PPh21 - Ketentuan Perpajakan Terkait PDF
PPh21 - Ketentuan Perpajakan Terkait PDF
PPh Pasal 21
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
W
PRESIDEN
REPIIBLIK
]N D ONES
]A
Menimbang
a.
bah$'a dengan dilakukal perubahan terhadap UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
b.
Mengingat
I I.
2.
-W
PRESIDEN
IlEPUBLIK
]N DON ES
IA
-2MEMI]TUSKAN:
7 Tahun
1983
2.
3.
4.
Pajak Penghasiian Pasal 21 adalah pajak atas penghasilarsehubungan dengan pekerjaan, jasa. atau kegiatan dengal'
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undarg-Undaig Pajak
Penghasila'r.
Pegawaj adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima
penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaa-t pensiun.
tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibalarkan
sekaligus.
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh
pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa ke{a atau
terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
5. Uang Manfaat
*4:14',
'.v^wJ
-s-;Y{Y
PRES]DEN
REP],]BL]K INDONESIA
-36.
7.
8.
9.
Pasal 2
(1)
Pegawai
PRESIDEN
REPL.IBL K LN D ONES
LA
Pasal 3
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 4
b.
c.
d.
-W
PRESIDEN
REFUEJLIK INDONESIA
Pasal 5
Pasal 6
(1)
\2)
(3)
Pasal 7
e.ffi}
R EP
PRESIDEN
UBL IK INDONESIA
-6(2J
(3)
(1)
(2)
{3)
Pasai 10 ...
,,*-4{r\
t{"#l
PRESIDEN
REP]..]BL]K INDONESIA
-7
Pasal 10
laijut
Ketentuan lebih
Keuangan.
Pasal
11
Peraturan Pemerintah
tn1
muiai
beilaku
pada
tanggal
,.$,ffit-ib
-:4:f
PRESIDEN
REPUBLIK LNDONESIA
memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik lndonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 November 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR, H, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
ulurludrl|<^arr
ttd
PATRIALIS AKBAR
4r.\
"/
N\ at'r -a\"
:c\W'"/sr
'-W,
NUGROHO
,f#
PRES DEN
Rf PIIBL K INDOI\lESlA
PENJELASAN
ATAS
I.
UMUM
o#jAt
$;w.i,
ts\i
-;,LZ
PRESIDEN
FIEPUBLIK NDONESIA
-2
II.
Pasal
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat l1)
Cukup jelas.
Ayat (2\
dalam
beberapa kali pembayaran. Pembal,aran dalam beberapa kali
pembayaran sepanjang dilakukan dalam waktu 2 (dua) tahun
kalender dianggap sebagai pembayaran secara sekaligus, dan
dihitung sebagai satu kesatuan untuk pengenaan pajaknya.
Pasal 3
Ayat (1)
Pada dasarnya kewatiban pembayaran Uang Pesangon dilakukan
terjadi
Ayat (2)
secara
maka
Tenaga
Keria,
Pesangon
sekaligus kepada Pengelola Dana
Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon,
sehingga pemberi kerja suciah mempunyai kewa.jiban
pemotongan Pajak Penghasilan Pasai 21 pada saat pengalihan
tersebut.
Ayar (3)
c'#1\
tri*;V
\Sj;:49
PRE:]IDEN
REPT,JBLIK NDONES A
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 4
bruto
O% x Rp5O.OOO.OOO,O0
5% x Rp50.000.000,00
15% x
0,00
- RP
= Rp 2.500 000,00
Rp75.ooo.000,oo -
Rp
1l.zsq-QllllpQ
(+)
Rp13.750.000,00
sebesar
Rp 175.OO0.0OO.O0
21
Rp50.000.000,00
Pajak
.,
-W
PRESIDEN
REPl-]BLiK NDONES A
Pajak Penghasilan
n^".f
l.
t"..,lng,
x Rp50.OOO.0OO.OO
Bulan April 20 10:
.Jumlah penghasilan bruto
0o"
RpO,OO
Rp 125.000.000,00
50" x RpSO.0OO.00O.O0
Rp 2.500.000,00
15"" x Rp75.000.000.00
Rp 1 1.250.000.00 (+)
Jumlah
Rp13.75O.OOO,OO
dipotongl
Pasal 5
produktii
Rp
150.000.000,00
0% x Rp 50.0000.000,00
5"o x Rp I00.000.00u,00
Rp
np5.o!-Q-.-Q-Q-Q--QO
Jumlah
= Rp5.000.000,00
o,0o
Dalam...
$ip
PRES DEN
REPUELIK INDONESIA
Dalam hal jumlah O"-O.r.r.rl .Ilt* Jaminan Hari Tua tersebut di atas
dibayarkan dalarn beberapd kali pembayaran, misalnya:
Rp
Bulan Februari
Rp 100.000.000.00
2O
10 sebesar
50.00O.OOO,OO
Rp 150.000.000,00
Jumlah
x Rp50.0OO.00O,OO
o,oo
= RpS.OOO.000.0O
Jumlah
= Rp5.000.000,00
Pasal 6
Ayat {1)
bagian
pembayaran pada tahun ketiga sebesar Rp50.000.000,00, -iika
kepada Wajib Pajak orang pribadi yarrg bersangkutan dalam
tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan
menerapkal tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Unda:rg-Undang
Pajak Penghasilan atas jumlah bruto tersebut, yaitu sebesar 57o
x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penerima penghasilan sebagaimana contoh penjelasan ayat (1)
wonc firlqlz memnrrnyai Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong sebesal' 12070 x 57o
x Rp50.O00.000,00 = Rp3.000.000,00.
Pasal 7 ...
$_ffi
PRESIDEN
REPUBLIK lNDONES]A
-6Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal
11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
16
16
2010
MENTERI KI:UANGAI'l
REPUBLIK II'IDONESIA
SAI.INAI{
NOMOR 252IPMK.0312008
TENTANC
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAIAK ATAS PENGHASILAN
DAN KEGIATAN OIIANG PRIBADI
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN,
1\IENTERI
Menimbang
'ASA,
KEUANCA\,
Mengingat
1.
3262)
2.
3.
Re
1-rulrlik Inrlorrcsia
Kepu1us"t11 Pre
Norlor J893);
Menetapkan
KI]TENTUAN UN,lU\,1
Prrsal I
1.
It4ENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
26
Unclarrg-Urrclang
Parjak
Penghasilan.
4.
Per.notong PPh Pasal 2.1 cian/atau PI'h Pasal 26 trelalah \\ajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak batlan, tcrmasuk bcrrtuk usaha tetap, yang
lnen"lpunyai kera'ajil-ran untuk n.relakuk.tn pcnl()tnlttlzrn paiak atas
angka
sebagai
su
k pr'ltr'
r'i
ln.t
l)r'ns i u n.
sebagai
MENTERI KEUANGAN
BEPUBLIK INDONESIA
9.
Pegau'ai aclalah orar-rg pribacli vang bekt'rja pacia prernlrsri kerja, baik
bagai 1rcgarvai tetap 2121 l.rcgarvai ticlak tetap/ tcnal;a kerja lepas
berclasarkan perjanjian atau kesepakatan kt'rja lraik secara tcrtulis maupurl
tidak terbulis, ur-rtuk melaksarrakan suatu pekcrjaarr elalam jabatan atau
st
11
Pegawai fic'lak tetap/ tenaga kerja lcprrs aclalah pegar",'ai yang hanya
menerinta penghasilarr apabila pcgal'ai varr13 lrcrsangkutan bekerja,
bcrclasarkan jumlah hari t.rekcrja, jrrnrlah trnit hasil pekcrjaan yang
clihasilkan atau pgnyclcs.riarr suatu jt'nis pckcrjaan vang eliminta olch
pernbcri kt rja.
1?
pegan
Pese'rta kcgiatan atl:rlah orang pribar-li vang tcrlibat clalarm suatu kegiatan
lokakarya
Ia t-tt ke1; ia ta
dengan
rr terselru t.
Penerima pensiun aclalah orang pril.racli atau irhli n'arisnya yang menerima
atau memperolel.r imbalan untuk pekt-'rjaar-r viirrg rlilakukan c1i masa lalu,
termasuk orang pribacli atau ahli tvarisnva ),ang mL'ncrirna funjangan hari
tua atau jaminan lrari tua.
Pengirasilan Pcgan,ai Tetap 1'ang Bcrsrfat J't'ratur aclalah penghasilan bagi
pegart'ai tetap berupa gaji atau upah, scgala macam funjangan, dan
imbalan clengan nama apapun vang cliberikan secara periociik berdasarkan
keterrtuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, tcrrnasuk uang lembur.
16
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
77.
18.
U;rah hariarr aclalah upalr atar-r imbirlarr vang clitcrima atau ciipt'roleh
pegar^rai yang terutang atau dibayarkarr secara harian.
Upah mingguan aclalah upah atau inrl-ralan vang clitt.rima atau r-liperoleh
pegarvai yang terutang atau clibayarkan secara rnirrgguarr.
19.
Upah. satuan aclalah upah atau imbalarr t,ang cliterirna atau cliperoleh
pegar^,'ai ;'ang terutang atau dibal'arkan berclasarkan jumlah unit hasil
1'rekcrjaarr yang rlihasilkan.
Upah borongan aclalah upah atau imbalatr varrg clitt'rima atau cliperolel.r
pcgar'r.ai yang telutang atau clibavarkan trclclasarkarn penyelesaian suafu
jenis pekerjaan tcrtentu.
21
sejenis lainnya.
2?
lvlasa Pajak terakhir adalah masa Desernber atau masa pajak tertentu di
marla pegawai tetap berhenti bekerja.
ZJ
BAB II
PEMOTONG PPh PASAL
2l DAN/ATAU
PasaI
(l)
PPh PASAL 26
a.
pemberi kerja 1'arrg terdiri tlari orar-rg pribrrcli clan badan, traik merupakan
pusat maupun cabang, pern'akilan atau unit vang membayar gaji. upah,
honorarinrn, funjangirn, cian pr.ml.avi'u'an lain clengarr nama rlan dalam
bentuk apapun, sebagai imbalan schtrl.ungan clcngan pekerjaan atau jasa
)'ang dilakukan oleh pegan,ai atau br:karr }rcga\\'ili;
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
1.
mcnrbaYar
2.
clan magang;
e. pclrvelenggala
lVajib Pajak orarrg pribacli dalam ncgc.ri Lrerkenaan clcngan suatu kr.giatan.
(2)
aclalah:
a.
b.
(3)
t.relras.
21
Pasal 3
Penerima Penghasilarr yang Dipotong PPh Pasal 21 cian atau PPh Pasal 26 adalah
orang pribadi yang merupakarr :
a.
pegau'ai;
b.
c. bukan pegalvai
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
3. olahragavvan;
4. pcnasihat, prcnllajar, pclatih, pt rrct'ramah, pcnvtrluh, cian mt.rcrc'rator;
5. Pc'ngarang, ptncliti, clan pcnc'rjsnl;111;
6. pemberi jasa clalam segala bicla'g tr:rnrasuk te.krrik, komputer
7.
8.
9'
clan
sc//i
lg
tlan
cl.
1.
2.
3.
4.
5.
