Anda di halaman 1dari 207

Ketentuan Pelaksanaan

PPh Pasal 21
1.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009


tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, dan JHT yang
Dibayarkan Sekaligus

2.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010


tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, dan
JHT yang Dibayarkan Sekaligus

3.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008


tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

4.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008


tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat
Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan

5.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015


tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak
Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015


tentang Penyesuaian Besarnya PTKP

7.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015


tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan
Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi

8.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013


tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26
serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26
==============

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010


tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21
atas Penghasilan yang Menjadi Beban APBN atau APBD

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010


tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara,
PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas
Penghasilan yang Menjadi Beban APBN atau APBD

W
PRESIDEN

REPIIBLIK

]N D ONES

]A

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 68 TAHUN 2OO9
TENTANG
TAR1F PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG
PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN
HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a.

bah$'a dengan dilakukal perubahan terhadap UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2oo8 tentang Perubahan


Keempat atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajal< Penghasilan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
ketentuan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan
berupa uang pesangon uang manfaat pensiun. runjangan
hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus;

b.

Mengingat

I I.
2.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam hurul a dan untuk melal<sanakan ketentuan Pasal 21
ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undalg-Undang Nomor 7 Tal-run
1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan
Peratura! Pemerintah tentang Taril Pajak Penghasilan Pasal
21 atas Penghasilan Berupa Uang Fesangon, Uang llanfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus;
Pasal

5 ayat {2) Undalg-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

Unda:rg-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang Und-ang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pa.jak Penghasilan {Lembaran

Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 133,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4893t:

-W
PRESIDEN

IlEPUBLIK

]N DON ES

IA

-2MEMI]TUSKAN:

MenetapKan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TARIF PAJAK


PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG
PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI
TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS.
Pasal

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:


1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak PengheLsilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undalg Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Keempat atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun

1983

tentang Pajak Penghasilan.

2.

3.

4.

Pajak Penghasiian Pasal 21 adalah pajak atas penghasilarsehubungan dengan pekerjaan, jasa. atau kegiatan dengal'
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undarg-Undaig Pajak
Penghasila'r.
Pegawaj adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima
penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaa-t pensiun.
tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibalarkan
sekaligus.
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh
pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa ke{a atau
terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

5. Uang Manfaat

Pensiun adalah penghasilal dari rnanfaat


pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta

dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana

Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga


Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuanean.
6. Tunjangan ...

*4:14',

'.v^wJ
-s-;Y{Y
PRES]DEN

REP],]BL]K INDONESIA

-36.

Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan


sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua
kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

7.

Jaminan Hari T\ra adalah penghasilan yang dibayarkan


sekaligus oleh badan penyelenggara ja:rinan sosial renaga
kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka
waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang
ditentukan.

8.

Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang


dituniuk oleh pemberi kerja untuk mengelola Uang
Pesa{ngon yang selanjutnya membayarkan Uang Pesangon
tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat
berakhirnya rnasa kerja atau terjadi pemutusan hubungan
kerja.

9.

Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana


Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau
Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja, dan badal lain yang membayar
Uang Pesangon, Uang Manlaat Pensiun, T\-rnjar,gan Hari

Pasal 2

(1)

Atas penghasiian yang drterima atau diperoleh

Pegawai

berupa Uang Pesangon, Uang Manlaat Pensiun, Tunjangan


Hari Trra, atau Jaminan Hari Ttra 'yang dibayarkan
sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
yang bersifat final.
(2)

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat


Pensiun, Thnjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat {1) dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seLuruh
pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama
2 (dua) tahun kalender.
Pasal 3 ...

PRESIDEN
REPL.IBL K LN D ONES

LA

Pasal 3

(1)

(2)

Pembayaran Uang Pesaigon kepada Pegawai dapat


dilakukan secara langsung oleh pemberi kerja atau
dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.
Dalam hal pemberi kerja mengalihkal Uang Pesangon
secara sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja, Pega\a'ai dianggap telah menerima hak atas Uang
Pesangon.

(3)

(4)

Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon


secara bertahap atau berkala kepada Pengeiola Dana
Pesangon Tenaga Kerja, Pegau'ai dianggap belum menerima
hak atas Uang Pesangon.
Dalam hal terjadi pengalihan Uang Mantaat Pensiun kepada
perusahaan asuransi jiwa dellgan cara Dana Pensiun
membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta
dianggap telal-r menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun
vang dibayarkan secara sekaligus.

Pasal 4

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan belupa Uang


Pesangon ditentukan sebagai berikutl
a. sebesar 0% {nol perseni atas penghasilan bruto sampai
dengan Rp50.000.000,0O (lima puluh juta rupiah);

b.
c.
d.

sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas


Rp5O.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di
atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengarr
Rp500.000.000,00 (1ima ratus juta rupiah);
sebesar 25a/o (d:ua puluh lima persen) atas penghasiian bruto
di alas Rp500.000.000.00 (lima raLus juta rupiah).
Pasal 5 ...

-W

PRESIDEN
REFUEJLIK INDONESIA

Pasal 5

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang


Manfaat Pensiun, Ttrnjangal Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar o% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai
dengan Rp50.000.000.00 llima puluh juta rupiahl:
b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas
RpsO.00O.OOO,O0 {lima puluh juta rupiah)

Pasal 6

(1)

\2)

(3)

Dalam hal terdapat bagian penghasilan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang ten.rtang atau

dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya,


pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan
menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasiian
yang terutang atau dibayarkan kepada Pega\r'ai pada
masing-masing tahun kalender yang bersangkutan
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak bersifat final dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan
atau kredit p4ak.
Atas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan Pasal 21 ayat
(5a) Undang-Undang Pajal< Penghasilan.

Pasal 7

(1) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong,

menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21


yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
T\rnlangan Hari T\ra, atau Jaminan Hari T!ra.
(2) Pemotong...

e.ffi}
R EP

PRESIDEN
UBL IK INDONESIA

-6(2J

Pemotong Pajak wajib membenkan bukti pemotongan Pa.jak


Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat
dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang
berhal< menerima Uang Pesalgon, Uang Malfaat Pensiun,
Tunjangan Hari T\ra, atau Jaminan Hari Tua"

(3)

Kewajiban menghitung, memotong, menyerorkan, dan


melaporkan sebagaimana dinraksud pada ayat (1) dan
kewajibal memberikan bukti pemotongan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tetap dilakukan terhadap Pegawai
yang dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 07o
(nol persen).
Pasal 8

(1)

Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dialihkan oleh


pemberi kerja kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja dengan pembayaran secara sekalipSrs sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), pemotongan P4jak
Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja pada
saat pengalihan Uang Pesangon.

(2)

Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dialihkar] oleh


pemberi kerja kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja dengan pembayaran secara bertahap atau berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), pemberi
kerja tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 atas pengalihan Uang Pesangon tersebut.

{3)

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 aras Uang


Pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiakukan
oleh Pengeiola Dana Pesangon Tenaga Kerja pada saat
pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai.
Pasal 9

Dalam ha1 terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiiur kepada


perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaks,:d dalan Pasal 3
ayat (4), pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh
Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga
Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hiduf,.

Pasai 10 ...

,,*-4{r\

t{"#l
PRESIDEN
REP]..]BL]K INDONESIA

-7

Pasal 10

laijut

mengenai tata cara pemotongan Pajak


Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjalgan Hari T\ra, dan Jaminan Hari
Tua yang dibayarkan sekaligus diatur dengan Peraturan Menteri

Ketentuan lebih

Keuangan.
Pasal

11

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pengenaan


Pajak Penghasilan Pasal 21 atas uang pesangon, uang tebusan
pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang diperoleh Pegawai sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dan pembayarannya dilakukan setelah
Peraturan Pemerintatr ini berlaku, berlaku ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 149 Tahun 20OO tentang Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang PesangonUang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua.
Pasal 12

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan


Pemer:intah Nomor 149 Taiun 2000 tentang Pemotongar Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon,
Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari T\ra atau Jaminan
Hari Tua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4067), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13

Peraturan Pemerintah

tn1

muiai

beilaku

pada

tanggal

,.$,ffit-ib

-:4:f
PRESIDEN

REPUBLIK LNDONESIA

-8Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik lndonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 November 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
DR, H, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
ulurludrl|<^arr

pada tanggal 16 November 2009


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd
PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OO9 NOMOR 169

Salinan sesual dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

4r.\
"/

N\ at'r -a\"

:c\W'"/sr

'-W,

NUGROHO

,f#
PRES DEN

Rf PIIBL K INDOI\lESlA

PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 68 TAHUN 2OO9
TENTANG

TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 2 i ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG


PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN
HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

I.

UMUM

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentan3


Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 telltang
Pajak Penghasilan terdapat perubahan materi sehingga perlu dilakr.rkan
penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tarif Pajak Penghasiian Pasal
21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
1\njangan Hari Tt]a, dan Jaminan Hari Tua yang sebelumnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2O00 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang
Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua, atau Jamillan Hari Tua'

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36


- Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
'Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, tarif penotongan atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan lain
yang berbeda dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17 alrar
(1) huruf a Unda.nS-Undang Pajak Penghasilar
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai
pengenaar Pajak Penghasilan yang bersifat fina1, penetapan besaran tarif
pajak, da:r penotongan terhadap penghasilan berupa Uang Pesangon,
UaIg Manfaat Pensiun, Ttrnjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tt.ra
Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun' Trrr'jangan
Hari Trra, dan Jaminan Hari Tua yang ciibayarkan sekaligus pada
umumnya jumlahnya relatif besar dibandingkan penghasilan rutin )'ang
diterima sebelumnya. Denlan penerapan tarif progresif yang iebih rendall
dari ketentuan umum tarif Pajak Penghasilan maka manfaai yang'
diperoleh menjadi lebih besar dan mernberikan keringanan, kemuda'hzrl,
kesederhanaal, dan kepastian hukum.
II. PASAL ..,

o#jAt
$;w.i,
ts\i

-;,LZ

PRESIDEN

FIEPUBLIK NDONESIA

-2
II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal

Cukup jelas.
Pasal 2

Ayat l1)
Cukup jelas.
Ayat (2\

Karena alasan keuangan, pembayaran Uang Pesangon, Uang


Manfaat Pensiun, T\.rnjangan Hari Ttra atau Jaminan Hari Tua

yang seharusnya dibayarkan sekaligus, dilakukan

dalam
beberapa kali pembayaran. Pembal,aran dalam beberapa kali
pembayaran sepanjang dilakukan dalam waktu 2 (dua) tahun
kalender dianggap sebagai pembayaran secara sekaligus, dan
dihitung sebagai satu kesatuan untuk pengenaan pajaknya.

Pasal 3

Ayat (1)
Pada dasarnya kewatiban pembayaran Uang Pesangon dilakukan

oleh pemberi kerja kepada pegawainya pada saat

terjadi

pemutusan hubungal kerja. Namun ada kalanya, kewajiban


pembayaran Uang Pesangon tersebut dialihkan kepada Pengelola
Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pengalihal dana pesangon
secara sekaligus atau seclra bertahap atau berkala.

Ayat (2)

Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon

secara
maka
Tenaga
Keria,
Pesangon
sekaligus kepada Pengelola Dana
Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon,
sehingga pemberi kerja suciah mempunyai kewa.jiban
pemotongan Pajak Penghasilan Pasai 21 pada saat pengalihan
tersebut.

Ayar (3)

Dalam hal pemberi kerJa mengalilkan Uang Pesangon secara


bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja, maka Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang
Pesangon, sehingga pemberi kerja tidak mempunyai kewajiban
untuk memotong Pajak Penghasiian Pasal 21 pada saat
pengalihan tersebut.
Ayat [4J ...

c'#1\

tri*;V
\Sj;:49
PRE:]IDEN
REPT,JBLIK NDONES A

Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 4

Dengan memperhatikan bahwa besarnya Uang Pesangon dikaitkan


dengan masa kerja dan besarnya upah atau penghasilai yang diterima
setiip bulan, maka tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yalg dikenai bersifat
progresif. Namun untuk memberikan keadilan, kemudahan, ,-dan
Lepistian hukum bagi Pegawai yang menerimanya, lapisan tarif progresif
yang diberlakukan berbeda dengan lapisan tarif yang ditentukan dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-IJndang Pajak Penghasilan'
Contoh perhitungan Pajak Penghasilar-r Pasal 21 yang dipotong atas
penghasilan berupa Uang Pesangon dengan jumLah Rp175 000.000,00.
Penghasilan

bruto

Rp175 000 000,00

Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang

O% x Rp5O.OOO.OOO,O0

5% x Rp50.000.000,00
15% x

0,00
- RP
= Rp 2.500 000,00

Rp75.ooo.000,oo -

Rp

1l.zsq-QllllpQ

(+)

Rp13.750.000,00

Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas


dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, misainya:
Rp 50.000.000,00
a. Bulan Desember 2009
Rp 125.000.000.00 (+)
b. Bulan April 2010
Rp 175.000.000,00
Jumlah
Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada

jumlah pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu

sebesar

Rp 175.OO0.0OO.O0

Pajak Penghasilan Pasal

21

Bulan Desember 2009:


Jumlah penghasilan bruto

yang harus dipotong:

Rp50.000.000,00

Pajak

.,

-W
PRESIDEN

REPl-]BLiK NDONES A

Pajak Penghasilan

n^".f

l.

t"..,lng,

x Rp50.OOO.0OO.OO
Bulan April 20 10:
.Jumlah penghasilan bruto
0o"

RpO,OO

Rp 125.000.000,00

Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang:

50" x RpSO.0OO.00O.O0

Rp 2.500.000,00

15"" x Rp75.000.000.00

Rp 1 1.250.000.00 (+)

Jumlah

Rp13.75O.OOO,OO

Jumlah selumh Pajak Penghasiian Pasal 21 yang

dipotongl

RpO,0O + Rp13.750.000,00 = Rp13.750.000,00.

Pasal 5

Berdasarkan pertimbangan bahwa Uang lt{anfaat Pensiun, Ttrnjangan


Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus menrpakan
nilai tunai atas Uang Maifaat Pensiun, Tunjangan Hari 'l-ua, atau
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara berka.la untuk jangka waktu
yang cukup lama, maka penghasilan yang diterima sekaligus tersebur
pada dasarnya penghasilan yang seharusnya diterima untuk beberapa
tahun pajak. Dengan memperhatikan besarnya Uang Manfaat Pensiun
yang berlaku saat ini pada umumnya, maka penghasilan sekaligus
tersebut jika dialokasikan dalam beberapa tahun masjh berlaku tarif
terendah yaitu sebesar 5% (lima persen). Ketentuan ini dibeikan untuk
memberikan keadilan, kemudahan, kesederhanaan, dan kepastian
hukum bagi penerima pensiun yang sudah masuk dalam usia tidak

produktii

Untuk memberikan perlakuan yang sama dengan Uang Pesangon, maka


atas jumlah sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dikenai tarif O% (nol persen).
Contoh perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
dipotong atas pembayaran Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
sebesar Rp 150.O00.000,00 adalah:

Jaminal Hari Tua yang dibayarkan sekaligus

Rp

150.000.000,00

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutalrg:

0% x Rp 50.0000.000,00
5"o x Rp I00.000.00u,00

Rp

np5.o!-Q-.-Q-Q-Q--QO

Jumlah

= Rp5.000.000,00

o,0o

Dalam...

$ip
PRES DEN

REPUELIK INDONESIA

Dalam hal jumlah O"-O.r.r.rl .Ilt* Jaminan Hari Tua tersebut di atas
dibayarkan dalarn beberapd kali pembayaran, misalnya:

Bulan Desember 2OO9 sebesar

Rp

Bulan Februari

Rp 100.000.000.00

2O

10 sebesar

50.00O.OOO,OO

Rp 150.000.000,00

Jumlah

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebagai berikut:

Bulan Desember 2009:


O%

x Rp50.0OO.00O,OO

o,oo

Bulan Februari 2010;


5% x Rp 100.000.000,00

= RpS.OOO.000.0O

Jumlah

= Rp5.000.000,00

Pasal 6

Ayat {1)

Misalkan pembayaran Uang Pesangon, Uang Maniaat Pensiun,


Tlnjangan Hari Tua, atau J.rminan Hari Tha yang seharusnya

dilakukan sekaligus, namun masih dilakukan

bagian
pembayaran pada tahun ketiga sebesar Rp50.000.000,00, -iika
kepada Wajib Pajak orang pribadi yarrg bersangkutan dalam
tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan
menerapkal tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Unda:rg-Undang
Pajak Penghasilan atas jumlah bruto tersebut, yaitu sebesar 57o
x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penerima penghasilan sebagaimana contoh penjelasan ayat (1)
wonc firlqlz memnrrnyai Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong sebesal' 12070 x 57o
x Rp50.O00.000,00 = Rp3.000.000,00.
Pasal 7 ...

$_ffi
PRESIDEN

REPUBLIK lNDONES]A

-6Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)

Bukti pemotongal Pajak Penghasilai Pasal 21 wajib dibuat


meskipun jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
nihil, karena dikenai tarif ooi, tnol persen).

Pasal 8

Cukup jelas.
Pasal 9

Cukup jelas.
Pasal 10

Cukup jelas.
Pasal

11

Cukup jelas.
Pasal 12

Cukup jelas.
Pasal 13

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5082

16

16

2010

MENTERI KI:UANGAI'l
REPUBLIK II'IDONESIA

SAI.INAI{

PERATURAN IVlENTERI KEUANGAN

NOMOR 252IPMK.0312008
TENTANC
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAIAK ATAS PENGHASILAN
DAN KEGIATAN OIIANG PRIBADI
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN,
1\IENTERI

Menimbang

'ASA,
KEUANCA\,

bahwa clalam rangka mt'laksanakan kett'nLuan P;rsal 21 avat (8) Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilarr sebagaimana telah treberapa kali
tliubah tt:rakhir cL.ngar.r Unciang-Unciang lrvomor 36 l'ahurr 2008, perlu

menetapkan Pe'raturan ivlenteri Keuanqan tcntang Petunjuk Pelaksanaan


Pcmotonilan Pirjak ;rtars Pcnglrasilan Sehuburrgan Dcngarr Pekt:rjaan, Jasa, clan
Kt'giatan Orang Pri['rtii;

Mengingat

1.

Unciang-Urrtl;.rrrg Nrrntor 6 'fal-run lc)fij tt'ntang Kt'tcntu;rrr Umum clan Tata

Cara Perpajakarr (l-embaran Ncllara Rcpulrlik Incloncsia Tal'run 1983 Nomor

49, Tambahan l-cmbaran Nr'gara Ilepublik Irrdone'sia Nomor

3262)

sebagaimana tc.lair beberapa kali diul'rah tt'rakhir clengan Unclang-Unclang


Nomor 28 Tahurr 2007 (Lenrbaran Ntgara Rcpublik lrrclonesia 'Iahun 2007
Nomor 85, 'Iambahan Lembaran Negar':r Reptrblik Irrtloncsia Nomor 4740);

2.

Undang-Unrlang Nomor 7 Tahun 19133 ttntang Pajak Pt'nghasilan (Le'mbaran


Negara Repulrlik lndonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tamtrahan Lc'mlraran
Negara Republik Incloncsia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
c'liubah tc'rakhir clengan Undang-Unrlarrg Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahurr 2()08 Nomor 133, Tamlrahan Lembaran
Negara

3.

Re

1-rulrlik Inrlorrcsia

Kepu1us"t11 Pre

Norlor J893);

sirlcn Notrtor 20,/ P 1-alrun 1()t)5;


1\4ENlUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN I\4ENTERI KEUAI.GAN TENTANG PETUNJUK


PELAKSANAAN PEN,IOTONGAN PAJT\K ATAS PINGI_IASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIA'IAN ORANG
PRIBADI.
BAB

KI]TENTUAN UN,lU\,1
Prrsal I

Dalam Pcraturan Jvlr'nteri Keuangan ini, \'arrg dinraksud clengan:

1.

Undang-Undarrg Pajak Penghasilarr aclalah Unclang-Unclang Nomor 7


T.rhrrrr 1983 tcrrtarrl', Pajak I'cn1',)usilar-r s,rl.agairnartit tr'lalt bcbcrapa kali
rlir.rbah tcrakhir tlt'n1;an Untlanri-Urr.l.rrr11 \otlor 16'l'ahurr 2()08.

It4ENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Pajak Pengirasilan sel.rubungarl clcrrgirn pr'kcrjaarr, jasa, clnn kc'giatan yang


ciilakukan oleh Wajib Pajak orang pribacliSubjek Pajak rlirlam negeri, vanll
selanjutnya disebut PPh Pasal 21, aclalah pajak atas pcnghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, hrnjangan, clirn l.rr'ml.ravaran lain tlengan nama cl:rn
dalam benfuk apapun sehubungar.r cL'rrgan pekc.{aan atau jabatan, jasa,
dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Sutrjek Pajak dalam
negeri, sebagainana dimaksucl clalam Pasal 21 Urrclang-Unclang Pajak
l-L'nlnastlan.
Pajak Penghasilan sel.rubungan clcnr;an pckeriaarr, jasa, clarr kegiatan vang
dilakukan olch Wajib P;rjak orang l.rril.racli Sulrjek Pajak luar negeri, 1'ang
seianjuLnva cliscbut PPh Pasal 26, atialah pajak atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, furrjangarr, tlan psp[i1y;1ran lain clengan nama r]an
clalam benhrk apapun sehubungan dengan peke{aan atau jabatan, jasa,
ciarr kegiatan y'ang clilakukan olelr orang pribatli Sr-rbjck Pajak luar ncgeri,

selragaimarla ciinraksurl clalam Pasal

26

Unclarrg-Urrclang

Parjak

Penghasilan.
4.

Per.notong PPh Pasal 2.1 cian/atau PI'h Pasal 26 trelalah \\ajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak batlan, tcrmasuk bcrrtuk usaha tetap, yang
lnen"lpunyai kera'ajil-ran untuk n.relakuk.tn pcnl()tnlttlzrn paiak atas

Penghasilan Sehubur-rgan Dengan Pekcrjaan, Jasa, tlan Kr:'giatarr Orang


Pribadi sL-bagaimana tlimaksutl tlalam P.rsal 2'l tlan Pasal 26 UnriangUrrclang Pajak I'cnghasilan.

