Anda di halaman 1dari 9

PEDOMAN PMTCT

1.1.

Latar Belakang
Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa
terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak 50% di
antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun.
Di Asia Selatan dan Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV
dan AIDS. Menurut Laporan Progres HIV-AIDS WHO Regional SEARO (2011)
sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV. Jumlah perempuan
yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan
meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak
aman, yang selanjutnya akan menularkan pada pasangan seksualnya.
Di sejumlah negara berkembang HIV-AIDS merupakan penyebab utama
kematian perempuan usia reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat
mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat menularkan virus kepada bayinya.
Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan
dari ibu ke anak atau mother-tochild HIV transmission(MTCT). Virus HIV dapat
ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan,
saat persalinan dan saat menyusui. Data estimasi UNAIDS/WHO (2009) juga
memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa
pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal
sebelum ulang tahun kedua.
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah
terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan
HIV dari ibu ke anak. Di negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat
ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya intervensi PPIA dengan
layanan optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan
minimnya akses intervensi, risiko penularan masih berkisar antara 20% dan
50%.
Sebagian besar infeksi HIV dapat dicegah dengan upaya pencegahan
penularan dari ibu ke anak yang komprehensif dan efektif di fasilitas
pelayanan kesehatan. RS Harapan Keluarga merupakan salah satu fasyankes
yang menjalankan upaya-upaya terkait PPIA.

1.2

Tujuan
Untuk mengetahui pencegahan penularan hiv dari ibu ke anak yang
komprehensif dan efektif di pelayanan kesehatan terutama di RS Harapan
Keluarga

1.3

Ruang Lingkup Pelayanan


PPIA merupakan upaya-upaya yang ditempuh untuk pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anaknya di lingkup instalasi rawat jalan, instalasi
rawat inap, instalasi gawat darurat, instalasi laboratorium, instalasi farmasi,
dan rekam medis.

1.4

Batasan
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala
berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya
virus HIV ke dalam tubuh seseorang.
Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat
kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat
diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria
klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT).
Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang
tubuhnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS.
Perawatan dan dukungan adalah

layanan

komprehensif

yang

disediakan untuk ODHA dan keluarganya. Termasuk di dalamnya konseling


lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan pencegahan infeksi oportunistik,
dukungan sosioekonomi dan perawatan di rumah.
Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela
oleh seseorang untuk mendapatkan layanan.
Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan
yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil
keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi,
tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari
dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya
untuk suatu keperluan penelitian.
1.5

Kebijakan dan Strategi Implementasi Kegiatan PPIA Komprehensif


Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of
Mother-to

Child

Transmission

(PMTCT)

merupakan

bagian

dari

upaya

penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB,
kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan
kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB)
HIV dan AIDS.
Kebijakan Program Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS untuk
mencegah penularan HIV dari ibu ke anak meliputi:
I.

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan oleh seluruh


fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta sebagai
bagian dari LKB dan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif.

II.

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak diprioritaskan pada daerah


dengan epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, sedangkan upaya
pencegahan IMS dapat dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan tanpa melihat tingkat epidemi HIV.

III.

Memaksimalkan kesempatan tes HIV dan IMS bagi perempuan usia

reproduksi

(seksual

aktif),

ibu

hamil

dan

pasangannya

dengan

penyediaan tes diagnosis cepat HIV dan IMS; memperkuat jejaring


rujukan layanan HIV dan IMS (termasuk akses pengobatan ARV); dan
pengintegrasian kegiatan PPIA ke layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi,
dan kesehatan remaja.
IV.

Pendekatan intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan


pemangku kepentingan dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk
peningkatan kapasitas dan pengembangan kebijakan yang mendukung
pelaksanaan program.

V.

Peran aktif berbagai pihak termasuk mobilisasi masyarakat dalam


perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengembangan upaya
PPIA.

Pengembangan strategi implementasi PPIA merupakan bagian dari tujuan


utama penanggulangan HIV dan AIDS, yaitu untuk menurunkan kasus HIV
serendah mungkin dengan menurunnya jumlah infeksi HIV baru, mengurangi
stigma dan diskriminasi, serta menurunnya kematian akibat AIDS (Getting to
Zero). Pelaksanaan PPIA perlu memperhatikan hal-hal berikut:
I.