-1
a.
b.
pejabat penvakilan clipiomatik c'lan konsulat atau pcjabat lairr clari negara
asing, clan orarlg-orang vang eliperbantukan keparla mc.reka yang bekerja
pac'la t-lan bertempat tinggal bersama mcrcka, clt'rrgan syarat bukan warga
negara Indonesia dan di Indorresia ticlak mcnerima atau memperoleh
pcngl'rasilan iain cii luar jabatan atau pekerjaannva tersebut, serta negara yang
lrersarrgkutan memberikan perlakuan timtraI balik;
pejabat prerwakilan organisasi internasional scbagaimana dimaksud clalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c Unclang-Unclang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh lr4enteri Keuangan, clengan svarat bukan warga negara
Incloncsia clan titlak merrjalankan usaha at;ru kclliatan atar,r pekerjaan lain
tt lrttr k tlrt'tn pt'rolt'11 p1'111'l1asil1p tla ri I trtl.rrt,si.r.
A!'iliiT,iT533[E3ll
B;\ tl I\,'
26
Pasal 5
(1)
a.
b.
secara
c.
d.
Lrcnghasilan pegar,r'ai ticlak tt't"rp atau tr'naga kcrja lepas, berupa upah
Itariarr, tlPah ntit'U'lluau, ttl'r;rh srrtuatt, uPah f1v11'y11gi.rn atau upah yang
cl
c.
f.
imbalan kr:paL{3 pescrta kegiatarr, antara lairr beru;ra uang saku, uang
representasi, uarrg rilpat, hclttor.rriunr, h.rc.liah atau pcnghargaan ciengan
nama clan clalam bentuk apapurr, clarr inrbalan sr.jenis dengan nama
apapun.
(r) Perrghasilarr ),;rng rlipotetrg PP| Pasal 2'l tlal/atatr PP[ Pasal ?(r sebagaimana
ciimaksurl pacla avirt ('l) ternrasuk Pula pcncrirrraan tlalam benfuk naLura
clatr/atar"r kt:niknratarr lainr-rva clt'nr1an rr;rnr.i tlan rlalanr bcntuk apapun yang
r,libt'r'ikarr olt'h:
(2)
MENTERI KEUANGAN
FEPUBLIK INDONESIA
Pasal 7
(1)
(2)
(1)
aclalah:
a.
b.
c.
kc1-ratla
clana Pensiull
yan[]
(2)
rl.
z-.rkat vano cljtt'rjma rtlcl-r orang prit)adi varrg berhak tlari Lraclan atau
lcrlbaga amil znkat I'an11 rlibentr,rk atatr tlisahkan olch Pemcrintah, atau
strmbarrllan kt'allanraan vanl; sifatrrva n'ajib lratji l-rt:r'nt'luk agama yang
cliakui cii Irrclonesia vang tliterinr.r olclr orang pribacli ),ang L-rerhak clari
lcnrbagi'r kcal',ermaarr van11 tliLrcrrtuk lt;ru clisal-rkarrr olch Pernerintah;
c.
(l)
a.
1'ar.r11
berlaku
ba11i.
h,IENTERI KEUANGAN
FEPUBLIK INDONESIA
l.
pcgirwiri tctap;
4.
a)
Lr) l-tetugas
Fegal{ar;
penjaja Lralang ciagangarr I'ang tirlak berrstatus sebagai pegawai;
c)
ciar-r/atau
c.
huruf
(2)
[.r.
(3)
\/I
DIPIliBOLhtlKAN
Pasal 10
(1)
(2)
a.
b.
Hi'"'.?,iTsts8[E3lX
Bcsarnya pcnghasilan r-reto bagi pegan'ai tctap t,ang clipotong PPh Pasal
aclalah jumlah seluruh pe.nglrasilarr bruto dikurarrgi clengar.r:
(3)
a.
21
biava jabatan, sebagaimana ciimaksucl tlalam Pasal 21 ayat (3) UnclangUr.rclang Pajak Penghasilarr;
b.
(4)
iuran yang terkait dengar-r gaji yang ciibal'ar oleh pegan'ai kepacla dana
pensiun vang pendiriannya telah ciisahkan olt'lr Mentr:ri Keuangan atau
badan penvelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
ciip'rcrsan-rakarr clt'ngan clana pren5iu11 \'crng l.t'rrcliriannl'a telah clisahkan
olch Mentcri Kcuangan.
Besarnya penghasilan neto t'ragi perrerima pensiult l,ang clipotong PPh Pasal
biaya
(5)
(8)
(1)
Atas pcnghasilan bagi pegan'ai ticlak tctap atau tenaga kerja le1-ras yang tidak
clil.rayar secara Lrulanan at.ru jurnlah kr"rmulatifnl'a clalar.r.r I (satu) bulan
kalencler L-relum me.lebihi PTKP sebulan untuk eiiri \{ajib Pajak sendiri
'
be
likut:
a. tidak clilakukall
b.
clilakukan pemotongan PPh Pasal ?1, cialam hal penghasilan sehari atau
rata-rata penghasilan sehari melebihi l-ragian penghasilan yang ticlak
dilakukan pemotongan sebagaimana tlimaksuc'l dalam Pasal 21 ayat (4)
Unrlang-Undang Pajak Penghasilarr, cian bagian penghasilan yang tidak
clilaktrkarr pL'lrt()toll8,al1 tt'rst'lrtrt nt('rupitkitrt jtrmlah yang rlapat
tl i ktr rrtrr1',karr tl,r t i It'111, l1;15,i l,tn brrr t, r.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
/?\
(3)
rJ\
PTKP yang seben11111,n selragi]imana clin-raksutl parla avat (3) adalah sebesar
PTKP untuk jumlah hari kerja vang scbelrarrrva.
/5\
PTKP sehari sebagai clasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya aclalah
sebesar PTKP ctibagi 360 (figa ratus enirm puluh) hari.
((')
(1)
BAB VII
Tarif
berciasarkan Pasal
Pajak
a.
Lr.
c.
pe'gawai tetap;
penc.rirnir pensiun yarrg clibal'rirkan secara bulanarr;
pegarvai ticlak tetap atau tenaga kerja le'pas yang clibayarkan secara
bulanan.
(2)
Untuk perhitungan PPh Pasal 2l varrg harus clipotong setiap masa pajak,
kecuali masa paiirk tt-.rakhir, tarif clitcrapkan atas pt'rkiraan pcnghasilan yang
.rkarr tlrPcrolt'tr st'l.ttna I (sattr) lahtrn, tlt,rrli.rrt kr,tt'rttuart s,'lral',ai bcrikut:
MENTERI KEUANGAN
-REPUBLIK INDONESIA
lre
b.
(3)
Jumlah PPh Pasal 21 \,ang hams clipotonil untuk setiap masa pajak
sebagairnana rlir.rraksud pada ayat (2) arlalah:
a.
tr. atas
a.
(4)
/5\
Bcsarnva PPir Pasal 21 vang harus rlipotorrg untuk masa pajak terakhir
adalah selisih antara Pajak Perrgl'rasilarr )'ang terutang atas seluruh
penghasilan kena pajal selarna 1 (satu) tal.run prajak atau birgian tahun prajak
clengan PPh Pasal 21 vang telah clipotorrg pacla masa-n1asa sebelumnya
clalam tahun pajak yang bersangkutar.r.
(6)
(7)
Dalam hal pegalvai tetap berhenti br:kerja sebelum bulan Desember dan
jumlah PPh Pasal 21 yang telah ciipotong clalam tahun kalencler yang
Lrersangkutan lc'Lrih bt.sar ciari PPh Pasal 21 r'ang terutang untr.rk 1 (satu)
tairun pajak, rnaka kelebihan PPh Pasal 21 r,'ang tclah cliPotorrg tersetrut
dikembalikan kepatla pegau'ai tetap vang bersanllkutan bersamaan dengan
21
tenaga kerja lepas berupa upair harian, upah nringguan, upah sabuan, upah
borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan ticlak dibayarkan
secara Lrulanan, talif lapisan pertama scirtrilaimana climaksucl dalam Pasal 17
ayat (l) huruf a Untl;rn1',-Unclanli P;rjak Pt'nlihasilan clitt'rapkan atas.
lvlENTERl KEUANGAN
NEPUBLIK INDONESIA
Dalam hal jumlah penghasilar-r kumulatif dalam satu bulan kalencler telah
melebihi Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah), PPh Pasal 21 clihirung clengan
menerapkan
Lrerclasarkan Pasal l7
Penghasilan diterapkan aias:
(1) T;rrif
a. jumlah
(2\ Tarif
Pasal
l6
b.
jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
(r.
lenttrri Kt'u
attrla tr.
H,t.T,i1,533183iX
Pasal 17
Tata cara pemotongarl PPh Pasal 21 atas pe-nglrasilan berupa u(rng pesangon, uang
manfaat pensiun Vang cli[.ra1,ar ole'h tlana f.rerrsiun \.ang
]rcncliriann),a telah
disahkan oleh Mentc.ri Keuangan, clan tunjangan hari tua atau janrinan hari tua,
yang dibayarkan sekaligus oleh L.radan pr'nvcle.rrggara tunjangan hari tua atau
baclan penyelenggara jamirran sosial tenaga kerja, cliatur elalam Feraturan Menteri
Kc.uangatr terserrr'liri.
Pasal I Il
Tata cara pemotongan clan pcngt:naan pph pasal 2l atas ppngllilsilan yang
bcrsumber clari anggaran pendapatan rlan bt,lanja ncgara atau anggarar.l
l.renclapatan belanja daerah ),ang rliterima atau rliperolth pejabat ncgara, pega\^,al
rrcgeli sipil, anggota TNI/PoLRI cian pcnsiunarxrva, cliatur clalam ptrafuran
N4t'rr
(r)
(2)
PPh Pasal 26 sebagaimana tlimaksucl patia avat (1) tirlak bcrsifatfiual t.lalam
hal orang pritratli scbag:ri \Alajib Paiak Iuar ncgcr.i tersebut bertrbah stafus
mcrrjarli Wajib Pajak tlalarn rregcri.
BAB VIII
Bagi Pe'ncrima Pcrrghasilan varlg Dipotorrg PPh pasal 21 yang ticlak memiliki
Nomol Pokok Wajitr Payak, clikenakan pcnrotongan PPIr Ptrsal 21 clengan tarif
Iebih tinggi 20% (dua puluh pcrsen) clarip;rtla tarif I'ang riite'rapkan terhaclap
Wajib Pajak yanl; memiliki Nomor Pokok \\ralib Pajak.
(2)
Jumlah PPh Pasal 21 yang harus clipotorrg sclragaimana ciimaksurl pacla ayat
(1) adalah sebesar 1209'" (seratus clua puluh pe.rse'n) clari jurnlah pph pasal 21
yang seharusnya dipotong tlalam lral yarrg bersangkutan memiliki Nomor
Pokok lVajib Paiak.
(3)
u'tuk l'rr'nr.t.rrg..
MENI'ERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
(4)
Dalam hal penerima perrghasilan \,.rnll telah elipotong P['h Pasal 21 dengan
tarif yang lebih tinggi sebagaimana elimaksucl pada ayat (1), mendaftarkan
diri unbuk memperoleh Norror Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 2t yang telah
cli;rotong terselrut tlapat diperhitungkan det.rgan PPh Pasal 21' yang terutang
untuk bulan-bulan selaniutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
BAI] IX
SAAT TERUTANG PPh I,ASAL 2I DAN/ATAU PI,IT PASAL 26
Pasal 21
(1)
l.crsangku tarr.