Batlan adalah barlan sel.ragaim.rrrir tlrnraksurl rlalam Pasal

angka

Urrtlang-Unclang Nomor 6 Tiihun 1983 tcntang Kett'ntnan Unrum clan Tata


Cara Perpajakarr scbagaimarna telal'r bt'bt'rapa kali cliubah terakhir clengan
Unrlang-Unciang Nomor 28 Tahun 2007.

Pcnvelcnllgala Kt1',iatan atlalal.r \\'ajib Pljnli ortrnll pribacli atatr Wajib


I'a.jitk batlarr selraliai penvcl('ltfl{jrra kt'11iatarr tt'rtcntu Yarrl; rnclakukan
pcnrlravarar.r iurbnliin clengan nanra r.l.rn rlalanr berrtuk apaltun kcplia
olarrg 1-rribarli schtrbungarr clcrrllan Iclaksanaarrr kt'15iatan tcrscbut.
Penerima Penghasilan yanS Dipotong PPh Pasal 21 atlalah oran11 pribadi
c-lengan status sclragai Subjek Pirjak clalanr rrcl;cri 1'ang menerima atau

mempcroleh penghasilan tlengan nanra tlan clalanr bt'rrtuk apapun,


sepanjang tidak dikecualikan clalanr Pr'rahrran lvlonteri Kt.uangan ini, tlari
Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imlralan st'hutrurrgan rler-rgan pckeiaan,
jasa atau kegiatan yang dilakukan baik elalam ltubunllarlnya
pega\^,ai maupull l-ru kan pegarvai, tcrmasu k pt'rrcrirla lrcltsi u lt.
8.

sebagai

Penerima Peng,hasilan yang Dil.r6iorrg PPir Pasal 26 acliilah olang pribacii


r{engan status sebagai Subjck Pajak lurtr rrtgeri varr11 nrenr-rinra atau

rllempcroleh pt'nghasilan clengan nam;r dan cialam bcntuk apapun,


sepanjang tidak clikecualikan clalam Peraturan N{enteri Keuangan ini, dari
Pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan schuburlgan clengan pekerjaan,

jasa atau kegiatan vang elilakukarr baik clalam hubungannya


pc

ga\\'ai ntau f un lru kan pt'gl n'a i, tcrrtr.r

su

k pr'ltr'

r'i

ln.t

l)r'ns i u n.

sebagai

MENTERI KEUANGAN
BEPUBLIK INDONESIA

9.

Pegau'ai aclalah orar-rg pribacli vang bekt'rja pacia prernlrsri kerja, baik
bagai 1rcgarvai tetap 2121 l.rcgarvai ticlak tetap/ tcnal;a kerja lepas
berclasarkan perjanjian atau kesepakatan kt'rja lraik secara tcrtulis maupurl
tidak terbulis, ur-rtuk melaksarrakan suatu pekcrjaarr elalam jabatan atau
st

kegiatan tertentu cleng.ln mt.mpe'r'trl.'h imbalarr yang clilrayarkan


berdasarkan periotle tcl tenfu , penl'gl1-5;1i3y1 pc'kc'rjaarr, artau kc'tenfu an lain
yang clitetapkan pemberi kerja, ir'rmasuk orang pribacii vang melakukan
pckerjaan cialam jabatan negeri atau barlirn usah;t milik ncgara atau lrac]an
usaha rnilik clacrah.
10.

Pegan'ai tctap acialah pcgar,r'ai vang ntc.nerima atau mc.mpc'rolt'h


penghasilan clalam jumlah tertentu sL-cara ter.rtur, tcrmasuk anggota
c'lc'wan kornisaris clan anggota cle'n,an p('nga\\'as yaltg sccara teratur tL'rus
menL)l'us ikut merrgelola kcgiatan perusahaarr secara ltrngsung, scrta
pegawai vang be'kerja Lrcrclasarkan krrntrak untuk suaiu jangka r,r'aktu
tertentu sepanjarrg pegar.r'ai yang bcrsangkutan bckerja pt'ntrh (y'rl/ tillc)
clalam pekerjaarr tcrscbut.

11

Pegawai fic'lak tetap/ tenaga kerja lcprrs aclalah pegar",'ai yang hanya
menerinta penghasilarr apabila pcgal'ai varr13 lrcrsangkutan bekerja,
bcrclasarkan jumlah hari t.rekcrja, jrrnrlah trnit hasil pekcrjaan yang
clihasilkan atau pgnyclcs.riarr suatu jt'nis pckcrjaan vang eliminta olch
pernbcri kt rja.

1?

Penerima Pcrrghtrsilarr Bukan Pcgan,ai aclalah orang l.rribacli selairr


ai tctap c-lan pegawai ticlak tctap (tt'naga kerja Iepas) yang

pegan

memperoleh penghasilan dengan nanra clan clalam bcrrtuk apapun clari


Pcmotong PPh Pirsal 21 clan/atatr PPh Pasal 26 sebal3ai imbalan atas

pekerjaan, jasa atau kegiatan tr--rtc-ntu \:ang clilakukarr berclasarkan


1-rerintah atau pcrmintaan clari pembc.ri pcnghasiIan.
l.)

Pese'rta kcgiatan atl:rlah orang pribar-li vang tcrlibat clalarm suatu kegiatan

tortentu, termasuk mengikuti rapat, sielan13, scminar,

lokakarya

(workshop), pcncliclikarr, pcrtunjr.rkan, olahraga, atau kegiatan lairrnya cian

ntencrima atau nrc'mperolclr imbalan sehulrungan


kc'iktr tserta ann1,a rla
aA
1t.

Ia t-tt ke1; ia ta

dengan

rr terselru t.

Penerima pensiun aclalah orang pril.racli atau irhli n'arisnya yang menerima
atau memperolel.r imbalan untuk pekt-'rjaar-r viirrg rlilakukan c1i masa lalu,
termasuk orang pribacli atau ahli tvarisnva ),ang mL'ncrirna funjangan hari
tua atau jaminan lrari tua.
Pengirasilan Pcgan,ai Tetap 1'ang Bcrsrfat J't'ratur aclalah penghasilan bagi

pegart'ai tetap berupa gaji atau upah, scgala macam funjangan, dan
imbalan clengan nama apapun vang cliberikan secara periociik berdasarkan
keterrtuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, tcrrnasuk uang lembur.
16

Penghasilan Pt'gawai Tetap yang Bcrsifat Tidak Tc'ratur adalah


penghasilan bagi pegawai tetap selairr penghasilan vang bersifat teratur,
yang diterima sekali clalam satu tahun atau periocle lainnya, antara lain
berupa bonus, Tunjangan Hari Ra1'a (TIJR), jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, artatr iurbalan sr:jt'rris lainnva rlt,nlian ndnra irpapur-t.

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

77.

18.

U;rah hariarr aclalah upalr atar-r imbirlarr vang clitcrima atau ciipt'roleh
pegar^rai yang terutang atau dibayarkarr secara harian.
Upah mingguan aclalah upah atau inrl-ralan vang clitt.rima atau r-liperoleh
pegarvai yang terutang atau clibayarkan secara rnirrgguarr.

19.

Upah. satuan aclalah upah atau imbalarr t,ang cliterirna atau cliperoleh
pegar^,'ai ;'ang terutang atau dibal'arkan berclasarkan jumlah unit hasil
1'rekcrjaarr yang rlihasilkan.

Upah borongan aclalah upah atau imbalatr varrg clitt'rima atau cliperolel.r
pcgar'r.ai yang telutang atau clibavarkan trclclasarkarn penyelesaian suafu
jenis pekerjaan tcrtentu.

hntralarr kepaela bukan pegan'ai arlalah pe'nghasilan clengan n:rma cian


clalam ber-rtuk apapulr yang te rutang atau elibcrikan kepacia bukal
pegau'ai sehubungan clcngan prekcrjaan, jasa atau kegiatan yang
clilakukan, antar'.r lairr berupa honorariur.n, komisi, ft', cian penghasilan

21

sejenis lainnya.

Imbalan kepada ;reserta kegiatan aelalah penghasilan dcngan nama dan

2?

rlalam Lrentuk apapun varrg terutang atau cliberikan kcpada peserta


kcgiatan tertenLll, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hacliah atau per-rghargaan, rlan penghasilan sejenis
Iain-rrya.

lvlasa Pajak terakhir adalah masa Desernber atau masa pajak tertentu di
marla pegawai tetap berhenti bekerja.

ZJ

BAB II
PEMOTONG PPh PASAL

2l DAN/ATAU
PasaI

(l)

PPh PASAL 26

Pemotorrg PPh Pasal 21 dan/atau PPh P..rsal 26, meliputi:

a.

pemberi kerja 1'arrg terdiri tlari orar-rg pribrrcli clan badan, traik merupakan
pusat maupun cabang, pern'akilan atau unit vang membayar gaji. upah,
honorarinrn, funjangirn, cian pr.ml.avi'u'an lain clengarr nama rlan dalam
bentuk apapun, sebagai imbalan schtrl.ungan clcngan pekerjaan atau jasa
)'ang dilakukan oleh pegan,ai atau br:karr }rcga\\'ili;

Lr. bentlairara atau pcrnc'gang, ki'rs pt'rncrirrtah termasuk Lrenrlahara atau


penregang k.rs pada Peme'rintah Pustrt termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, clan Kee.lutaan Besar Rcpublik Inclonesia c1i luar negeri,
yang mcmbayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain clengan nama clan clalam bentuk apapun sehulrungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

c. dana pensiun, badan


baclan-L-raclarr

penvelenggara jaminan sosiirl terraga kerja, dan


lairr yanli mc'rnbavar uarrg Pcnsiurr clan tunjangan hari tua

atau janrinarr l-rari tua;

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

ct. orang Prilrarli V;utg tnelakukan kc'giatan usaha at;ru


l-racian yan13

1.

mcnrbaYar

1rekerjaatr bcbas serta

honorariun'r atau pe6f31'aran lain sr-Lragai imbalan sehubungan clengan

jasa danlatau kegiatan 1'ang tlilakukan olcl.r orang pribacli dengan


stahrs Subjek Pajak rlalarn negr.ri, termasuk jasa tcnaga ahli yang
rnelakukan pekerjaan bebas clan Lrertinciak untuk dan atas naman),a
sencliri, bukan untuk clan atas rlarna PL'rsekuhrann)fa

2.

hotrorariunr iitau pembayaran lain selrallai imbtrlarr sr'hul.rungarr c'lengan


kcgiatan clarr jasa vang clilakukarr olt'h orarllj prilra(li clt'rrgan stahrs
$11lrjt'k Pajirk lrrar nt'gcli;

3. hclnoraliunr atau imbalan lain kcpiitlil

pL'sL.rta pencliclikan, pelatihan,

clan magang;

e. pclrvelenggala

kc'giatan, tcrr-niisuk l:raclarr Pcmt rintah, organisasi yang


bclsifat rrasiorral clan intt'rnasional, pt'rkr:mpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnva \/anfl rnenvelr.nllgarakan kcgiatan, van11 membayar
hortolariuln, harlialr, atatr pc111i11.1r1ialrr rlalarn bttntuk apapun kcpada

lVajib Pajak orarrg pribacli dalam ncgc.ri Lrerkenaan clcngan suatu kr.giatan.
(2)

Tidak tcrrnasuk scbagai pr'rnbt:ri kr'rja I'ang mcmpunvai kervajiban untuk


nlelakukan pemotongan l.rajak scbagainr.rna tlinraksrrtl pacla avat (1) huruf

aclalah:

a.
b.

kantor perr,r'akilan rlegara itsillg;


organisasi-organisasi internasiorral s(-Lragaimana c'limaksucl rlalam Pasal 3
ayat (1) huruf c Unrlang-Unclang Pirjak Pt:rrglrasilarr, \,ang tclah ciitetapkan
oleh Menteri Kuangarr;

c. pemlreri kerja orang

pribacli 1'ang ticlak melakukan kt'giatan usaha atau


pekerjaan bebas yang semata-mata rne.mpt'kerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumall tangga atau peke.rjaan Lrukan dalam rangka
melakuktrn kepiiatan usaha atau pc'kcrjaarr

(3)

t.relras.

Dalam hal organisasi internasiorral titlak mt mt'nuhi ketentuan sebagaimana


climaksutl pirtla a1'at (2) huruf b, organisasi internasional rlimaksucl merupakan
pemberi kc'rja f ang bt'rkcwajilrarr melakukarr pemotongan paiak.
BAB III

PENERIMA PENGHASII-AN YANG DIPOTONG PPh PASAL


DAN r\TAU PPh PASI\L 26

21

Pasal 3

Penerima Penghasilarr yang Dipotong PPh Pasal 21 cian atau PPh Pasal 26 adalah
orang pribadi yang merupakarr :

a.

pegau'ai;

b.

penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan


hari tua, atau jaminan hari fua, termasuk ahli u'arisnya;

c. bukan pegalvai

vang rncnerima atnu menrperole'ir penghasilan sehubungan

rlL.ngalr pckerj.ran, jasa, atau kcliiatan, arrtara l.rin n]cliputi:

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

tenal;a ahli vang melakukarr pekerjaan be,bas, yang terclirr clari


pengacara, akuntan, arsitck, cloktcr, korrsultan, notaris, penilai, rlan
akbu aris;

2. pemain nrtrsik, pemba*'a acara, pen'anf i, ppln11'ak, bintang film,


bintang sinetron, bi.tang iklan, sutratl;rra, kru film, foto model,
peragawan/ peragavvati, pemain rlrama, pt-nari, pc.ntah;-rt, pelukis, {an
seniman lainnlra;

3. olahragavvan;
4. pcnasihat, prcnllajar, pclatih, pt rrct'ramah, pcnvtrluh, cian mt.rcrc'rator;
5. Pc'ngarang, ptncliti, clan pcnc'rjsnl;111;
6. pemberi jasa clalam segala bicla'g tr:rnrasuk te.krrik, komputer
7.
8.
9'

clan

sistem aplikasinl'a, telekomunikasi, elt'ktrorrika, fok>grafi, ekonomi clarr


sosi;rl serta pernberi jasa kepacla suatu kcparritiaan;
agen iklarr;
pcllgarvas ittau pengt:lola pr1r1,g1,
p('mlralva Ir('silllall at.rtt 1'alr11 tnt'rtPrrrukiln Ianl;1lanarr atau
),anll ntcnjacli
per.rntara;

10. pcbr-rgas penjaja barang rlagangarr;


11. petugas ciinas luar asurirnsi;
12. tlistributor pct'usahaan tttrrltiltu,l tnnrkrtitrq atau r/i n,ci

sc//i

lg

tlan

kcgiatan sejcnis lainnva;

cl.

peserta kegiatan t'atrg menerima atau men.rperolch pr:nghasilan sehuburrgan


dengan keikutsertaannva dalanr suatu kegiatan, antara lain rnc.liputi :

1.

peserta perlombaan tlalam segala L.riclang, antara lain perlombaan olah


raga, seni, ketangkasan, ilmu pengctahuan, teknologi tlan perlombaan
lairurya;

2.
3.
4.
5.

peserta rapat, konfercnsi, siciang, pertemuan, atau kunjungan kerja;


peserta atau anggota clalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
peserta pentlitlikan, pelatihan, ciarr magang;
peserta kt'giatan lairrnya.
Pasal

-1

Ticlak terrnasuk clalam pengertian Pencrinra Penghasilar-r ),ang Dipotong pph


Pasal 21 elan/atau PPh Pasal 26, sebagainrana tlimirksucl clalam Pasal 3 adalah:

a.

b.

pejabat penvakilan clipiomatik c'lan konsulat atau pcjabat lairr clari negara
asing, clan orarlg-orang vang eliperbantukan keparla mc.reka yang bekerja
pac'la t-lan bertempat tinggal bersama mcrcka, clt'rrgan syarat bukan warga
negara Indonesia dan di Indorresia ticlak mcnerima atau memperoleh
pcngl'rasilan iain cii luar jabatan atau pekerjaannva tersebut, serta negara yang
lrersarrgkutan memberikan perlakuan timtraI balik;
pejabat prerwakilan organisasi internasional scbagaimana dimaksud clalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c Unclang-Unclang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh lr4enteri Keuangan, clengan svarat bukan warga negara
Incloncsia clan titlak merrjalankan usaha at;ru kclliatan atar,r pekerjaan lain
tt lrttr k tlrt'tn pt'rolt'11 p1'111'l1asil1p tla ri I trtl.rrt,si.r.

A!'iliiT,iT533[E3ll

B;\ tl I\,'

PENCIIASILAN YANG DIPOTONG PPh I'.\Si\L 21 DAN/ATAU PPh PASAL

26

Pasal 5
(1)

Pengl'rasilan vang rlipotong PPh Pasal 21 clirrr/atau PPh Pasal 26 aclalah:

a.

penghasilarr I'arrg cliterima atau rlip('roleh Ptgan'ai tetap, baik berupa


Pcllghasilarl ),ang bcrsifat teratur nlaupurl ticlak teratur;

b.

pellghasilan vang diterima atau clipcroleh Penerima pcnsiun

secara

terirtur berttpa uang pcrrsiun atal penghasilau sc.jenisnya;

c.

perrghasilar-r sehubungan cicngan Peinutusan hubungan kerja dan


penghasilarr schubungan clcngan pt'nsiun yang cliterima se'cara
sc.kaligus berupa uans pLrsanllon, uirnll manf;rat pcnsiun, tunjangan hari
hra atau janrinan hari tua, clan pt'nrbal'aran lain sc-jenis;

d.

Lrcnghasilan pegar,r'ai ticlak tt't"rp atau tr'naga kcrja lepas, berupa upah
Itariarr, tlPah ntit'U'lluau, ttl'r;rh srrtuatt, uPah f1v11'y11gi.rn atau upah yang
cl

c.

ibayalkan secara trulanrrn;

imbalan kcpatla bukarr pelian';ri, .rnt.rr.r lain bcrupa honor:rrium, komisi,


f'e, clarr iml.ralan sc'jcnis clcngarr nama cl.rrr tialanr bentuk apapun scbagai
imbalarr sclrut.rungan cicngan pekcrjaan, jasa, clan kegiatan yang
c.lilakukarr;

f.

imbalan kr:paL{3 pescrta kegiatarr, antara lairr beru;ra uang saku, uang
representasi, uarrg rilpat, hclttor.rriunr, h.rc.liah atau pcnghargaan ciengan
nama clan clalam bentuk apapurr, clarr inrbalan sr.jenis dengan nama
apapun.

(r) Perrghasilarr ),;rng rlipotetrg PP| Pasal 2'l tlal/atatr PP[ Pasal ?(r sebagaimana
ciimaksurl pacla avirt ('l) ternrasuk Pula pcncrirrraan tlalam benfuk naLura

clatr/atar"r kt:niknratarr lainr-rva clt'nr1an rr;rnr.i tlan rlalanr bcntuk apapun yang
r,libt'r'ikarr olt'h:

a. bukan Wajib Pajak;


b. Wajib Pajak vang elikenakan Pajak Pt'ngl'rasiltrn varlg lrcrsifat final; atau
c. Wajib Pajak vang clikcnakarr Pajak Pr'nghasilan beldasarkan norma
penghitungan khusus Qletrtrcd yroftt).
Pasal 6
(1)

Penghasilan sebagaimana climaksurl clalam Pasal 5 yar-rg cliterima atau


cliperoleh orang pribacli Subjck Pajak clalam negcri merupakan pcnghasilan
vang clipotong I']Ph Pasal 21.

(2)

Penghasilan sebagaimana dimaksucl clalam Pasal 5 yang cliterima atau


diperoleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan
yanl; clipokrng PPh Pasal 26.

MENTERI KEUANGAN

FEPUBLIK INDONESIA

Pasal 7
(1)

Penghitungan PPh Pasal 21 clan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa


penelimaan dalam bentuk natura darr/atau kerrikr-rratan lainnl';q selragaimana
rlimaksucl clalam I'asal 5 avat (2) cliclersarkarr lra.la harga pasar atas barang
yang cliberikan atau nilai n'ajar atas pcmberian kt-nikmatan yang r-liberikan.

(2)

Dalam hal pengl.rasilan sebagaimana ciimaksucl darlam Pasal 5 ayat (1)


diterima atau cliperoleh dalarn nlata uang asing, pt'nghitungan PPh Pasal 21
clan atau PPh Pasal 26 cliclasarkan pacla nilai tukar (ktrrs) vang ditctapkan
oleh Mcnteri Keuangan vang berlaku lratia saat peml.ral'aran penghasilan
tersebut atau pacla saat ciibeirankan scbagai bial'tr.
Pasal 8

(1)

Tirlak tenlasuk tlalam ;.rengeltian pr.nllhasilan

I'an11 elipotonl; PPh Pasal 21

aclalah:

a.

pcmb;rvararr rlanfaat .ltaLl santrlrirn asurarrsi dari pr.rr-rsahaalr asuransl


schuburrl',;rrr tlt rrgan asu ransi ktst'hatarr, asu rarrsi kt.ct,l akaan, astr ransi
jir.va, asuransi cllvri3r"rrra, tlarr asur.rrrsi lrca sisrr'.r;

b.

pcncrimairlr rl:rlam l-rcntrrk natulir rlan/attru kt'nikrnatar-r clalam Lrcnfuk


apapurr )'anll rlilrclikan ole]r \\'ajib Palak atrru Pctncrintah, kecuali
pcngl.rasilan selragaim;ina r-linraksu.l tlalarn Pasal 5 avat (2);

c.

iuratr pensiun \ranll tlil.ayarkap

kc1-ratla

clana Pensiull

yan[]

I.t'nclirianrrr',r tt'lalr.lis.rlrk.trr trlt'lr \lt.rrtr'n Kcr-r.rrtrian. iur,rrr hrrrj.rn11.rn


hari tua at.ru irlran janrinan hali tr-ra kepacla batlarr pcnlrclL'nggara
tunjangan liali tua atau lrirt]arr ]-,crrt'r'lcnggara jarlitrau sosial tenaga
kcrja vang tliba1,31 olch pembcri kt'r'ja;

(2)

rl.

z-.rkat vano cljtt'rjma rtlcl-r orang prit)adi varrg berhak tlari Lraclan atau
lcrlbaga amil znkat I'an11 rlibentr,rk atatr tlisahkan olch Pemcrintah, atau
strmbarrllan kt'allanraan vanl; sifatrrva n'ajib lratji l-rt:r'nt'luk agama yang
cliakui cii Irrclonesia vang tliterinr.r olclr orang pribacli ),ang L-rerhak clari
lcnrbagi'r kcal',ermaarr van11 tliLrcrrtuk lt;ru clisal-rkarrr olch Pernerintah;

c.

lreasiswa scbagairtrnrtar tlinraksutl tlalrrr.lr I'asal


Undang-Undang Pajak Pcnghasilan.

4 airal (3) huruf

Pajak Penghasilan yang ditanggung olcl.r pemberi kerja, termasuk yang


ditanggung oleh Peme'rintah, merupakan penerimaan dalam bentuk
kenikmatan sebagaimana dimaksud pacla ayat (1) huruf b.
BAB V
DASAR PENGENAAN DAN PENIOTONGAN
PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26
Pasal t)

(l)

Dasar pengenaan clan pemotongan PPh Pasal 21 aclalah sebagai berikut;

a.

Penqhasilan Kcna Pajak,

1'ar.r11

berlaku

ba11i.

h,IENTERI KEUANGAN
FEPUBLIK INDONESIA

l.

pcgirwiri tctap;

2. Pencrirna |r'nsiun l.crkala;


3. pegawai ticlak tetap yang 1-re'nghasilannl,l dibayar se'cara bulanan
atau jurrrlah kumulafif penghasilan varrg rlitcrima clalam 1 (satu)
bulan kalender telah melt'l-rihi jur.r.rlalr PTKP sebulan unfuk cliri Wajib
Pajak sc'ndiri;

4.

[-:ukan pe1,,ar.r.ai, yang nrcliputi:

a)

clistrit'rutor multi lt'vel n.rarketin;i at.ru r/irr,cf x:llitrg;

Lr) l-tetugas

clinas luar asuransi vang ticlak bcrstatus sebagai

Fegal{ar;
penjaja Lralang ciagangarr I'ang tirlak berrstatus sebagai pegawai;

c)

ciar-r/atau

cl) pencrima pc'nghasilan bukarr pegarr'ai lainnya yang menerima


penghasilan clari Pe rnotong PPh Pasal 21, secara
bcrkcsir.rambungan clalar.rr 1 (satu) tahun kalc'ntlcr.
Lr. Jumlair perrl;hasilan varrg melebihi bagian penghasilarr yang tidak
clilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana climaksud dalam
Pasal 2l ayat (4) Unclang-Unrlanli Pajak Pt'nghasilan, vang Lrerlaku bagi
pcgarvai titiak tetap vang mcnerirna upall harian, upah mirrgguan, upah
satuan atau upah boronsan, scpanjanrl Pelrghasilarl kumulatif yang
tliterima clalam l (salu) bulan kalcncler belum melcbihi jumlalr PTKP
scbulan untuk rliri \{ajib Pajak scnrliri.

c.

Jurnlah penrihasilan Lrruto, r'an[ bcrlaku Ltagi perrcr-irla penllhasilan


sclain pc.rrelinra pr1gl351lan scbasaimana rlinraksurl piril huruf a elan

huruf
(2)

[.r.

PTKP st-.bulan sebagaimana dimaksucl parla al'ai (1) arrliilah PTKI'dibagi 12


(ciua belas).

(3)

Dasiir pengenaan elan pL.motongarl PPli Pasal 26 ael;rlah jurll;rh penghasilan


bruto.
IJAB

\/I

PENC UIf ANCT\N YANC

DIPIliBOLhtlKAN

Pasal 10
(1)

Jumlah pL-nghasilan bruto yang ciiterirna atau clil.reroleh Penerima


Penghasilan vang Dipotong PPh Pasal 21 clan aiau PPh Pasal 26 aclalah
seluruh jumlah penljh.lsilan se'bag:rinrarra ciimaksud tlalam Pasal 5 yang
diterirna atau cliptrolch rialam su;rfu periode atau pacla saat clibayarkan.

(2)

Pcnghasilan Kena Pajak aclalall setragai bt'rikut:

a.
b.

bagi pegalvai tc.tap elan pc111'r"i111a pL'nsiun lrerkala, seLrcsar pengl.rrrsilan


neto dikurangi P'I'KP;
bagi pegan'ai tidak tetap sebagaiman;r clirnaksud c'lalarn Pasal 9 ayat (1)
huruf a arrgka 3, sebesar pt'rrghasilan bruto clikurangi PTKP;

c. bagi bukan pcgalr'ai sL'ba[]ainlann tlin.riiksucl clalatnr Pasal 9 ayat (1)


huntl a arrrika -1, sllrr'sitt pcnlih.rsil.trt lrrttto tlikur;rrr1',i I/l KI' yanli
rlihittrn11 sccar;r bu Iirr-ran.

Hi'"'.?,iTsts8[E3lX
Bcsarnya pcnghasilan r-reto bagi pegan'ai tctap t,ang clipotong PPh Pasal
aclalah jumlah seluruh pe.nglrasilarr bruto dikurarrgi clengar.r:

(3)

a.

21

biava jabatan, sebagaimana ciimaksucl tlalam Pasal 21 ayat (3) UnclangUr.rclang Pajak Penghasilarr;

b.

(4)

iuran yang terkait dengar-r gaji yang ciibal'ar oleh pegan'ai kepacla dana
pensiun vang pendiriannya telah ciisahkan olt'lr Mentr:ri Keuangan atau
badan penvelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
ciip'rcrsan-rakarr clt'ngan clana pren5iu11 \'crng l.t'rrcliriannl'a telah clisahkan
olch Mentcri Kcuangan.

Besarnya penghasilan neto t'ragi perrerima pensiult l,ang clipotong PPh Pasal

21 adalah seluruh jumlah penghasilan irruto t'likuranlli dengan

biaya

pensiun sebagainrana clin-raksucl clalanr Pasal 21 ayat (3) Unclang-Undang


Pajak Pcnllhasilan.

(5)

Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku kt'tentuan sclragai Lrc'rikut:

a. bagi karyarvati karvirr, st'beserr PTKP untuk dirinva scncliri;


b. bagi karyarvati ti.lak kau'in, scbt,sar PTKP urrtuk r'lirinya sendiri
clitarnbah PTKP untuk keluarga ),ang menjacli tanggungan
sepcnuhnYa.
(6)

Dalam hal kart'arvati kawin clapat ntcnunjukkan kt:terarrgarr tcrhrlis tlari


Pc.merintah Dar:rah sctempat sel'cnrlah-rcrrclrtlrrrva kecarrratan yang

menyatakan bahu'a suamirrva titlak me'neritna atau mernperolelr


untlk clirilv;r scnciiri clitarnt-rah
PTKP unfuk status kan'in tlarr PTKP rrrrtuk keluarga I'ang menjacli
penghasilan, besarnl'a PTKP aclalah Pl KP
tanggungan sepc.nuhnva.
(7)

Besalrrl'n PTKP clitentukan lrerciasarkan ktatlaan pacia arval tahun kalencler.

(8)

Dikecualikan dari kctcrrhran st-bagainrarra dimaksucl pada ayat (7), bcsarnya


PTKP untuk pc'ga\4,ai 1'ang baru clatarrl; tlan mcnetap cli Inrionesia clalam
bagian tahun kalc.rrdcr riitc.rrtukirn bcrdttsarkan keaclaan pacl;r awal bulan
clari lragian tahun kalcnclL.r )/a11g bcrsangkutarn.
Pasal I

(1)

Atas pcnghasilan bagi pegan'ai ticlak tctap atau tenaga kerja le1-ras yang tidak
clil.rayar secara Lrulanan at.ru jurnlah kr"rmulatifnl'a clalar.r.r I (satu) bulan
kalencler L-relum me.lebihi PTKP sebulan untuk eiiri \{ajib Pajak sendiri

berl;rku kete'ntuan sebagai

'

be

likut:

a. tidak clilakukall

pcmotongan PPh Pasal 21, clalam hal per.rghasilan sehari


at.ru rata-rata pengl'rasilarr schari Lrr.lum nrclebihi bagian pr'nghasilan yang
ticlak clilaktrkan pemotorrgan sebagaimana dimaksurl clalam Pasal 21 ayat
(4) Undang-Unclang Pajak Pengliasilan;

b.

clilakukan pemotongan PPh Pasal ?1, cialam hal penghasilan sehari atau
rata-rata penghasilan sehari melebihi l-ragian penghasilan yang ticlak
dilakukan pemotongan sebagaimana tlimaksuc'l dalam Pasal 21 ayat (4)
Unrlang-Undang Pajak Penghasilarr, cian bagian penghasilan yang tidak
clilaktrkarr pL'lrt()toll8,al1 tt'rst'lrtrt nt('rupitkitrt jtrmlah yang rlapat
tl i ktr rrtrr1',karr tl,r t i It'111, l1;15,i l,tn brrr t, r.

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

/?\

Rrrhr-rata ponghasilan se'hari sebagainrana rlimaksucl patla ayat (1) adalah


rata-rata up;rh mirrl3guan, trpah satuan atatr upah borongan unhrk setiap hari,
kerja yang cligurra kan.

(3)

Dalam hal pegart,ai ticlak te'tap telah mr:mperoleh penghasilan kumulatif


dalarn 1 (safu) Lrulan kalender )'ang mcL-bihi PTKP sebulan untuk cliri Wajib
Pajak sendiri, maka jumlah yang dapat dikurarrgkan c'lari l.rsnghssilan t'rruto
aclalah sebesar PTKP yang seberrarnva.

rJ\

PTKP yang seben11111,n selragi]imana clin-raksutl parla avat (3) adalah sebesar
PTKP untuk jumlah hari kerja vang scbelrarrrva.

/5\

PTKP sehari sebagai clasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya aclalah
sebesar PTKP ctibagi 360 (figa ratus enirm puluh) hari.

((')

Dalam hal berclasalkan kt'tentuan di biclang kete'nagakerjaan cliafur


kewajiban untuk mcngikutsertakan pegarvai ticlak tetap atau tenaga kerja
ic-pas elalam progrant jirmirr:rn l-rari tua i-rtau tunjangan l-rari tua, maka iuran
jan'rinan hari ttra atrtu iuratr turrjangarr hari tua yang clibayar serrcliri olch
pegawai ticlak tctap kcpacla baclan per.rvek'rrrgara jaminan sosial tenaga kerja
atau baclan pL.nvelenggara iunjangarr hari tu;r, clapai clikurangkan clari
penghasilan bruto.
Pasal 12

(1)

Penerima penghasilan bukarr pegan'iti scl'ragerimarra r-limaksur-l dalam Pasal 9

ayat (1) huruf a angka 4 clapat mempc'rok'h perrguranqan PTKP sepanjang


vang bcrsangkutan te.lah mc'mpun\,ai Norlor Pokok Wajib Pajak rlan hanya
memperoleh pengl.rasilan dari hubungarr kerja riengarr Pcnrotong Pajak serta
ticlak memperoleh penghasilan lainnva.
(2)

Untuk clapnt mernperolel.r pengurangan PTKP st-.bagaimarra dimaksud pacla


ayat (2), pcnerirna pcnghasilan btrkan pcg;.rrt,ai harus mtnl'crahkan fotokopi
kartu Nonrol Pokok Wajib Pajak, ql31r bagi rt,anita karvin harus menyerahkan
fotokol.ri kartu Nonror Pokok \\iajitr Pajak suarmi serta fotokol.ri surat nikah
tlan kartu keluarga.

BAB VII

TARIF PENIOTONGAN PA]i\K D;\N PENERAPANNYA


Pasal 13
(1)

Tarif

berciasarkan Pasal

17 avat (1) huruf a Unclang-Unclang

Pajak

Penghasilan ciiterapkarr atas Penghasilan Kerra Pajak ciari:

a.
Lr.
c.

pe'gawai tetap;
penc.rirnir pensiun yarrg clibal'rirkan secara bulanarr;
pegarvai ticlak tetap atau tenaga kerja le'pas yang clibayarkan secara

bulanan.
(2)

Untuk perhitungan PPh Pasal 2l varrg harus clipotong setiap masa pajak,
kecuali masa paiirk tt-.rakhir, tarif clitcrapkan atas pt'rkiraan pcnghasilan yang
.rkarr tlrPcrolt'tr st'l.ttna I (sattr) lahtrn, tlt,rrli.rrt kr,tt'rttuart s,'lral',ai bcrikut:

MENTERI KEUANGAN
-REPUBLIK INDONESIA

a. perkiraan atas penghasilan ),ang

lre

rsifat terafur adalah jumlah

penghasilan teratur dalarn 1 (satu) bulan clikalikan 12 (clua belas);

b.

(3)

cialam hal terclapat tambahan penghasilan yang bersifat ticlak teratur,


maka perkiraan penghasilan Vang akirn cliperoleh selama 1 (safu) tahun
aclarlah sebcsar jumlah pacla huruf a c-litambah dengan jumlah
penghasilan 1'ang bersifat ticlak teratur.

Jumlah PPh Pasal 21 \,ang hams clipotonil untuk setiap masa pajak
sebagairnana rlir.rraksud pada ayat (2) arlalah:

a.

atas penghasilan yang lrersifat ter;rtur atlalah stbc.sar Pajak Penghasilan


terutang atas jumlah penghasil.rn selragaimarra ciimaksucl pada a1,at (2)
huruf a clibagi 12 (clua belas);

tr. atas

penghasilan yang Lrersifat ticl;rk teratur aclalah sebesar selisih


antara Pajak Penghasilan yarrg terutang atas jumlah penghasilan
sebagaimana ciimaksuc{ Pada ayat (2) hu.uf b ciengan Pajak penghasilan
)/ar1g tL'rutal-rg atas jumlah pL'nllhasil.rn scbagaimana climaksucl pada
a)'at (2) hurr-rf

a.

(4)

Dalanr hal pegan';ii tt'tap mcmpurrvai keu'ajibarr pajak suLrjcktif terlritung


scjak arval tahun kclentlt'r clan mulai be kerja sctelurh bulan Januari, termasuk
pegalt,ai yang setrclumnya bekerja patla pemlreri kerj;r lain, ban),aknya trulan
yang menjacli faktor pengali sebagaimana dimaksutl pacla ayat (2) atau
faktor penrbagi sclragaimarra clirnaksucl p31l;1 ayat (3) atlalah jumlah bul;rrr
tersisa dalam tahun kalendcr sejak varrg bersanllkutarr r.rrulai bckc4a.

/5\

Bcsarnva PPir Pasal 21 vang harus rlipotorrg untuk masa pajak terakhir
adalah selisih antara Pajak Perrgl'rasilarr )'ang terutang atas seluruh
penghasilan kena pajal selarna 1 (satu) tal.run prajak atau birgian tahun prajak
clengan PPh Pasal 21 vang telah clipotorrg pacla masa-n1asa sebelumnya
clalam tahun pajak yang bersangkutar.r.

(6)

Dalam hal pegstt'ni tcti,rp kc'rvajilrirn [raiak subjt:ktifrrya harrya meliputi


Irallian talrun paj.rk, pcrhitr,rrrr;an PPh Plsal 2l yarr1l tt'rrrt;rn1; untuk ballian
ttrl.rtrr.r pajak terst'but dihitunli bcrrl.rsarkarr penl;hasilan kena pajak yang
clisetahunkan, sebanrlirrg tlenllan jumlah bulan rlalarn l.agian tahun pajak
y,ang bersangkutarr.

(7)

Dalam hal pegalvai tetap berhenti br:kerja sebelum bulan Desember dan
jumlah PPh Pasal 21 yang telah ciipotong clalam tahun kalencler yang
Lrersangkutan lc'Lrih bt.sar ciari PPh Pasal 21 r'ang terutang untr.rk 1 (satu)
tairun pajak, rnaka kelebihan PPh Pasal 21 r,'ang tclah cliPotorrg tersetrut
dikembalikan kepatla pegau'ai tetap vang bersanllkutan bersamaan dengan

pemberian bukti pemotongan PPh Pasal

21

pralirrg lambat akhir bulan

bc.riku bnya setclali bc.rhenti Lrckerja.

(1) Atas penghasilan vang cliterima atau clipcroleh pegart'ai

ticlak tetap atau

tenaga kerja lepas berupa upair harian, upah nringguan, upah sabuan, upah
borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan ticlak dibayarkan
secara Lrulanan, talif lapisan pertama scirtrilaimana climaksucl dalam Pasal 17
ayat (l) huruf a Untl;rn1',-Unclanli P;rjak Pt'nlihasilan clitt'rapkan atas.

lvlENTERl KEUANGAN
NEPUBLIK INDONESIA

a. jumlah pengh.rsilan bruto cli atas bagian pcrrghasilan yang tidak


clikenakan pen'totongarl pajak sc'bagair.narra climaksucl dalan-r Pasal 21 ayat
(4) Untlang-Unclang Pajak Penghasilan; atau

b. jumlah penghasilan bruto clikurangi P'|KP vang seLrenarnya clalam hal


jumlair perrghasilan kumulatif dalarl -l (satu) bulan kalender telah
melelriiri PTKP sebulan urlfuk cliri \{ajitr P.riak sc'ncliri.
(2)

Dalam hal jumlah penghasilar-r kumulatif dalam satu bulan kalencler telah
melebihi Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah), PPh Pasal 21 clihirung clengan

menerapkan

tarif Pasal 77 ayat (l ) ]ruruf a Unclatrg-Untlang Pajak

Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak 1'ang disetahunkatr.


(3)

Besarnva Lratasan jumlah penghasilan kurlulatif dalam satu bulan kalencler


sebagaimarra dimaksucl pada a1'at (2) ciapat clisesuaikan se.panjang terdapat
perubahan besarn\,a P1'KP sebagaitnana tlimzrksud dalam Pasal 7 ayat (3)
Ur.rclang-Untlarrg I)ajak Pcnghasilan, f lrr1l kctentuannya clitrtur lebih lanjut
cler.rgan Peraturan Direktur Jencleral Pajak.
Pasal 15

Lrerclasarkan Pasal l7
Penghasilan diterapkan aias:

(1) T;rrif

avat (1) huruf zr Unciarrg-Unclang Pajak

penghasilan lrluto untuk sctiap pcnrbayaran )'ang di(lasarkan


pacla penyelesaian suatu pekerjaan atau iasa yang mellurut maksudnya
ticiirk bersifat berkesinambungan, \'ang cliterirna oleh bukarr pcgawai;

a. jumlah

setiap kali pcmbal'aran yang bersifat utuh tlan ticlak


dipecah, yang cliterima oleh Peserta kel3iatan; atau

b. jumlah bruto urrtuk

c. jumlah kumulatif per-rghasilan bruto scbagai imbalan atas pekerjaan atau


jasa yang menurut maksucinl'a bersifat berkesinambungan, baik
lrerclasarkan kontrak atau psrj6njian tcrtulis artau berc.lasarkan keadaan
yang selterrarnva, yartg ciiterir-nn olt'h bukan pcgart'ai.

bet'clasarkau Pasal 17 a1'at (1) hr.rruf a Unclang-Unclang Pajak


Perrghasilan ciitr'rapkarr ;rtas jurnlah kumulatif Pe.nghasilan Kena Pajak
sebesar penghasilan trruto rlikurangi I'TKP, r,ang cliterima atau diperoleh
bukan pegawai sebagaimana climaksucl r-iaiam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka

(2\ Tarif

4, vang ciihitr.rng seLiap bulan.

Pasal

l6

Tarif bereiasarkan Pasal'17 at'at (1) huruf a Untlarrg-Unclang Pajak Penghasilan


clitcrapkan atas penghasilan bruto kumulatif lrt'rupa

a. honorarium atatr imbalarl \,ang bersifat tidak

te'rabur Vang cliterima atau

cliperoleh anggota clewan komisaris atau (lewan pengahtas yang tidak


merangkap sellagai pegawai tetap pada pL'rusahaan yatlg sama;

b.

jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;

(r.

pr.rrarikarr clana 1.t.nsiun olch pescrta

lrollrarn pcnsir-tn vang masih berstatus

st,balliti l]('lla\\,ai, rlari tlana }r('nsiun van1l ppp1llliann1,;1 tclah clisahkan


It

lenttrri Kt'u

attrla tr.

H,t.T,i1,533183iX
Pasal 17
Tata cara pemotongarl PPh Pasal 21 atas pe-nglrasilan berupa u(rng pesangon, uang
manfaat pensiun Vang cli[.ra1,ar ole'h tlana f.rerrsiun \.ang
]rcncliriann),a telah
disahkan oleh Mentc.ri Keuangan, clan tunjangan hari tua atau janrinan hari tua,

yang dibayarkan sekaligus oleh L.radan pr'nvcle.rrggara tunjangan hari tua atau
baclan penyelenggara jamirran sosial tenaga kerja, cliatur elalam Feraturan Menteri
Kc.uangatr terserrr'liri.
Pasal I Il

Tata cara pemotongan clan pcngt:naan pph pasal 2l atas ppngllilsilan yang
bcrsumber clari anggaran pendapatan rlan bt,lanja ncgara atau anggarar.l
l.renclapatan belanja daerah ),ang rliterima atau rliperolth pejabat ncgara, pega\^,al
rrcgeli sipil, anggota TNI/PoLRI cian pcnsiunarxrva, cliatur clalam ptrafuran
N4t'rr

tr'ri Kcuarrgan tcrserrrl iri.


Pasal lt)

Tarif PPh Pasal 2(,

(r)

sebesar 2011, (elLra Pulrrh Ptrscn) tlarr bersifart final


eliterapl<an atas pcrrl3ll3silarr lrruto varrr', clittrilna atau tlipcloleh se.bagai
imbalan atas pekeljaan, iasa, clarr kegiatan vang clilakukan olth orang pribicli
elengatr status Subiek Pajak luar nt'gcri tlcngarr lrrcrnpcrhatikarr kctentuan
Persehrjuan Penghindalan Pajak Berganrla yang bcrlaku antara Reputrlik
Incloncsia denga. rlegara clomisili subjtk Pajak luar negeri tcrsr,L.rut.

(2)

PPh Pasal 26 sebagaimana tlimaksucl patia avat (1) tirlak bcrsifatfiual t.lalam
hal orang pritratli scbag:ri \Alajib Paiak Iuar ncgcr.i tersebut bertrbah stafus
mcrrjarli Wajib Pajak tlalarn rregcri.

BAB VIII

TARIF PEI\4OTONCAN PPh PASAL 2t Br\GI pENERIMA pENGI-tAStLAN


YANG TIDAK NIE]VIPUNYAI NO\IOR POKOK WAIIB PAIAK
Pasal 20
(1)

Bagi Pe'ncrima Pcrrghasilan varlg Dipotorrg PPh pasal 21 yang ticlak memiliki
Nomol Pokok Wajitr Payak, clikenakan pcnrotongan PPIr Ptrsal 21 clengan tarif
Iebih tinggi 20% (dua puluh pcrsen) clarip;rtla tarif I'ang riite'rapkan terhaclap
Wajib Pajak yanl; memiliki Nomor Pokok \\ralib Pajak.