Semua perempuan yang datang ke pelayanan KIA, KB, kesehatan


reproduksi, dan kesehatan remaja bisa mendapatkan informasi terkait
reproduksi sehat, penyakit IMS/HIV, dan Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak selama masa kehamilan dan menyusui.

II.

Tes HIV, skrining IMS dan tes sifilis merupakan pemeriksaan yang wajib
ditawarkan kepada semua ibu hamil pada daerah epidemi HIV meluas
dan terkonsentrasi yang datang ke layanan KIA/KB. Di layanan KIA tes
HIV, skrining IMS dan tes sifilis ditawarkan sebagai bagian dari paket
perawatan antenatal terpadu, mulai kunjungan antenatal pertama
hingga menjelang persalinan. Apabila ibu menolak untuk dites HIV,
petugas dapat melaksanakan konseling pra-tes HIV atau merujuk ke
layanan konseling dan testing sukarela.

III.

Konseling pasca tes bagi ibu yang hasil tesnya positif sedapatnya
dilaksanakan

bersamaan

(couple

conselling),

termasuk

pemberian

kondom sebagai alat pencegahan penularan IMS dan HIV di fasilitas


pelayanan kesehatan.
IV.

Perlu partisipasi laki-laki dalam mendukung keberhasilan PPIA.

Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, kebijakan PPIA terintegrasi


dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif meliputi:
I.

Pelaksanaan Pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak


(PPIA) diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Keluarga Berencana (KB), dan konseling remaja di setiap jenjang
pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap, dengan
melibatkan peran swasta serta LSM.

II.

Pelaksanaan

kegiatan

PPIA

terintegrasi

dalam

pelayanan

KIA

merupakan bagian dari Program Nasional Penanggulangan HIV dan


III.

AIDS.
Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA, KB, dan kesehatan

IV.

remaja harus mendapat informasi mengenai PPIA.


Pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan
di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada
semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin

V.

saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.


Pada daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga
kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara
inklusif

VI.

pada

pemeriksaan

laboratorium

rutin

saat pemeriksaan

antenatal atau menjelang persalinan.


Untuk daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu
atau berwenang, pelayanan PPIA dapat dilakukan dengan cara merujuk

VII.

ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai.


Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan
mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih

VIII.

lanjut (PDP).
Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan

IX.

pemeriksaan tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen P2PL, Kemenkes.


Pelaksanaan pertolongan persalinan baik secara pervaginam atau
perabdominam harus memperhatikan

X.

indikasi obstetrik ibu dan

bayinya serta harus menerapkan kewaspadaan standar.


Sesuai dengan kebijakan program bahwa makanan terbaik untuk bayi
adalah pemberian ASI secara ekslusif selama 0-6 bulan, maka ibu
dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak
perawatan antenatal pertama. Namun apabila ibu memilih lain
(pengganti ASI) maka, ibu, pasangan, dan keluarganya perlu mendapat
konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis.

1.6

TATA LAKSANA PELAYANAN


Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) dilaksanakan

melalui kegiatan kompehensif yang meliputi empat pilar (4 prong) yaitu :


1.6.1 PRONG 1 : Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia
Reproduksi
Prong 1 merupakan langkah pencegahan primer yang paling efektif
dalam penularan HIV dari ibu ke anak. Upaya ini dilakukan dengan
penyuluhan-penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait HIV/AIDS
dan

penyakit

menghindari

IMS

dalam

perilaku

koridor

seksual

kesehatan

berisiko

dalam

reproduksi.
upaya

Untuk

mencegah

penularan HIV menggunakan strategi ABCDE yaitu :


A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan
seks bagi orang yang belum menikah.