()\
PPli Pastrl 2'1 clarr/atau PPh Pasal ?6 tcrutarlg lr;rgi Pemotorrg PPh Pasal
dan :rtau PPh Pa-rsal 26 ulrtuk setiap masa pajak.
(3)
21
ayat (2)
adalah akhir [rr-rlarr clilakukannya Pembavaran atau pada akhir bulan
terutangnya pcnghasilan yang bersangkutan.
BAB X
I-{AK DAN KI]IVAJIBAN PEIVIOTONG P,,\JAK SERTA PENERIMA
r.r.renclaftarkarr
Pe'nerima Pcnghasilan
(2) Pegarvai,
kalencler atau parla saat mulai meniadi Subjek Pajak clalam negeri sebagai
ciasar penentuan PTKP dan rvajib nlerl\/erallkann1,a kepada Pemotong Pajak
pacla saat mr.rlai bckerja atau rnulai pensiun.
(3)
Dalam l-ral
te
MENTERI KEUANGAN
r]EPUBLIK INDONESIA
r5\ Pemotong PPh Pasal 21 clan/atau PPh Pasal 26 r.vajib mcmbuat catatan atzru
kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 rlan/atau PPh Pasal 26 untuk masingmasing penerima penghasilan, vang menja(li clasar pelaporan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 yang terutarrg untuk setiap masa pajak clan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tcrsebut sesuai clengan
ketentuan yang berlaku.
pada ayat (4) tetap berlaku, clalam hal jurnlah pajak yang dipotonp; pacla bulan
yang Lrersangkutan nihil.
(7)
Dalam hal dalam suafu Lrulan tr'rjacli kr-'lcbihan pctrl'etoran pajak atas
PPh
(e)
Be'nhrk
26
(r) Jurnlah PPh Pasal 21 r'ang tlipotorrg merupakarl kreclit paiirk ba1;i pcnerima
(2)
Dalam hal Wajitr Pajak yang telirl'r tiipotong PPh Pasal 2l cicngan tarif yang
le'bih tinggi sebal;.rinrnntr clinraksucl clalarn Pasal 20 ar1'n1 (l)mendaftarkan cliri
untuk nrcmpcrolclr Nomor Pokok \{a1ib I'ajak, PPh Pasal 21 yang telah
diprotong tt:rscbrrt rlapat tiikrcciitkan cialam Surat Pemberitahuan Tahurran
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribar-li.
BAB XI
KETENTUAN PENU'IUP
I'asal
?-l
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK TNDONESIA
Pasal 25
Januari2009.
ini
Peraturan
Republik
Negara
dalam
Berita
penempatannya
dengan
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
padatanggal
3l
Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ud.
SRIMULYAMINDRAWATI
pf-R\
as
Salinan sesuai dengan
Umum
Kepala Biro
u.b.
KepalQagian T'
Anton,
rarEmen
\E
MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
152 /PMK.010/2015
NOMOR
TENTANG
PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK
TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN
Menimbang
a.
Undang
sebagaimana
telah
diatur
bahwa
harian
Undang
(4)
Penghasilan
Pajak
tentang
kali
beberapa
Undang-Undang Nomor
pegawai
1983
Tahun
terakhir
diubah
dengan
36
dan mingguan,
penghasilan
bagian
besarnya
penetapan
tetap
tidak
pegawai
serta
bahwa
Penghasilan
besarnya
disesuaikan
berdasarkan
Nomor 122/PMK.010/2015
Tidak
Peraturan
Penyesuaian
tentang
bahwa
dalam
berdasarkan
huruf a
dan
pertimbangan
huruf b,
1983
kali
Keuangan
Besarnya
dimaksud
sebagaimana
serta
telah
Pajak
Kena
Menteri
melaksanakan
untuk
(4)
diubah
terakhir
dengan
Undang-Undang
Nomor
36
Penghasilan;
Mengingat
1.
Undang-Undang
Penghasilan
1983
Nomor
Indonesia
Nomor
(Lembaran
Tahun
Tambahan
50,
Nomor
Negara
3263)
1983
Republik
Lembaran
sebagaimana
tentang
Indonesia
Negara
telah
(Lembaran
Nomor
4893);
Negara
Republik
Indonesia
Republik
beberapa
2008
Pajak
Tahun
36
Tahun
kali
Tahun
2008
2.
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
122/PMK.010/2015
www.jdih.kemenkeu.go.id
//
MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-2MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PEKERJAAN
DENGAN
SEHUBUNGAN
PENGHASILAN
TIDAK
YANG
DIKENAKAN
PEMOTONGAN
PAJAK
diperoleh
pegawai
tetap
lainnya
PENGHASILAN.
Pasal 1
Batas
harian
penghasilan
dan
bruto
diterima
yang
serta
mingguan,
atau
tidak
pegawai
(4)
Un.dang-Un.dang
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
tidak
berlaku
dalam hal:
a. penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah) sebulan; atau
b. penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
Pasal 3
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak
berlaku
atau
yang
komisi
Pasal
Ketentuan
Ian.jut
lebih
4
mengenai
tata
cara
penghitungan
Pajak
Pasa15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
206/PMK.011/2012
ten.tang
Penetapan
Bagian
Mingguan
serta
Pegawai
Tidak
Tetap
Lainnya
yang
Tidak
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
www.jdih.kemenkeu.go.id
I
MENTERI K EUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Peraturan
Menteri
ini
dengan
penempatannya
dalam
Berita
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
6 Agustus 2 0 15
6 Agustus 2 0 15
1 (1;:'
GIAR\fO
\J
www.jdih.kemenkeu.go.id
MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
/PMK.010/2015
122
TENTANG
PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
penghasilan .. tidak
mengenai besarnya
ketentuan
a. bahwa
kena
Nomor
ekonomi
moneter
serta
kebutuhan
harga
perkembangan
bidang
di
perkembangan
mempertimbangkan
dengan
b. bahwa
penyesuaian
melakukan
telah
Keuangan
Menteri
Perwakilan
Dewan
dengan
Rakyat
pertemuan
konsultasi
Indonesia
Republik
pada
dan
b,
huruf
a,
huruf
c,
serta
untuk
melaksanakan
Pajak
Penghasilan
sebagaimana
telah
beberapa
kali
menetapkan
Peraturan
Menteri
tentang
Keuangan
dengan
Undang-Undang
Nomor
16
Tahun
2009
Undang
Nomor
36
Tahun
2008
(Lembaran
Negara
Republik
www.jdih.kemenkeu.go.id
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
MENTER!
KEUANGAN
TENTANG
PENYESUAIAN
Pasal 1
Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai
berikut:
a.
b.
c.
isteri
penghasilannya
yang
dengan
digabung
Undang-Undang
Nomor
1983
Tahun
tentang
Pajak
Rp3.000.000, 00
(tiga
juta
rupiah)
tambahan
untuk
setiap
yang
diperlukan
mengenai
tata
cara
penghitungan
Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian besarnya penghasilan
tidak
kena
pajak
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
mulai
www.jdih.kemenkeu.go.id
MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Menteri
ini
dengan
penempatannya
dalam
Berita
29
Juni 20 15
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
2 9 Juni
2015
GIARTO
966
I;
www.jdih.kemenkeu.go.id
Menimbang : a.
b.
c.
d.
Mengingat : 1.
2. Undang-Undang
-2-
2.
3.
4.
6.
7.
8.
Menetapkan :
2. Kantor
-3-
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
(1)
-4-
a.
b.
c.
d.
e.
f.
b.
c.
d.
Pasal 3
-5-
Pasal 3
(1)
(2)
(3)
b.
c.
d.
b.
c.
d.
-6-
(4)
(5)
(2)
(3)
(1)
(2)
b.
c.
d.
b.
-7-
Pasal 7
(1)
(2)
b.
c.
d.
e.
f.
Formulir 1721-VI;
g.
Formulir 1721-VII;
h.
Formulir 1721-A1;
i.
Formulir 1721-A2;
(1)
(2)
a. sampai
-8
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. FUAD RAHMANW-
-9-
LAMPIRAN I
NOMOR PER-14/PJ/2013
TENTANG
area
staples
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
[mm - yyyy]
area
MASA PAJAK :
H.01
FORMULIR 1721
SPT
NORMAL
H.02
H.03
SPT
PEMBETULAN KE-
barcode
H.05
H.06
A. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP
: A.01
2. NAMA
: A.02
3. ALAMAT
: A.03
5. EMAIL
A.05
B. OBJEK PAJAK
NO
PENERIMA PENGHASILAN
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.
PEGAWAI TETAP
21-100-01
2.
21-100-02
3.
21-100-03
4.
BUKAN PEGAWAI:
4a. DISTRIBUTOR MULTILEVEL MARKETING (MLM)
21-100-04
21-100-05
21-100-06
21-100-07
4e.
21-100-08
4f.
21-100-09
5.
21-100-10
6.
21-100-11
7.
21-100-12
8.
PESERTA KEGIATAN
21-100-13
9.
21-100-99
10.
27-100-99
11.
JUMLAH (PENJUMLAHAN
JUMLAH (Rp)
13.
MASA PAJAK :
14.
B.04
15.
PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR (ANGKA 11 KOLOM 6 - ANGKA 14)
B.05
B.01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
B.03
LANJUTKAN PENGISIAN PADA ANGKA 16 & 17 APABILA SPT PEMBETULAN DAN/ATAU PADA ANGKA 18 APABILA PP h LEBIH DISETOR
16.
PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR PADA SPT YANG DIBETULKAN
(PINDAHAN DARI BAGIAN B ANGKA 15 DARI SPT YANG DIBETULKAN)
B.06
17.
PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR KARENA PEMBETULAN (ANGKA 15 - ANGKA 16)
B.07
18.
KELEBIHAN SETOR PADA ANGKA 15 ATAU ANGKA 17 AKAN DIKOMPENSASIKAN KE MASA PAJAK (mm - yyyy)
B.08
HALAMAN 1
area
staples
NPWP PEMOTONG:
B.09
FORMULIR 1721
PENERIMA PENGHASILAN
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.
21-401-01
2.
21-401-02
3.
21-402-01
4.
21-499-99
5.
ANGKA 1 S.D. 5)
D. LAMPIRAN
1. FORMULIR 1721 - I
(untuk Satu Masa Pajak)
D.01
LEMBAR
D.02
2. FORMULIR 1721 - I
D.03
3. FORMULIR 1721 - II
D.05
LEMBAR
D.04
D.10
6. FORMULIR 1721 - V
D.11
LEMBAR
D.06
D.07
LEMBAR
5. FORMULIR 1721 - IV
D.09
D.12
LEMBAR
D.08
LEMBAR
D.13
D.14
E.01
PEMOTONG
2.
NPWP : E.03
3.
NAMA :
4.
TANGGAL :E.05
5.
TEMPAT
E.02
KUASA
6.
TANDA TANGAN :
E.04
(dd - mm - yyyy)
:E.06
HALAMAN 2
DAFTAR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU
TUNJANGAN HARI TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA SERTA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA, ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
A.
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
BUKTI PEMOTONGAN
(1)
NPWP
(2)
NAMA
(3)
NOMOR
(4)
(5)
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
MASA
PEROLEHAN
PENGHASILAN
KODE
NEGARA
DOMISILI
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH A (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)
C.
PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA MELEBIHI PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
NO.
B.
a
r
FORMULIR 1721 - I e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA
DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA TIDAK MELEBIHI PTKP
TOTAL (JUMLAH A + B)
ORANG
B.01
s
t
a
p
l
e
s
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
BUKTI PEMOTONGAN
NO.
NPWP
(1)
(2)
NAMA
(3)
NOMOR
(4)
(5)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)
a
r
FORMULIR 1721 - II e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
PP h DIPOTONG (Rp)
KODE
NEGARA
DOMISILI
(6)
(7)
(8)
(9)
s
t
a
p
l
e
s
a
r
FORMULIR 1721 - III e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VII
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
BUKTI PEMOTONGAN
NO.
(1)
NPWP
(2)
NAMA
(3)
NOMOR
(4)
(5)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)
KODE OBJEK
PAJAK
PP h DIPOTONG (Rp)
(6)
(7)
(8)
s
t
a
p
l
e
s
area
staples
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
NPWP PEMOTONG :
NO.
KODE AKUN
PAJAK (KAP)
KODE JENIS
SETORAN
(KJS)
(1)
(2)
(3)
(4)
[dd - mm - yyyy]
H.02
KET.
(5)
(6)
(7)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN BAGIAN A ANGKA 1 S.D. ANGKA 13)
KETERANGAN:
KOLOM (7) DIISI DENGAN ANGKA :
0 : UNTUK SSP
1 : UNTUK SSP P Ph PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH
2 : UNTUK BUKTI Pbk
FORMULIR 1721 - IV
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
area
staples
DAFTAR BIAYA
FORMULIR 1721 - V
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
NPWP PEMOTONG :
[mm - yyyy]
H.01
H.02
No.
PERINCIAN
JUMLAH (Rp)
(1)
(2)
(3)
1.
2.
BIAYA TRANSPORTASI
3.
4.
BIAYA SEWA
5.
6.
7.
8.
BIAYA ROYALTI
9.
BIAYA PEMASARAN/PROMOSI
10.
BIAYA LAINNYA
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 10)
- 10 -
LAMPIRAN II
NOMOR PER-14/PJ/2013
TENTANG
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)
ATAU PASAL 26
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR:
H.01
1 . 3 -
FORMULIR 1721 - VI
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
A.01
3. NAMA
A.03
4. ALAMAT :
A.04
A.02
YA
JUMLAH
PENGHASILAN BRUTO
(Rp)
DASAR PENGENAAN
PAJAK
(Rp)
TARIF LEBIH
TINGGI 20%
(TIDAK BERNPWP)
TARIF
(%)
PPh DIPOTONG
(Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02
[dd - mm - yyyy]
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
P Ph PASAL 26
1. 27-100-99 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang
dipotong P Ph Pasal 26
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
(FINAL)
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR:
H.01
1 . 4 -
A.01
3. NAMA
A.03
4. ALAMAT :
A.04
A.02
TARIF
(%)
PPh DIPOTONG
(Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02
[dd - mm - yyyy]
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP ATAU
PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI
TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA
FORMULIR 1721 - A1
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR :
H.01
NPWP
PEMOTONG : H.03
NAMA
PEMOTONG : H.04
1 . 1 -
H.02
A.01
2. NIK /NO.
PASPOR:A.02
3. NAMA
K/
TK /
A.07
HB /
A.08
A.09
A.03
4. ALAMAT:
8. KARYAWAN ASING :
A.04
A.11
YA
LAKI-LAKI
A.06
PEREMPUAN
21-100-01
JUMLAH (Rp)
21-100-02
PENGHASILAN BRUTO:
1.
2.
TUNJANGAN PPh
3.
4.
5.
6.
PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
7.
8.
PENGURANGAN:
9.
10.
11.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
PP h PASAL 21 TERUTANG
20.
C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02
C.03
[dd - mm - yyyy]
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAU
ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA
ATAU ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA
ATAU PEJABAT NEGARA ATAU PENSIUNANNYA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NAMA INSTANSI/
BADAN LAIN
:
H.03
NAMA
BENDAHARA
H.04
FORMULIR 1721 - A2
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]
NOMOR :
H.01
1 . 2 -
H.02
NPWP
BENDAHARA : H.05
1. NPWP : A.01
2. NIP/
NRP
: A.02
PEREMPUAN
A.08
7. NIK : A.09
3. NAMA : A.03
4. PANGKAT/
GOLONGAN : A.04
5. ALAMAT
LAKI-LAKI
K/
A.05
TK /
HB /
A.10
: A.06
A.11
A.12
21-100-01
JUMLAH (Rp)
21-100-02
PENGHASILAN BRUTO:
1.
GAJI POKOK/PENSIUN
2.
TUNJANGAN ISTERI
3.
TUNJANGAN ANAK
4.
5.
6.
TUNJANGAN STRUKTURAL/FUNGSIONAL
7.
TUNJANGAN BERAS
8.
TUNJANGAN KHUSUS
9.
TUNJANGAN LAIN-LAIN
10.
PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR LAINNYA YANG PEMBAYARANNYA TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI
11.
PENGURANGAN:
12.
13.
14.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
PP h PASAL 21 TERUTANG
23.
DIPINDAHKAN
C.02
PINDAHAN
BARU
C.03
C.04
PENSIUN
: D.01
2. NAMA
: D.02
.
D.04
[dd - mm - yyyy]
3. NIP/NRP : D.03
- 11 -
LAMPIRAN III
NOMOR PER-14/PJ/2013
TENTANG
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
I
II
III
IV
V
VI
VII
A1
A2
PETUNJUK UMUM
Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disusun dengan format yang
dapat dibaca dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal
70 gram.
2. Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
3. Sebelum melakukan pengisian, silakan terlebih dahulu membaca petunjuk
pengisian SPT.
4. Pengisian SPT dilakukan dengan huruf cetak/diketik dengan tinta hitam.
5. Berilah tanda X pada
(kotak pilihan) yang sesuai.
6. Kolom Identitas wajib diisi oleh Pemotong atau Kuasa secara lengkap dan
benar.
7. Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah, harus tanpa nilai
desimal. Contoh:
Dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN
10.000.000,00).
Dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah:
125 (BUKAN 125,50).
PETUNJUK KHUSUS
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 wajib menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT dalam hal:
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima
pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau
terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya
lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26
selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti
pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1
(satu) masa pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang
jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak;
dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang
jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau
e-SPT dalam hal:
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima
pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau
terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya
tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26
selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti
pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen
dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
pajak.
NPWP Pemotong.
nama Pemotong.
alamat Pemotong.
nomor telepon Pemotong.
alamat email Pemotong.
11
dengan jumlah penerima penghasilan.
dengan jumlah penghasilan bruto.
dengan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang dipotong.
FORMULIR 1721 I
DAFTAR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI
TETAP DAN PENERIMA PENSIUN BERKALA ATAU TUNJANGAN HARI
TUA/JAMINAN HARI TUA SERTA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA
TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA,
PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh untuk:
a. satu masa pajak.
dilakukan pada setiap masa pajak (Januari s/d Desember).
b. satu tahun pajak.
dilakukan pada masa pajak Desember.
Oleh karena itu, pada masa pajak Desember Pemotong melaporkan pemotongan
PPh dengan menggunakan formulir ini yang meliputi 2 (dua) set yaitu untuk
pelaporan masa pajak Desember dan untuk pelaporan satu tahun pajak.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Desember 2014, maka ditulis 12 - 2014.
Satu Masa Pajak / Satu Tahun Pajak
Diisi tanda silang pada kotak yang sesuai.
NPWP Pemotong
Diisi dengan NPWP Pemotong.
A. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya yang Penghasilannya
Melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Bagian ini diisi dengan pemotongan PPh untuk seluruh Pegawai Tetap dan
Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara
dan Pensiunannya yang pernah menerima penghasilan dalam tahun
berjalan/seluruh tahun berjalan.
Angka 1 Angka 15
Kolom (1)
Kolom (2)
Kolom (3)
Kolom (4)
Kolom (5)
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
(6)
(7)
(8)
(9)
: Cukup jelas.
: Diisi dengan NPWP Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau
THT/JHT.
: Diisi dengan nama Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau
THT/JHT.
: Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh.
: Diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 dengan format
penulisan dd-mm-yyyy.
: Diisi dengan kode objek pajak.
: Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
: Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong.
: Diisi masa perolehan penghasilan dengan format mmmm, di mana
mm yang pertama merupakan bulan mulainya perolehan
penghasilan sedangkan mm yang kedua merupakan bulan
berakhirnya perolehan penghasilan.
7
Kolom (7)
FORMULIR 1721 II
DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK
FINAL) DAN/ATAU PASAL 26
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh yang dilakukan
dengan menggunakan formulir 1721-VI.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Tabel
Kolom (1) : Cukup jelas.
Kolom (2) : Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
atau Pasal 26.
Kolom (3) : Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
atau Pasal 26.
Kolom (4) : Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh.
Kolom (5) : Diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26
dengan format penulisan dd-mm-yyyy.
Kolom (6) : Diisi dengan kode objek pajak.
Kolom (7) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (8) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.
Kolom (9) : Diisi dengan kode negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri.
Daftar kode negara domisili terdapat pada petunjuk pengisian Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 (Formulir 1721-VI).
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
:
:
:
:
:
cukup jelas.
Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh.
diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final dengan
format penulisan dd-mm-yyyy.
Kolom (6) : Diisi dengan kode objek pajak.
Kolom (7) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (8) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.
10
FORMULIR 1721 IV
DAFTAR SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN/ATAU BUKTI
PEMINDAHBUKUAN (Pbk) UNTUK PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
(1)
(2)
(3)
(4)
:
:
:
:
cukup jelas.
Diisi dengan Kode Akun Pajak (KAP).
Diisi dengan Kode Jenis Setoran (KJS).
Diisi dengan tanggal pembayaran pajak atau tanggal bukti Pbk
dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kolom (5) : Diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atau nomor
bukti Pbk.
Kolom (6) : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang disetor.
Kolom (7) : Diisi dengan angka:
0 : untuk SSP
1 : untuk SSP PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
2 : untuk Bukti Pbk
11
FORMULIR 1721 V
DAFTAR BIAYA
Formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak Desember oleh Wajib Pajak
yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan, antara lain Wajib Pajak Cabang,
Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), dll.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Desember 2014, maka ditulis 12 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Kolom (1) : Cukup jelas.
Kolom (2) : Cukup jelas.
Kolom (3) : Cukup jelas.
12
FORMULIR 1721 VI
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)
ATAU PASAL 26
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 dengan format
penulisan: 1 . 3 mm . yy xxxxxxx.
1.3
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21/Pasal 26.
Angka 2. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam hal penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/Pasal 26 merupakan Wajib
Pajak Dalam Negeri atau diisi dengan nomor paspor dalam hal
penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/Pasal 26 merupakan
Wajib Pajak Luar Negeri.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21/Pasal 26.
Angka 4. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21/Pasal 26.
Angka 5. Diisi dengan silang (X) dalam hal merupakan Wajib Pajak luar negeri.
Angka 6. Diisi dengan kode negara domisili dalam hal merupakan Wajib Pajak
luar negeri, sesuai dengan daftar kode negara sebagai berikut:
No
Kode
Negara
Kode
Nama Negara atau Yuridiksi
Negara
19 ITA
Italia
20 JPN
Jepang
21 DEU
Jerman
22 CAN
Kanada
23 KOR
Korea Selatan
24 PRK
Korea Utara
25 KWT
Kuwait
26 LUX
Luxembourg
27 MYS
Malaysia
28 MAR
Maroko
29 MEX
Mexico
30 EGY
Mesir
31 MNG
Mongolia
32 NOR
Norwegia
33 PAK
Pakistan
34 FRA
Perancis
35 PHL
Philipina
36 POL
Polandia
37 PRT
Portugal
38 QAT
Qatar
39 CZE
Republik Ceko
40 ROU
Romania
41 RUS
Rusia
42 SAU
Saudi Arabia
43 NZL
Selandia Baru
44 SYC
Seychelles
45 SGP
Singapura
46 SVK
Slovakia
47 ESP
Spanyol
48 LKA
Sri Lanka
49 SDN
Sudan
50 SYR
Suriah
51 SWE
Swedia
52 CHE
Swiss
53 TWN
Taiwan
54 THA
Thailand
55 TUN
Tunisia
56 TUR
Turki
57 UKR
Ukraina
58 ARE
Uni Emirat Arab
59 UZB
Uzbekistan
60 VEN
Venezuela
61 VNM
Vietnam
62 JOR
Yordania
Bukan Negara atau Yuridiksi Mitra P3B (data per 28 Februari 2013)
63 AFG
Afganistan
64 CAF
Afrika Tengah
65 ALB
Albania
66 AND
Andorra
67 AGO
Angola
68 ATG
Antigua dan Barbuda
69 ARG
Argentina
70 ARM
Armenia
No
14
No
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
Kode
Negara
AZE
BHS
BHR
BRB
BLR
BLZ
BEN
BTN
BOL
BIH
BWA
BRA
BFA
BDI
TCD
CHL
DJI
DMA
DOM
ECU
SLV
ERI
EST
ETH
FJI
GAB
GMB
GEO
GHA
GRD
GTM
GIN
GNQ
GNB
GUY
HTI
HND
IRQ
IRL
ISL
ISR
JAM
KHM
CMR
KAZ
KEN
KGZ
KIR
COL
COM
COD
COG
CRI
No
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
Kode
Negara
HRV
CUB
LAO
LVA
LBN
LSO
LBR
LBY
LIE
LTU
MDG
MKD
MDV
MWI
MLI
MLT
MHL
MRT
MUS
FSM
MDA
MCO
MNE
MOZ
MMR
NAM
NRU
NPL
NER
NGA
NIC
OMN
PLW
PAN
CIV
PNG
PRY
PER
RWA
KNA
LCA
VCT
WSM
SMR
STP
SEN
SRB
SLE
CYP
SVN
SLB
SOM
SUR
No
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
Kode
Negara
SWZ
TJK
CPV
TZA
TLS
TGO
TON
TTO
TKM
TUV
UGA
URY
VUT
VAT
YEM
GRC
ZMB
ZWE
Dalam hal terdapat negara yang tidak terdapat dalam daftar tersebut, maka
pengisian kode negara dilakukan dengan menuliskan nama negara tersebut.
B. PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang Dipotong
Kolom (1) : Diisi dengan kode objek pajak sebagaimana terdapat pada daftar
kode objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal
26.
Kolom (2) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (3) : Diisi dengan jumlah dasar pengenaan pajak.
Kolom (4) : Diisi dengan tanda silang (X), dalam hal penerima penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 21/Pasal 26 tidak mempunyai NPWP.
Kolom (5) : Diisi dengan tarif pemotongan pajak. Misalnya tarifnya 5% maka
penulisan tarifnya yaitu 5. Apabila pengenaan PPh menggunakan
beberapa tarif, maka penulisan tarif dilakukan dengan hanya
menuliskan tarif tertingginya.
Kolom (6) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.
C. Identitas Pemotong
Penandatanganan bukti pemotongan ini dilakukan oleh Pemotong/Pimpinan/
Pihak yang ditunjuk atau kuasa.
Angka 1. Diisi dengan NPWP yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 2. Diisi dengan nama yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 3. Diisi dengan tanggal pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau
Pasal 26, dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kotak : Diisi dengan tanda tangan dan cap.
17
18
FORMULIR 1721 A1
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI
TETAP ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI TUA/JAMINAN
HARI TUA BERKALA
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau
Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala dengan
format penulisan: 1 . 1 mm . yy xxxxxxx.
1.1
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau
Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
Masa perolehan penghasilan
Diisi dengan masa perolehan penghasilan dalam tahun kalender yang
bersangkutan, dengan format penulisan mm - mm.
Misalnya: Apabila masa perolehan penghasilannya sejak bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2014 ditulis 01 - 12.
NPWP Pemotong
Diisi dengan NPWP Pemotong.
Nama Pemotong
Diisi dengan nama Pemotong.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 2. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam hal penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 merupakan Wajib Pajak Dalam
Negeri atau diisi dengan nomor paspor dalam hal penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 merupakan Wajib Pajak Luar Negeri.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 4. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 5. Diisi dengan silang (X) sesuai dengan jenis kelamin.
Angka 6. Status K : Kawin, TK : Tidak Kawin, HB : Wajib Pajak kawin yang hidup
berpisah.
Isikan jumlah tanggungan pada status yang sesuai, yaitu setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang.
Angka 7. Diisi dengan nama jabatan.
Angka 8. Diisi dengan silang (X) dalam hal merupakan karyawan asing.
Angka 9. Diisi dengan kode negara domisili dalam hal merupakan karyawan
asing.
Daftar kode negara domisili terdapat pada petunjuk pengisian Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721-VI).
19
Angka 18
Bagian ini hanya diisi dalam hal pegawai yang bersangkutan merupakan
pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya, baik dari pemberi kerja
yang sama maupun dari pemberi kerja yang berbeda dalam tahun pajak berjalan,
atau merupakan peserta Dana Pensiun yang baru dalam tahun pajak berjalan.
Jumlah yang diisikan yaitu sesuai dengan jumlah pada angka 19 dari Formulir
1721-A1 yang dibuat pemberi kerja sebelumnya.
Angka 19
a. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang tidak disetahunkan, maka bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada
Angka 17.
b. Dalam hal pegawai yang bersangkutan merupakan pindahan dari kantor pusat
atau kantor cabang lainnya (baik dari pemberi kerja yang sama maupun dari
pemberi kerja yang berbeda) atau merupakan peserta Dana Pensiun yang baru
dalam tahun pajak berjalan maka bagian ini diisi dengan hasil pengurangan
dari jumlah pada Angka 17 dengan jumlah pada Angka 18.
c. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang disetahunkan, maka bagian ini diisi dengan jumlah yang sebanding,
sesuai dengan banyaknya masa perolehan penghasilan, terhadap jumlah PPh
Terutang pada Angka 17.
Angka 20
: Cukup jelas.
C. Identitas Pemotong
Penandatanganan bukti pemotongan ini dilakukan oleh Pemotong/Pimpinan/
Pihak yang ditunjuk atau kuasa.
Angka 1. Diisi dengan NPWP yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 2. Diisi dengan nama yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 3. Diisi dengan tanggal pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi
Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua, dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kotak : Diisi dengan tanda tangan dan cap.
21
FORMULIR 1721 A2
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA
POLISI REPUBLIK INDONESIA, PEJABAT NEGARA ATAU PENSIUNANNYA
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat
Negara atau Pensiunannya dengan format penulisan: 1 . 2 mm . yy xxxxxxx.
1.2
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi bagi Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia
Pejabat Negara atau Pensiunannya
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
Masa perolehan penghasilan
Diisi dengan masa perolehan penghasilan dalam tahun kalender yang
bersangkutan, dengan format penulisan mm - mm.
Misalnya: Apabila masa perolehan penghasilannya sejak bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2014 ditulis 01 - 12.
Nama instansi/badan lain
Diisi dengan nama instansi/badan lain dari Bendahara Pemotong PPh Pasal 21.
Nama Bendahara
Diisi dengan nama Bendahara, misalnya Bendahara Pengeluaran Gaji Kantor
Pelayanan.
NPWP Bendahara
Diisi dengan NPWP Bendahara.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 2. Diisi dengan NIP/NRP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 4. Diisi dengan pangkat/golongan penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21.
Angka 5. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 6. Diisi dengan silang (X) sesuai dengan jenis kelamin.
Angka 7. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 8. Status K : Kawin, TK : Tidak Kawin, HB : Wajib Pajak kawin yang hidup
berpisah.
Isikan jumlah tanggungan pada status yang sesuai, yaitu setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
3 (tiga) orang.
Angka 9. Diisi dengan nama jabatan.
22
berbeda) atau pensiunan yang menjadi peserta dana pensiun baru dalam tahun
berjalan.
Jumlah yang diisikan adalah jumlah penghasilan neto sesuai dengan angka 22
dari formulir 1721-A2 yang dibuat bendahara unit/instansi sebelumnya.
Angka 22
a. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang tidak disetahunkan, maka bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada
angka 20.
b. Dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara
merupakan pindahan dari unit/instansi lain atau pensiunan yang menerima
uang pensiun dalam tahun berjalan, maka bagian ini diisi dengan jumlah hasil
pengurangan antara angka 20 dengan angka 21.
c. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang disetahunkan, maka bagian ini diisi jumlah yang sebanding sesuai
dengan banyaknya masa perolehan penghasilan, terhadap jumlah PPh terutang
pada angka 20.
Angka 22
: Cukup jelas.
Angka 23
: Cukup jelas.
24
No.
Nomor
Undang-Undang
1 28 Tahun 2007
36 Tahun 2008
16 Tahun 2009
Tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Peraturan Pemerintah
4 68 Tahun 2009
10
16/PMK.03/2010
25
No.
12
Nomor
PER-31/PJ/2012
Tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
26
area
staples
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
[mm - yyyy]
area
MASA PAJAK :
H.01
FORMULIR 1721
SPT
NORMAL
H.02
H.03
SPT
PEMBETULAN KE-
barcode
H.05
H.06
A. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP
: A.01
2. NAMA
: A.02
3. ALAMAT
: A.03
5. EMAIL
A.05
B. OBJEK PAJAK
NO
PENERIMA PENGHASILAN
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.
PEGAWAI TETAP
21-100-01
2.
21-100-02
3.
21-100-03
4.
BUKAN PEGAWAI:
4a. DISTRIBUTOR MULTILEVEL MARKETING (MLM)
21-100-04
21-100-05
21-100-06
21-100-07
4e.
21-100-08
4f.
21-100-09
5.
21-100-10
6.
21-100-11
7.
21-100-12
8.
PESERTA KEGIATAN
21-100-13
9.
21-100-99
10.
27-100-99
11.
JUMLAH (PENJUMLAHAN
JUMLAH (Rp)
13.
MASA PAJAK :
14.
B.04
15.
PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR (ANGKA 11 KOLOM 6 - ANGKA 14)
B.05
B.01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
B.03
LANJUTKAN PENGISIAN PADA ANGKA 16 & 17 APABILA SPT PEMBETULAN DAN/ATAU PADA ANGKA 18 APABILA PP h LEBIH DISETOR
16.
PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR PADA SPT YANG DIBETULKAN
(PINDAHAN DARI BAGIAN B ANGKA 15 DARI SPT YANG DIBETULKAN)
B.06
17.
PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR KARENA PEMBETULAN (ANGKA 15 - ANGKA 16)
B.07
18.
KELEBIHAN SETOR PADA ANGKA 15 ATAU ANGKA 17 AKAN DIKOMPENSASIKAN KE MASA PAJAK (mm - yyyy)
B.08
HALAMAN 1
area
staples
NPWP PEMOTONG:
B.09
FORMULIR 1721
PENERIMA PENGHASILAN
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.
21-401-01
2.
21-401-02
3.
21-402-01
4.
21-499-99
5.
ANGKA 1 S.D. 5)
D. LAMPIRAN
1. FORMULIR 1721 - I
(untuk Satu Masa Pajak)
D.01
LEMBAR
D.02
2. FORMULIR 1721 - I
D.03
3. FORMULIR 1721 - II
D.05
LEMBAR
D.04
D.10
6. FORMULIR 1721 - V
D.11
LEMBAR
D.06
D.07
LEMBAR
5. FORMULIR 1721 - IV
D.09
D.12
LEMBAR
D.08
LEMBAR
D.13
D.14
E.01
PEMOTONG
2.
NPWP : E.03
3.
NAMA :
4.
TANGGAL :E.05
5.
TEMPAT
E.02
KUASA
6.
TANDA TANGAN :
E.04
(dd - mm - yyyy)
:E.06
HALAMAN 2
DAFTAR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU
TUNJANGAN HARI TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA SERTA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA, ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
A.
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
BUKTI PEMOTONGAN
(1)
NPWP
(2)
NAMA
(3)
NOMOR
(4)
(5)
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
MASA
PEROLEHAN
PENGHASILAN
KODE
NEGARA
DOMISILI
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH A (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)
C.
PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA MELEBIHI PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
NO.
B.
a
r
FORMULIR 1721 - I e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA
DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA TIDAK MELEBIHI PTKP
TOTAL (JUMLAH A + B)
ORANG
B.01
s
t
a
p
l
e
s
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
BUKTI PEMOTONGAN
NO.
NPWP
(1)
(2)
NAMA
(3)
NOMOR
(4)
(5)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)
a
r
FORMULIR 1721 - II e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
KODE OBJEK
PAJAK
JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)
PP h DIPOTONG (Rp)
KODE
NEGARA
DOMISILI
(6)
(7)
(8)
(9)
s
t
a
p
l
e
s
a
r
FORMULIR 1721 - III e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VII
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
BUKTI PEMOTONGAN
NO.
(1)
NPWP
(2)
NAMA
(3)
NOMOR
(4)
(5)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)
KODE OBJEK
PAJAK
PP h DIPOTONG (Rp)
(6)
(7)
(8)
s
t
a
p
l
e
s
area
staples
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
[mm - yyyy]
H.01
NPWP PEMOTONG :
NO.
KODE AKUN
PAJAK (KAP)
KODE JENIS
SETORAN
(KJS)
(1)
(2)
(3)
(4)
[dd - mm - yyyy]
H.02
KET.
(5)
(6)
(7)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN BAGIAN A ANGKA 1 S.D. ANGKA 13)
KETERANGAN:
KOLOM (7) DIISI DENGAN ANGKA :
0 : UNTUK SSP
1 : UNTUK SSP P Ph PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH
2 : UNTUK BUKTI Pbk
FORMULIR 1721 - IV
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
area
staples
DAFTAR BIAYA
FORMULIR 1721 - V
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
MASA PAJAK :
NPWP PEMOTONG :
[mm - yyyy]
H.01
H.02
No.
PERINCIAN
JUMLAH (Rp)
(1)
(2)
(3)
1.
2.
BIAYA TRANSPORTASI
3.
4.
BIAYA SEWA
5.
6.
7.
8.
BIAYA ROYALTI
9.
BIAYA PEMASARAN/PROMOSI
10.
BIAYA LAINNYA
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 10)
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)
ATAU PASAL 26
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR:
H.01
1 . 3 -
FORMULIR 1721 - VI
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
A.01
3. NAMA
A.03
4. ALAMAT :
A.04
A.02
YA
JUMLAH
PENGHASILAN BRUTO
(Rp)
DASAR PENGENAAN
PAJAK
(Rp)
TARIF LEBIH
TINGGI 20%
(TIDAK BERNPWP)
TARIF
(%)
PPh DIPOTONG
(Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02
[dd - mm - yyyy]
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
P Ph PASAL 26
1. 27-100-99 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang
dipotong P Ph Pasal 26
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
(FINAL)
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR:
H.01
1 . 4 -
A.01
3. NAMA
A.03
4. ALAMAT :
A.04
A.02
TARIF
(%)
PPh DIPOTONG
(Rp)
(1)
(2)
(3)
(4)
C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02
[dd - mm - yyyy]
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP ATAU
PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI
TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA
FORMULIR 1721 - A1
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NOMOR :
H.01
NPWP
PEMOTONG : H.03
NAMA
PEMOTONG : H.04
1 . 1 -
H.02
A.01
2. NIK /NO.
PASPOR:A.02
3. NAMA
K/
TK /
A.07
HB /
A.08
A.09
A.03
4. ALAMAT:
8. KARYAWAN ASING :
A.04
A.11
YA
LAKI-LAKI
A.06
PEREMPUAN
21-100-01
JUMLAH (Rp)
21-100-02
PENGHASILAN BRUTO:
1.
2.
TUNJANGAN PPh
3.
4.
5.
6.
PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
7.
8.
PENGURANGAN:
9.
10.
11.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
PP h PASAL 21 TERUTANG
20.
C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02
C.03
[dd - mm - yyyy]
area
staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAU
ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA
ATAU ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA
ATAU PEJABAT NEGARA ATAU PENSIUNANNYA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NAMA INSTANSI/
BADAN LAIN
:
H.03
NAMA
BENDAHARA
H.04
FORMULIR 1721 - A2
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]
NOMOR :
H.01
1 . 2 -
H.02
NPWP
BENDAHARA : H.05
1. NPWP : A.01
2. NIP/
NRP
: A.02
PEREMPUAN
A.08
7. NIK : A.09
3. NAMA : A.03
4. PANGKAT/
GOLONGAN : A.04
5. ALAMAT
LAKI-LAKI
K/
A.05
TK /
HB /
A.10
: A.06
A.11
A.12
21-100-01
JUMLAH (Rp)
21-100-02
PENGHASILAN BRUTO:
1.
GAJI POKOK/PENSIUN
2.
TUNJANGAN ISTERI
3.
TUNJANGAN ANAK
4.
5.
6.
TUNJANGAN STRUKTURAL/FUNGSIONAL
7.
TUNJANGAN BERAS
8.
TUNJANGAN KHUSUS
9.
TUNJANGAN LAIN-LAIN
10.
PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR LAINNYA YANG PEMBAYARANNYA TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI
11.
PENGURANGAN:
12.
13.
14.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
PP h PASAL 21 TERUTANG
23.
DIPINDAHKAN
C.02
PINDAHAN
BARU
C.03
C.04
PENSIUN
: D.01
2. NAMA
: D.02
.
D.04
[dd - mm - yyyy]
3. NIP/NRP : D.03
.id
.g
o
m
um
ha
pk
de
Menimbang
Mengingat
: a.
b.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan sesuai dengan ketentuan
Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi
Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
: 1.
www.djpp.depkumham.go.id
.id
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4893);
um
ha
2.
pk
de
.g
o
Menetapkan
MEMUTUSKAN:
: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TARIF PEMOTONGAN
DAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN
YANG
MENJADI BEBAN
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ATAU ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2.
3.
4.
5.
6.
www.djpp.depkumham.go.id
.id
.g
o
7.
9.
de
pk
um
ha
8.
Pasal 2
(1)
(2)
(3)
b.
c.
(1)
www.djpp.depkumham.go.id
.id
.g
o
(2)
(3)
de
pk
um
ha
Pasal 4
(1)
(2)
b.
c.
www.djpp.depkumham.go.id
.id
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan Pensiunannya, menerima atau memperoleh
penghasilan lain yang tidak dikenai Pajak Penghasilan
bersifat final di luar penghasilan tetap dan teratur yang
menjadi beban APBN atau APBD, penghasilan lain
tersebut digunggungkan dengan penghasilan tetap dan
teratur setiap bulan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi
yang bersangkutan.
um
ha
(1)
pk
de
.g
o
Pasal 6
(2)
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Pemerintah
ini
dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
www.djpp.depkumham.go.id
.id
.g
o
ha
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
de
pk
um
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
www.djpp.depkumham.go.id
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SAUNAN
Mengingat
Menetapkan
MENTERIKEUANGAN
REPUBUK INDONESIA
-2BABI
KETENTUAN UMUM
Pasall
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
(I) PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
yang :11enjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemenntah atas
beban APBN atau APRD.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
(2) Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penghasilan tetap dan
teratur bagi:
a. Pejabat Negara, untuk:
1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
2) imbalan tetap sejenisnya,
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain
yang sifatnya tetap clan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c.
Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan
teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-tmdangan.
(3) Termasuk dalam pengertian gaji, u<mg pensiun, dan tunjangan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah gaji, uang pensitm, dan tunjangan
ke-13 (ketiga belas).
Pasa13
Atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban
APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan bersifat final, tidak tennasuk biaya
perjalanan dinas.
Pasa14
Dalam hal penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dan honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun
sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 3 diterima dalam mata uang asing,
penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut.
BAB III
DASAR PENGENAAN PPh P ASAL 21
Pasa15
(1) Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan ter.atur setiap ~ulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasa12 ayat (1) adalah Penghasilan Kena Pajak.
(2) Besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud. pada. ayat (1)
ditentukan berdasarkan penghasilan neto dikurangi Penghas1l an Tldak Kena
Pajak.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
4-
(3) Besarnya Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNt atau Anggota POLRI ditentukan berdasarkan
jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan:
a. biaya jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur tentang biaya jabatan; dan
b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh Pejabat Negara, PNS,
Anggota TN!, atau Anggota POLRI kepada dana pensiun yang
pendirialU1ya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari lua atau jaminan hari tua yang dipersamakan
dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
(4) Besarnya penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi
pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan dikurangi clengan biaya pensiun sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur tentang biaya pensiun.
Pasa16
Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama
apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasa13 adalah penghasilan bruto.
Pasa17
(1) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak per lahun adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan atau
Peraturan Menteri Keuangan mengenai penyesuaian besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 7 ayat (3) UndangUndang Pajak Penghasilan.
(2) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi wanita berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. bagi wanita kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya
sendiri;
b. bagi wcUlita tidak kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk
dirinya sendiri ditambal1 Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan 1m'us serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang.
(3) Dalam hal wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendahrendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah
Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan
Tidak Kenil Pajak untuk status kawin dan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk
keluarga sedarah dan kduarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)
orang.
(4) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan berdasarkan keadaan pad a
awal tahun kalender.
MENTERIKEUANGAN
REPUBUK INDONESIA
-5 BABIV
TARIF PEMOTONGAN PAJAK DAN PENERAPANNY A
Pasa18
(1)
(2)
(3)
Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang hams dipotong setiap Masa Pajak,
selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir, tarif pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan
diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
b.
(4)
Masa Pajak terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah Masa Pajak
tertentu dim ana Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI
terakhir bekerja.