(2)

Jumlah PPh Pasal 21 yang harus clipotorrg sclragaimana ciimaksurl pacla ayat
(1) adalah sebesar 1209'" (seratus clua puluh pe.rse'n) clari jurnlah pph pasal 21
yang seharusnya dipotong tlalam lral yarrg bersangkutan memiliki Nomor
Pokok lVajib Paiak.

(3)

Pernototrgan PI)h ['asnl


[.erlakr-r

u'tuk l'rr'nr.t.rrg..

sclragirinun.t r]inr;tksrrrl parla al,at (l ) hanya

PPlr Pasal 2] r'a.1', lrt,rsif;rt tirlak final.

MENI'ERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

(4)

Dalam hal penerima perrghasilan \,.rnll telah elipotong P['h Pasal 21 dengan
tarif yang lebih tinggi sebagaimana elimaksucl pada ayat (1), mendaftarkan
diri unbuk memperoleh Norror Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 2t yang telah
cli;rotong terselrut tlapat diperhitungkan det.rgan PPh Pasal 21' yang terutang
untuk bulan-bulan selaniutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
BAI] IX
SAAT TERUTANG PPh I,ASAL 2I DAN/ATAU PI,IT PASAL 26
Pasal 21

(1)

PPh Pasal 21 clan/atau PPlr Pasal 26 te'rutang bagi Per.rerima Penghasilan


pada saat clilakukan pembavaran atau patla saat terLrtangn)/a Penghasilan
1'an11

l.crsangku tarr.

()\

PPli Pastrl 2'1 clarr/atau PPh Pasal ?6 tcrutarlg lr;rgi Pemotorrg PPh Pasal
dan :rtau PPh Pa-rsal 26 ulrtuk setiap masa pajak.

(3)

Saat tr:rutang untuk setiap n.rasa Pajak sclragaimana r'limaksucl pada

21

ayat (2)
adalah akhir [rr-rlarr clilakukannya Pembavaran atau pada akhir bulan
terutangnya pcnghasilan yang bersangkutan.
BAB X
I-{AK DAN KI]IVAJIBAN PEIVIOTONG P,,\JAK SERTA PENERIMA

PENGHASILAN YANC DIPOTONG PAIAK


Pasal 22

(r) Pemotorrg PPlr Pasal

2] tlan/atiru PPh Pas.rl 26 clarr

yang Dipotong PI,h Pasal 21 n'ajib

r.r.renclaftarkarr

Pe'nerima Pcnghasilan

cliri ke' Kantor Pelayanan

Pajak sesuai tlengau keteutuan vanl; be Iaku.

Penerinta pensiurr bel'kala, serta bukan pegawai sebagaimana


elimaksud claiam Pasal 9 avat (1) huruf a angka 4 u'aiil. membuat surat
pernlrataan yang bcrisi jumlah tanggungar.r kc'luarga pacla awal tahun

(2) Pegarvai,

kalencler atau parla saat mulai meniadi Subjek Pajak clalam negeri sebagai
ciasar penentuan PTKP dan rvajib nlerl\/erallkann1,a kepada Pemotong Pajak
pacla saat mr.rlai bckerja atau rnulai pensiun.
(3)

Dalam l-ral

te

Ijacli perul-)ahan tarlggtrngan keluarga, pcgawai, penerima

pensiun berkala cian bukan pegart'ai sebagairnarla climaksuel clalarn Pasal 9


ayat (1) huruf a arrgka 4 s';1iif mcmbuat sulat Pernyataan baru dan
menvcrahkannya kcpacla Pr'rnoton1] PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
paling lama sebelum mulai tahun kalende'r berikutnya.

dan/atau PPh Pasal 26 wajib menghitung, memotong,


menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang
terutang unfuk setiap bulan kalender.

(4) Pemotong PPh Pasal ?L

MENTERI KEUANGAN
r]EPUBLIK INDONESIA

r5\ Pemotong PPh Pasal 21 clan/atau PPh Pasal 26 r.vajib mcmbuat catatan atzru

kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 rlan/atau PPh Pasal 26 untuk masingmasing penerima penghasilan, vang menja(li clasar pelaporan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 yang terutarrg untuk setiap masa pajak clan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tcrsebut sesuai clengan
ketentuan yang berlaku.

untuk nrelaporkan pcmotongan PPh Pasal 21


cian/atau PPh Pasal 26 untuk setiap btrlan kaletrrlc'r sebagaimana climaksud

(6) Ketentuan mengcnai keu'ajiban

pada ayat (4) tetap berlaku, clalam hal jurnlah pajak yang dipotonp; pacla bulan
yang Lrersangkutan nihil.
(7)

Dalam hal dalam suafu Lrulan tr'rjacli kr-'lcbihan pctrl'etoran pajak atas

PPh

Pasal 21 clan/;rtau PPh Pasal 26 r'ang tcrutang, kclt:frihan lrenvetoran tersebut


clapat diperhiturrgkan cltrrgan PPh Ptrsrrl 21 elar.r/atau PPh Pasal 26 yang
tenltang pacla bulan berikuhrl'a me-lalui Sur;rt Penrberitahu:rn Masa PPh Pasal
21 clan/atau PPh Pasal 26.
(8)

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 u,ajlb rnembuat bukti


pemotongan PPli Pasal 21 clan/atau PPh Pas;rl 26 clan memtrerikan Lrukhi
pcnl()tontlarl tc'rsclrut

(e)

Be'nhrk

kcpli1 pctlerinra pcnghasilarr

),ang difok)ng pajak.

folmulir pcmotongarl PPh Pasril 2l clan/atau PPh Pasal

26

sebagairnana climaksurl pacla avat (7) ditetapkan clengan Pcraturan Direkbur


Jenderal Pajak.
Pasal 23

(r) Jurnlah PPh Pasal 21 r'ang tlipotorrg merupakarl kreclit paiirk ba1;i pcnerima

penghasilan )rang clikenakarr l.renrottlngatr ultuk tahr,tl pajak ),ang


bersanl3kutar-r, kecuali PPh Pasal 21 r'an11 lrersifat final.

(2)

Dalam hal Wajitr Pajak yang telirl'r tiipotong PPh Pasal 2l cicngan tarif yang
le'bih tinggi sebal;.rinrnntr clinraksucl clalarn Pasal 20 ar1'n1 (l)mendaftarkan cliri
untuk nrcmpcrolclr Nomor Pokok \{a1ib I'ajak, PPh Pasal 21 yang telah
diprotong tt:rscbrrt rlapat tiikrcciitkan cialam Surat Pemberitahuan Tahurran
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribar-li.

BAB XI

KETENTUAN PENU'IUP
I'asal

?-l

Kctentuarr nrerrgenai lrecloman tcknis tata cara Lrcmotongan, petlyetoran clatr


pelaporan PPh Pasal 21 clan/atau PPh Pasal 26 sehubungan clengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan orang pribadi, dan contoh pcrhitungan dan pemotongan PPh
Pasal 21 dan,/atau PPh Pasal 26 diatur lcbih lanjut clengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK TNDONESIA

Pasal 25

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal

Januari2009.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman


Menteri Keuangan

ini

Peraturan
Republik
Negara
dalam
Berita
penempatannya
dengan

Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

padatanggal

3l

Desember 2008

MENTERI KEUANGAN
ud.

SRIMULYAMINDRAWATI

pf-R\

as
Salinan sesuai dengan
Umum
Kepala Biro
u.b.

KepalQagian T'
Anton,

rarEmen

\E

MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
152 /PMK.010/2015

NOMOR

TENTANG
PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK
TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat


Nomor

Undang

sebagaimana

telah

diatur

bahwa

harian

Undang

(4)

Penghasilan

Pajak

tentang

kali

beberapa

Undang-Undang Nomor
pegawai

1983

Tahun

terakhir

diubah

dengan

Tahun 2008 dan Penjelasannya,

36

dan mingguan,

penghasilan

bagian

besarnya

penetapan

tetap

tidak

pegawai

serta

lainnya yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Pengl;i.asilan,

memperhatikan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;


b.

bahwa

Penghasilan

besarnya

disesuaikan

berdasarkan

Nomor 122/PMK.010/2015

Tidak

Peraturan

Penyesuaian

tentang

Penghasilan Tidak Kena Pajak;


c.

bahwa

dalam

berdasarkan

huruf a

dan

pertimbangan
huruf b,

ketentuan Pasal 21 ayat

1983
kali

Keuangan
Besarnya

dimaksud

sebagaimana

serta

telah

Pajak

Kena

Menteri

melaksanakan

untuk

Undang-Undang Nomor 7 Tahun

(4)

tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa

diubah

terakhir

dengan

Undang-Undang

Nomor

36

Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan

Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai

Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak

Penghasilan;
Mengingat

1.

Undang-Undang

Penghasilan

1983

Nomor

Indonesia

Nomor

(Lembaran

Tahun

Tambahan

50,

Nomor

Negara

3263)

1983

Republik

Lembaran

sebagaimana

tentang

Indonesia
Negara

telah

(Lembaran

Nomor

4893);

Negara

Republik

Indonesia

Republik

beberapa

diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor

2008

Pajak

Tahun

36

Tahun

kali

Tahun
2008

Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

2.

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

122/PMK.010/2015

tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;

www.jdih.kemenkeu.go.id

//

MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-2MEMUTUSKAN:
Menetapkan

PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PENETAPAN BAGIAN


DARI

PEKERJAAN

DENGAN

SEHUBUNGAN

PENGHASILAN

PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP


LAINNYA

TIDAK

YANG

DIKENAKAN

PEMOTONGAN

PAJAK

diperoleh

pegawai

tetap

lainnya

PENGHASILAN.
Pasal 1
Batas
harian

penghasilan
dan

bruto

diterima

yang
serta

mingguan,

atau

tidak

pegawai

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat

(4)

Un.dang-Un.dang

Nomor 7 Tahun 1983 ten.tang Pajak Penghasilan sebagaimana telah


beberapa kali diubah terakhir dengan Un.dang-Un.dang Nomor 36
Tahun 2008, sampai dengan jumlah Rp300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.
Pasal 2
Ketentuan

sebagaimana

dimaksud

dalam

Pasal

tidak

berlaku

dalam hal:
a. penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah) sebulan; atau
b. penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
Pasal 3
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak
berlaku

atas penghasilan berupa honorarium

atau

yang

komisi

dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas din.as luar asuransi.

Pasal
Ketentuan

Ian.jut

lebih

4
mengenai

tata

cara

penghitungan

Pajak

Penghasilan bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak


tetap lainnya, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasa15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor

206/PMK.011/2012

ten.tang

Penetapan

Bagian

Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian


dan

Mingguan

serta

Pegawai

Tidak

Tetap

Lainnya

yang

Tidak

Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan


tidak berlaku.

Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

www.jdih.kemenkeu.go.id
I

MENTERI K EUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-3Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan

Menteri

ini

dengan

penempatannya

Negara Republik Indonesia.

dalam

Berita

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal

6 Agustus 2 0 15

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal

6 Agustus 2 0 15

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1 163

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO}JMUM
u.b.
KEPALA AGIAN T:U. KEMENTERIAN

1 (1;:'
GIAR\fO

\J

NIP 19590420 198402 100 1

www.jdih.kemenkeu.go.id

MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR

/PMK.010/2015

122

TENTANG
PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

penghasilan .. tidak

mengenai besarnya

ketentuan

a. bahwa

kena

Nomor

pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan


Tidak Kena Pajak;
dan

ekonomi

moneter

serta

pokok yang semakin meningkat, perlu

kebutuhan

harga

perkembangan

bidang

di

perkembangan

mempertimbangkan

dengan

b. bahwa

penyesuaian

melakukan

terhadap ketentuan mengenai besarnya penghasilan tidak kena


pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.

bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap besarnya penghasilan


tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas,
mengadakan

telah

Keuangan

Menteri

Perwakilan

Dewan

dengan

Rakyat

pertemuan

konsultasi

Indonesia

Republik

pada

tanggal 25 Juni 2015;


d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf

dan

b,

huruf

a,

huruf

c,

serta

untuk

melaksanakan

ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983


tentang

Pajak

Penghasilan

sebagaimana

telah

beberapa

kali

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,


perlu

menetapkan

Peraturan

Menteri

tentang

Keuangan

Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;


Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuari Umum


dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir

dengan

Undang-Undang

Nomor

16

Tahun

2009

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang
Tambahan

Undang

Nomor

36

Tahun

2008

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor. 133, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 4893);

www.jdih.kemenkeu.go.id

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 2 MEMUTUSKAN:
Menetapkan:

PERATURAN

MENTER!

KEUANGAN

TENTANG

PENYESUAIAN

BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK.

Pasal 1
Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai
berikut:
a.

Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib


Pajak orang pribadi;

b.

Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak


yang kawin;

c.

Rp36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk


seorang

isteri

penghasilannya

yang

dengan

digabung

penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat


(1)

Undang-Undang

Nomor

1983

Tahun

tentang

Pajak

Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir


dengan l)ndarig-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
d.

Rp3.000.000, 00

(tiga

juta

rupiah)

tambahan

untuk

setiap

anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis


keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Pasal 2
Ketentuan

yang

diperlukan

mengenai

tata

cara

penghitungan

besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang


pribadi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian besarnya penghasilan
tidak

kena

pajak

sebagaimana

dimaksud

dalam

Pasal

mulai

berlaku pada Tahun Pajak 2015.


Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

www.jdih.kemenkeu.go.id

MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan

Menteri

ini

dengan

penempatannya

dalam

Berita

Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

29

Juni 20 15

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal

2 9 Juni

2015

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR

GIARTO

966

NIP 1959042019-g4. 1001

I;

www.jdih.kemenkeu.go.id

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 14/PJ/2013
TENTANG
BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a.

bahwa untuk lebih memberikan kemudahan, kepastian hukum,


dan meningkatkan pelayanan kepada Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 dalam melaporkan pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;

b.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk
dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian,
Penandatanganan,
dan
Penyampaian
Surat
Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009;

c.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 Ayat (9)


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas
Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a, b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan
Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;

Mengingat : 1.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum


dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang

-2-

2.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara


Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

4.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.34/2007 tentang


Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian
Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang


Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat
Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau
Pensiunan;

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang


Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi;

7.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.011/2012 tentang


Penetapan Bagian Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan
dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap
Lainnya yang tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;

8.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2008


tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan
Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan
Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi (ASP);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK,


ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26.
Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:


1.

Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP


adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 terdaftar.

2. Kantor

-3-

2.

Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang


selanjutnya disebut dengan KP2KP adalah Kantor Pelayanan,
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang berada dalam
wilayah KPP.

3.

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang selanjutnya


disebut dengan Pemotong adalah Wajib Pajak orang pribadi atau
Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang
mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal
26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

4.

Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang


pribadi dengan status sebagai subjek pajak dalam negeri yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan, dari Pemotong
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai
pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.

5.

Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 26 adalah orang


pribadi dengan status sebagai subjek pajak luar negeri yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan, dari Pemotong
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai
pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.

6.

Penerima Penghasilan adalah Penerima Penghasilan yang


meliputi Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
dan/atau Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.

7.

e-SPT adalah data SPT Pemotong dalam bentuk elektronik yang


dibuat oleh Pemotong PPh dengan menggunakan aplikasi e-SPT
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

8.

Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik


yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari suatu
komputer ke komputer lainnya, antara lain Flash Disk dan
Compact Disc (CD).

9.

e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan


secara on-line yang real time melalui website Direktorat Jenderal
Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau
Application Service Provider (ASP).
Pasal 2

(1)

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau


Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26)
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini terdiri dari:
a. Induk

-4-

a.

Induk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 - (Formulir


1721);

b.

Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai


Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri
Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi
Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Pensiunannya (Formulir 1721-I);

c.

Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak


Final) dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-II);

d.

Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final)


- (Formulir 1721-III);

e.

Daftar Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau Bukti


Pemindahbukuan
(Pbk)
untuk
Pemotongan
Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721IV);

f.

Daftar Biaya - (Formulir 1721-V);

sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan


bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
(2)

Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26


sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini terdiri dari:
a.

Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final)


atau Pasal 26 - (Formulir 1721-VI);

b.

Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final) (Formulir 1721-VII);

c.

Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai


Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala - (Formulir 1721-A1);

d.

Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pegawai


Negeri Sipil atau Anggota Tentara Nasional Indonesia atau
Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara atau
Pensiunannya - (Formulir 1721-A2);

sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan


bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
(3)

Tata cara pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26


dan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 3

-5-

Pasal 3
(1)

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk:
a.
b.

(2)

(3)

formulir kertas (hard copy); atau


e-SPT.

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 baik dalam bentuk


formulir kertas (hard copy) maupun e-SPT dapat digunakan oleh
Pemotong yang:
a.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai


tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari
tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai
negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1
(satu) masa pajak; dan/atau

b.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau


Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu)
masa pajak; dan/atau

c.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti


pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau

d.

melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti


Pbk yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT


wajib digunakan oleh Pemotong yang:
a.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai


tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari
tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai
negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang
jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu)
masa pajak; dan/atau

b.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau


Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
pajak; dan/atau

c.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti


pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau

d.

melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti


Pbk yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen
dalam 1 (satu) masa pajak.
(4) Dalam

-6-

(4)

Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26


disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), bentuk,
isi, dan ukuran SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini tidak boleh diubah.

(5)

Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26


disampaikan
dalam
bentuk
e-SPT,
Pemotong
harus
menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 4

Pemotong yang telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21


dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT tidak diperbolehkan lagi
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) untuk masa-masa pajak
berikutnya.
Pasal 5
(1)

Pemotong dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21


dan/atau Pasal 26 dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak
disampaikan dalam bentuk e-SPT.

(2)

Pemotong dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21


dan/atau Pasal 26 dalam hal tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(3)

Pemotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)


dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Pasal 6

(1)

(2)

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat disampaikan


oleh Pemotong dengan cara:
a.

langsung ke KPP atau KP2KP;

b.

melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP;

c.

melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan


bukti pengiriman surat ke KPP; atau

d.

e-filing yang tata cara penyampaiannya diatur dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang disampaikan


oleh Pemotong dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, b dan c meliputi SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal
26 yang berbentuk:
a.

formulir kertas (hard copy); dan

b.

e-SPT yang disampaikan dalam media elektronik.


Pasal 7

-7-

Pasal 7
(1)

(2)

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk


formulir kertas (hard copy) tidak perlu dilampiri dengan:
a.

Formulir 1721-I dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal


21 bagi Pegawai Tetap, Penerima Pensiun, Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri
Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi
Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Pensiunannya;

b.

Formulir 1721-II dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal


21 (Tidak Final) dan Pasal 26 dengan menggunakan
Formulir 1721-VI;

c.

Formulir 1721-III dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal


21 (Final) dengan menggunakan Formulir 1721-VII;

d.

Formulir 1721-IV dalam hal tidak ada penyetoran dan


pemindahbukuan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dengan
menggunakan SSP dan Bukti Pbk;

e.

Formulir 1721-V dalam hal Pemotong wajib menyampaikan


SPT Tahunan;

f.

Formulir 1721-VI;

g.

Formulir 1721-VII;

h.

Formulir 1721-A1;

i.

Formulir 1721-A2;

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT


harus disampaikan dengan disertai Induk SPT Masa PPh Pasal
21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
Pasal 8

(1)

Dalam hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh


Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak sampai dengan
Masa Pajak November 2013 yang dilakukan sejak berlakunya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, penyampaian dan/atau
pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)

Dalam hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh


Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak Desember 2013
yang dilakukan:

a. sampai

-8

a. sampai dengan tanggal 20 Januari 2014, penyampaian


dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan
menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-32/ PJ/2009 tentang Bentuk
Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
b. setelah tanggal 20 Januari 2014, penyampaian dan/atau
pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan
formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
Pasal 9
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/ PJ/2009 tentang
Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/ atau Pasal 26 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 10
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. FUAD RAHMANW-

-9-

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN I

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-14/PJ/2013

TENTANG

BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT


PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26

area

staples

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA


PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
Formulir ini digunakan untuk melaporkan
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

[mm - yyyy]

area

Bacalah petunjuk pengisian sebelum mengisi formulir ini

MASA PAJAK :

H.01

FORMULIR 1721

SPT
NORMAL

H.02

H.03

SPT
PEMBETULAN KE-

barcode

JUMLAH LEMBAR SPT


TERMASUK LAMPIRAN :
H.04

(DIISI OLEH PETUGAS)

H.05

H.06

A. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP

: A.01

2. NAMA

: A.02

3. ALAMAT

: A.03

4. NO. TELEPON : A.04

5. EMAIL

A.05

B. OBJEK PAJAK
NO

PENERIMA PENGHASILAN

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

PEGAWAI TETAP

21-100-01

2.

PENERIMA PENSIUN BERKALA

21-100-02

3.

PEGAWAI TIDAK TETAP ATAU TENAGA KERJA LEPAS

21-100-03

4.

BUKAN PEGAWAI:
4a. DISTRIBUTOR MULTILEVEL MARKETING (MLM)

21-100-04

4b. PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI

21-100-05

4c. PENJAJA BARANG DAGANGAN

21-100-06

4d. TENAGA AHLI

21-100-07

4e.

BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA IMBALAN YANG BERSIFAT


BERKESINAMBUNGAN

21-100-08

4f.

BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA IMBALAN YANG TIDAK BERSIFAT


BERKESINAMBUNGAN

21-100-09

5.

ANGGOTA DEWAN KOMISARIS ATAU DEWAN PENGAWAS YANG TIDAK


MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAP

21-100-10

6.

MANTAN PEGAWAI YANG MENERIMA JASA PRODUKSI,TANTIEM, BONUS ATAU


IMBALAN LAIN

21-100-11

7.

PEGAWAI YANG MELAKUKAN PENARIKAN DANA PENSIUN

21-100-12

8.

PESERTA KEGIATAN

21-100-13

9.

PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 TIDAK FINAL


LAINNYA

21-100-99

10.

PEGAWAI/PEMBERI JASA/PESERTA KEGIATAN/PENERIMA PENSIUN BERKALA


SEBAGAI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI

27-100-99

11.

JUMLAH (PENJUMLAHAN

ANGKA 1 S.D. 10)

JUMLAH (Rp)

PENGHITUNGAN PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR


12.

STP PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 (HANYA POKOK PAJAK)

13.

MASA PAJAK :

14.

JUMLAH (ANGKA 12 + ANGKA 13)

B.04

15.

PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR (ANGKA 11 KOLOM 6 - ANGKA 14)

B.05

B.01

KELEBIHAN PENYETORAN PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 DARI:


B.02
01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

B.03

TAHUN KALENDER [yyyy]

LANJUTKAN PENGISIAN PADA ANGKA 16 & 17 APABILA SPT PEMBETULAN DAN/ATAU PADA ANGKA 18 APABILA PP h LEBIH DISETOR

16.

PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR PADA SPT YANG DIBETULKAN
(PINDAHAN DARI BAGIAN B ANGKA 15 DARI SPT YANG DIBETULKAN)

B.06

17.

PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR KARENA PEMBETULAN (ANGKA 15 - ANGKA 16)

B.07

18.

KELEBIHAN SETOR PADA ANGKA 15 ATAU ANGKA 17 AKAN DIKOMPENSASIKAN KE MASA PAJAK (mm - yyyy)

B.08

HALAMAN 1

area

staples

NPWP PEMOTONG:

B.09

FORMULIR 1721

C. OBJEK PAJAK FINAL


NO

PENERIMA PENGHASILAN

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

PENERIMA UANG PESANGON YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

21-401-01

2.

PENERIMA UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA ATAU JAMINAN


HARI TUA DAN PEMBAYARAN SEJENIS YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

21-401-02

3.

PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TNI/POLRI DAN


PENSIUNAN YANG MENERIMA HONORARIUM DAN IMBALAN LAIN YANG
DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA/DAERAH

21-402-01

4.

PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL LAINNYA

21-499-99

5.

JUMLAH BAGIAN C (PENJUMLAHAN

ANGKA 1 S.D. 5)

D. LAMPIRAN
1. FORMULIR 1721 - I
(untuk Satu Masa Pajak)

D.01

LEMBAR

D.02

2. FORMULIR 1721 - I
D.03

(untuk Satu Tahun Pajak)

3. FORMULIR 1721 - II

D.05

LEMBAR

D.04

4. FORMULIR 1721 - III

D.10

6. FORMULIR 1721 - V

D.11

LEMBAR

D.06

D.07

LEMBAR

5. FORMULIR 1721 - IV

D.09

7. SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN/ATAU


BUKTI PEMINDAHBUKUAN (Pbk)

D.12

LEMBAR

D.08

LEMBAR
D.13

8. SURAT KUASA KHUSUS

D.14

E. PERNYATAAN DAN TANDA TANGAN PEMOTONG


Dengan menyadari sepenuhnya atas segala akibatnya termasuk sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, saya menyatakan
bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap dan jelas.
1.

E.01

PEMOTONG

2.

NPWP : E.03

3.

NAMA :

4.

TANGGAL :E.05

5.

TEMPAT

E.02

KUASA

6.

TANDA TANGAN :

E.04

(dd - mm - yyyy)

:E.06

HALAMAN 2

DAFTAR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU
TUNJANGAN HARI TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA SERTA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA, ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
A.

SATU MASA PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

SATU TAHUN PAJAK

NPWP PEMOTONG : H.02

BUKTI PEMOTONGAN

(1)

NPWP
(2)

NAMA
(3)

NOMOR

TANGGAL (dd - mm - yyyy)

(4)

(5)

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

PPh DIPOTONG (Rp)

MASA
PEROLEHAN
PENGHASILAN

KODE
NEGARA
DOMISILI

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH A (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)

C.

Lembar ke-2 : untuk Pemotong

PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA MELEBIHI PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

NO.

B.

a
r
FORMULIR 1721 - I e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP

PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA
DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA TIDAK MELEBIHI PTKP
TOTAL (JUMLAH A + B)

ORANG
B.01

s
t
a
p
l
e
s

DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)


DAN/ATAU PASAL 26
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VI

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

NPWP PEMOTONG : H.02

BUKTI PEMOTONGAN
NO.

NPWP

(1)

(2)

NAMA
(3)

NOMOR

TANGGAL (dd - mm - yyyy)

(4)

(5)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)

a
r
FORMULIR 1721 - II e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

PP h DIPOTONG (Rp)

KODE
NEGARA
DOMISILI

(6)

(7)

(8)

(9)

s
t
a
p
l
e
s

DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


(FINAL)

a
r
FORMULIR 1721 - III e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP

Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VII

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

NPWP PEMOTONG : H.02

BUKTI PEMOTONGAN
NO.
(1)

NPWP
(2)

NAMA
(3)

NOMOR

TANGGAL (dd - mm - yyyy)

(4)

(5)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)

Lembar ke-2 : untuk Pemotong

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO


(Rp)

PP h DIPOTONG (Rp)

(6)

(7)

(8)

s
t
a
p
l
e
s

area

staples

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

DAFTAR SURAT SETORAN PAJAK (SSP)


DAN/ATAU BUKTI PEMINDAHBUKUAN (Pbk)
UNTUK PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26

NPWP PEMOTONG :

NO.

KODE AKUN
PAJAK (KAP)

KODE JENIS
SETORAN
(KJS)

TGL SSP/BUKTI Pbk

(1)

(2)

(3)

(4)

[dd - mm - yyyy]

H.02

NTPN/NOMOR BUKTI Pbk

JUMLAH PPh DISETOR

KET.

(5)

(6)

(7)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN BAGIAN A ANGKA 1 S.D. ANGKA 13)
KETERANGAN:
KOLOM (7) DIISI DENGAN ANGKA :
0 : UNTUK SSP
1 : UNTUK SSP P Ph PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH
2 : UNTUK BUKTI Pbk

FORMULIR 1721 - IV
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

area

staples

DAFTAR BIAYA
FORMULIR 1721 - V
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak


Desember oleh Wajib Pajak yang tidak wajib
menyampaikan SPT Tahunan

MASA PAJAK :

NPWP PEMOTONG :

[mm - yyyy]

H.01

H.02

No.

PERINCIAN

JUMLAH (Rp)

(1)

(2)

(3)

1.

GAJI, UPAH, BONUS, GRATIFIKASI, HONORARIUM, TUNJANGAN HARI RAYA, DLL

2.

BIAYA TRANSPORTASI

3.

BIAYA PENYUSUTAN DAN AMORTISASI

4.

BIAYA SEWA

5.

BIAYA BUNGA PINJAMAN

6.

BIAYA SEHUBUNGAN DENGAN JASA

7.

BIAYA PIUTANG TAK TERTAGIH

8.

BIAYA ROYALTI

9.

BIAYA PEMASARAN/PROMOSI

10.

BIAYA LAINNYA
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 10)

- 10 -

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN II

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-14/PJ/2013

TENTANG

BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT


PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)
ATAU PASAL 26

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NOMOR:

H.01

1 . 3 -

FORMULIR 1721 - VI
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG


1. NPWP

A.01

3. NAMA

A.03

4. ALAMAT :

A.04

5. WAJIB PAJAK LUAR NEGERI : A.05

2. NIK / NO. PASPOR :

A.02

6. KODE NEGARA DOMISILI : A.06

YA

B. PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIPOTONG

KODE OBJEK PAJAK

JUMLAH
PENGHASILAN BRUTO
(Rp)

DASAR PENGENAAN
PAJAK
(Rp)

TARIF LEBIH
TINGGI 20%
(TIDAK BERNPWP)

TARIF
(%)

PPh DIPOTONG
(Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02

3. TANGGAL & TANDA TANGAN


C.03

[dd - mm - yyyy]

KODE OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL) ATAU PASAL 26

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

P Ph PASAL 21 TIDAK FINAL


21-100-03 Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
21-100-04 Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)
21-100-05 Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
21-100-06 Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
21-100-07 Imbalan Kepada Tenaga Ahli
21-100-08 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
21-100-09 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
21-100-10 Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
21-100-11 Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai
21-100-12 Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
21-100-13 Imbalan Kepada Peserta Kegiatan
21-100-99 Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya

P Ph PASAL 26
1. 27-100-99 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang
dipotong P Ph Pasal 26

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
(FINAL)

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NOMOR:

H.01

1 . 4 -

FORMULIR 1721 - VII


Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG


1. NPWP

A.01

3. NAMA

A.03

4. ALAMAT :

A.04

2. NIK / NO. PASPOR :

A.02

B. PPh PASAL 21 YANG DIPOTONG

KODE OBJEK PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO


(Rp)

TARIF
(%)

PPh DIPOTONG
(Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02

3. TANGGAL & TANDA TANGAN


C.03

[dd - mm - yyyy]

KODE OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (FINAL)


1. 21-401-01 Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
2. 21-401-02 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
3. 21-402-01 Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan
Pensiunannya
4. 21-499-99 Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP ATAU
PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI
TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA

FORMULIR 1721 - A1
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NOMOR :

H.01

NPWP
PEMOTONG : H.03
NAMA
PEMOTONG : H.04

1 . 1 -

H.02

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG


1. NPWP

A.01

6. STATUS / JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA UNTUK PTKP

2. NIK /NO.
PASPOR:A.02
3. NAMA

K/

TK /
A.07

HB /
A.08

A.09

7. NAMA JABATAN : A.10

A.03

4. ALAMAT:

8. KARYAWAN ASING :

A.04

A.11

YA

9. KODE NEGARA DOMISILI : A.12


5. JENIS KELAMIN : A.05

LAKI-LAKI

A.06

PEREMPUAN

B. RINCIAN PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21


URAIAN
KODE OBJEK PAJAK:

21-100-01

JUMLAH (Rp)

21-100-02

PENGHASILAN BRUTO:
1.

GAJI/PENSIUN ATAU THT/JHT

2.

TUNJANGAN PPh

3.

TUNJANGAN LAINNYA, UANG LEMBUR DAN SEBAGAINYA

4.

HONORARIUM DAN IMBALAN LAIN SEJENISNYA

5.

PREMI ASURANSI YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA

6.

PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21

7.

TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI DAN THR

8.

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO (1 S.D.7)

PENGURANGAN:
9.

BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN

10.

IURAN PENSIUN ATAU IURAN THT/JHT

11.

JUMLAH PENGURANGAN (9 S.D.10)

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21:


12.

JUMLAH PENGHASILAN NETO (8 - 11)

13.

PENGHASILAN NETO MASA SEBELUMNYA

14.

JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)

15.

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

16.

PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN (14 - 15)

17.

PP h PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN

18.

PP h PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG MASA SEBELUMNYA

19.

PP h PASAL 21 TERUTANG

20.

PP h PASAL 21 DAN PPh PASAL 26 YANG TELAH DIPOTONG DAN DILUNASI

C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02

3. TANGGAL & TANDA TANGAN

C.03

[dd - mm - yyyy]

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAU
ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA
ATAU ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA
ATAU PEJABAT NEGARA ATAU PENSIUNANNYA

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NAMA INSTANSI/
BADAN LAIN
:

H.03

NAMA
BENDAHARA

H.04

FORMULIR 1721 - A2
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]

NOMOR :

H.01

1 . 2 -

H.02

NPWP
BENDAHARA : H.05

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG

1. NPWP : A.01
2. NIP/
NRP

6. JENIS KELAMIN : A.07

: A.02

PEREMPUAN

A.08

7. NIK : A.09

3. NAMA : A.03

8. STATUS / JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA UNTUK PTKP

4. PANGKAT/
GOLONGAN : A.04
5. ALAMAT

LAKI-LAKI

K/

A.05

TK /

HB /

A.10

: A.06

A.11

A.12

9. NAMA JABATAN : A.13

B. RINCIAN PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21


URAIAN
KODE OBJEK PAJAK:

21-100-01

JUMLAH (Rp)

21-100-02

PENGHASILAN BRUTO:
1.

GAJI POKOK/PENSIUN

2.

TUNJANGAN ISTERI

3.

TUNJANGAN ANAK

4.

JUMLAH GAJI DAN TUNJANGAN KELUARGA (1 S.D. 3)

5.

TUNJANGAN PERBAIKAN PENGHASILAN

6.

TUNJANGAN STRUKTURAL/FUNGSIONAL

7.

TUNJANGAN BERAS

8.

TUNJANGAN KHUSUS

9.

TUNJANGAN LAIN-LAIN

10.

PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR LAINNYA YANG PEMBAYARANNYA TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI

11.

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO (4 S.D. 10)

PENGURANGAN:
12.

BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN

13.

IURAN PENSIUN ATAU IURAN THT

14.

JUMLAH PENGURANGAN (12 S.D.14)

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21:


15.

JUMLAH PENGHASILAN NETO (11 - 14)

16.

JUMLAH PENGHASILAN NETO MASA SEBELUMNYA

17.

JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)

18.

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

19.

PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN (17 - 18)

20.

PP h PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN

21.

PP h PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG MASA SEBELUMNYA

22.

PP h PASAL 21 TERUTANG

23.

PP h PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG DAN DILUNASI


23A. ATAS GAJI DAN TUNJANGAN
23B. ATAS PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR LAINNYA YANG PEMBAYARANNYA TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI

C. PEGAWAI TERSEBUT : C.01

DIPINDAHKAN

C.02

PINDAHAN

BARU

C.03

C.04

PENSIUN

D. TANDA TANGAN BENDAHARA


1. NPWP

: D.01

2. NAMA

: D.02

4. TANGGAL & TANDA TANGAN

.
D.04

[dd - mm - yyyy]

3. NIP/NRP : D.03

- 11 -

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN III

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-14/PJ/2013

TENTANG

BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT


PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

TATA CARA PENGISIAN SPT MASA PPh PASAL 21 DAN/ATAU


PASAL 26 DAN BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU
PASAL 26
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR
FORMULIR

1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721
1721

I
II
III
IV
V
VI
VII
A1
A2

PETUNJUK UMUM
Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disusun dengan format yang
dapat dibaca dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal
70 gram.
2. Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
3. Sebelum melakukan pengisian, silakan terlebih dahulu membaca petunjuk
pengisian SPT.
4. Pengisian SPT dilakukan dengan huruf cetak/diketik dengan tinta hitam.
5. Berilah tanda X pada
(kotak pilihan) yang sesuai.
6. Kolom Identitas wajib diisi oleh Pemotong atau Kuasa secara lengkap dan
benar.
7. Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah, harus tanpa nilai
desimal. Contoh:
Dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN
10.000.000,00).
Dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah:
125 (BUKAN 125,50).

PETUNJUK KHUSUS
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 wajib menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT dalam hal:
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima
pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau
terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya
lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26
selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti
pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1
(satu) masa pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang
jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak;
dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang
jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau
e-SPT dalam hal:
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima
pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau
terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi
Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya
tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26
selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti
pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen
dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa
pajak.

FORMULIR 1721 (Halaman 1)


INDUK SPT MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 - 2014.
SPT Normal atau SPT Pembetulan ke
Isikan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai. Selanjutnya, jika merupakan SPT
Pembetulan maka tuliskan urutan pembetulan dengan angka.
Jumlah lembar SPT termasuk lampiran
Diisi oleh petugas.
A. Identitas Pemotong
Angka 1.
Diisi dengan
Angka 2.
Diisi dengan
Angka 3.
Diisi dengan
Angka 4.
Diisi dengan
Angka 5.
Diisi dengan
B. Objek Pajak
Angka 1 Angka
Kolom (4) : Diisi
Kolom (5) : Diisi
Kolom (6) : Diisi

NPWP Pemotong.
nama Pemotong.
alamat Pemotong.
nomor telepon Pemotong.
alamat email Pemotong.

11
dengan jumlah penerima penghasilan.
dengan jumlah penghasilan bruto.
dengan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang dipotong.

Angka 4 Kolom (2): Bukan Pegawai


Bukan Pegawai adalah sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf c Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tetang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan
Orang Pribadi, antara lain meliputi:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron,
bintang
iklan,
sutradara,
kru
film,
foto
model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya.
3. Olahragawan.
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
7. Agen iklan.
8. Pengawas atau pengelola proyek.
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara.
10. Petugas penjaja barang dagangan.
11. Petugas dinas luar asuransi.
4

12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan


kegiatan sejenis lainnya.
Angka 4e Kolom (2):
Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan
kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu
tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang Kurang (Lebih) Disetor
Angka 12
Diisi dengan jumlah pokok PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 terutang yang
terdapat dalam STP PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Angka 13
Masa pajak
: Disi tanda silang (X) pada kotak masa pajak yang sesuai.
Tahun kalender : Diisi tahun kalender dengan format penulisan yyyy.
Kolom (5)
: Diisi jumlah kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26.
Angka 14 : cukup jelas.
Angka 15 : cukup jelas.
Angka 16 : cukup jelas.
Angka 17 : cukup jelas.
Angka 18
mm
: diisi dengan bulan.
yyyy
: diisi dengan tahun kalender.

FORMULIR 1721 (Halaman 2)


INDUK SPT MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
Bagian Header Formulir
NPWP : Diisi dengan NPWP Pemotong.
C. Objek Pajak Final
Angka 1 Angka 5
Kolom (4) :
Diisi dengan jumlah penerima penghasilan.
Kolom (5) :
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (6) :
Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 (final) yang dipotong.
D.Lampiran
Kotak-kotak : Diisi tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan jenis
dokumen yang dilampirkan.
____ Lembar : Diisi jumlah lembar dokumen yang dilampirkan.
E. Pernyataan dan Tanda Tangan
Angka 1. Disi tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan pihak yang
menandatangani SPT, yaitu Pemotong/Pimpinan atau kuasa.
Angka 2. Diisi dengan NPWP yang menandatangani SPT sebagaimana dimaksud
pada angka 1.
Angka 3. Diisi dengan nama yang menandatangani SPT sebagaimana dimaksud
pada angka 1.
Angka 4. Diisi dengan tanggal penandatanganan SPT, dengan format penulisan
dd - mm - yyyy.
Angka 5. Diisi dengan nama tempat penandatanganan SPT.
Angka 6. Diisi dengan tanda tangan dan cap.

FORMULIR 1721 I
DAFTAR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI
TETAP DAN PENERIMA PENSIUN BERKALA ATAU TUNJANGAN HARI
TUA/JAMINAN HARI TUA SERTA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA
TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA,
PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh untuk:
a. satu masa pajak.
dilakukan pada setiap masa pajak (Januari s/d Desember).
b. satu tahun pajak.
dilakukan pada masa pajak Desember.
Oleh karena itu, pada masa pajak Desember Pemotong melaporkan pemotongan
PPh dengan menggunakan formulir ini yang meliputi 2 (dua) set yaitu untuk
pelaporan masa pajak Desember dan untuk pelaporan satu tahun pajak.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Desember 2014, maka ditulis 12 - 2014.
Satu Masa Pajak / Satu Tahun Pajak
Diisi tanda silang pada kotak yang sesuai.
NPWP Pemotong
Diisi dengan NPWP Pemotong.
A. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya yang Penghasilannya
Melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Bagian ini diisi dengan pemotongan PPh untuk seluruh Pegawai Tetap dan
Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara
dan Pensiunannya yang pernah menerima penghasilan dalam tahun
berjalan/seluruh tahun berjalan.
Angka 1 Angka 15
Kolom (1)
Kolom (2)
Kolom (3)
Kolom (4)
Kolom (5)
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom

(6)
(7)
(8)
(9)

: Cukup jelas.
: Diisi dengan NPWP Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau
THT/JHT.
: Diisi dengan nama Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau
THT/JHT.
: Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh.
: Diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 dengan format
penulisan dd-mm-yyyy.
: Diisi dengan kode objek pajak.
: Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
: Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong.
: Diisi masa perolehan penghasilan dengan format mmmm, di mana
mm yang pertama merupakan bulan mulainya perolehan
penghasilan sedangkan mm yang kedua merupakan bulan
berakhirnya perolehan penghasilan.
7

Contoh : Dalam hal pelaporan pemotongan untuk satu tahun pajak


pajak sejak januari sampai desember maka ditulis 0112.
Kolom (10) : Diisi dengan kode negara domisili bagi karyawan asing.
Daftar kode negara domisili terdapat pada petunjuk pengisian Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 (Formulir 1721-VI).
Jumlah A : Cukup jelas.
Catatan:
Kolom (4), (5) dan (9) hanya diisi dalam pelaporan pemotongan PPh untuk satu
tahun pajak (masa pajak Desember).
Pelaporan pemotongan PPh untuk satu tahun pajak meliputi pemotongan PPh
bagi penerima penghasilan yang memperoleh penghasilan selama satu tahun
maupun yang memperoleh penghasilan hanya meliputi beberapa bulan
(pegawai yang berhenti/pindah dalam tahun berjalan atau pegawai yang baru
mulai bekerja/pensiun dalam tahun berjalan).
B. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya yang Penghasilannya tidak
Melebihi PTKP
____ Orang :

Kolom (7)

Diisi jumlah Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT


serta PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
yang penghasilannya tidak Melebihi PTKP.
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.

C. Total (Jumlah A + B) : cukup jelas.

FORMULIR 1721 II
DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK
FINAL) DAN/ATAU PASAL 26
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh yang dilakukan
dengan menggunakan formulir 1721-VI.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Tabel
Kolom (1) : Cukup jelas.
Kolom (2) : Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
atau Pasal 26.
Kolom (3) : Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
atau Pasal 26.
Kolom (4) : Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh.
Kolom (5) : Diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26
dengan format penulisan dd-mm-yyyy.
Kolom (6) : Diisi dengan kode objek pajak.
Kolom (7) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (8) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.
Kolom (9) : Diisi dengan kode negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri.
Daftar kode negara domisili terdapat pada petunjuk pengisian Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 (Formulir 1721-VI).

FORMULIR 1721 III


DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (FINAL)
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh yang dilakukan
dengan menggunakan formulir 1721-VII.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Tabel
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

:
:
:
:
:

cukup jelas.
Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh.
diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final dengan
format penulisan dd-mm-yyyy.
Kolom (6) : Diisi dengan kode objek pajak.
Kolom (7) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (8) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.