B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan


seks (tidak berganti-ganti pasangan)
C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual
dengan menggunakan kondom.
D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.
E (Education), artinya dengan penyebarluasan informasi dan edukasi
mengenai HIV/AIDS.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Menyebarkan informasi dan edukasi
kesehatan

reproduksi

baik

secara

tentang

individu

HIV/AIDS
maupun

dan

secara

kelompok. Edukasi sangat perlu diberikan pada wanita remaja,


sehingga mereka dapat mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV.
2. Mobilisasi masyarakat, dimana melibatkan petugas lapangan dan
komunitas tertentu (kelompok dukungan sebaya, tokoh agama, dan
tokoh masyarakat) sebagai pemberi informasi pencegahan HIV dan
IMS.
3. Layanan Test HIV, Dilakukan melalui pendekatan konseling dan
testing atas inisiasi petugas kesehatan (KTIP) serta konseling dan
testing sukarela (KTS). Layanan ini diberikan pada pelayanan ANC
terpadu dan layanan KIA di rumah sakit.
1.6.2 PRONG 2 : Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan
pada Perempuan dengan HIV
Konseling yang berkualitas,penggunaan alat kontrasepsi yang
aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten akan
membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual
yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak
direncanakan. Perlu diingat bahwa infeksi HIV bukan merupakan
indikasi aborsi. Kegiatan dalam prong ini dilakukan pada saat pasien
wanita

HIV

positif

datang

kontrol

ke

poliklinik

VCT/CST

atau

memeriksakan diri ke poliklinik lainnya, terutama poliklinik kebidanan


dan kandungan.
Apabila wanita HIV positif tidak ingin hamil, maka kontrasepsi
yang dianjurkan adalah kontrasepsi jangka panjang dan kondom.
Sedangkan yang tidak ingin punya anak lagi disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi mantap dan kondom. Apabila wanita HIV
positif masih ingin memiliki anak, maka dilakukan konseling lanjutan
untuk

merencanakan

kehamilannya.

Ibu

dengan

HIV

berhak

menentukan keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan


pasangan, suami, atau keluarga.
1.6.3 PRONG 3 : Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil dengan
HIV ke Bayi yang Dikandungnya
Kegiatan pada prong ini dilaksanakan pada setiap pasien wanita
hamil HIV positif yang memeriksakan diri pada poliklinik kebidanan dan
kandungan atau datang kontrol ke poliklinik VCT/CST atau dalam
proses persalinan di ruang bersalin (VK). Strategi ini merupakan inti

dari layanan PPIA dan merupakan kegiatan

layanan KIA yang

komprehensif meliputi :
1.6.3.1
1.6.3.2
1.6.3.3
1.6.3.4
1.6.3.5
1.6.3.6
1.6.3.7
1.6.3.8

Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV


Diagnosis HIV
Pemberian terapi antiretroviral;
Persalinan yang aman;
Tata laksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
Menunda dan mengatur kehamilan;
Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.
1.6.4 PRONG

perawatan

Pemberian

kepada

ibu

dukungan
dengan

psikologis,

HIV

beserta

sosial,

dan

anak

dan

keluarganya.
Penting untuk menjamin kerahasiaan status HIV ibu untuk menghindai
stigma dan diskriminasi di masyarakat. Dukungan juga harus diberikan
kepada anak dan keluarganya. Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan
ibu dengan HIV antara lain:
1.6.4.1
1.6.4.2
1.6.4.3

Pengobatan ARV jangka panjang


Pengobatan gejala penyakitnya
Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV

1.6.4.4

(termasuk CD4 dan viral load)


Konseling dan dukungan kontrasepsi

1.6.4.5
1.6.4.6

kehamilan
Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi
Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri

1.6.4.7

sendiri dan bayinya.


Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan

dan

pengaturan

HIV dan pencegahannya


1.6.4.8 Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
1.6.4.9 Kunjungan ke rumah (home visit)
1.6.4.10 Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama
1.6.4.11
1.6.4.12
1.6.4.13
1.6.4.14

ibu dengan HIV


Adanya pendamping saat sedang dirawat
Dukungan dari pasangan
Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarg
Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
PENUTUP

Pedoman pelayanan PPIA merupakan bahan rujukan bagi pimpinan rumah


sakit dalam rangka pelayanan PPIA, juga sebagai bahan rujukan akreditasi rumah
sakit. Keberhasilan pelaksanaan layanan PPIA di rumah sakit sangat bergantung
pada komitmen dan kemampuan para penyelenggara pelayanan kesehatan serta
dukungan stake holder terkait untuk mencapai hasil optimal.
Pedoman pelayanan ini senantiasa akan disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi serta kebijakan dan peraturan terkait penanggulangan HIV/AIDS
yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai