dalam
keselamatan pasien penyebab utamanya yaitu kegagalan dalam
Handover (timbang terima). JCI menetapkan komunikasi efektif dalam

29

Handover sebagai salah satu strategi untuk menrunkan KTD. Untuk


mengurangi kesalahan/kegagalan dalam Handover maka perawat
sebaiknya menggunakan teknik komunikasi SBAR.
SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan
dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter,
perawat dengan perawat (handover). Dengan komunikasi SBAR ini
maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih
informatif dan terstruktur (Widjaja, 2004).
Backett & Kipnis (2009) menjelaskan SBAR merupakan kerangka
acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan
tindakan

segera.

Teknik

SBAR

terdiri

atas unsur Situation,

Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR


merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu
apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang
dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Unsur- unsur
SBAR sebagai berikut:
a. Situation, menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada
pasien seperti penuruna tekanan darah, ganguan irama jantung, sesak
nafas, dan lainnya.
b. Background, menggali informasi mengenai latar belakang klinis
yang menyebabkan timbulnya keluhan klinis, seperti Riwayat alergi

30

obat-obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan,


hasil pemeriksaan penunjang, dan lainnya
c. Assessment, penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini
sehingga perlu diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk
d. Recommendation merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang
perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini seperti
menghubungi

dokter,

mengarahkan

pasien

untuk

melakukan

pemeriksaan penunjang, dan lainnya


D.

Sasaran Keselamatan III, IV, V, dan VI


Sasaran keselamtan pasien di rumah sakit selain Ketepatan identifikasi
pasien dan komunikasi efektif yaitu (3) meningkatkan keamanan obatobatan yang harus diwaspadai, (4) Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur,
dan Tepat-Pasien Operasi, (5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan, dan (6) Pengurangan Risiko Pasien Jatuh. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
1.

Penigkatkan Keamanan Obat-obatan yang harus diwaspadai


Maksud dan tujuan sasaran ketiga adalah bila obat-obatan menjadi
bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan
secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan
yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel
event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip

31

dan kedengarannya

mirip

(Nama

Obat

Rupa

dan

Ucapan

Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA) (Depkes, 2008).


Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien
adalah

pemberian

elektrolit

konsentrat

secara

tidak sengaja

(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium


fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium
sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat
tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,
atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu
sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang
paling

efektif

untuk

mengurangi

atau mengeliminasi

kejadian

tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat


yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat
dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat
daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada
di

rumah

sakit.

Kebijakan

dan/atau

prosedur juga

ketepatan

identifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat,


seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar
pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati (Depkes, 2008).

32

2.

Kepastian

Tepat-Lokasi,

Tepat-Prosedur,

dan

Tepat-Pasien

Operasi
Maksud dan tujuan sasaran keempat adalah Salah lokasi, salahprosedur,

pasien-salah

pada

operasi,

adalah

sesuatu yang

mengawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini


adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien
di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur
untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien
yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan
yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan
adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi (Depkes, 2008).
Penandaan

lokasi

operasi

perlu

melibatkan

pasien

dan

dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu
harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat
oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus
terlihat

sampai

saat

akan

disayat.

Penandaan lokasi

operasi

dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel


struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang
belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: (1)

33

memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar, (2) memastikan


bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang,

dan

melakukan

dan/atau

verifikasi

ketersediaan

peralatan

khusus

(3)

implant yang dibutuhkan (Depkes, 2008).


3.

Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Maksud dan tujuan sasaran kelima adalah pencegahan dan
pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan

kesehatan,

dan

peningkatan

biaya untuk

mengatasi

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan


keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan
kesehatan.

Infeksi

biasanya

dijumpai

dalam

semua

bentuk

pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran


darah

(blood

stream

infections)

dan

pneumonia (sering kali

dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi


ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO,
dan berbagai organisasi nasional dan internasional.
mempunyai

proses

kolaboratif

untuk

Rumah

sakit

mengembangkan kebijakan

dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk


hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi
petunjuk itu di rumah sakit (Depkes, 2008).

34

4.

Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Maksud dan tujuan sasaran keenam adalah jumlah kasus jatuh
cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko
cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh,
obat

dan

telaah terhadap

konsumsi

alkohol,

keseimbangan, serta alat bantu berjalan

gaya

jalan

dan

yang digunakan

oleh

pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit (Depkes,


2008).
E.

Langkah Penerapan Program Patient Safety


Depkes (2008), menjelaskan langkah penerapan program patient safety:
1.

Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2.

Membangun komitmen dan fokus yang jelas tentang keselamatan


pasien

3.

Membangangun sistem dan proses manajemen resiko sera melakukan


identifikasi dan assesmen terhadap potensial masalah.

4.

Membangun sistem pelaporan

5.

Melibatkan dan berkomuniksi dengan pasien

6.

Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselmatan pasien dengan


melakukan analisis akar masalah

35

7.

Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien


dengan menggunakan informasi yang ada.

F. Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


WHO Collavorating Centre For Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan Nine Life Saving Patient Solutations, Sembilan Solusi
live-saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Paduan ini mulai disusun sejak
2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih dari 100 negara dengan
ketepatan identifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan
pasien(KKPRS, 2007).
KKPRS (2007), menyatakan solusi keselamatan pasien adalah sistem
atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien
yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan solusi ini merupakan
panduan yang sangat bermanfaat membantu rumah sakit memperbaiki proses
asuhan pasien yang berguna untuk menghindari cedera maupun kematian yang
dapat dicegah. Solusi tersebut antara lain adalah:
1. Perhatikan nama obat, rupa, dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike,
medication names).
2. Pastikan identifikasi pasien
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/ pengoperan pasien.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)

36

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai


9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygine
G. Indicator Patient Safety (IPS)
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit.
Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang
sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety
bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien
selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai
tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan
mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya
yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada
pasien. (Dwiprahasto, 2008). IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah
sakit dan IPS tingkat area pelayanan.
1. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk
mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien
mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya
mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat
terjadinya risiko pasca tindakan medik.
2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan
medik

yang

didokumentasikan

di

tingkat

pelayanan

setempat

(kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun


diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.

37

Indikator patient safety (IPS)


untuk

ketepatan

identifikasi

menurut Dwiprahasto (2008), bermanfaat


area-area

pelayanan

yang

memerlukan

pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:


1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
2. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau
terapi sebagaimana yang diharapkan
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4. Disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs
swasta atau urban vs rural)
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam
penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian
asuhan

keperawatan,

yaitu

seorang

perawat

profesional

memimpin

sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada


sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif . Pada metode ini
juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya
pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Jadi dengan
pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan
keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan (Dwiprahasto, 2008).

38

BAB III
KERANGKA KONSEP

KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema
sebagai berikut:

Ketetpatan identifikasi
pasien:
1. Pemsangan
gelang
identitas
2. Pemberian obat
3. Pengambilan spesimen
4. Pemberian
Patient safety
Komunikasi yang efektif:
1. Instruksi verbal
2. Instruksi telepon
3. Verifikasi instruksi
4. Dokumentasi

Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian tentang gambaran penerapan patient safety
goals: ketepatan identifikasi pasien dan komunikasi yang efektif oleh perawat
pelaksana

39

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
dengan

survei

deskriptif.

Survei

dekrisptif

adalah

observasional

penelitian

yang

mendeskripsikan atau mengambarkan suatu feomena yang terjadi di dalam


masyarakat.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Ibnu Sina yaitu Al
Rahman, Aminah, Aisyah, Assafa, Asaffii Muslim & Bukhori, Raodah &
Madinah. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan
Nopember 2014.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat ruang inap sebanyak 95
orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010). Sampel pada
penelitian ini yaitu perawat pelaksana di ruang rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina.
Metode pengumpulan sampel adalah nonprobability sampling dengan
menggunakan teknik stratified random sampling.

Perawat diberi penomoran

40

berdasarkan daftar dinas di masing-masing ruangan kemudian dari penomoran


tersebut perawat yang namanya bernomor ganjil maka itulah perawat yang akan
diambil sebagai sampel. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi
oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2012). Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah:
1)

Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap

2)

Perawat yang telah mengikuti pelatihan patient safety

3)

Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi merupakan kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Pada
penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi adalah:
1)

Perawat yang cuti

Perkiraan besar sampel yang diambil adalah dengan menggunakan


rumus:
n=

n=

N
(N-1). (d)2 + 1

95
(95-1). (0,1)2 + 1
95

95 8

n = (94). (0,1)2 + 1 = 1,9

41

= 48

42

Keterangan:
n

= Sampel

= Populasi

= (0,1)

Jadi besar sampel pada penelitian ini adalah 48 orang

n=

Jumlah perawat ruang X


x Jumlah besar sampel
Jumlah total perawat ruang rawat inap
Tabel 4.1 Populasi dan sampel penelitian

No.