10

FORMULIR 1721 IV
DAFTAR SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN/ATAU BUKTI
PEMINDAHBUKUAN (Pbk) UNTUK PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom

(1)
(2)
(3)
(4)

:
:
:
:

cukup jelas.
Diisi dengan Kode Akun Pajak (KAP).
Diisi dengan Kode Jenis Setoran (KJS).
Diisi dengan tanggal pembayaran pajak atau tanggal bukti Pbk
dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kolom (5) : Diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atau nomor
bukti Pbk.
Kolom (6) : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang disetor.
Kolom (7) : Diisi dengan angka:
0 : untuk SSP
1 : untuk SSP PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
2 : untuk Bukti Pbk

11

FORMULIR 1721 V
DAFTAR BIAYA
Formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak Desember oleh Wajib Pajak
yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan, antara lain Wajib Pajak Cabang,
Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), dll.
Bagian Header Formulir
Masa Pajak [mm-yyyy]
mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Desember 2014, maka ditulis 12 - 2014.
NPWP Pemotong : Diisi dengan NPWP Pemotong.
Kolom (1) : Cukup jelas.
Kolom (2) : Cukup jelas.
Kolom (3) : Cukup jelas.

12

FORMULIR 1721 VI
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)
ATAU PASAL 26
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 dengan format
penulisan: 1 . 3 mm . yy xxxxxxx.
1.3
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21/Pasal 26.
Angka 2. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam hal penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/Pasal 26 merupakan Wajib
Pajak Dalam Negeri atau diisi dengan nomor paspor dalam hal
penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/Pasal 26 merupakan
Wajib Pajak Luar Negeri.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21/Pasal 26.
Angka 4. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21/Pasal 26.
Angka 5. Diisi dengan silang (X) dalam hal merupakan Wajib Pajak luar negeri.
Angka 6. Diisi dengan kode negara domisili dalam hal merupakan Wajib Pajak
luar negeri, sesuai dengan daftar kode negara sebagai berikut:
No

Kode
Negara

Nama Negara atau Yuridiksi

Negara atau Yuridiksi Mitra P3B (data per 28 Februari 2013)


1 ZAF
Afrika Selatan
2 DZA
Aljazair
3 USA
Amerika Serikat
4 AUS
Australia
5 AUT
Austria
6 BGD
Bangladesh
7 NLD
Belanda
8 BEL
Belgia
9 BRN
Brunei Darussalam
10 BGR
Bulgaria
11 CHN
China
12 DNK
Denmark
13 FIN
Finlandia
14 HKG
Hong Kong
15 HUN
Hungaria
16 IND
India
17 GBR
Inggris
18 IRN
Iran
13

Kode
Nama Negara atau Yuridiksi
Negara
19 ITA
Italia
20 JPN
Jepang
21 DEU
Jerman
22 CAN
Kanada
23 KOR
Korea Selatan
24 PRK
Korea Utara
25 KWT
Kuwait
26 LUX
Luxembourg
27 MYS
Malaysia
28 MAR
Maroko
29 MEX
Mexico
30 EGY
Mesir
31 MNG
Mongolia
32 NOR
Norwegia
33 PAK
Pakistan
34 FRA
Perancis
35 PHL
Philipina
36 POL
Polandia
37 PRT
Portugal
38 QAT
Qatar
39 CZE
Republik Ceko
40 ROU
Romania
41 RUS
Rusia
42 SAU
Saudi Arabia
43 NZL
Selandia Baru
44 SYC
Seychelles
45 SGP
Singapura
46 SVK
Slovakia
47 ESP
Spanyol
48 LKA
Sri Lanka
49 SDN
Sudan
50 SYR
Suriah
51 SWE
Swedia
52 CHE
Swiss
53 TWN
Taiwan
54 THA
Thailand
55 TUN
Tunisia
56 TUR
Turki
57 UKR
Ukraina
58 ARE
Uni Emirat Arab
59 UZB
Uzbekistan
60 VEN
Venezuela
61 VNM
Vietnam
62 JOR
Yordania
Bukan Negara atau Yuridiksi Mitra P3B (data per 28 Februari 2013)
63 AFG
Afganistan
64 CAF
Afrika Tengah
65 ALB
Albania
66 AND
Andorra
67 AGO
Angola
68 ATG
Antigua dan Barbuda
69 ARG
Argentina
70 ARM
Armenia
No

14

No
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123

Kode
Negara
AZE
BHS
BHR
BRB
BLR
BLZ
BEN
BTN
BOL
BIH
BWA
BRA
BFA
BDI
TCD
CHL
DJI
DMA
DOM
ECU
SLV
ERI
EST
ETH
FJI
GAB
GMB
GEO
GHA
GRD
GTM
GIN
GNQ
GNB
GUY
HTI
HND
IRQ
IRL
ISL
ISR
JAM
KHM
CMR
KAZ
KEN
KGZ
KIR
COL
COM
COD
COG
CRI

Nama Negara atau Yuridiksi


Azerbaijan
Bahama
Bahrain
Barbados
Belarus
Belize
Benin
Bhutan
Bolivia
Bosnia dan Herzegovina
Botswana
Brasil
Burkina Faso
Burundi
Chad
Chili
Djibouti
Dominika Persemakmuran Dominika
Dominika Republik Dominika
Ekuador
El Salvador
Eritrea
Estonia
Ethiopia
Fiji
Gabon
Gambia
Georgia
Ghana
Grenada
Guatemala
Guinea
Guinea Khatulistiwa
Guinea-Bissau
Guyana
Haiti
Honduras
Irak
Irlandia
Islandia
Israel
Jamaika
Kamboja
Kamerun
Kazakhstan
Kenya
Kirgizstan
Kiribati
Kolombia
Komoro
Kongo Republik Demokratik Kongo
Kongo Republik Kongo
Kosta Rika
15

No
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176

Kode
Negara
HRV
CUB
LAO
LVA
LBN
LSO
LBR
LBY
LIE
LTU
MDG
MKD
MDV
MWI
MLI
MLT
MHL
MRT
MUS
FSM
MDA
MCO
MNE
MOZ
MMR
NAM
NRU
NPL
NER
NGA
NIC
OMN
PLW
PAN
CIV
PNG
PRY
PER
RWA
KNA
LCA
VCT
WSM
SMR
STP
SEN
SRB
SLE
CYP
SVN
SLB
SOM
SUR

Nama Negara atau Yuridiksi


Kroasia
Kuba
Laos
Latvia
Lebanon
Lesotho
Liberia
Libya
Liechtenstein
Lituania
Madagaskar
Makedonia
Maladewa
Malawi
Mali
Malta
Marshall
Mauritania
Mauritius
Mikronesia
Moldova
Monako
Montenegro
Mozambik
Myanmar
Namibia
Nauru
Nepal
Niger
Nigeria
Nikaragua
Oman
Palau
Panama
Pantai Gading
Papua Nugini
Paraguay
Peru
Rwanda
Saint Kitts dan Nevis
Saint Lucia
Saint Vincent dan Grenadines
Samoa
San Marino
Sao Tome dan Principe
Senegal
Serbia
Sierra Leone
Siprus
Slovenia
Solomon
Somalia
Suriname
16

No
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194

Kode
Negara
SWZ
TJK
CPV
TZA
TLS
TGO
TON
TTO
TKM
TUV
UGA
URY
VUT
VAT
YEM
GRC
ZMB
ZWE

Nama Negara atau Yuridiksi


Swaziland
Tajikistan
Tanjung Verde
Tanzania
Timor Leste
Togo
Tonga
Trinidad dan Tobago
Turkmenistan
Tuvalu
Uganda
Uruguay
Vanuatu
Vatikan
Yaman
Yunani
Zambia
Zimbabwe

Dalam hal terdapat negara yang tidak terdapat dalam daftar tersebut, maka
pengisian kode negara dilakukan dengan menuliskan nama negara tersebut.
B. PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang Dipotong
Kolom (1) : Diisi dengan kode objek pajak sebagaimana terdapat pada daftar
kode objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal
26.
Kolom (2) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (3) : Diisi dengan jumlah dasar pengenaan pajak.
Kolom (4) : Diisi dengan tanda silang (X), dalam hal penerima penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 21/Pasal 26 tidak mempunyai NPWP.
Kolom (5) : Diisi dengan tarif pemotongan pajak. Misalnya tarifnya 5% maka
penulisan tarifnya yaitu 5. Apabila pengenaan PPh menggunakan
beberapa tarif, maka penulisan tarif dilakukan dengan hanya
menuliskan tarif tertingginya.
Kolom (6) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.
C. Identitas Pemotong
Penandatanganan bukti pemotongan ini dilakukan oleh Pemotong/Pimpinan/
Pihak yang ditunjuk atau kuasa.
Angka 1. Diisi dengan NPWP yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 2. Diisi dengan nama yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 3. Diisi dengan tanggal pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau
Pasal 26, dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kotak : Diisi dengan tanda tangan dan cap.

17

FORMULIR 1721 VII


BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (FINAL)
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 (final) dengan format
penulisan: 1 . 4 mm . yy xxxxxxx.
1.4
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 2. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam hal penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 merupakan Wajib Pajak Dalam
Negeri atau diisi dengan nomor paspor dalam hal penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 merupakan Wajib Pajak Luar Negeri.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 4. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
B. PPh Pasal 21 yang Dipotong
Kolom (1) : Diisi dengan kode objek pajak sebagaimana terdapat pada daftar kode
objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final).
Kolom (2) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto.
Kolom (3) : Diisi dengan tarif pemotongan pajak. Misalnya tarifnya 5% maka
penulisan tarifnya yaitu 5. Apabila pengenaan PPh menggunakan
beberapa tarif, maka penulisan tarif dilakukan dengan hanya
menuliskan tarif tertingginya.
Kolom (4) : Diisi dengan jumlah PPh yang dipotong.
C. Identitas Pemotong
Penandatanganan bukti pemotongan ini dilakukan oleh Pemotong/Pimpinan/
Pihak yang ditunjuk atau kuasa.
Angka 1. Diisi dengan NPWP yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 2. Diisi dengan nama yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 3. Diisi dengan tanggal pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Final),
dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kotak : Diisi dengan tanda tangan dan cap.

18

FORMULIR 1721 A1
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI
TETAP ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI TUA/JAMINAN
HARI TUA BERKALA
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau
Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala dengan
format penulisan: 1 . 1 mm . yy xxxxxxx.
1.1
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau
Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
Masa perolehan penghasilan
Diisi dengan masa perolehan penghasilan dalam tahun kalender yang
bersangkutan, dengan format penulisan mm - mm.
Misalnya: Apabila masa perolehan penghasilannya sejak bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2014 ditulis 01 - 12.
NPWP Pemotong
Diisi dengan NPWP Pemotong.
Nama Pemotong
Diisi dengan nama Pemotong.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 2. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam hal penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 merupakan Wajib Pajak Dalam
Negeri atau diisi dengan nomor paspor dalam hal penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 merupakan Wajib Pajak Luar Negeri.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 4. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 5. Diisi dengan silang (X) sesuai dengan jenis kelamin.
Angka 6. Status K : Kawin, TK : Tidak Kawin, HB : Wajib Pajak kawin yang hidup
berpisah.
Isikan jumlah tanggungan pada status yang sesuai, yaitu setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang.
Angka 7. Diisi dengan nama jabatan.
Angka 8. Diisi dengan silang (X) dalam hal merupakan karyawan asing.
Angka 9. Diisi dengan kode negara domisili dalam hal merupakan karyawan
asing.
Daftar kode negara domisili terdapat pada petunjuk pengisian Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721-VI).

19

B. Rincian Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21


Kode objek pajak:
Diisi dengan tanda silang pada kotak pilihan kode yang sesuai, yaitu:
21-100-01 : untuk penghasilan yang diterima oleh Pegawai Tetap
21-100-02 : untuk penghasilan yang diterima oleh Penerima Pensiun secara
teratur
Angka 1 Angka 12 : Cukup jelas.
Angka 13
Bagian ini hanya diisi dalam hal pegawai yang bersangkutan merupakan
pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang atau merupakan peserta Dana
Pensiun yang baru dalam tahun pajak berjalan.
Jumlah yang diisikan yaitu sesuai dengan jumlah pada angka 12 dari Formulir
1721-A1 yang dibuat oleh pemberi kerja sebelumnya.
Angka 14
Apabila masa perolehan penghasilan meliputi satu tahun kalender, yaitu Januari
s.d. Desember, maka bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 12.
Apabila masa perolehan penghasilan kurang dari satu tahun kalender, maka:
a. Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan
dipindahkan ke kantor pusat atau ke kantor cabang dari pemberi kerja yang
sama, maka oleh Pemotong yang Lama bagian ini diisi dengan: (jumlah pada
angka 8 - jumlah pada angka 11 kemudian disetahunkan).
b. Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan
berhenti menjadi pegawai namun tidak meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya, atau berhenti menjadi pegawai karena pensiun atau pindah ke
pemberi kerja lainnya di Indonesia maka bagian ini diisi dengan jumlah sesuai
dengan jumlah pada angka 12.
c. Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan berhenti
menjadi pegawai dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau
berhenti menjadi pegawai karena meninggal dunia atau pegawai dari luar
negeri (expatriat) yang baru berada di Indonesia dalam tahun yang
bersangkutan maka bagian ini diisi dengan: (jumlah pada angka 8 - jumlah
pada angka 11 kemudian disetahunkan).
d. Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pegawai baru (baru mulai
bekerja), di mana pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan telah
berada atau bertempat tinggal di Indonesia maka bagian ini diisi sesuai dengan
jumlah pada angka 12.
e. Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pindahan dari kantor pusat atau
kantor cabang dari pemberi kerja yang sama atau baru pensiun, maka bagian
ini diisi oleh Pemotong yang Baru dengan hasil penjumlahan angka 12 dan
angka 13.
Angka 15
Diisi dengan jumlah PTKP setahun dengan memperhatikan jumlah tanggungan.
Bagi Wajib Pajak kawin yang hidup berpisah, penghitungan PTKP meliputi PTKP
untuk diri pegawai yang bersangkutan ditambah PTKP untuk tanggungan.
Angka 16 : Cukup Jelas.
Angka 17
Diisi dengan besarnya penghitungan PPh atas penghasilan kena pajak dengan
menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
20

Angka 18
Bagian ini hanya diisi dalam hal pegawai yang bersangkutan merupakan
pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya, baik dari pemberi kerja
yang sama maupun dari pemberi kerja yang berbeda dalam tahun pajak berjalan,
atau merupakan peserta Dana Pensiun yang baru dalam tahun pajak berjalan.
Jumlah yang diisikan yaitu sesuai dengan jumlah pada angka 19 dari Formulir
1721-A1 yang dibuat pemberi kerja sebelumnya.
Angka 19
a. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang tidak disetahunkan, maka bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada
Angka 17.
b. Dalam hal pegawai yang bersangkutan merupakan pindahan dari kantor pusat
atau kantor cabang lainnya (baik dari pemberi kerja yang sama maupun dari
pemberi kerja yang berbeda) atau merupakan peserta Dana Pensiun yang baru
dalam tahun pajak berjalan maka bagian ini diisi dengan hasil pengurangan
dari jumlah pada Angka 17 dengan jumlah pada Angka 18.
c. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang disetahunkan, maka bagian ini diisi dengan jumlah yang sebanding,
sesuai dengan banyaknya masa perolehan penghasilan, terhadap jumlah PPh
Terutang pada Angka 17.
Angka 20

: Cukup jelas.

C. Identitas Pemotong
Penandatanganan bukti pemotongan ini dilakukan oleh Pemotong/Pimpinan/
Pihak yang ditunjuk atau kuasa.
Angka 1. Diisi dengan NPWP yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 2. Diisi dengan nama yang menandatangani bukti pemotongan ini.
Angka 3. Diisi dengan tanggal pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi
Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua, dengan format penulisan dd - mm - yyyy.
Kotak : Diisi dengan tanda tangan dan cap.

21

FORMULIR 1721 A2
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA
POLISI REPUBLIK INDONESIA, PEJABAT NEGARA ATAU PENSIUNANNYA
Bagian Header Formulir
Nomor
Diisi dengan nomor bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat
Negara atau Pensiunannya dengan format penulisan: 1 . 2 mm . yy xxxxxxx.
1.2
: kode bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi bagi Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia
Pejabat Negara atau Pensiunannya
mm
: diisi masa pajak
yy
: diisi dua digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : diisi nomor urut.
Nomor urut berlanjut selama satu tahun pajak. Saat memasuki tahun pajak
berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari 0000001.
Masa perolehan penghasilan
Diisi dengan masa perolehan penghasilan dalam tahun kalender yang
bersangkutan, dengan format penulisan mm - mm.
Misalnya: Apabila masa perolehan penghasilannya sejak bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2014 ditulis 01 - 12.
Nama instansi/badan lain
Diisi dengan nama instansi/badan lain dari Bendahara Pemotong PPh Pasal 21.
Nama Bendahara
Diisi dengan nama Bendahara, misalnya Bendahara Pengeluaran Gaji Kantor
Pelayanan.
NPWP Bendahara
Diisi dengan NPWP Bendahara.
A. Identitas Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
Angka 1. Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 2. Diisi dengan NIP/NRP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21.
Angka 3. Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 4. Diisi dengan pangkat/golongan penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21.
Angka 5. Diisi dengan alamat penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 6. Diisi dengan silang (X) sesuai dengan jenis kelamin.
Angka 7. Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21.
Angka 8. Status K : Kawin, TK : Tidak Kawin, HB : Wajib Pajak kawin yang hidup
berpisah.
Isikan jumlah tanggungan pada status yang sesuai, yaitu setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
3 (tiga) orang.
Angka 9. Diisi dengan nama jabatan.

22

B. Rincian Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21


Kode objek pajak:
Diisi dengan tanda silang pada kotak pilihan kode yang sesuai, yaitu:
21-100-01 : untuk penghasilan yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia atau
Pejabat Negara
21-100-02 : untuk penghasilan yang diterima oleh Penerima Pensiun secara
teratur
Angka 1 Angka 15 : Cukup jelas.
Angka 10
Penghasilan tetap dan teratur lainnya yang pembayarannya terpisah dari
pembayaran gaji meliputi baik karena ditugaskan pada satuan kerja lain maupun
adanya tambahan tunjangan tertentu.
Angka 16
Bagian ini diisi dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI,
pejabat negara merupakan pindahan dari unit/instansi lain (bendahara pembayar
berbeda) atau pensiunan yang menjadi peserta dana pensiun baru dalam tahun
berjalan.
Jumlah yang diisikan adalah jumlah penghasilan neto sesuai dengan angka 15
dari formulir 1721-A2 yang dibuat bendahara unit/instansi sebelumnya.
Angka 17
Apabila masa perolehan penghasilan meliputi satu tahun kalender, maka bagian
ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 15 (jumlah penghasilan neto).
Apabila masa perolehan penghasilan kurang dari satu tahun kalender, maka:
a. Dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara
pada akhir masa perolehan penghasilan dipindahkan ke unit/instansi atau
memasuki masa pensiun dalam tahun berjalan, maka oleh bendahara
unit/instansi lama bagian ini diisi dengan: (jumlah pada angka 11 dikurangi
jumlah pada angka 14 kemudian disetahunkan).
b. Dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara
merupakan pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara
baru (baru mulai bekerja), maka jumlah ini diisi sesuai dengan angka 15.
c. Dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara
merupakan pindahan dari unit/instansi lain atau baru pensiun, maka bagian
ini diisi oleh bendahara/pemotong yang baru dengan hasil penjumlahan angka
15 dan angka 16.
Angka 18
Diisi dengan jumlah PTKP setahun dengan memperhatikan jumlah tanggungan.
Bagi Wajib Pajak kawin yang hidup berpisah, penghitungan PTKP meliputi PTKP
untuk diri pegawai yang bersangkutan ditambah PTKP untuk tanggungan.
Angka 19 : Cukup Jelas.
Angka 20
Diisi dengan besarnya penghitungan PPh atas penghasilan kena pajak dengan
menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Angka 21
Bagian ini diisi dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI,
pejabat negara merupakan pindahan dari unit/instansi lain (bendahara pembayar
23

berbeda) atau pensiunan yang menjadi peserta dana pensiun baru dalam tahun
berjalan.
Jumlah yang diisikan adalah jumlah penghasilan neto sesuai dengan angka 22
dari formulir 1721-A2 yang dibuat bendahara unit/instansi sebelumnya.
Angka 22
a. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang tidak disetahunkan, maka bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada
angka 20.
b. Dalam hal pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara
merupakan pindahan dari unit/instansi lain atau pensiunan yang menerima
uang pensiun dalam tahun berjalan, maka bagian ini diisi dengan jumlah hasil
pengurangan antara angka 20 dengan angka 21.
c. Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 adalah jumlah
yang disetahunkan, maka bagian ini diisi jumlah yang sebanding sesuai
dengan banyaknya masa perolehan penghasilan, terhadap jumlah PPh terutang
pada angka 20.
Angka 22

: Cukup jelas.

Angka 23

: Cukup jelas.

Angka 23A : Cukup jelas.


Angka 23B :
Cara penghitungan PPh atas Penghasilan tetap dan teratur lainnya yang
pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
C. Bagian ini hanya diisi dalam hal masa perolehan penghasilan kurang dari satu
tahun kalender dengan cara memberi tanda silang pada kotak yang sesuai.
D. Tanda Tangan Bendahara
Angka
Angka
Angka
Angka

1. Diisi dengan NPWP Bendahara.


2. Diisi dengan nama Bendahara.
3. Diisi dengan NIP/NRP Bendahara
4. Diisi dengan tanggal pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi
Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik
Indonesia Pejabat Negara dan Pensiunannya, dengan format penulisan
dd - mm - yyyy.
Kotak : Diisi dengan tanda tangan bendahara dan cap instansi.

24

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN

No.

Nomor

Undang-Undang
1 28 Tahun 2007

36 Tahun 2008

16 Tahun 2009

Tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Pemerintah
4 68 Tahun 2009

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan


Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus
5 80 Tahun 2010
Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Peraturan Menteri Keuangan
6 250/PMK.03/2008
Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun yang
dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai
Tetap atau Pensiunan
7 252/PMK.03/2008
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas
Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi
8

10

16/PMK.03/2010

Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21


atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
262/PMK.03/2010
Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
bagi Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya
atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
206/PMK.011/2012 Penetapan Bagian Penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian
dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya
yang
tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

Peraturan Dirjen Pajak


11 PER-47/PJ/2008

Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan


Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat
Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing)
Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)

25

No.
12

Nomor
PER-31/PJ/2012

Tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

26

area

staples

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA


PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
Formulir ini digunakan untuk melaporkan
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

[mm - yyyy]

area

Bacalah petunjuk pengisian sebelum mengisi formulir ini

MASA PAJAK :

H.01

FORMULIR 1721

SPT
NORMAL

H.02

H.03

SPT
PEMBETULAN KE-

barcode

JUMLAH LEMBAR SPT


TERMASUK LAMPIRAN :
H.04

(DIISI OLEH PETUGAS)

H.05

H.06

A. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP

: A.01

2. NAMA

: A.02

3. ALAMAT

: A.03

4. NO. TELEPON : A.04

5. EMAIL

A.05

B. OBJEK PAJAK
NO

PENERIMA PENGHASILAN

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

PEGAWAI TETAP

21-100-01

2.

PENERIMA PENSIUN BERKALA

21-100-02

3.

PEGAWAI TIDAK TETAP ATAU TENAGA KERJA LEPAS

21-100-03

4.

BUKAN PEGAWAI:
4a. DISTRIBUTOR MULTILEVEL MARKETING (MLM)

21-100-04

4b. PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI

21-100-05

4c. PENJAJA BARANG DAGANGAN

21-100-06

4d. TENAGA AHLI

21-100-07

4e.

BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA IMBALAN YANG BERSIFAT


BERKESINAMBUNGAN

21-100-08

4f.

BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA IMBALAN YANG TIDAK BERSIFAT


BERKESINAMBUNGAN

21-100-09

5.

ANGGOTA DEWAN KOMISARIS ATAU DEWAN PENGAWAS YANG TIDAK


MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAP

21-100-10

6.

MANTAN PEGAWAI YANG MENERIMA JASA PRODUKSI,TANTIEM, BONUS ATAU


IMBALAN LAIN

21-100-11

7.

PEGAWAI YANG MELAKUKAN PENARIKAN DANA PENSIUN

21-100-12

8.

PESERTA KEGIATAN

21-100-13

9.

PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 TIDAK FINAL


LAINNYA

21-100-99

10.

PEGAWAI/PEMBERI JASA/PESERTA KEGIATAN/PENERIMA PENSIUN BERKALA


SEBAGAI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI

27-100-99

11.

JUMLAH (PENJUMLAHAN

ANGKA 1 S.D. 10)

JUMLAH (Rp)

PENGHITUNGAN PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR


12.

STP PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 (HANYA POKOK PAJAK)

13.

MASA PAJAK :

14.

JUMLAH (ANGKA 12 + ANGKA 13)

B.04

15.

PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR (ANGKA 11 KOLOM 6 - ANGKA 14)

B.05

B.01

KELEBIHAN PENYETORAN PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 DARI:


B.02
01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

B.03

TAHUN KALENDER [yyyy]

LANJUTKAN PENGISIAN PADA ANGKA 16 & 17 APABILA SPT PEMBETULAN DAN/ATAU PADA ANGKA 18 APABILA PP h LEBIH DISETOR

16.

PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR PADA SPT YANG DIBETULKAN
(PINDAHAN DARI BAGIAN B ANGKA 15 DARI SPT YANG DIBETULKAN)

B.06

17.

PP h PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR KARENA PEMBETULAN (ANGKA 15 - ANGKA 16)

B.07

18.

KELEBIHAN SETOR PADA ANGKA 15 ATAU ANGKA 17 AKAN DIKOMPENSASIKAN KE MASA PAJAK (mm - yyyy)

B.08

HALAMAN 1

area

staples

NPWP PEMOTONG:

B.09

FORMULIR 1721

C. OBJEK PAJAK FINAL


NO

PENERIMA PENGHASILAN

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH
PENERIMA
PENGHASILAN

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

JUMLAH PAJAK
DIPOTONG (Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

PENERIMA UANG PESANGON YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

21-401-01

2.

PENERIMA UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA ATAU JAMINAN


HARI TUA DAN PEMBAYARAN SEJENIS YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

21-401-02

3.

PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TNI/POLRI DAN


PENSIUNAN YANG MENERIMA HONORARIUM DAN IMBALAN LAIN YANG
DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA/DAERAH

21-402-01

4.

PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL LAINNYA

21-499-99

5.

JUMLAH BAGIAN C (PENJUMLAHAN

ANGKA 1 S.D. 5)

D. LAMPIRAN
1. FORMULIR 1721 - I
(untuk Satu Masa Pajak)

D.01

LEMBAR

D.02

2. FORMULIR 1721 - I
D.03

(untuk Satu Tahun Pajak)

3. FORMULIR 1721 - II

D.05

LEMBAR

D.04

4. FORMULIR 1721 - III

D.10

6. FORMULIR 1721 - V

D.11

LEMBAR

D.06

D.07

LEMBAR

5. FORMULIR 1721 - IV

D.09

7. SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN/ATAU


BUKTI PEMINDAHBUKUAN (Pbk)

D.12

LEMBAR

D.08

LEMBAR
D.13

8. SURAT KUASA KHUSUS

D.14

E. PERNYATAAN DAN TANDA TANGAN PEMOTONG


Dengan menyadari sepenuhnya atas segala akibatnya termasuk sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, saya menyatakan
bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap dan jelas.
1.

E.01

PEMOTONG

2.

NPWP : E.03

3.

NAMA :

4.

TANGGAL :E.05

5.

TEMPAT

E.02

KUASA

6.

TANDA TANGAN :

E.04

(dd - mm - yyyy)

:E.06

HALAMAN 2

DAFTAR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU
TUNJANGAN HARI TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA SERTA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA TENTARA NASIONAL
INDONESIA, ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
A.

SATU MASA PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

SATU TAHUN PAJAK

NPWP PEMOTONG : H.02

BUKTI PEMOTONGAN

(1)

NPWP
(2)

NAMA
(3)

NOMOR

TANGGAL (dd - mm - yyyy)

(4)

(5)

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

PPh DIPOTONG (Rp)

MASA
PEROLEHAN
PENGHASILAN

KODE
NEGARA
DOMISILI

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH A (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)

C.

Lembar ke-2 : untuk Pemotong

PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA MELEBIHI PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

NO.

B.

a
r
FORMULIR 1721 - I e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP

PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT SERTA PNS, ANGGOTA TNI/POLRI, PEJABAT NEGARA
DAN PENSIUNANNYA YANG PENGHASILANNYA TIDAK MELEBIHI PTKP
TOTAL (JUMLAH A + B)

ORANG
B.01

s
t
a
p
l
e
s

DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)


DAN/ATAU PASAL 26
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VI

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

NPWP PEMOTONG : H.02

BUKTI PEMOTONGAN
NO.

NPWP

(1)

(2)

NAMA
(3)

NOMOR

TANGGAL (dd - mm - yyyy)

(4)

(5)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)

a
r
FORMULIR 1721 - II e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN
BRUTO (Rp)

PP h DIPOTONG (Rp)

KODE
NEGARA
DOMISILI

(6)

(7)

(8)

(9)

s
t
a
p
l
e
s

DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


(FINAL)

a
r
FORMULIR 1721 - III e
a
Lembar ke-1 : untuk KPP

Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh dengan bukti pemotongan menggunakan formulir 1721-VII

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

NPWP PEMOTONG : H.02

BUKTI PEMOTONGAN
NO.
(1)

NPWP
(2)

NAMA
(3)

NOMOR

TANGGAL (dd - mm - yyyy)

(4)

(5)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 20)

Lembar ke-2 : untuk Pemotong

KODE OBJEK
PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO


(Rp)

PP h DIPOTONG (Rp)

(6)

(7)

(8)

s
t
a
p
l
e
s

area

staples

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MASA PAJAK :
[mm - yyyy]

H.01

DAFTAR SURAT SETORAN PAJAK (SSP)


DAN/ATAU BUKTI PEMINDAHBUKUAN (Pbk)
UNTUK PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26

NPWP PEMOTONG :

NO.

KODE AKUN
PAJAK (KAP)

KODE JENIS
SETORAN
(KJS)

TGL SSP/BUKTI Pbk

(1)

(2)

(3)

(4)

[dd - mm - yyyy]

H.02

NTPN/NOMOR BUKTI Pbk

JUMLAH PPh DISETOR

KET.

(5)

(6)

(7)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
JUMLAH (PENJUMLAHAN BAGIAN A ANGKA 1 S.D. ANGKA 13)
KETERANGAN:
KOLOM (7) DIISI DENGAN ANGKA :
0 : UNTUK SSP
1 : UNTUK SSP P Ph PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH
2 : UNTUK BUKTI Pbk

FORMULIR 1721 - IV
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

area

staples

DAFTAR BIAYA
FORMULIR 1721 - V
Lembar ke-1 : untuk KPP
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak


Desember oleh Wajib Pajak yang tidak wajib
menyampaikan SPT Tahunan

MASA PAJAK :

NPWP PEMOTONG :

[mm - yyyy]

H.01

H.02

No.

PERINCIAN

JUMLAH (Rp)

(1)

(2)

(3)

1.

GAJI, UPAH, BONUS, GRATIFIKASI, HONORARIUM, TUNJANGAN HARI RAYA, DLL

2.

BIAYA TRANSPORTASI

3.

BIAYA PENYUSUTAN DAN AMORTISASI

4.

BIAYA SEWA

5.

BIAYA BUNGA PINJAMAN

6.

BIAYA SEHUBUNGAN DENGAN JASA

7.

BIAYA PIUTANG TAK TERTAGIH

8.

BIAYA ROYALTI

9.

BIAYA PEMASARAN/PROMOSI

10.

BIAYA LAINNYA
JUMLAH (PENJUMLAHAN ANGKA 1 S.D. ANGKA 10)

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL)
ATAU PASAL 26

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NOMOR:

H.01

1 . 3 -

FORMULIR 1721 - VI
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG


1. NPWP

A.01

3. NAMA

A.03

4. ALAMAT :

A.04

5. WAJIB PAJAK LUAR NEGERI : A.05

2. NIK / NO. PASPOR :

A.02

6. KODE NEGARA DOMISILI : A.06

YA

B. PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIPOTONG

KODE OBJEK PAJAK

JUMLAH
PENGHASILAN BRUTO
(Rp)

DASAR PENGENAAN
PAJAK
(Rp)

TARIF LEBIH
TINGGI 20%
(TIDAK BERNPWP)

TARIF
(%)

PPh DIPOTONG
(Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02

3. TANGGAL & TANDA TANGAN


C.03

[dd - mm - yyyy]

KODE OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (TIDAK FINAL) ATAU PASAL 26

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

P Ph PASAL 21 TIDAK FINAL


21-100-03 Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
21-100-04 Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)
21-100-05 Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
21-100-06 Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
21-100-07 Imbalan Kepada Tenaga Ahli
21-100-08 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
21-100-09 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
21-100-10 Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
21-100-11 Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai
21-100-12 Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
21-100-13 Imbalan Kepada Peserta Kegiatan
21-100-99 Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya

P Ph PASAL 26
1. 27-100-99 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang
dipotong P Ph Pasal 26

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
(FINAL)

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NOMOR:

H.01

1 . 4 -

FORMULIR 1721 - VII


Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG


1. NPWP

A.01

3. NAMA

A.03

4. ALAMAT :

A.04

2. NIK / NO. PASPOR :

A.02

B. PPh PASAL 21 YANG DIPOTONG

KODE OBJEK PAJAK

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO


(Rp)

TARIF
(%)

PPh DIPOTONG
(Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02

3. TANGGAL & TANDA TANGAN


C.03

[dd - mm - yyyy]

KODE OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (FINAL)


1. 21-401-01 Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
2. 21-401-02 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
3. 21-402-01 Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan
Pensiunannya
4. 21-499-99 Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP ATAU
PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI
TUA/JAMINAN HARI TUA BERKALA

FORMULIR 1721 - A1
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NOMOR :

H.01

NPWP
PEMOTONG : H.03
NAMA
PEMOTONG : H.04

1 . 1 -

H.02

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG


1. NPWP

A.01

6. STATUS / JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA UNTUK PTKP

2. NIK /NO.
PASPOR:A.02
3. NAMA

K/

TK /
A.07

HB /
A.08

A.09

7. NAMA JABATAN : A.10

A.03

4. ALAMAT:

8. KARYAWAN ASING :

A.04

A.11

YA

9. KODE NEGARA DOMISILI : A.12


5. JENIS KELAMIN : A.05

LAKI-LAKI

A.06

PEREMPUAN

B. RINCIAN PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21


URAIAN
KODE OBJEK PAJAK:

21-100-01

JUMLAH (Rp)

21-100-02

PENGHASILAN BRUTO:
1.

GAJI/PENSIUN ATAU THT/JHT

2.

TUNJANGAN PPh

3.

TUNJANGAN LAINNYA, UANG LEMBUR DAN SEBAGAINYA

4.

HONORARIUM DAN IMBALAN LAIN SEJENISNYA

5.

PREMI ASURANSI YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA

6.

PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21

7.

TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI DAN THR

8.

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO (1 S.D.7)

PENGURANGAN:
9.

BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN

10.

IURAN PENSIUN ATAU IURAN THT/JHT

11.

JUMLAH PENGURANGAN (9 S.D.10)

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21:


12.

JUMLAH PENGHASILAN NETO (8 - 11)

13.

PENGHASILAN NETO MASA SEBELUMNYA

14.

JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)

15.

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

16.

PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN (14 - 15)

17.

PP h PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN

18.

PP h PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG MASA SEBELUMNYA

19.

PP h PASAL 21 TERUTANG

20.

PP h PASAL 21 DAN PPh PASAL 26 YANG TELAH DIPOTONG DAN DILUNASI

C. IDENTITAS PEMOTONG
1. NPWP : C.01
2. NAMA : C.02

3. TANGGAL & TANDA TANGAN

C.03

[dd - mm - yyyy]

area

staples
BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAU
ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA
ATAU ANGGOTA POLISI REPUBLIK INDONESIA
ATAU PEJABAT NEGARA ATAU PENSIUNANNYA

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NAMA INSTANSI/
BADAN LAIN
:

H.03

NAMA
BENDAHARA

H.04

FORMULIR 1721 - A2
Lembar ke-1 : untuk Penerima Penghasilan
Lembar ke-2 : untuk Pemotong
MASA PEROLEHAN
PENGHASILAN [mm - mm]

NOMOR :

H.01

1 . 2 -

H.02

NPWP
BENDAHARA : H.05

A. IDENTITAS PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG

1. NPWP : A.01
2. NIP/
NRP

6. JENIS KELAMIN : A.07

: A.02

PEREMPUAN

A.08

7. NIK : A.09

3. NAMA : A.03

8. STATUS / JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA UNTUK PTKP

4. PANGKAT/
GOLONGAN : A.04
5. ALAMAT

LAKI-LAKI

K/

A.05

TK /

HB /

A.10

: A.06

A.11

A.12

9. NAMA JABATAN : A.13

B. RINCIAN PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21


URAIAN
KODE OBJEK PAJAK:

21-100-01

JUMLAH (Rp)

21-100-02

PENGHASILAN BRUTO:
1.

GAJI POKOK/PENSIUN

2.

TUNJANGAN ISTERI

3.

TUNJANGAN ANAK

4.

JUMLAH GAJI DAN TUNJANGAN KELUARGA (1 S.D. 3)

5.

TUNJANGAN PERBAIKAN PENGHASILAN

6.

TUNJANGAN STRUKTURAL/FUNGSIONAL

7.

TUNJANGAN BERAS

8.

TUNJANGAN KHUSUS

9.

TUNJANGAN LAIN-LAIN

10.

PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR LAINNYA YANG PEMBAYARANNYA TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI

11.

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO (4 S.D. 10)

PENGURANGAN:
12.

BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN

13.

IURAN PENSIUN ATAU IURAN THT

14.

JUMLAH PENGURANGAN (12 S.D.14)

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21:


15.

JUMLAH PENGHASILAN NETO (11 - 14)

16.

JUMLAH PENGHASILAN NETO MASA SEBELUMNYA

17.

JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)

18.

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

19.

PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN (17 - 18)

20.

PP h PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN

21.

PP h PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG MASA SEBELUMNYA

22.

PP h PASAL 21 TERUTANG

23.

PP h PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG DAN DILUNASI


23A. ATAS GAJI DAN TUNJANGAN
23B. ATAS PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR LAINNYA YANG PEMBAYARANNYA TERPISAH DARI PEMBAYARAN GAJI

C. PEGAWAI TERSEBUT : C.01

DIPINDAHKAN

C.02

PINDAHAN

BARU

C.03

C.04

PENSIUN

D. TANDA TANGAN BENDAHARA


1. NPWP

: D.01

2. NAMA

: D.02

4. TANGGAL & TANDA TANGAN

.
D.04

[dd - mm - yyyy]

3. NIP/NRP : D.03

.id
.g
o
m

um

ha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


TENTANG

TARIF PEMOTONGAN DAN PENGENAAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN

YANG MENJADI BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

pk

de

NOMOR 80 TAHUN 2010

ATAU ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

Mengingat

: a.

bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor


36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, perlu mengatur kembali tarif pemotongan
dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat
Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional
Indonesia,
Anggota
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia, dan Pensiunannya atas penghasilan yang
menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat
Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas
Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara
atau Keuangan Daerah;

b.

bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan sesuai dengan ketentuan
Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi
Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

: 1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

www.djpp.depkumham.go.id

.id
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4893);

um

ha

2.

pk

de

.g
o

Indonesia Tahun 1945;

Menetapkan

MEMUTUSKAN:
: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TARIF PEMOTONGAN
DAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN
YANG
MENJADI BEBAN
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ATAU ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1.

Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

2.

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas


penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UndangUndang Pajak Penghasilan.

3.

Pejabat Negara adalah Pejabat Negara sebagaimana


dimaksud
dalam
Undang-Undang
Pokok-Pokok
Kepegawaian.

4.

Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PNS,


adalah PNS sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Pokok-Pokok Kepegawaian.

5.

Anggota Tentara Nasional Indonesia, yang selanjutnya


disebut Anggota TNI adalah anggota TNI sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-Undang
Pokok-Pokok
Kepegawaian.

6.

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang


selanjutnya disebut anggota POLRI adalah anggota POLRI
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PokokPokok Kepegawaian.

www.djpp.depkumham.go.id

.id
.g
o

Pensiunan adalah orang pribadi yang menerima atau


memperoleh imbalan atas pekerjaan yang dilakukan di
masa lalu sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau
Anggota POLRI, termasuk janda atau duda dan/atau
anak-anaknya.

7.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang


selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.

9.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang


selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

de

pk

um

ha

8.

Pasal 2
(1)

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas


penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi
beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemerintah atas
beban APBN atau APBD.

(2)

Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi


beban APBN atau APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi:
a.

Pejabat Negara, untuk:


1)

gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan


teratur setiap bulan; atau

2) imbalan tetap sejenisnya


yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

(3)

b.

PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji


dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur
setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan

c.

Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain


yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang
ditetapkan
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menerapkan
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan atas jumlah penghasilan bruto setelah
dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun,
iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Pasal 3

(1)

Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota


POLRI, dan Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok

www.djpp.depkumham.go.id

.id
.g
o

(2)

Tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 20% (dua


puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara,
PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya.

(3)

Pemotongan atas tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada
saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
dibayarkan.

de

pk

um

ha

Wajib Pajak, atas penghasilan tetap dan teratur setiap


bulan yang dibebankan pada APBN atau APBD dikenai
tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20%
(dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak.

Pasal 4
(1)

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas


penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) berupa honorarium atau imbalan
lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN
atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang
membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.

(2)

Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) bersifat final dengan tarif:
a.

sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto


honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I
dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya;

b.

sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto


honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan
III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;

c.

sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto


honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat Negara,
PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira
Tinggi, dan Pensiunannya.
Pasal 5

Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan


Pensiunannya diangkat sebagai pimpinan dan/atau anggota
pada lembaga yang tidak termasuk sebagai Pejabat Negara,
atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait
dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota
pada lembaga tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan
dan tidak ditanggung oleh Pemerintah.

www.djpp.depkumham.go.id

.id
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan Pensiunannya, menerima atau memperoleh
penghasilan lain yang tidak dikenai Pajak Penghasilan
bersifat final di luar penghasilan tetap dan teratur yang
menjadi beban APBN atau APBD, penghasilan lain
tersebut digunggungkan dengan penghasilan tetap dan
teratur setiap bulan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi
yang bersangkutan.

um

ha

(1)

pk

de

.g
o

Pasal 6

(2)

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh


Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dan tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat
dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 7

Ketentuan mengenai tata cara pemotongan Pajak Penghasilan


Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan Pensiunannya atas penghasilan yang menjadi
beban APBN atau APBD diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas
Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3577), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 9
Peraturan Pemerintah
1 Januari 2011.

ini

mulai

berlaku

pada

tanggal

Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Pemerintah
ini
dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

www.djpp.depkumham.go.id

.id
.g
o
ha

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI


MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR

de

pk

um

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 140

www.djpp.depkumham.go.id

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

SAUNAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 262/PMIC 03/2010
TENTANG
TA TA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS,
ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA ATAS PENGHASILAN YANG
MENJADI BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ATAU
ANGGARAN PENDAP AT AN DAN BELANJA DAERAH
DENGAN RAHMA T TUHAN YANG MAHA ESA
MENTER I KEUANGAN,
Menimbang

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah


Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunatmya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajak<m (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia NomOI' 3262) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang NomoI' 16 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia NomoI' 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang NomOI' 36 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 NomOI' 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia NomoI' 4893);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daeran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN


PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA
TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA AT AS PENGHASILAN YANG
MENJADI BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
ATAU ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH.

MENTERIKEUANGAN
REPUBUK INDONESIA

-2BABI
KETENTUAN UMUM
Pasall
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1.

Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diu bah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 ten tang Pajak
Penghasilan.

2.

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah


pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam benluk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21
Undang-Undang Pajak Penghasilan.

3.

Pejabat Negara adalah Pejabat Negara sebagaim.ana dimaksud dalam


Und4l.ng-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian.

4.

Pegawai Negeri Sipil, yang selanjuh1ya disingkat PNS, adalah PNS


sebagaimana dirnaksud dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian.

5.

Anggota Tenlara Nasional Indonesia, yang selanjutnya disebut Anggota TNl


adalah anggota TNI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PokokPokok Kepegawaian.

6.

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjuh1ya disebut


Anggota POLRI adalah anggota POLRI sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Pokol<-Pokok Kepegawaian.

7.

Pensiunan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan


alas pekerjaan yang dilakukan di masa lalu sebagai Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI atau Anggota POLRI, termasuk janda atau duda dan/atau
anak-anakny a..

8.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Ncgara, yang selanjuh1ya disingkat APBN


adalah rencana keuangan tahunan pcmerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat.

9.