(5)
Jumlah PPh Pasal 21 yang hams dipotong untuk setiap Masa Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah:
a.
(6)
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI mulai
bekerja sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl atau Anggota POLR~
setelah buLm Januari, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengah
sebagaiman21 dimaksud pada ayat (3) atau faktor pembagi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender
sejak yang bersangkutan mulai bekelia atau mulai pensiun.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- () -
(7)
Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong unhtk Masa Pajak Desember adalah
selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena
Pajak selama 1 (satu) tahun takwim dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang
terutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang
bersangku tan.
(8)
Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Pajak terakhir adalah selisih
an tara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak
yang disetahunkan dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang pada Masa
Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
(9)
(10) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI menerima
tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang
pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji, maka penghitungan PPh Pasa1
21 atas tambahan penghasilan terse but harus memperhitungkan jumlah
seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima olch Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI yang bersangkutan.
Pasa19
Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang
menjadi beban A1'BN atau A1'13D sebagaimana dimaksud da1am Pasal 3, adalah
sebagai berikut:
a.
sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan 1'angkat Tamtama
dan Bintara, dan 1'ensiunannya;
b. sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi 1'NS Golongan III,
Anggota TNI dan Anggota POLRI G010ngan 1'angkat 1'erwira Pertama, dan
Pensiunannya;
c.
sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara,
1'NS Golongan IV. Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Pasal10
(1) Dalam hal Pejabat Negara, 1'NS, Anggota TNI, Anggota PO~RI, dan
1'ensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas pengh~sllan.teta~')
dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD dlkenm tar if
PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Pejabat Negara, 1'NS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya yang memiliki Nomor 1'okok Wajib Pajak.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-7(2) Tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Pejabat Negara, PN5,
Anggota TN I, Anggota POLRI,
dan Pensiunannya dan dipotong dari
penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan PensiunannyCl.
(3) Pengenaan tambahan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh bendahara pemerintah dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TN I, Anggota POLRI, dan Pensiunmmya belum memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak pada saat permintaan pembayaran penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan diajukan.
(4) Pemotongan atas tambahan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh bendahara pemerintah pada saat pembayaran penghasilan tetap
dan teratur yang ditcrima setiap bulan.
(5) Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dibuktikan oleh Pejabat Negara, PN5,
Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dengan memberikan
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak kepada bendahara pemerintah.
(6) Bagi wanita kawin yang tidak memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri, kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan memberikan:
3.
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami serta fotokopi surat nikah;
atau
b. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak diri sendiri dengan kode
keluarga dari Nomor Pokok Wajib Pajak suami,
kepada bendahara pemerintah.
BABV
KEW AJIBAN PEMOTONG PAJAK
Pasalll
(1) Bendahara pemerintah yang melakukan pemotongan PPh Psl21 adalah
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
(2) Dalam hal dalam suatu Masa Pajak teliadi kesalahan pemotongan atas PPh
Pasal 21 yang bersifat Final dari penghasilan berupa honorarium atau imba1an
lain sehingga terdapat kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final,
kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final terse but dikembalikan
sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayarart pajak sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata
cara pengembalian kelcbihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
Pasal14
(1) Bendahara pemerintah s('bagaimana dimaksud dalam Pasalll dan badan yang
ditunjuk sf'bagaimana dimaksud dalam Pasal 12, memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintal, kepada Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya paling lama 1
(satu) bulan setelah tahllll kalender berakhir.
(2) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI berhenti
bekelia sebelum berakhirnya tahun kalender, bukti pemotongan PPh Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan paling lama 1 (satu)
bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
(3) Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 11 dan badan yang
ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas penghasilan berupa
honorarium atau imbabn lain dengan nama apapun paling lama pad a akhlr
bulan dilakukannya pembayaran penghasilan tersebut.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-9Pasal15
(1) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Bendahara pemerintah sebagaimana
dunaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri
Keuangan, dalam jangka waktu seSUal dengan peraturan perundangundangan.
(2) B~nd~ara pemer~ltah seba.gaimana dimaksud dalam Pasalll dan badan yang
dltunJuk sebagdllnana dunaksud dalam Pasal 12, wajib melaporkan
pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 lUltuk setiap Masa Pajak yang
dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasa111 dan baclan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 terdaftar, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundangundangan.
BABVI
HAK DAN KEW AJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
Pasal16
(1) Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunan wajib
membuat surat pernyataan yang berisi jumIah tanggungan keluarga pada:
a. awal tahun kalender;
b. saat mulai menjadi Pejabat Negara, PN~;, Anggota TNI dan Anggota POLRl;
c. saat mulai pensiwl,
sebagai dasar penentuan Penghasilan Tidak
menyerahkannya kepada bendahara pemerintah.
Kena
Pajak
dan
wajib
(2) Apabila Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI berhenti
bekerja, pindah, atau pensiun pada bagian talmn kalender, maka Bendahara
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tempat bekerja yang lama wajib
menyampaikan Bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal14 ayat
(2) kepada Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasall2:
d.
tempat bekerja yang bam dalam hal yang bersangkutan pindah kerja;
b. yang membayar uang pensiun dalanl hal yang bersangkutan mulai pensiun;
paling lama 1 (satu) bulan setelah Pejabat Negara, PNS, Anggota TNt atau
Anggota POLRI berhenti bekerja, pindah, atau pensiun.
Pasal17
PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dan PPh Pasal 21 yang dipotong dengan tarif yang lebih tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan TahlUlan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
PasaI18
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya,
menenn:a atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak
Pen~ha~ilan bersifat final, di Iuar penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang
menJadl beban APBN atau APBD, penghasilan lain tersebut digunggungkan
dengan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
BAB VII
KETENTU AN PENUTUP
Pasal19
Tata cara penghitung;m PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan honorarium atau imbalan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLlU, dan Pensiunannya sesuai petunjuk umum dan
contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal20
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, atas pennintaan pembayaran
penghasilan tetap dan teratur untuk bulan Januari 2011 yang telah dilakukan
peml'Osesan pada buhm Desemher 2010, pengenaan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah NomOI" 45
Tahun 1994 tent.1.Ilg Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Angkatan Bersenjala Republik Indonesia, dan Para Pensiunan Atas
Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
beserta peraturan pelaksanaanya.
Pasal21
Pada saat Peraturan Mentel'i Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 636jKMK04/1994 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan bagi
Pejabat Negara, Pegawai Ncgeri Sip iI, Anggota Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, dan para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Kcuangan Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasa122
Peraturan MentE-ri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggall Januari 2011.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
I'vffiNTERl KEUANGAN
ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TABUN 2010 NOMOR 601
TEMEN
LAMPIRAN
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
MENTERI
KEUANGAN
NOMOR262/PMK03/20JO TENTANG TATA CARA
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI,
ANGGOTA POLRI DAN PENSIUNANNYA AT AS
PENGHASILAN
YANG
MENJADI
BEBAN
ANGGARAN
PENDAPATAN
DAN
BELANJA
NEGARA ATAU'ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH
yaitu
jumlah
d. dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl, atau Anggota POLRl
mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun
dihitw1g dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan
banyaknya bulan sejak Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl, atau
Anggota POLRI mulai bekerja sampai dengan bulan Descmber;
e. selanjutnya dillitung Penghasilan Kena Pajak yaitu sebesar
Penghasilan neto setahun sebagaimana dimaksud pa~a huruf c atau
huruf d, dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
MENTERIKEUANGAN
INDONESIA
REPUBLIK
-2f.
yang diperoleh
dengan biaya
sejak pegawai
dengan bulan
I),~sember;
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
l.A.4
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan ya.ng diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan.
b. PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Desember adalah sebesar selisill
antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teralur
sehap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan,
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah
dihitung hap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai
dengan Masa Pajak November.
c.
apabila dalam PPh P..1sal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam
tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November
terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% lebih tinggi daripada tarif PPh
umum karcna be1um memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang
te1ah dihitung hap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan
sampai dengan Masa Pajak November sebagaimana dimaksud pada huruf b
tidak termasuk tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% tersebut.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak terakhir adalah sebagai
berikut:
a.
Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang
disetahunkan.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-5b.
PPh Pasal 21 terutang untuk Masil Pajak terakhir adalah sebesar selisih
antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang
disetahunkan, sehagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21
yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang
bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
PPh Pasal 21 dihitung d'mgan menerapkan tarif PPh Final atas jumlah penghasilan bruto
untuk setiap kali pembayaran.
b.
Tarif PPh Final diterapkan dengan memperhatikan golongan dari PNS dan golongan
pangkat bagi Anggota TNI dan Anggota POLRI.
c.
Dalam hal jumlah penghasilan bruto atas honoraraium atau imbalan lain sebagaimana
dimaksud pada huruf a tidak dapat dipisahkan dari jumlah pembayaran lainnya
sehubungan dengan pembayaran yang bersifat lump sum maka besarnya penghasilan
bruto yang menjadi ciasar penerapan tar if PPh Final adalah sebesar jumlah seluruh
pembayaran lump sum tersebut.
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
dan Anggota POLRI yang Bekerja dari Januari sampai dengan Desember.
Aprinta, Pegawai Negeri Sipil Golongan Ill/ c, menduduki eselon IV.a statu~
kawin, mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP, bekeIJa dl
Kantor Pelayanan Pemerintahan A (KPP A), menerima penghasilan tetap dan
teratur setiap bulan sebagai berikut:
2.244.500,00
Rp
Gaji Pokok
224.450,00
Rp
Tunjangan Istri
89.780,00
Rp
Tunjangan Anak
540.000,00
Rp
Tunjangan Jabatan
198.000,00
Rp
Tunjangan Beras
43,00 +
Rp
Pembulatan
3.296.773,00
Rp
Jumlah penghasilan bruto
Penghitungan PPh Pasa121 bulanan untuk bulan Januari s.d Novel1l.ber:
Gaji Pokok
Rp
2.244.500,00
It'
Rp
224.450,00
TunJangan s n
Tunjangan Anak
Rp
89.780,00
MENTERIKEUANGAN
INDONESIA
REPUBLIK
-6Tunjangan Jabatan
Tunjangan Beras
Pembulatan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 3.296.773,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00
Rp
Rp
R12
Rp
540.000,00
198.000,00
43,00 +
3.296.773,00
R}2
H.p
286.379,00 3.010.394,00
= Rp 164.839,00
=
H.}2 121.540,iill +
Penghasilan neto
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x H.p 3.010.394,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
H.p 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x H.p1.320.000,00)
R12 3.960.000,.QQ +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan
H.p
36.124.728,00
R12
Rp
Rp
21.120.000(00 15.004.728,00
15.004.000,00
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
dan Anggota POLRI yang mulai bekerja dalam tahun berjalan
Hapid Abdul Coffar merupakan pejabat negara pada sebuah lembaga negara
yang bal'll diangkat pada bulan Juli 2010, telah menikah dengan 4 orang
tanggungan anak dan telah memiliki NPWP. Penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan statusnya sebagai pejabat negara:
Caji Kehormatan
Rp
10.000.000,00
Tunjangan Ish'i
Rp
1.000.000,00
Tunjangan Anak
Rp
400.000,00
Tunjangan Jabatan
Rp
10.000.000,00
MENTERIKEUANGAN
REPUBLII< INDONESIA
-7-
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Masa Pajak
November 2010 dihitung sebagai berikut:
Gaji Kehormatan
Tunjangan Istri
Tunjangan Anak
Tunjangan Jabatan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 21.400.000,00 atau maksimum
Rp500.000 per bulan
== Rp 500.000,00
2. luran pensiun
4,75% X Rpl1.400.000,OO
10.000.000,00
1.000.000,00
400.000,00
10.000.000,00 +
21.400.000,00
Rp
Rp
1.041.500,00 20.358.500,00
Rp
122.151.000,00
Rp
Rp
21.120.000,00 101.031.000,00
== Rp 541.500,QQ +
Penghasilan neto
Penghasilan neto setahun:
6 x Rp 20.358.500,00
PTKP (Kj3)
untuk Wajib ?ajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PPh Pasal 21 at as gaji setahun
5% x Rp 50.000.000,00 == Rp 2.500.000,00
15% x Rp 51.031.000,00 = Rp 7.654.650,00 +
Rp 10.154.650,00
PPh Pasa121 atas gaji sebulan
Rp 10.154.650,00 : 6 = Rp 1.692.442,00
I.A.3
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan Ke-13 atau Uang
Pensiun dan Tunjangan Ke-13
Apabila Aprinta sebagaimana contoh I.A.l pada bulan Juli 2010 meneri.ma gaji
dan tunjangan ke-13, maka perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke13 adalah sebagai berikut:
Gaji dan tunjangan bulan Juli 2010:
2.244.500,00
Rp
Gaji Pokok
224.450,00
Rp
Tunjangan Istri
89.780,00
Rp
Tunjangan Anak
540.000,00
Rp
Tunjangan Jabatan
198.000,00
Rp
Tujangan :,eras
43,00 +
Rp
Pembulatan
3.296.773,00
Rp
Jumlah Gaji dan lunjangan bulan Juli 2010
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-8Penghasilan disetahunkall.:
12 x Rp 3.296.773,00
Gaji dan lunjangan Ke-13:
Gaji Pokok
Rp
Tunjangan Istri
Rp
Tunjangan Anak
Rp
Tunjangan Jabatan
Rp
Pembulatan
Rp
Jumlah Gaji dan tunjangan Ke-13
Jumlah Penghasilun bruto setahun
Pengurangan
Biaya Jabatan
5% X Rp 42.660.046,00
luran pensiun
12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00
Rp
39.561.276,00
Rp
Rp
3.098.770,00 +
42.660.046,00
Rp
Rp
3.591.478,00 39.068.568,00
Rp
Rp
Rp
21.120.000,0017.948.568,00
17.948.000,00
2.244.500,00
224.450,00
89.780,00
540.000,00
40,00 +
Rp2.133.002,00
Rp1.458.476,00 +
1. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji dan tunjangan ke-13 sebesar
Rp147.200,OO Ditanggung Pemerintah.
2. Apabila Aprinta belum memiliki NPWP maka besarnya PPh yang terutang
atas gaji dan tunjangan ke-13 adalah:
120% x Rp147.200,OO = Rp176.640,OO
Atas tambahan PPh 2t terutang yaitu sebesar Rp29.440,OO (Rp176.640,OORp147.200,OO) tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah
wajib memotong dari gaji dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke
Kas Negara.
3. Apabila terdapat pembayaran rapel atas kenaikan gaji atau pembayaran atas
kekurangan gaji dan hmjangan maka tata cara perhitungan atas rapel
tersebut disamakan dpngan perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan
ke-13.
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-9I.A.4
Penghitungan PPh Pas a! 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan
Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan
teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji.
Apabila Aprinta sebagaimana contoh LA.1, ditugaskan pada Kantor Inspeksi
Pemerintahan 13 (KIP B) sehingga tunjangan jabatan tidak lagi dibayarkan oleh
KPP A dan di KIP 13 dibayarkan tunjangan jabatan sebesar Rp540.000,OO per
bulan oleh 13endahara Pengeluaran KIP 13, maka perhitungan PPh Pasal 21 di
KPP A dan KIP 13 adaIah:
PPh Pasal 21 di KPP A:
Gaji Pokok
Tunjangan Istri
Tunjangan Anak
Tunjangan Beras
Pembulatan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurangan :
1.Biaya Jabatan
5% X Rp 2.756.773,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00
2.244.500,00
224.450,00
89.780,00
198.000,00
43,00 +
2.756.773,00
R12
Rp
259.379,00 2.497.394,00
= Rp 137.839,00
= R12 121.540,00 +
Penghasilan neto
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 2.497.394,00
PTKP (K/3)
Rp 15.840.000,00
untuk Wajib Pajak
Rp 1.320.000,00
status WP Kawin
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
R12 3.960.000,00 +
Penghasilan K'=na Pajak (PKP)
Pembulatan
PPh Pasal21 setahun
== Rp 442.400,00
5% x Rp 8.848.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebul,m
36.866,00
== Rp
Rp 442.400,00 : 12
PPh Pasal 21 di KIP 13:
Penghasilan dari KPP A:
Gaji Pokok
Tunjangan lstri
Tunjangan Anak
T unjangan I3eras
Pembulatan
Jumlah penghasilan
Rp
Rp
Rp
Rp
R12
Rp
Rp
29.968.728,00
R12
Rp
Rp
21.120.000,00 8.848.728,00
8.848.000,00
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
2.244.500,00
224.450,00
89.780,00
198.000,00
43,00 +
2.756.773,00
MENTERIKEUANGAN
REPU8L1K INDONESIA
- 10-
R101
Rp
540.000,00
3.296.773,00
R12
Rp
286.379,00 3.010.394,00
= Rp 164.839,00
= RQ 121.540,00 +
Penghasilan n\?to
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 3.010.394,00
PTKP (K/3)
unhlk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tam bahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan
PPh Pasa121 atas gaji dan tunjangan setahun
5% x Rp 15.004.000,00=
PPh Pasal 21 setahun yCUlg terutang di KPP A
PPh Pasal 21 terutang di KIP B setahun
PPh Pasal21 terutang di KIP B sebulan:
Rp307.800: 12 = Rp25.650
Rp
36.124.728,00
Rp
Rp
Rp
21.120.000,0015.004.728,00
15.004.000,00
Rp 750.200,00
Rp. 442.400,00Rp 307.800,00
Catatan:
1. PPh Pasal L.1 per bulan yang terutang atas gaji dan tunjangan di KPP A
adalah sebesar Rp36.866,00
2. PPh Pasal 21 per bulcul yang terutang atas tunjangan jabatan yCUlg dibayarkan
di KIP B adalah sebesar Rp25.650,DO
3. Contoh perhitungan 1.A.4 ini juga diberlakukan apabila pembayaran
tunjangcul lambahan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulal1 dan
pembayaran gaji dilakukan oleh bendahara yang san1.a tctapi pengajuan
pembayarannya terpisah
I.B.
MENTER I I<EUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Rp
42.660.046,00
Rp
Rp
3.591.478,00 39.068.568,00
Rp
Rp
Rp
21.120.000,0017.948.568,00
17.948.000,00
Rp 687.676,00
Rp 147.200,00 +
Rp 834.876,00
I.e.
Apabila Aprinta sebagaimana contoh l.A.1, akan memasuki usia pensiun pada
bulan Juni, maka perhitungan PPh Pasal 21 pada bulan Mei adalah sebagai berikut:
Penghasilan dari bulan bulan Janual'i sampai dengan bulan Mei:
Gaji Pokok
Rp
11.222.500,00
Tunjangan Istri
Rp
1.122.250,00
Tunjangan Anak
Rp
448.900,00
Tunjangan Jabatan
Rp
2.700.000,00
Tunjangan Beras
Rp
990.000,00
Pembulatan
Rp
215,00 +
Jumlah penghasilan bruto
Rp
16.4S3.S65,OO
MENTERIKEUANGAN
INDONESIA
REPUBLIK
- 12Pengurangan :
I.Biaya Jabatan
5% X Rp 16.483.865,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 11.79:3.650,00
Rp 824.193,00
Rp 607.698,00 +
Penghasilan neto
Penghasilan neto disetahunkan:
12/5 x Rp 15.051.974,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) disetahunkan
Pembulatan
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% x Rp 15.004.000,00
= Rp 750.200,00
Rp
Rp
Rp
15.051.974,00
Rp
36.124.737,00
Rp
Rp
Rp
21.120.000,00 15.004.737,00
15.004.000,00
1.431.891,00 -
312.583,00
PPh Pasal 21 tc:utang Masd Pajak Mei = PPh Pasal 21 terutang - jum.lah PPh
Pasa121 yang terutang Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April
Rp 312. 583,00 - (Rp62.516,OO x 4)
=' Rp 62.519,00
Catatan:
a. Bendahara hams menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2)
paling lama akhir bulan Juni.
b. Aprinta hams menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2)
kepada PI Taspen untuk diperhihmgkan dalam penentuan PPh rasal 21 atas
Uang Pen c;iw1.
LD.
Raisita Agus seorang Pensiunan PNS status menikah dengan tanggungan 1 orang
anak, telah memiliki NPWP. Seliap bulan Toto Subroto menerima Uang Pensiun
sebesar Rp2.500.000,OO.
Penghitungan PPh Pasa121 adalah sebagai herikut:
Uang Pensiun
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 2.500.000,00==
Penghasilan !lela
Penghasilan Neto Setahun
Rp
2.500.000,00
R=pl'--_--'1=2=.;5.'-"-oo~0'-'-,O~0-
Rp
2.375.000,00
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 12 x Rp 2.375.000,00
PTKP (K/l)
Rp 15.840.000,00
untuk Wajib Pajak
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 1 orang tanggungan
(1 x Rpl.320.000,00)
Rp 1.320.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Rp
28.500.000,00
Rp
Rp
18.480.000,00 10.020.000,00
PPh Pasa121
5% x Rp 10.020.000,00 == Rp 501.000,00
PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun sebulan
Rp 501.000,00 : 12
== Rp
41.750,00
1. E.
Rp
2.500.000,00
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
125.000,00 2.375.000,00
16.625.000,00
15.051.973,00 +
31.676.973,00
Rp
Rp
Rp
10.556.973,00
10.556.000,00
Rp
21.120.000,00 -
527.800,00
~12.583,00
Rp
215.217,00
MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 II.
AT AU
Fitria Ratna Wardika a.dalah PNS golongan III/ cC pada bulan Maret 2011 menerima
honorarium sebagai nara sumber sebuah seminar yang sumber dananya berasal
dari APBN sebesar Rp 5.000.000,00.
PPh Pasal 21 Final yang terutang:
5% x Rp5.000.000,00 = Rp 250.000
Catatan:
a.
Yayuk, PNS Golongan II/ d, pada tanggal 21 Maret 2011 menerima honorarium
sebagai salah satu anggota Tim Kerja sebesar Rp 1.500.000,00, selama 6 bulan.
PPh Pasal 21 Final yang terutang:
0% x Rp1.500.000,00 = Rp 0,00
Catatan:
Walaupun PPh Pasal 21 Final yang dipotong RpO,OO, Bendahara pemerintah wajib
membuat bukti pemotongan PPh Pasa121 Final paling lama akhir bulan Maret 2011.
'"
I'
MENTERI KEUANGAN
ttd.
'MEN
GIARTO
NIP1959042