Ruangan

Populasi

Sampel

Aminah

10 orang

10x 48/ 95 = 5 orang

Aisyah

12 orang

12x 48/ 95 = 6 orang

Assafa

14 orang

14 x 48/ 95 = 7 orang

Assafii

14 orang

14 x 48/ 95 = 7 orang

Al Rahman

13 orang

13 x 48/ 95 = 7 orang

Bukhori & Muslim

16 orang

16 x 48/ 95 = 8 orang

Raodah & Madinah

16 orang

Total

16 x 48/ 95 = 8 orang
48 orang

D. Alur Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap
Rumah Sakit Ibnu Sina sebanyak 95 orang

Pengambilan data yang digunakan pada penelitian yaitu pengumpulan data dengan
mengunakan probability sampling dengan teknik stratified random sampling yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan estimasi besar sampel sebanyak 48
orang
Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden, jika responden
setuju maka diadakan penandatanganan lembar persetujuan
Melakukan 3 kali observasi dengan menggunakan lembar observasi
Pengumpulan data, Pengolahan, dan Analisa
data
Penyajian Hasil, Pembahasan, dan
Kesimpulan
E. Variabel Penelitian
1.

Identifikasi Variabel
Menurut Sugiyono (2010), variabel penelitian pada dasarnya
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut. Variabel penelitian ini adalah mengidentifikasi pasien dan
komunikasi yang efektif.

2.

Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif


a. Ketepetan identifikasi pasien

adalah pasien diidentifikasi

menggunakan dua identitas pasien, pasien diidentifikasi sebelum


pemberian obat, darah, atau produk darah, pasien diidentifikasi
sebelum mengambil darah dan specimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
Kriterian objektif:
Baik

: jika skor responden > 8

Kurang Baik

: jika skor responden < 8

b. Komunikasi yang
kesehatan,

berupa

efektif
perintah

adalah komunikasi antar petugas


atau

segala

hal

yang

perlu

dikomunikasikan tentang pasien. Perintah lengkap secara lisan dan


yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan harus dituliskan secara
lengkap, dibacakan kembali, dan dikonfirmasi oleh pihak yang
memberikan perintah.
Kriterian objektif:
Baik

: jika skor responden > 15

Kurang Baik

: jika skor responden < 15

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi. Lembar observasi ini dibuat oleh peneliti sendiri dan telah
dilakukan uji validitas dan reabilitasnya. Observasi dilakukan sebanyak 3 kali
pada 1 perawat pelakasana, pada setiap pernyataan dalam lembar observasi

dinilai dengan memberi check list Ya atau tidak pada setiap hasil observasi.
Hasil observasi akan diakumulasikan kedalam bentuk persen. Lembar
observasi diukur dengan menggunakan skala Likert, yaitu selalu jika = 4,
sering= 3, jarang jika= 2, dan tidak pernah jika =1. Lembar observasi meliputi:
1. Lembar observasi data demografi yang terdiri dari beberapa pernyataan.
Pernyataan mengenai umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status
kepegawaian, status perkawinan, dan lama kerja.
2. Lembar observasi ketepatan identifikasi pasien, yang terdiri atas 3
pernyataan dan memberi tanda check list pada salah satu jawaban dari
hasil obeservasi yang dilakukan.
3. Lembar observasi komunikasi yang efektif, yang terdiri atas 6 pernyataab
dan memberi tanda check list pada salah satu jawaban dari hasil obeservasi
yang dilakukan.
G.

Pengolahan dan Analisa Data


Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan fasilitas
komputer program SPSS dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengolahan data
a. Editing
Pemeriksaan data untuk menyesuaikan hasil yang diperoleh
berdasarkan kuesioner, serta pemeriksaan terhadap ukuran/ dimensi
dan dijelaskan data serta pembuktiaanya.

b. Koding
Proses memberikan kode-kode pada jawaban-jawaban responden dan
ukuran-ukuran uang diperoleh dari unit analisi sesuai dengan
rancangan awal.
c. Scoring
Memberikan nilai pada setiap pertanyaan yang diajukan
d. Tabulasi
Proses

yang

dilakukan

untuk

menghitung

setiap

Variabel

berdasarkan kategori-kategori yang telah diterapkan sebelumnya


sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian ditabulasi.
2.

Analisa data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa
univariat. Menurut Notoatmodjo (2012) analisa univariat

bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel.


H. Etika Penelitian
Komisi Nasional Etika Penelitian Kesehatan (2007) menyatakan bahwa
etika penelitian meliputi
1.

Resfect for persons (Prinsip menghormati harkat martabat manusia)


Merupakan bentuk penghormatan terhadap harkat martabat manusia
sebagai pribadi yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan
sekaligus bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya
sendiri. Penilitian yang dilakukan harus menghormati otonomi
responden dan melindungi responden terhadap otonominya yang

terganggu atau kurang. Peneliti menghornati hak subjek penelitian,


apakah subyek tersebut bersdia untuk ikut serta dalam penelitian atau
tidak, dengan memberikan informed consent (lembar persetujuan) pada
subyek penelitian.
2.

Beneficence (prinsip etik berbuat baik)


Penelitian yang dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal
dengan kerugian minimal, resiko penelitian harus wajar

dibanding

manfaat yang diharapkan, memenuhi persyaratan ilmiah, peneliti mampu


melaksanakan penelitian, sekaligus mampu menjaga kesejahteraan
subyek penelitian serta tidak mencelakakan atau melakukan hal-hal yang
merugikan (non maleficence, do no harm) subyek penelitian.
3.

Justice (prinsip etik keadilan)


Penelitian yang dilakukan memperlakukan subjek penelitian dengan
moral yang benar dan pantas, memperhatikan hak dari subjek penelitian
serta distribusi seimbang dan adil dalam hal beban dan manfaat
keikutsertaan dalam penelitian.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 07-16 November 2014
Pelaksa naan penelitian ini bertempat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu
Sina. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan
pendekatan survei deskriptif. Data diperoleh dengan menggunakan lembar
observasi untuk perawat pelaksana yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi. Teknik pengambilan sampel dalam peneilitian ini menggunakan
teknik stratified random sampling dengan melibatkan 48 perawat pelaksana.
Peneliti mengidentifikasi data untuk menentukan responden yang akan
terlibat kemudian memberikan penjelasan penelitian kepada reponden.
Peneliti meminta izin kepada responden dengan menandatangani lembar
persetujuan responden. Pengumpulan data dilakukan dan kemudian data.
diolah. Hasil penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Status Kepegawaian, Status Pernikahan, Lama Kerja di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Ibnu Sina
Bukhori &
Raodah &
Karakteristik
Al Rahman
Assafii
Asaafa
Aisyah
Aminah
Muslim
Madinah
Responden
F
%
f
%
f
%
f
%
f
%
f
%
F
%
Umur
20-35 tahun
7
100 7 100 7 100
6
100
5
100
8
100
8
100
35-60 tahun
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jenis Kelamin
Perempuan
7
100 5 71,4 7 100
5
83,3
4
80
8
100
8
100
Laki-laki
0
0
2 28,6 0
0
1
16,7
1
20
0
0
0
0
Pendidikan
DIII
7
100 5 71,4 7 100
6
100
3
60
6
75
5
62,5
S1
0
0
2 28,6 0
0
0
0
2
40
2
25
3
37,5
Status
Kepegawaian
Pegawai tetap
2
28,6 1 14,3 0
0
0
0
1
20
1
12,5
4
50
Kontrak
0
0
4 57,1 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Honorer
5
71,4 2 28,6 5 71,4
3
50
4
80
7
87,5
4
50
Lainnya
0
0
0
0
2 28,6
3
50
0
0
0
0
0
0
Status Pernikahan
Menikah
3
42,9 3 42,9 2 28,6
2 33,3
3 37,5
3
37,5
5
62,5
Belum
4
57,1 4 57,1 5 71,4
4
66,7
5 62,5
5
62,5
3
37,5
Menikah
Lama Kerja
Lama kerja 3
0
0
4 57,1 2 28,6
4
66,7
2
40
1
12,5
8
100
Lama kerja > 3
7
100 3 42,9 5 71,4
2
33,3
3
60
7
87,5
0
0
Sumber: Data Primer, 2014

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa 48 responden (100%) dari semua ruangan


berumur 20-35 tahun. Semua responden berjenis kelamin perempuan (100%) di
ruang rawat inap Al-Rahman, Asaffa, Bukhori & Muslim, Raodah & Madinah.
Semua responden berpendidikan DIII (100%) di ruang rawat inap Al-Rahman,
Assafa, dan Aisyah. Mayoritas responden berstatus sebagai honorer (87,5%) di
ruang rawat inap Bukhori & Muslim. Lebih dari setengah responden belum
menikah (66,7%) di ruang rawat Aisyah. Semua responden dengan lama kerja
lebih dari 3 tahun (100%) di ruang rawayt Al-Rahman dan Raodah & Madinah.

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketepatan Identifikasi Pasien di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Ibnu Sina (n = 48)
Identifikasi Pasien

Baik

0%

Kurang

48

100%

Total
Sumber : Data Primer, 2014

48

100%

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa 48 responden (100%) kurang baik


dalam melakukan identifikasi pasien secara tepat.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Komunikasi yang Efektif di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Ibnu Sina (n = 48)
Komunikasi Efektif

Baik

26

54,2%

Kurang

22

45,8%

Total
Sumber : Data Primer, 2014

48

100%

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa 26 responden (54,2%) memiliki


komunikasi efektif yang baik.

Hasil Crosstabulasi variabel penelitian di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu
Sina yaitu:

1. Ketepatan identifikasi pasien berdasarkan umur, pendidikan, status


kepegawaian dan lama kerja.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Tentang Ketepatan Identifikasi Pasien di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Berdasarkan Umur, Pendidikan,
Status Kepegawaian, dan Lama Kerja
Ketepatan Identifikasi Pasien
Baik
Umur
Pendidikan
Status
Kepegawaian

Lama Kerja

20-35 tahun
35-60 tahun
DIII
S1
Pegawai
Tetap
Kontrak
Honorer
Lainnya
Lama kerja
3
Lama kerja
>3

Total

Kurang Baik

Total

f
0
0
0
0
0

%
0%
0%
0%
0%
0%

f
48
0
39
9
8

%
100%
0%
81,25%
18,75%
16,7%

f
48
0
39
9
8

%
100%
0%
100%
100%
100%

0
0
0
0

0%
0%
0%
0%

0
32
8
10

0%
66,7%
16,7%
20,8%

0
32
8
10

0%
100%
100%
100%

0%

38

72,2%

38

100%

0%

48

48

100%

100%

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa semua (100%) berumur 20-35


tahun dan kurang baik dalam ketepatan mengidentifkasi pasien. Mayoritas
responden (81,25%) berpendidikan DIII dan kurang baik dalam ketepatan
mengidentifikasi pasien. Lebih dari setengah responden (66,7%) adalah
honorer dan kurang baik dalam mengidentifikasi pasien. Mayoritas
responden (72,2%) lama kerja lebih dari 3 tahun dan kurang baik dalam
ketepatan mengidentifikasi pasien.

2. Ketepatan identifikasi pasien berdasarkan pendidikan


Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Tentang Komunikasi yang Efektif di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Status Pernikahan, dan Lama Kerja
Komunikasi yang Efektif
Total
Baik
Kurang Baik
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Status
Pernikahan
Lama Kerja

Total

20-35 tahun
35-60 tahun
Perempuan
Laki-laki
DIII
S1
Belum
Menikah
Menikah
Lama kerja
3
Lama kerja
>3

f
26
0
26
0
19
7
17

%
45,8%
0%
54,2%
0%
51,3%
77,8%
70,8%

f
22
0
18
4
20
2
7

%
100%
0%
37,5%
8,3%
48,7,%
22,2%
29,2,%

F
48
0
44
4
39
9
24

%
100%
0%
100%
100%
100%
100%
100%

9
0

37,5%
0%

2
10

62,5%
100%

24
10

100%
100%

26

68,6%

12

31,4%

38

100%

54,2%

22

48

100%

26

45,8%

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden


(52,8%) berumur 20-35 tahun dan memiliki komunikasi efektif yang baik.
Lebih dari setengah responden (54,2%) berjenis kelamin perempuan dan
memiliki komunikasi efektif yang baik. Kurang dari setengah responden
(48,7%) berpendidikan DIII dan memiliki komunikasu efektif yang kurang
baik. Kurang dari setengah responden (70,8%) telah menikah dan memiliki
komunikasi yang baik. Lebih dari setengah responden (68,8%) lama kerja
lebih dari 3 tahun dan memiliki komunikasi efektif yang baik.

B. Pembahasan
1. Ketepatan Identifikasi Pasien

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 48 responden (100%)


kurang baik dalam melakukan identifikasi pasien secara benar. Ketepatan
identifikasi pasien dalam penelitian ini didasarkan pada indikator
ketepatan identifikasi tentang pemasangan gelang pada pasien dan
perawat secara verbal meminta pasien untuk menyebutkan identitas
pasien sebelum melakukan prosedur perawatan, memberikan obat-obatan,
transfusi,

darah

menyebutkan

serta

pengambilan

specimen.

bahwa identifikasi pasien

Suzanne

adalah hal

(2003)

yang sangat

mendasar yang harus dilakukan oleh seorang perawat.


Penelitian
memasangkan

ini

menunjukkan

gelang identitas

bahwa

semua

perawat

tidak

untuk pasien dan perawat juga

menyebutkan identitas pasien secara verbal bukan meminta pasien untuk


menyebutkan identitasnya sendiri serta mencocokkan dengan rekam
medis. Pemasangan gelang identitas di Rumah Sakit Ibnu Sina dilakukan
di instalasi rawat darurat dan rawat jalan sehingga perawat di ruang
perawatan tidak memasang gelang identitas.
Penilitian ini sejalan dengan penilitian Rumampuk (2013).
Peneltian tersebut berjudul hubungan peran kepala ruangan melakukakn
supervis perawat pelakana dengan penerapan patient safety di ruang rawat
inap Rumah Sakit Umum Gunung Maria Tomohon. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa identifikasi pasien kurang baik (11,9%) oleh 5


perawat pelaksana pada observasi pertama.
Rumah

sakit

mengembangkan

pendekatan

untuk

memperbaiki/meningkatkan ketilitian identifikasi pasien. Identifikasi


pasien dengan benar, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara visual
dan verbal. Ketepatan identifikasi pasien secara visual dilakukan dengan
melihat gelang ideentitas yang berisikan nama pasien, umur, dan nomor
rekam medis. Secara verbal dengan menanyakan nama pasien dan tanggal
lahir/umur. Identifikasi secara benar, komunikasi yang efektif, tercipta
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas
rumah sakit (Depkes, 2008; Permenkes 2011).
Sejalan dengan himbauan dari Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKP-RS, 2007) pada rumah sakit yaitu pastikan identifkasi pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus-menerus untuk mengidentifkasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun

pemeriksaan;

penyerahan

bayi

pelaksanaan

bukan

kepada

prosedur

yang

keluarganya,

dan

keliru

orang,

sebagainnya.

Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap


identfikasi pasien, termaksuk keterlibatan pasien dalam proses ini,
standarisasi dalam identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, seta
penggunaan protocol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama
yang sama.

Ketepatan identifikasi pasien berdasarkan dengan umur. Sopiah


(2008) mengatakan umur adalah waktu hidup (sejak lahir) yag terhitung
sampai ulang tahun terahir. Dalam benyak kasus secara empiris terbukti
bahwa umur menetukan perilaku seorang individu. Umur juga menetukan
kemampun seseorang untuk bekerja, termasuk bagaimana dia merespons
stimulus

yang

menjelaskan

dilancarkan

bahwa

umur

individu/pihak
berkaitan

lain.

dengan

Siagian

tingkat

(2009)

kedewasaan

psikologis, dengan bertambanya umur akan semakin bijaksana dalam


mengambil keputusan, serta memiliki kemampuan analisis yang baik
terhadap fenomena atau permasalahan yang dihadapi.
Hasil penelitian menunjukkan semua responden berumur 20-35
tahun dan kurang baik dalam ketepatan mengidentifkasi pasien. Hai ini
sejalan dengan penelitian Mayasari (2014) semakin meningkat umur
perawat (>35 tahun) semakin baik dalam melakukan penerapan
keselamatan pasien sementara semakin muda usia perawat kecenderungan
melakukan penerapan pasien semaki kurang.
Ketepatan identifikasi pasien yang merupakan bagian integral dari
keselamatan pasien.

Responden dengan umur 20-35 tahun merupakan

kelompok usia muda dan kurang baik dalam mengidentifkasi pasien. Pada
tahap ini perkembangan kedewasaan berpikir sedang berkembang.
Keputusan yang dibuat terhadap suatu hal atau masalah terkadang terlalu
cepat tanpa memikirkan dampak yang mungkin terjadi dikemudian hari.

Ketepatan

identifikasi

pasien

berdasarkan

pendidikan.

Notoatmodjo (2008), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan


akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya
bermacam usaha pembaharuan dan dapat menyesuaikan diri terhadap
pembaharuan. Tingkat pendidikan seseorang

berpengaruh

dalam

memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 44 responden
berpendidikan DIII dan kurang baik dalam mengidentifikasi pasien secara
benar. Mayasari (2014) dan Anugrahini (2010) menyatakan perawat
dengan latar belakang pendidikan S1 Ners lebih patuh dalam melakukan
penerapan keselamatan pasien dibandingkan perawat dengan latar
belakang pendidikan DIII.
Ketepatan identifkasi pasien berdasarkan status pernikahan. Hasil
penelitian ini menunjukkan setengah responden telah menikah dan
setengah responden lainnya belum menikah dan kurag baik dalam
mengidentifkasi pasien. Responden yang telah menikah maupun belum
menikah memiliki ketepatan identifkasi pasien yang kurang baik.Sopiah
(2008) mengatakan karyawan yang sudah menikah dengan karyawan
yang belum menikah

akan berbeda memaknai pekerjaan. Begitu pula

dengan tingkat kepuasan kerja. Robins & Judge (2008) menyatakan


bahwa status perkawin seseorang berpengaruh terhadap perilaku
seseorang dalam kehidupan oragnisasinya. Karyawan yang telah menikah
lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih rendah, dan

lebih puas dengan hasil pekerjaan daripada teman sejawatnya yang belum
menikah.
Ketepatan identifikasi pasien berdasarkan lama kerja. Robins
(2009) menyatakan pengalaman bekerja menentukan seseorang menjadi
lebih terampil, teratur, cekatan tanggap dan mantap dalam pekerjaanya
karena perawat yang lam bekerja cenderung lebih baik dalam bekerja
karena sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan berdsarkan
pengalamannya sehingga secara emosi perawat senior lebih stabil
mengatasi masalah keperawatan yang dialami pasien.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 38 responden dengan lama
kerja lebih dari 3 tahun dan kurang baik dalam melakukan identifikasi
pasien secara benar. Aprilia (2011) menyatakan hasil akhir dalam
pemodelan multivariate didapatkan bahwa lama kerja dengan perilaku
penerapan keselamatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
2. Komunikasi yang Efektif
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 26 responden (54,2%) memiliki
komunikasi efektif yang baik. Perawat pelaksana baik dalam menulis dan
membaca kembali instruksi atau laporan pasien yang diterima secara verbal atau
via telepon.

Arwani & Monica (2003) menyatakan berkomunikasi dirumah

sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap
akurasi dari komunikasi lisan dengan catat, baca kembali dan konfirmasi
ulang. Perawat juga baik dalam pendokumentasian keadaan pasien. Perawat
mendokumentasikan setiap tindakan yang diberikan kepada pasien dengan baik.

Dokumentasi keadaan pasien yang ada di rekam medik merupakan bagian dari
komunikasi (Potter & Perry, 2009).
Reese (2009) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian penting
dalam pelaksanaan pelayanan, komunikasi yang mendukung keselamatan tidak
terlepas dari standar dan prosedur komunikasi yang digunakan dan aspek
keselamatan yang diinformasikan. Alvarado, Christoffersen, & Fram (2006)
mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak
yang serius pada pasien, hamper 70% kejadian sentinel yaitu kejadian yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius di rumah sakit disebabkan
karena buruknya komunikasi. Angood

(2007) yang mengungkapkan bahwa

berdasarkan hasil kajian data terhadap adanya adverse event, near miss dan
sentinel event di rumah sakit, masalah yang menjadi penyebab utama adalah
komunikasi.
Penerapan

keselamatan

pasien

yang dilakukan

oleh

rumah

sakit

diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya pencitraan yang positif


dalam pengembangan

rumah

sakit

yaitu meningkat

dan

berkembangnya

budaya keselamatan (safety culture), komunikasi dengan pasien berkembang,


menurunnya kejadian tidak diharapkan dengan peta KTD selalu ada dan terkini,
resiko klinis menurun, keluhan dan litigasi berkurang, mutu

pelayanan

meningkat dan citra rumah sakit serta kepercayaan masyarakat meningkat


(Cahyono, 2008).
Timbang terima pasien adalah salah satu bentuk komunikasi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Timbang terima pasien

dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi yang relevan
pada tim

perawat

setiap

pergantian

shift, sebagai

petunjuk

praktik

memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan pengobatan,


rencana perawatan serta menentukan prioritas pelayanan (Rushton, 2010).
Komunikasi yang efektif berdasarkan umur. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa 26 responden dengan umur 20-35 tahun memiliki komunikasi efektif yang
baik. keperawatan.

Reese (2009) menyatakan bahwa komunikasi merupakan

bagian penting dalam pelaksanaan


keselamatan
digunakan

tidak
dan

terlepas

aspek

dari

keselamatan

pelayanan, komunikasi yang mendukung


standar dan prosedur komunikasi yang
yang diinformasikan. Maryam

(2009)

menyatakan banyak kesalahan terjadi akibat dari miskinnya komunikasi lisan


atau tertulis. Meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi antar anggota
yang lebih baik dari tim

kesehatan dan pasien adalah sangat penting guna

mencegah terjadinya kesalahan.


Penelitian ini sesuai degngan penelitian Robins (2008) bahwa responden usia
dewasa muda yaitu 20-35 tahun yang merupakan perkembangan puncak dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki serta
kebiasaan berfikir rasionalnya akan meningkat. Kondisi ini akan mempengaruhi
perawat dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kreativitas
yang dimiliki termasuk dalam menerapkan budaya keselamatan pasien. Dewi
(2012)

bahwa tidak

berarti semakin bertambahnya

umur

seseorang, akan

menurunkan produktivitas kerja. Analisis lebih lanjut, ada kecenderungan

semakin

bertambahnya umur maka akan menurunkan pelaksanaan timbang

terima dan keselamatan pasien.


Komunikasi yang efektif berdasarkan jenis kelamin. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa 26 responden (54,2%) berjenis kelamin perempuan dan
memiliki komunikasi yang efektif yang baik. Responden dalam penelitian ini
mayoritas berjenis kelamin perempuan. Yulaistuti (2009) menyatakan jenis
kelamin bukan merupakan variabel yang mempengaruhi proaktifitas seseorang
atau sikap proaktif seseorang, dan tidak mempengaruhi perawat untuk tidak
proaktif melaksanakan operan pasien, semua kembali pada individu tersebut,
bahwa walaupun ada warisan secara genetis dan bilogis, tetapi bahwa laki-laki
dan perempuan bisa menjadi pengatur kreatif dalam kehidupan. Pilihan ini adalah
keputusan yang paling mendasar dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin yang
dimiliki.
Komunikasi yang efektif berdasarkan pendidikan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (48,7%) berpendidikan DIII
dan memiliki komunikasi efektif yang kurang baik. Prawitasari & Prabowo (2007)
bahwa pendidikan mempengaruhi kinerja yang berhubungan dengan jabatannya di
dalam organisasi karena semakin memerlukan kemampuan intelegensi dalam
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah


orang tersebut untuk menerima informasi. (Notoadmojdo, 2007).
Yulaistuti (2009) menyatakan kemampuan intelektual adalah kemampuan
yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental misal kemahiran berhitung,

pemahaman verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif,


visualisasi ruang dan ingatan. Berdasar faktor diatas yang mempengaruhi individu
menangkap respon, dapat disimpulkan bahwa faktor pendidikan bukan faktor
utama dari kemampuan intelektual tetapi pendidikan dapat terkait sehingga hal ini
tidak menjadi faktor utama atau determinan yang kemungkinan akan
mempengaruhi proaktifitas seseorang.
Komunikasi yang efektif berdasarkan status pernikahan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa 17 responden (70,8%) telah menikah

dan memiliki

komunikasi yang efektif yang baik. Austrom Baldwin & Macy dalam Robins &
Judge (2009) yang menyatakan bahwa karyawan yang telah menikah, memiliki
motivasi kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum menikah.
Yulaistuti (2009) mengemukakan staus pernikahan tidak menjadi determinan
terhadap proaktifitas perawat dan proaktifitas perawat dalam melaksanakan
timbang terima pasien maka hal ini menjadi pertimbangan bagi manajemen rumah
sakit untuk tidak membedakan dalam perekrutan sumber daya manusia khususnya
perawat karena keduanya sama-sama berkontribusi baik terhadap sikap proaktif
yang dikemudian hari sehingga tidak akan menghambat usaha meningkatkan
proaktif perawat secara umum dan khusus dalam meningkatkan kualitas operan
pasien yang akan dikembangkan oleh manajemen dengan strategi yang berbeda
walaupun

hasil ini bertentangan dengan pendapatan yang menyatakan bahwa

pegawai yang sudah menikah cenderung cepat merasa puas dalam pekerjaannya
dibandingkan yang belum menikah dikarenakan rasa tanggung jawab yang besar
untuk menghidupi keluarganya.

Komunikasi yang efektif berdasarkan lama kerja. Hasil penelitian ini


menunjukkan bahwa 26 responden (68, 6%) dengan lama kerja lebih dari 3 tahun
memiliki komunikasi efektif yang baik. Gallagher

&

Blegen

(2009)

mengemukakan bahwa pemahaman dan penguasaan terhadap peran pemberi


pelayanan baik dalam lingkup pengetahuan dan ketrampilan untuk mencegah
kesalahan berperan penting untuk mengembangkan
mengurangi resiko kesalahan pada pasien.

strategi

Pengetahuan

dan

efektif dalam
ketrampilan

perawat perlu ditingkatkan seiring dengan bertambahnya masa kerja. Hal ini
sesuai dengan penelitian Gallagher & Blegen (2009) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara lama kerja perawat terhadap penerapan keselamatan
pasien terutama terjadinya kesalahan (adverse event).
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah tidak ditelitinya hasil tes penunjang klinis
dan hasil penelitian tidak komplit. Penelitian hanya melakukan observasi kepada
perawat tanpa membagikan kuesioner sehingga peneliti tidak mendapat feedback
dari perawat. Perawat juga merasa terawasi saat dilakukan observasi jadi
kemungkin perawat memperbaiki tindakan yang diberikan kepada pasien.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran penerapan patient safety
goals: ketepatan identifikasi pasien dan komunikasi yang efektif oleh perawat
pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Ibnu Sina, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Semua responden kurang baik dalam melakukan identifikasi pasien secara
tepat.
2. Lebih dari setengah responden (54,2%) memiliki komunikasi efektif yang
baik
B. Saran
1. Bagi pelayanan kesehatan, rumah sakit terus melakukan pelatihan patient
safety secara berkelanjutan.
2. Bagi institusi akademik, diharapkan agar lebih meningkatkan pembelajaran
tentang manajemen keperawatan khusus pada penerapan patient safety goals.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat


menjadi data awal
melakukan

penelitian

untuk pengembangan riset selanjutnya dalam


terkait

dengan

penelitian

tersebu

DAFTAR PUSTAKA
Aiken L.H., Clarke, S.P., & Sloane, D.M. (2002). Hospital nurse staffing and
patient mortality, nurse burnout, and job dissatisfaction. JAMA
Alvarado, K., Lee, R., Christoffersen, E., Fram, N., Boblin, S., Poole, N., et al.
(2006). Transfer of acountability : Transforming shift handover to
enhance patient safety. Health Care Quarterly. Special Issue (9), 7579.
Anggraeni, D. (2014), Evaluasi pelaksanaan sistem identifikasi pasien di instalasi
ruang rawat inap rumah sakit X malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya,
vol. 28(1), p. 97-98.
Angood. (2007). Why the joint comission cares about handoffs strategy. Forum:
Reducing Risk During Handoffs, 25 (1), 57.
Anugrahini. C
(2010). Hubungan Faktor Individu dan Oraganisasi dengan
Kepeatuhan Perawat dalam Menerapkan Pendoman Patient Safety Di
RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan
Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta.
Aprilia, S. (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan
IPSG (Intenational Ptient Safety Goals) pada Akreditasi JCI (Joint
Commission International) di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun
2011. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Pascasarjana
Universitas Indonesia Jakarta.
Arnold, E., Boggs, K.U. (2003). Interpersonal Relationship: Professional
Communication Skills for Nurses. Edisi 4. St. Louis: Saunders.
Arwani & Monica, E. (2003). Komunikasi dalam Keperawatan. EGC: Jakarta.
Australian Commision on Safety and Quality in Health Care (2012). Standard 5
Patient
Identification
and
Procedure
Matching.
http:/www.safetyandquality.gov.au/publications/safety-and-qualityimpprovement-guide-standard-5-patient-identification-and-procedurematching.
Diunduh
Juli
2014

Baiduri, S. (2003).Hubungan Antara Karakteristik Individu, Motivasi Kerja


Perawat Dan Kepemimpinan Kepala Ruangan Rawat Inap Dengan
Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Asshobirin
Tangerang
2003.
Http://www.Digilib.Ui.Ac.Id/Opac/Themes/Detail.
Diakses 23 Juli 2014.
Balzer. R.J. (2004). Communication in Nursing. Edisi 5. St. Louis: Saunders.
Bawelle, S.C., Sinolungan, J.S.V., & Hamel, R.S. (2013), Hubungan pengetahuan
dan sikap perawat dengan pelaksanaan pasien keselamatan pasien (patient
safety) di ruang rawat inap rsud liun kendage tahuna. Ejournal
Keperawatan (e-Kp), vol. 1(1), p. 1-7.
Bayang, A.T. (2012). Faktor penyebab medication error di RSUD Anwar
Makkattu Bantaeng Regency. Tesis. Makassar: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.
Beckett, C.D. & Kipnis, G,. (2009). Collaborative communication: integrating
SBAR to improve quality/patient safety outcomes. Journal for
healthcare quality: official publication of the National Association for
Healthcare Quality, 31(5), pp.19-28
Bulcheck, G.M., Butcher, H.K., Dotcherman J.M. (2008). Nursing Interventions
Classification (NIC). ed 5. St. Louis: Mosby.
Cahyono, S.B.J., (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktek
Kedokteran. Kansinus: Yogyakarta.
Depkes (2006), Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety), Jakarta.
Depkes (2008), Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety), Jakarta.
Depkes (2008), Pedoman Pelaporan Insiden Kesehatan Pasien (IKP), Bakti
Husada Jakarta.

Depkes (2008). Tanggungjawab Apoteker Terhadap

Keselamatan Pasien

(Patient safety). Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta.


Depkes RI (2011), Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1,Jakarta.
Dewi, M. (2012). Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap
Penerapan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden
Mattaher Jambi. Jurnal Health & Sport, 5(3), p 649.

Dwiprahasto, I (2006). Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko


Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer, Jurnal
Berkala
Ilmu
Kedokteran
2006,
XXXVIII,
http://ilib.ugm.ac.id/jurnal/detail, diakses tanggal 30 Juli 2014.
Efenddy, N. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas (teori dan praktek dalam
praktek keperawatan), ed. 1. Salemba Medika: Jakarta.
Gallagher & Blegen (2009). Competent and Certification of Registered Nurses
and Safety of Patients in Intensive Care Units. American Journal of
Critical Care. 18(2), p 106 113.
Huber, D.L. (2010). Leadership & nursing care management. Fourth edition.
USA: Saunders, Elsevier Inc.
Husna, A. (2010). Hubungan Komunikasi Trapeutik Perawat Dengan
Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Siti
Khodijah Sepanjang. Http://www.ejurnal.ung.ac.id/index.php.Diakses
tanggal 04 Juli 2014.
Joint Commision International (2010). Meeting the Int ernational Patient
Safety Goals

Jumanto (2009). Documentation of Perioperatve, Musyawarah Nasional II


dan Pertemuan Ilmiah Tahunan VIII, 17 -19 Juli 2009 by
Organization committee HIPKABI Jawa Timur, Surabaya.
KKP RS (2008), Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety) Edisi 2, Dapertemen Kesehatan RI, Jakarta.
KKRS-PERSI (2007). Sembilan Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. http://www.inapatsafetypersi.or.id/?show=detailnews&kode=3&t.
Diunduh tanggal 7 Juli 2014.
Kohn, L.T., Corrigan, J. M., and Donaldson, M.S. (2000). To err is human
building a safer health system. The National academies press.
Washington,
http://www.nap.edu/openbook.php?isbn=0309068371,
diakses tanggal 12 Agustus 2014
Lane, M.R. (2006). Arts in Health Care: A New Paradigma for Holistic Nursing
Practice. J Holist Nurs 24(1): 70.
Maryam D. (2009). Hubungan Penerapan Tindakan Keselamatan Pasien
oleh Perawat Pelaksana dengan Kepuasan Pasien di RSU Dr. Soetomo
Surabayahttp://www.isjd.pdii.lipi.go.id/index.php. Diakses tanggal 27
Juli2014.
Mayasari, S.D. (2014). Hubungan Kompetensi Perawat dengan Penerapan
Keselamatan Pasien dalam Asuhan Keperawatan di Ruangan Rawat Inap
RSUP Prof Dr. Kandau Manado. Tesis. Makassar: Universitas
Hasanuddin Makassar.
Meliawati, P.L. (2013), Tinjauan penerapan identifikasi pasien dengan benar di
Unit Rekam Medis Rawat Inap terkait keselamatan pasien di RS
Pelabuhan Jakarta , UEU Library, diakses tanggal 19 Juli 2014, <
http://digilib.esaunggul.ac.id/UEU-Undergraduate-2009-34-013 >.
Monojlovich, M. et al (2007). Health Work Envirovment, Nurse-Phycisian
Communication and Patients Outcomes. American Journal of Critical
Care. Vol 16. p 536-543

Mulyaningsih, Sri. (2013). Determinan Perilaku Perawat dalam Melaksanakan


Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap RSAU DR. Esnawan Antariksa
Jakarta. Tesis. Depok: Universitas Indonesia Depok.
NANDA International. (2007). NANDA-International Nursing Diagnoses:
Definitation and Classification 2007-2008. Philadelphia: NANDA
International.
Notoatmodjo, S. (2008). MAnajemen Sumber Daya Manusia. PT Rineka Cipta:
Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan, edisi 2. PT Rineka
Cipta: Jakarta.
Nursalam. (2013). Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktek keperawatan
professional. Edisi 3. Salemba Medika: Jakarta.
Panggabean. (2008). Pengaruh Karakteristik Individual Terhadap Hubungan
Komitmen Organisasi Dengan Keinginan Untuk Pindah Kerja. Tesis.
Jakarta: Univeritas Trisakti Jakarta.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
1691/Menkes/Per/VIII/2011

Republik

Indonesia

Nomor

Potter, P.A., Perry, A.G. (2008). Perilaku Organisasi (Ahli Bahasa: Pujatmaka
H1. Edisi 12. Salemba Empat: Jakarta
Prawitasari & Prabowo (2007), Kinerja Pegawai Kantor Dinkes Kota Tanjung
Bale Sumatera Utara Dilihat Dari Factor Karanketristik Individu
Dan Lingkungan
Kerja.
Tesis. Yogyakarta: universitas Gadjamada
Yogyakarta.
Pusat Bahasa Dapertemen Pendidikan Nasional. (2009). Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, ed. 4. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Reese, D.C. (2009). Occupation healt and safety management: A practical


approach. USA: CRC Press by Taylor and Francis group.
Robins, S.P., & Judge T.A (2009). Fundamental of Nursing: Fundamental
Keperawatan Buku 1. Edisi 7. Salemba Medika: Jakarta
Rumampuk, M.V.H. (2013). Hubungan Peran Kepala Ruangan Melakukakn
Supervis Perawat Pelakana Dengan Penerapan Patient Safety Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Gunung Maria Tomohon. Tesis.
Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar.
Rushton. H. C. (2010). Ethics of Nursing Shift Report. AACN : Advanced
Critical Care : Ethics in Critical Care, 21(4) : 380 384.
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (2013), Profil Rumah Sakit Universitas
Hasanuddin Tulus Melayan,Makassar.
Setyowati. A. E.
(2010). Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional:
Identifikasi Risiko Pasien Jatuh Menggunakan Skala Jatuh Morse Di
Rumah Sakit A Bandung.Tesis. Bandung: STIKES Santo Borromeus
Bandung.
Siagian, S.P. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Rineka Cipta:
Jakarta
Sopiah (2008). Perilaku Organisasional. Andi: Yogyakarta.
Stefanek, M., McDonald, P.G., Hess, S.A. (2005). Religion, Sprituality, and
Cancer: Current Status and Methodological Challenges. Psychology 14(6):
450.
Stuart, G.W,. Laraira, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. Edisi 8. St. Louis: Mosby.
Sugiyono. (2009, 2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, ed.
4. Alfabet: Bandung.

Triola, N. (2006). Dialogue and Discourse: Are We Having The Right


Conversations?. Crit Care Nurse 33 (4): 299.
UU No. 44 tahun 2009 tentag Rumah Sakit. (2010). Sinar Grafika: Jakarta.
Widjaja. (2004). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Yudianto, K. (2005). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
operan pasien perawat pelaksana di Perjan RS Hasan Sadikin
Bandung. Tesis. Depok: Univeritas Indonesia Depok.
Yulaistuti, K (2009). Pengaruh Penerapan Metode Problem Solving For Better
Health (Psbh) terhadap Pengembangan Proaktifitas Perawat Pelaksana dan
Proaktifitas dalam Melaksanakan Operan Pasien di Rsud Tugurejo
Semarang. Tesis. Depok: Univeritas Indonesia Depok

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini :


Nama

Umur

Jenis Kelamin :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan
penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini berjudul :
Gambaran penerapan patient safety goals: ketepatan identifikasi pasien dan
komunikasi yang efektif oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar, Nopember 2014

Peneliti,

( Rahmatika Alimuddin )

Peserta Penelitian,

Lampiran 2
LEMBAR OBSERVASI PENERAPAN PATIENT SAFETY GOALS
:KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN DAN KOMUNIKASI YANG
EFEKTIF

OLEH PERAWAT PELAKSANA


Kode Responden:

Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda check list () pada salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan
hasil observasi!
A. Data Demografi
1. Umur

: tahun

2. Jenis Kelamin

3. Pendidikan Terakhir

D III Keperawatan

S1 Keperawatan/Ners
4. Status Kepegawaian

Pegawai tetap

Kontrak
Honorer
Lainnya.
5. Status Pernikahan

Menikah

Menikah

6. Lama Kerja

: tahun .. bulan

Belum

B. LEMBAR OBSERVASI TERHADAP PENERAPAN IDENTIFIKASI PASIEN


YANG BENAR.

No.

Pertanyaan
Pasien dipasangkan gelang identitas
berupa tanda. Merah muda pasien
perempuan, biru muda pasien lakilaki, kuning pasien beresiko jatuh,
dan merah pasien alergi.
Perawat meminta pasien
untuk menyebutkan nama
dan tanggal lahir sebelum
melakukan
prosedur
keperawatan
Jika pasien tidak dapat
menyebutkan
namanya,
Perawat
menanyakan
identitas pasien kepada
penanggung/
pegantar/
keluarga pasien
Jika pasien
tidak dapat
menyebutkan
nama,
dan
tidak
terdapat
penunggu/
pengantar/
keluarga
pasien,
maka
gelang identitas diperiksa
kecocokannya
dengan
rekam medik oleh dua orang
perawat.
Perawat
tetap
menanyakan
identitas secara verbal sebelum
melakukan prosedur perawatan,
memberikan obat-obatan, transfusi
darah, walaupun pasien telah
memakai gelang identitas.

Observasi 1

Observasi 2

Observasi 3

YA

YA

YA

TIDAK

TIDAK

TIDAK

Total

C. LEMBAR

OBSERVASI

TERHADAP

PENERAPAN

PENINGKATAN

KOMUNIKASI EFEKTIF

No.
1

5
6

Pertanyaan

Observasi 1

Observasi 2

Observasi 3

YA

YA

YA

TIDAK

TIDAK

TIDAK

Perawat menulis instruksi atau


laporan pasien yang diterima
secara verbal atau via telepon.
Perawat membecakan kembali
instruksi atau laporan pasien
yang diterima secara verbal atau
via telepon.
Instruksi atau laporan yang
dibacakan perawat, dikonfirmasi
oleh individu pemberi instruksi
atau laporan.
Berkomunikasi dengan perawat
dengan benar saat serah terima
shift.
Instruksi kepala ruangan atau
ketua tim secara lisan dutuliskan
secara lengkap.
Melakukan pendokumentasian
asuhan
keperawatan
yang
dilakukan.

Selalu

Suatu kondisi yang senantiasa atau terus menerus


dilakukan

pada

tempat

kerja

anda.

Rutin

dilakukan dan berkesinambungan. Score 100%


jika dilakukan
Sering

Suatu kondisi yang hamper rutin dilakukan.


Score 67% dilakukan.

Jarang

Suatu kondisi antara ada dan tidak atau


dilakukan dan tidak dilakukan seimbang. Score
33 % dilakukan.

Tidak pernah

Tidak dilakukan.

74

Total

B. LEMBAR OBSERVASI TERHADAP PENERAPAN IDENTIFIKASI PASIEN


YANG BENAR.

No.

Pertanyaan

Selalu

Pilihan
Sering Jarang

Tidak
pernah

Pasien
dipasangkan
gelang
identitas berupa tanda. Merah
muda pasien perempuan, biru
muda pasien laki-laki, kuning
pasien beresiko jatuh, dan merah
pasien alergi.
Perawat meminta pasien
untuk menyebutkan nama
dan tanggal lahir sebelum
melakukan
prosedur
keperawatan
Jika pasien tidak dapat
menyebutkan
namanya,
Perawat
menanyakan
identitas pasien kepada
penanggung/
pegantar/
keluarga pasien
Jika pasien tidak dapat
menyebutkan
nama,
dan
tidak
terdapat
penunggu/
pengantar/
keluarga pasien, maka
gelang identitas diperiksa
kecocokannya
dengan
rekam medik oleh dua
orang perawat.
Perawat tetap menyanyakan
identitas secara verbal sebelum
melakukan prosedur perawatan,
memberikan
obat-obatan,
transfuse darah, walaupun pasien
telah memakai gelang identitas.

75

C. LEMBAR

OBSERVASI

TERHADAP

PENERAPAN

PENINGKATAN

KOMUNIKASI EFEKTIF

Pilihan
No.

1.

2.

3.
4.
5.

Pertanyaan

Selalu

Sering

Jarang

Perawat menulis instruksi atau laporan


pasien yang diterima secara verbal atau
via telepon
Perawat membecakan kembali instruksi
atau laporan pasien yang diterima
secara verbal atau via telepon
Instruksi atau laporan yang dibacakan
perawat, dikonfirmasi oleh individu
pemberi instruksi atau laporan.
Berkomunikasi dengan perawat dengan
benar saat serah terima shift
Instruksi kepala ruangan atau ketua tim
secara lisan dutuliskan secara lengkap.

76

Tidak
pernah

6.

Melakukan pendokumentasian asuhan


keperawatan yang dilakukan

77

Lampiran 3
MASTER TABEL
GAMBARAN PENERAPAN PATIENT SAFETY GOALS :KETEPATANIDENTIFIKASI PASIEN DAN KOMUNIKASI YANG
EFEKTIF OLEH PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RS IBNU SINA

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Usia
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Jenis
Pendidikan
Kelamin
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1

Status
Status
Lama
Kepegawaian pernikahan Kerja
1
3
3
3
3
1
3
3
4
3
3
3
3
4
4
3
3
4
3
3
1
3

1
2
2
2
2
1
1
1
2
1
1
2
2
2
2
1
1
2
1
1
1
1

2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
1
1
1
2
2
1
2
2
2
2

Identifikasi
Pasien
p1
p2
p3
1
3
3
1
2
3
1
2
3
1
2
2
1
2
2
1
3
3
1
3
3
1
3
3
1
3
3
1
3
2
1
2
3
1
3
1
1
1
1
1
2
2
1
2
2
1
3
3
1
2
1
1
2
2
1
3
3
1
2
2
1
3
3
1
2
2

Komunikasi Efektif
Jml
7
6
6
5
6
7
7
7
7
6
6
5
3
5
5
7
4
5
7
5
7
5

Jml
p1
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
4
3
4
4
4
4

p2
3
3
2
2
2
3
3
4
4
4
3
3
3
4
3
3
3
4
4
3
4
3

p3
3
2
2
1
2
3
2
2
3
1
2
1
1
1
2
1
1
1
3
2
3
1

p4
2
1
1
1
1
2
2
2
1
2
2
1
1
1
1
2
2
1
2
1
2
1

p5
2
2
2
1
1
2
2
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
3
3

p6
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

18
15
15
13
13
18
17
20
16
17
18
14
14
14
15
17
17
15
20
18
20
16
lxxviii

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1

4
4
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
1
1
3
1

1
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
1
1
1
2
2
2
1
1

2
1
2
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

2
1
3
1
1
2
3
2
2
3
3
1
3
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3

2
1
3
1
1
2
3
2
3
2
2
2
2
2
3
2
3
3
3
2
2
3
3
2
3

5
5
7
3
3
5
7
5
6
6
6
4
6
5
6
5
7
7
7
6
6
7
7
6
7

4
3
4
3
3
4
4
4
3
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

4
3
4
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4

1
2
1
1
2
1
3
2
2
2
2
1
3
2
2
2
3
3
3
2
2
3
3
2
3

1
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
2
3
4
3
3
4
4
4
4
3
4
3
4
4

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

17
17
17
16
16
19
20
19
18
18
18
15
20
15
18
19
21
21
21
19
18
21
20
19
21

lxxix

48

20

Keterangan:
Umur: 1= 20-35 tahun, 2= 36-60 tahun
Pendidikan: 1= D3, 2= S1
Jenis kelamin: 1= Perempuan, 2= laki-laki
Status Kepegawaian: 1= Pegawai tetap, 2= kontrak, 3= honorer, 4=lainnya
Status pernikahan: 1= menikah 2= belum menikah
Lama kerja: 1= 3 tahun, 2= > 3 tahun
Identifikasi Pasien: 1= tidak pernah, 2= jarang, 3= sering, 4= selalu
Komunikasi efektif: 1= tidak pernah, 2= jarang, 3= sering, 4= selalu

lxxx

Aisyah
umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
6

20-35 tahun

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

perempuan

83.3

83.3

83.3

laki-laki

16.7

16.7

100.0

Total

100.0

100.0

pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

DIII

Percent
6

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

status kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

honorer

50.0

50.0

50.0

lainnya

50.0

50.0

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxi

status peernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

33.3

33.3

33.3

belum menikah

66.7

66.7

100.0

Total

100.0

100.0

lama kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

<=3

66.7

66.7

66.7

>3

33.3

33.3

100.0

Total

100.0

100.0

identifikasi pasien
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
6

kurang baik

Valid Percent

100.0

100.0

Percent
100.0

komunikasi efektif
Cumulative
Frequency
Valid

kurang baik

Percent
6

100.0

Valid Percent
100.0

Percent
100.0

lxxxii

Aminah
komunikasi yang efektif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

kurang baik

60.0

60.0

60.0

baik

40.0

40.0

100.0

Total

100.0

100.0

umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
5

20-35 tahun

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

perempuan

80.0

80.0

80.0

laki-laki

20.0

20.0

100.0

Total

100.0

100.0

pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

DIII

60.0

60.0

60.0

S1

40.0

40.0

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxiii
lxxxiiil

status kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

pegawai tetap

20.0

20.0

20.0

honorer

80.0

80.0

100.0

Total

100.0

100.0

status pernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

60.0

60.0

60.0

belum menikah

40.0

40.0

100.0

Total

100.0

100.0

lama kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

<= 3

40.0

40.0

40.0

>3

60.0

60.0

100.0

Total

100.0

100.0

identifikasi pasien
Cumulative
Frequency
Valid

kurang baik

Percent
5

100.0

Valid Percent
100.0

Percent
100.0

lxxxiv
lxxxivl

Assafa
umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

20-35 tahun

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

perempuan

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

DIII

Percent
7

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

status kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

honorer

71.4

71.4

71.4

lainnya

28.6

28.6

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxvl
xxxvl

status pernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

28.6

28.6

28.6

belum menikah

71.4

71.4

100.0

Total

100.0

100.0

lama kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

=<3

28.6

28.6

28.6

>3

71.4

71.4

100.0

Total

100.0

100.0

identifikasi pasien
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

tidak

Valid Percent

100.0

100.0

Percent
100.0

komunikasi yang efektif


Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

tidak

28.6

28.6

28.6

ya

71.4

71.4

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxvi
lxxxvil

Asaffii
umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

20-35 tahun

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

perempuan

71.4

71.4

71.4

laki-laki

28.6

28.6

100.0

Total

100.0

100.0

pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

DIII

71.4

71.4

71.4

S1

28.6

28.6

100.0

Total

100.0

100.0

status kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

pegawai tetap

14.3

14.3

14.3

honorer

57.1

57.1

71.4

lainnya

28.6

28.6

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxvii

status pernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

42.9

42.9

42.9

belum menikah

57.1

57.1

100.0

Total

100.0

100.0

lama kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

=<3

14.3

14.3

14.3

>3

85.7

85.7

100.0

Total

100.0

100.0

identifikasi pasien
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

tidak

57.1

57.1

57.1

ya

42.9

42.9

100.0

Total

100.0

100.0

komunikasi yang efektif


Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

tidak

57.1

57.1

57.1

ya

42.9

42.9

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxviii
lxxxviiil

Al Rahman
Umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

20-35

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

perempuan

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

D3

Percent
7

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Status Kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Pegawai tetap

28.6

28.6

28.6

honorer

71.4

71.4

100.0

Total

100.0

100.0

lxxxix
lxxxixl

Status Pernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

42.9

42.9

42.9

belum menikah

57.1

57.1

100.0

Total

100.0

100.0

Lama Kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

>3

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Ketepatan Identifikasi Pasien


Cumulative
Frequency
Valid

Percent
7

kurang baik

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Komunikasi Efektif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

71.4

71.4

71.4

28.6

28.6

100.0

Total

100.0

100.0

xc
xcx

Bukhori dan Muslim


Umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

20-35

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

perempuan

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

D3

75.0

75.0

75.0

S1

25.0

25.0

100.0

Total

100.0

100.0

Status Kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Pegawai tetap

12.5

12.5

12.5

honorer

87.5

87.5

100.0

Total

100.0

100.0

xci
xcix

Status Pernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

37.5

37.5

37.5

belum menikah

62.5

62.5

100.0

Total

100.0

100.0

Lama Kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

<=3

12.5

12.5

12.5

>3

87.5

87.5

100.0

Total

100.0

100.0

Ketepatan Identifikasi Pasien


Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

kurang baik

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Komunikasi Efektif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

25.0

25.0

25.0

75.0

75.0

100.0

Total

100.0

100.0

xcii

Raodah dan Madinah


Umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

20-35

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

perempuan

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

D3

62.5

62.5

62.5

S1

37.5

37.5

100.0

Total

100.0

100.0

Status Kepegawaian
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Pegawai tetap

50.0

50.0

50.0

honorer

50.0

50.0

100.0

Total

100.0

100.0

xciii
xciiix

Status Pernikahan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

menikah

62.5

62.5

62.5

belum menikah

37.5

37.5

100.0

Total

100.0

100.0

Lama Kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

>3

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Ketepatan Identifikasi Pasien


Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

kurang baik

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Komunikasi Efektif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
8

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

SELURUH RUANGAN
KetepatanIdentifikasi
Cumulative
Frequency
Valid

Kurangbaik

48

Percent
100.0

Valid Percent
100.0

Percent
100.0

xciv
xcivx

KomunikasiEfeltif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Kurangbaik

22

45.8

45.8

45.8

Baik

26

54.2

54.2

100.0

Total

48

100.0

100.0

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N

Missing

Percent

umur * KetepatanIdentifikasi

48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

umur * KetepatanIdentifikasiCrosstabulation
KetepatanIdentifi
kasi
Total

kurangbaik
umur

20-35 tahun

48

Count

100.0%

% within umur
Total

48
100.0%

48

Count

100.0%

% within umur

48
100.0%

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
jeniskelamin *

Missing

Percent
48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

KetepatanIdentifikasi

xcv
xcvx

jeniskelamin * KetepatanIdentifikasiCrosstabulation
KetepatanIdentifi
kasi
Total

kurangbaik
jeniskelamin

perempuan

44

Count

100.0%

% within jeniskelamin
laki-laki

100.0%

Count

100.0%

% within jeniskelamin
Total

44

100.0%

48

Count

48

100.0%

% within jeniskelamin

100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
pendidikan *

Missing

Percent
48

Total

Percent

100.0%

.0%

Percent
48

100.0%

KetepatanIdentifikasi

pendidikan * KetepatanIdentifikasiCrosstabulation
KetepatanIdentifi
kasi
Total

Kurangbaik
pendidikan

D3

Count
% within pendidikan

S1

Count
% within pendidikan

Total

Count
% within pendidikan

39
100.0%
9
100.0%
48
100.0%

39
100.0%
9
100.0%
48
100.0%

xcvi
xcvix

Case Processing Summary


Cases
Valid
N

Missing

Percent

status kepegawaian *

48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

KetepatanIdentifikasi

status kepegawaian * KetepatanIdentifikasiCrosstabulation


KetepatanIdentifi
kasi
Total

kurangbaik
status kepegawaian

PegawaiTetap

Count

100.0%

% within status kepegawaian


Honorer

32

100.0%

% within status kepegawaian

100.0%

Count

100.0%

% within status kepegawaian


Total

100.0%

32

Count

Lainnya

100.0%

48

Count

48

100.0%

% within status kepegawaian

100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
status pernikahan *

Missing

Percent
48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

KetepatanIdentifikasi

xcvii

status pernikahan * KetepatanIdentifikasiCrosstabulation


KetepatanIdentifi
kasi
Total

kurangbaik
status pernikahan

menikah

24

Count

100.0%

% within status pernikahan


belummenikah

100.0%

24

Count

24

100.0%

% within status pernikahan


Total

24

100.0%

48

Count

48

100.0%

% within status pernikahan

100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
lama kerja *

Missing

Percent
48

Total

Percent

100.0%

.0%

Percent
48

100.0%

KetepatanIdentifikasi

lama kerja * KetepatanIdentifikasiCrosstabulation


KetepatanIdentifi
kasi
Total

kurangbaik
lama kerja

<= 3

Count
% within lama kerja

>3

Count
% within lama kerja

Total

Count
% within lama kerja

10
100.0%
38
100.0%
48
100.0%

10
100.0%
38
100.0%
48
100.0%

xcviii
xcviiix

Case Processing Summary


Cases
Valid
N

Missing

Percent

umur * KomunikasiEfeltif

48

Total

Percent

100.0%

.0%

Percent
48

100.0%

umur * KomunikasiEfeltifCrosstabulation
KomunikasiEfeltif
kurangbaik
umur

20-35 tahun

Total

22

26

45.8%

54.2%

22

26

45.8%

54.2%

Count
% within umur
Count
% within umur

Total

baik

48
100.0%
48
100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
jeniskelamin *

Missing

Percent
48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

KomunikasiEfeltif

jeniskelamin * KomunikasiEfeltifCrosstabulation
KomunikasiEfeltif
kurangbaik
jeniskelamin

perempuan

Count
% within jeniskelamin

laki-laki

Count
% within jeniskelamin

Total

Count
% within jeniskelamin

Total

baik

18

26

40.9%

59.1%

100.0%

.0%

22

26

45.8%

54.2%

44
100.0%
4
100.0%
48
100.0%

xcix
xcixx

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
pendidikan *

Missing

Percent
48

Total

Percent

100.0%

Percent

.0%

48

100.0%

KomunikasiEfeltif

pendidikan * KomunikasiEfeltifCrosstabulation
KomunikasiEfeltif
kurangbaik
Pendidikan

D3

Count
% within pendidikan

S1

Total

20

19

51.3%

48.7%

22.2%

77.8%

22

26

45.8%

54.2%

Count
% within pendidikan
Count
% within pendidikan

Total

baik

39
100.0%
9
100.0%
48
100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
status kepegawaian *

Missing

Percent
48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

KomunikasiEfeltif

cc

status kepegawaian * KomunikasiEfeltifCrosstabulation


KomunikasiEfeltif
kurangbaik
status kepegawaian

PegawaiTetap

.0%

100.0%

14

18

43.8%

56.3%

100.0%

.0%

22

26

45.8%

54.2%

Count
% within status kepegawaian

Honorer

Count
% within status kepegawaian

Lainnya

Count
% within status kepegawaian

Total

Count
% within status kepegawaian

Total

baik

8
100.0%
32
100.0%
8
100.0%
48
100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
status pernikahan *

Missing

Percent
48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

KomunikasiEfeltif

status pernikahan * KomunikasiEfeltifCrosstabulation


KomunikasiEfeltif
kurangbaik
status pernikahan

menikah

Count
% within status pernikahan

belummenikah

Count
% within status pernikahan

Total

Count
% within status pernikahan

Total

baik
7

17

29.2%

70.8%

15

62.5%

37.5%

22

26

45.8%

54.2%

ci
ci

24
100.0%
24
100.0%
48
100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
lama kerja * KomunikasiEfeltif

Missing

Percent
48

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
48

100.0%

lama kerja * KomunikasiEfeltifCrosstabulation


KomunikasiEfeltif
kurangbaik
lama kerja

<= 3

Count
% within lama kerja

>3

Count
% within lama kerja

Total

Count
% within lama kerja

Total

baik

10

100.0%

.0%

12

26

31.6%

68.4%

22

26

45.8%

54.2%

10
100.0%
38
100.0%
48
100.0%

cii

ciii

civ

Anda mungkin juga menyukai