Anggaran Pendapatcm dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD


adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB II
PENGHASILAN YANG DIKEN AI PPh P ASA L 21
Pasa12

(I) PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan

yang :11enjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemenntah atas
beban APBN atau APRD.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-3-

(2) Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penghasilan tetap dan
teratur bagi:
a. Pejabat Negara, untuk:
1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
2) imbalan tetap sejenisnya,
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain
yang sifatnya tetap clan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c.

Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan
teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-tmdangan.

(3) Termasuk dalam pengertian gaji, u<mg pensiun, dan tunjangan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah gaji, uang pensitm, dan tunjangan
ke-13 (ketiga belas).
Pasa13
Atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban
APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan bersifat final, tidak tennasuk biaya
perjalanan dinas.
Pasa14
Dalam hal penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dan honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun
sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 3 diterima dalam mata uang asing,
penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut.

BAB III
DASAR PENGENAAN PPh P ASAL 21
Pasa15
(1) Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan ter.atur setiap ~ulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasa12 ayat (1) adalah Penghasilan Kena Pajak.

(2) Besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud. pada. ayat (1)
ditentukan berdasarkan penghasilan neto dikurangi Penghas1l an Tldak Kena
Pajak.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

4-

(3) Besarnya Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNt atau Anggota POLRI ditentukan berdasarkan
jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan:
a. biaya jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur tentang biaya jabatan; dan
b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh Pejabat Negara, PNS,
Anggota TN!, atau Anggota POLRI kepada dana pensiun yang
pendirialU1ya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari lua atau jaminan hari tua yang dipersamakan
dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
(4) Besarnya penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi
pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan dikurangi clengan biaya pensiun sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur tentang biaya pensiun.
Pasa16
Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama
apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasa13 adalah penghasilan bruto.
Pasa17

(1) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak per lahun adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan atau
Peraturan Menteri Keuangan mengenai penyesuaian besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 7 ayat (3) UndangUndang Pajak Penghasilan.
(2) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi wanita berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. bagi wanita kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya
sendiri;
b. bagi wcUlita tidak kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk
dirinya sendiri ditambal1 Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan 1m'us serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang.
(3) Dalam hal wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendahrendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah
Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan
Tidak Kenil Pajak untuk status kawin dan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk
keluarga sedarah dan kduarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)
orang.
(4) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan berdasarkan keadaan pad a
awal tahun kalender.

MENTERIKEUANGAN
REPUBUK INDONESIA

-5 BABIV
TARIF PEMOTONGAN PAJAK DAN PENERAPANNY A
Pasa18
(1)

Tarif pajak berdasarkan Pc1sal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak


Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal5 ayat (1).

(2)

Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.

(3)

Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang hams dipotong setiap Masa Pajak,
selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir, tarif pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan
diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.

perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah


jumlah gajl, uang pensiun, dan tunjangan yang dibayarkan setiap bulan
dikalikan 12 (dua belas);

b.

dalam hal terdapat pembayaran penghasilan seperti gaji, uang pensiun,


dan tunjangan ke-13 (ketiga belas), serta rapel gaji dan/ atau tunjangan
maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun
adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah gaji, uang
pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas) se.rta rapel gaji dan/ atau
tunjangan.

(4)

Masa Pajak terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah Masa Pajak
tertentu dim ana Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI
terakhir bekerja.

(5)

Jumlah PPh Pasal 21 yang hams dipotong untuk setiap Masa Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah:
a.

(6)

atas penghasilan sepcrti gaji, uang pensiun, dan tunjangan yang


dibayarkan setiar bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas
jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagi
12 (dua belas);
atas penghasilan seperti gaji, uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga
belas) serta rapel gaji dan/atau tunjangan adalah sebesar selisih antara
Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b dengan Pajak Penghasilan yang terutang
atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.

Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI mulai
bekerja sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl atau Anggota POLR~
setelah buLm Januari, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengah
sebagaiman21 dimaksud pada ayat (3) atau faktor pembagi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender
sejak yang bersangkutan mulai bekelia atau mulai pensiun.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- () -

(7)

Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong unhtk Masa Pajak Desember adalah
selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena
Pajak selama 1 (satu) tahun takwim dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang
terutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang
bersangku tan.

(8)

Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Pajak terakhir adalah selisih
an tara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak
yang disetahunkan dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang pada Masa
Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.

(9)

Tidak termasuk dalam akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang sebagaimana


dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) adalah tambahan PPh Pasal 21 lehil1
tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasa110
ayat (1).

(10) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI menerima
tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang
pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji, maka penghitungan PPh Pasa1
21 atas tambahan penghasilan terse but harus memperhitungkan jumlah
seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima olch Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI yang bersangkutan.
Pasa19
Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang
menjadi beban A1'BN atau A1'13D sebagaimana dimaksud da1am Pasal 3, adalah
sebagai berikut:
a.

sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan 1'angkat Tamtama
dan Bintara, dan 1'ensiunannya;

b. sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi 1'NS Golongan III,
Anggota TNI dan Anggota POLRI G010ngan 1'angkat 1'erwira Pertama, dan
Pensiunannya;
c.

sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara,
1'NS Golongan IV. Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Pasal10

(1) Dalam hal Pejabat Negara, 1'NS, Anggota TNI, Anggota PO~RI, dan
1'ensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas pengh~sllan.teta~')
dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD dlkenm tar if
PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Pejabat Negara, 1'NS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya yang memiliki Nomor 1'okok Wajib Pajak.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-7(2) Tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Pejabat Negara, PN5,
Anggota TN I, Anggota POLRI,
dan Pensiunannya dan dipotong dari
penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan PensiunannyCl.
(3) Pengenaan tambahan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh bendahara pemerintah dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TN I, Anggota POLRI, dan Pensiunmmya belum memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak pada saat permintaan pembayaran penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan diajukan.

(4) Pemotongan atas tambahan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh bendahara pemerintah pada saat pembayaran penghasilan tetap
dan teratur yang ditcrima setiap bulan.
(5) Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dibuktikan oleh Pejabat Negara, PN5,
Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dengan memberikan
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak kepada bendahara pemerintah.

(6) Bagi wanita kawin yang tidak memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri, kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan memberikan:
3.
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami serta fotokopi surat nikah;
atau
b. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak diri sendiri dengan kode
keluarga dari Nomor Pokok Wajib Pajak suami,
kepada bendahara pemerintah.

BABV
KEW AJIBAN PEMOTONG PAJAK
Pasalll
(1) Bendahara pemerintah yang melakukan pemotongan PPh Psl21 adalah

bendahara pengeluaran pada kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, atau


pemerintah kabupaten/kota.
(2) Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a.

mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketenluan


peraturan perundangan perpajakan; dan
b. menghitung, memo tong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap Masa Pajak.

(3) Kewajiban menghilung, memotong, dan melaporkan sebagaimana dimaksud


pad a ayat (2) tetap dilakukan terhadap penghasilan yang dikenai tarif PPh
Pasal 21 sebesar 0% (no1 persen).

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-8-

(4) Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21


untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap berlaku,
dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan
nihil.
Pasal12
(1) Pe1aksanaan pemotongan PPh Pasa1 21 bagi Pensiunan dilakukan oleh badan
yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan untuk melakukan
pembayaran penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
huruf c.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) berlaku bagi badan
yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pad a ayat (1).
Pasal13
(1) Dalam hal dalam suatu Masa Pajak terjadi ke1ebihan perhitungan atas PPh
rasal 21 yang Ditanggung Pemerintah, kelebihan PPh Pasal 21 yang
ditanggung oleh pemerintah terse but diperhitungkan dengan PPh Pasal 21
yang ditanggung oleh pemerintah pada bulan berikuh1ya melalui Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal21.

(2) Dalam hal dalam suatu Masa Pajak teliadi kesalahan pemotongan atas PPh
Pasal 21 yang bersifat Final dari penghasilan berupa honorarium atau imba1an
lain sehingga terdapat kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final,
kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final terse but dikembalikan
sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayarart pajak sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata
cara pengembalian kelcbihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
Pasal14
(1) Bendahara pemerintah s('bagaimana dimaksud dalam Pasalll dan badan yang
ditunjuk sf'bagaimana dimaksud dalam Pasal 12, memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintal, kepada Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya paling lama 1
(satu) bulan setelah tahllll kalender berakhir.
(2) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI berhenti
bekelia sebelum berakhirnya tahun kalender, bukti pemotongan PPh Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan paling lama 1 (satu)
bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
(3) Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 11 dan badan yang
ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas penghasilan berupa
honorarium atau imbabn lain dengan nama apapun paling lama pad a akhlr
bulan dilakukannya pembayaran penghasilan tersebut.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-9Pasal15
(1) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Bendahara pemerintah sebagaimana
dunaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri
Keuangan, dalam jangka waktu seSUal dengan peraturan perundangundangan.
(2) B~nd~ara pemer~ltah seba.gaimana dimaksud dalam Pasalll dan badan yang
dltunJuk sebagdllnana dunaksud dalam Pasal 12, wajib melaporkan
pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 lUltuk setiap Masa Pajak yang
dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasa111 dan baclan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 terdaftar, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundangundangan.
BABVI
HAK DAN KEW AJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
Pasal16
(1) Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunan wajib
membuat surat pernyataan yang berisi jumIah tanggungan keluarga pada:
a. awal tahun kalender;
b. saat mulai menjadi Pejabat Negara, PN~;, Anggota TNI dan Anggota POLRl;
c. saat mulai pensiwl,
sebagai dasar penentuan Penghasilan Tidak
menyerahkannya kepada bendahara pemerintah.

Kena

Pajak

dan

wajib

(2) Apabila Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI berhenti
bekerja, pindah, atau pensiun pada bagian talmn kalender, maka Bendahara
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tempat bekerja yang lama wajib
menyampaikan Bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal14 ayat
(2) kepada Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasall2:
d.

tempat bekerja yang bam dalam hal yang bersangkutan pindah kerja;

b. yang membayar uang pensiun dalanl hal yang bersangkutan mulai pensiun;
paling lama 1 (satu) bulan setelah Pejabat Negara, PNS, Anggota TNt atau
Anggota POLRI berhenti bekerja, pindah, atau pensiun.
Pasal17
PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dan PPh Pasal 21 yang dipotong dengan tarif yang lebih tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan TahlUlan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 10 -

PasaI18
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya,
menenn:a atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak
Pen~ha~ilan bersifat final, di Iuar penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang
menJadl beban APBN atau APBD, penghasilan lain tersebut digunggungkan
dengan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.

BAB VII
KETENTU AN PENUTUP
Pasal19
Tata cara penghitung;m PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan honorarium atau imbalan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLlU, dan Pensiunannya sesuai petunjuk umum dan
contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal20
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, atas pennintaan pembayaran
penghasilan tetap dan teratur untuk bulan Januari 2011 yang telah dilakukan
peml'Osesan pada buhm Desemher 2010, pengenaan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah NomOI" 45
Tahun 1994 tent.1.Ilg Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Angkatan Bersenjala Republik Indonesia, dan Para Pensiunan Atas
Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
beserta peraturan pelaksanaanya.
Pasal21
Pada saat Peraturan Mentel'i Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 636jKMK04/1994 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan bagi
Pejabat Negara, Pegawai Ncgeri Sip iI, Anggota Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, dan para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Kcuangan Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasa122
Peraturan MentE-ri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggall Januari 2011.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-11Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangam1ya Peraluran


Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desernber 2010

I'vffiNTERl KEUANGAN
ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desernber 2010
MENTERI HUKUI\1 DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.

PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TABUN 2010 NOMOR 601

TEMEN

LAMPIRAN

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN
MENTERI
KEUANGAN
NOMOR262/PMK03/20JO TENTANG TATA CARA
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI,
ANGGOTA POLRI DAN PENSIUNANNYA AT AS
PENGHASILAN
YANG
MENJADI
BEBAN
ANGGARAN
PENDAPATAN
DAN
BELANJA
NEGARA ATAU'ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN


PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI
PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA
ATAS PENGHASILAN YANG MENJADI BEBAN APBN ATAU APBD

BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21


I.

PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN


TET AP DAN TERATUR SETIAP BULAN
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:
A. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk sehap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21,
selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir ;
B. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal
21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir.
Penghitungan pada Masa Pajak Desember dilakukan bagi Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, atau Anggota FOUn yang bekerja sampai akhir tahun takwim dan bagi
Pensiunan yang menerima penghasilan pensiun sampai akhir tahun takwim.
Penghitungan pad a Masa Pajak terakhir dilakukan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, atau Anggota POLRI yang berhenti bekerja atau memasuki masa pensiun.
I.A. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa
Pajak Terakhir:
LA.1

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi I'ejabat Negara, PNS, Anggota TNI,


dan Anggota POUU
a. untuk menghit1.mg PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan tcratur
setiap bulan, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan brute yang
diterima selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji dan tunjangan;
b. selanjuh1ya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh
dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya
jabatan dan iuran pensiun;
c.

selanjuhlya dihitung penghasilan neto setahun,


penghasilan neto sebulan dikalikan 12 (dua belas);

yaitu

jumlah

d. dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl, atau Anggota POLRl
mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun
dihitw1g dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan
banyaknya bulan sejak Pejabat Negara, PNS, Anggota TNl, atau
Anggota POLRI mulai bekerja sampai dengan bulan Descmber;
e. selanjutnya dillitung Penghasilan Kena Pajak yaitu sebesar
Penghasilan neto setahun sebagaimana dimaksud pa~a huruf c atau
huruf d, dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

MENTERIKEUANGAN
INDONESIA

REPUBLIK

-2f.

PPh Pasal 21 terulang atas perkiraan penghasilan setahun dihitung


dengan mencrapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan
Kena Pajak;

g. selanjutnya dihilung PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah


sebulan, yaitu:
1) jumJah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana
dimaksud pada huruf c dibagi dengan 12 (dua belas);
2) jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana
dimaksud pada huruf d dibagi banyaknya bulan yang menjadi
hktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf d.
1.A.2

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan


a.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap


bulan yang diterima penerima pensiun pacIa tahun pertama pensiun
adalah sebagai berikut:

1) terlebih dahulu dihihmg penghasilan neto sebulan


dE'ngan cara mengurangi penghasilan bruto
pensiut\ kemudian dikalikan banyaknya bulan
ycng bersangkutan menerima pensiun sampai

yang diperoleh
dengan biaya
sejak pegawai
dengan bulan

I),~sember;

2) selanjutnya penghasilan nE'to pensiun sebagaimana tersebut pada


angka 1) ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang
bersangkutan yang diterima sebelum Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNt atau Anggota POLRI pensiun sesuai dengan yang
tercanlum dalam bukh pemotongan PPh Pasal 21 sebelum
penSlUn;
3) untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan
pada angka 2) terscbut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya
dihitung PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak tersebut;
4) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan
Jihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam angka 3)
Jengan PPh Pasal 21 yang terutang dari Bendahara sebdum
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNt atau Anggota POLRl pensiun
sesuai dengan yang tercantum clalam bukti pemotongan PPh Pasal
21 sebclum pensiun;
5) FPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah sebulan adalah
s2besar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam angka 4) dibagi
dcngan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Per,ghilungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur sctiap
bulan yang diterima penerima pensiun pada tahun kedua dan
seterusnya adalah sebagai berikut:
1) tcrlebil1 dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh
dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya
penslUn;

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-32) selanjutnya dihitung perk iraan penghasilan neto setahun, yaitu


jurnlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12 (dua belas);
3) untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jwnlah penghasilan
pada angka 2) terse but dikurangi dengan PTKP, dan selanjuhlya
dillitung PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak tersebut;
4) selanjumya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang ditanggung oleh
Pemerintah, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun atas
penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dibagi dengan
12 (dua belas);
I.A.3

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji, Uang Pensiun, dan Tunjangan


Ke-13 (Ketiga belas) atau Rapel Gaji danfatau Tunjangan
a. Apabila kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI
dan Pensiunan diberikan Gaji, Uang Pensiwl, dan Tunjangan ke-13
(ketiga belas) atau rapel gaji danj atau tunjangan, maka PPh Pasal 21
dihitwlg dengan cara sebagai berikut:
1) dihitw1g PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan yang disetahtmkan ditambah dengan penghasilan berupa
gaji uang pensiun dan twljangan ke-13 (ketiga belas).
2) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan yang disetahunkan tanpa gaji dan tUnjangan ke-13 (ketiga
belas) atau uang pensiun dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).
3) selisih antal'a PPh Pasal 21 menurut penghitw1gan angka 1) dan
angka 2) adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa gaji dan
tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau uang pensiun dan tunjangan
ke-13 (ketiga belas).
b. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dan
Pensiunan baru mulai bekeliajPensiun setelah bulan Januari, maka
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau Uang
Pensiun dan Tunjangan ke-13 (Ketiga Belas) tersebut diliitung dengan
cara sebagaimana pada huruf a dengan memperhatikan ketentuan
mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas penghasilan tetap
dan teratur setiap bulan pada butir LA.I huruf b angka 2), 4) dan 5) di
atas.
c. Apabila kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TN I, Anggota POLRI
dan Pensiunan dibayar (rapel gaji ), maka PPh Pasal 21 dihitung dan
dipotong dengan cara sebagaimana dimaksud pad a huruf a.

l.A.4

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,


dan Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan yang
bersifat tetap dan tcratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah
dari pembayaran gaji.
Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur
setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji kepa~a
seorang Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI, balk

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-4karena dihlgaskan pada Satuan Ke1ia lain atau adanya tambahan


tunjangan tertentu, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan cara sebagai
berikut:
a.

Bendahara yang membayarkan gaji pokok melakukan perhitungan


PPh Pasal 21 sesuai dengan petunjuk sebagaimana dimaksud dalam
butir LA.1 danl atau LA.3.

b. Bendahara yang membayarkan tambahan penghasilan tetap dan


teratur setiap bulan melakukan perhitungan PPh Pasal 21 sebagai
berikut:
1) dihitung PPh Pasal 21 atas keseluruhan penghasilan tetap dan
teratur yang diterima setiap bulan yang disetalmnkan, baik atas
gaji sebagaimana dimaksud pada huruf a maupun atas tambahan
penghasilan.

2) PPh Pasal 21 yang terutang atas tambahan penghasilan yang


bersifat tetap dan teratur sctiap bulan adalah sebesar selisill an tara
PPh Pasal 21 yang dillitung sebagaimana dimaksud pada butir 1)
dengan PPh Pasal 21 yang dihitung sebagaimana dimaksud pada
huruf a.

I.B. Penghitungan PPh Pasa121 Terutang Pada Masa Pajak Desember


Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak Desember adalah sebagai
berikut:
.
a.

Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan ya.ng diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan.

b. PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Desember adalah sebesar selisill
antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teralur
sehap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan,
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah
dihitung hap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai
dengan Masa Pajak November.
c.

apabila dalam PPh P..1sal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam
tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November
terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% lebih tinggi daripada tarif PPh
umum karcna be1um memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang
te1ah dihitung hap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan
sampai dengan Masa Pajak November sebagaimana dimaksud pada huruf b
tidak termasuk tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% tersebut.

I.e. 1'enghitungan P1'h Pa5a121 Terutang Pada Ma5a Pajak Terakhir

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak terakhir adalah sebagai
berikut:
a.

Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang
disetahunkan.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-5b.

PPh Pasal 21 terutang untuk Masil Pajak terakhir adalah sebesar selisih
antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang
disetahunkan, sehagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21
yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang
bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.

II. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 SELAIN PENGHASILAN PADA


BUTIR I BERUPA HONORARIUM ATAU IMBALAN LAIN DENGAN NAMA APAPUN
a.

PPh Pasal 21 dihitung d'mgan menerapkan tarif PPh Final atas jumlah penghasilan bruto
untuk setiap kali pembayaran.

b.

Tarif PPh Final diterapkan dengan memperhatikan golongan dari PNS dan golongan
pangkat bagi Anggota TNI dan Anggota POLRI.

c.

Dalam hal jumlah penghasilan bruto atas honoraraium atau imbalan lain sebagaimana
dimaksud pada huruf a tidak dapat dipisahkan dari jumlah pembayaran lainnya
sehubungan dengan pembayaran yang bersifat lump sum maka besarnya penghasilan
bruto yang menjadi ciasar penerapan tar if PPh Final adalah sebesar jumlah seluruh
pembayaran lump sum tersebut.

BAGIAN KEDUA : CONTOn PENGHITUNGAN PPh PASli.L 21

I. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN


TERATUR SETIAP BULAN
I.A. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan
Anggota POLRI, Selain Masa Pajak Desember dan Masa Pajak Terakhir:
I.A.1

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
dan Anggota POLRI yang Bekerja dari Januari sampai dengan Desember.
Aprinta, Pegawai Negeri Sipil Golongan Ill/ c, menduduki eselon IV.a statu~
kawin, mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP, bekeIJa dl
Kantor Pelayanan Pemerintahan A (KPP A), menerima penghasilan tetap dan
teratur setiap bulan sebagai berikut:
2.244.500,00
Rp
Gaji Pokok
224.450,00
Rp
Tunjangan Istri
89.780,00
Rp
Tunjangan Anak
540.000,00
Rp
Tunjangan Jabatan
198.000,00
Rp
Tunjangan Beras
43,00 +
Rp
Pembulatan
3.296.773,00
Rp
Jumlah penghasilan bruto
Penghitungan PPh Pasa121 bulanan untuk bulan Januari s.d Novel1l.ber:
Gaji Pokok
Rp
2.244.500,00

It'
Rp
224.450,00
TunJangan s n
Tunjangan Anak
Rp
89.780,00

MENTERIKEUANGAN
INDONESIA

REPUBLIK

-6Tunjangan Jabatan
Tunjangan Beras
Pembulatan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 3.296.773,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00

Rp
Rp
R12
Rp

540.000,00
198.000,00
43,00 +
3.296.773,00

R}2
H.p

286.379,00 3.010.394,00

= Rp 164.839,00
=

H.}2 121.540,iill +

Penghasilan neto
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x H.p 3.010.394,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
H.p 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x H.p1.320.000,00)
R12 3.960.000,.QQ +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan

H.p

36.124.728,00

R12
Rp
Rp

21.120.000(00 15.004.728,00
15.004.000,00

PPh Pasal 21 alas gaji setahun


5% x H.p 15.004.000,00 = Rp 750.200,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan
Rp 750.200,00 : 12
= Rp 62.516,00
Catatan:
1. PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan sebesar Rp62.516,00 Ditanggung
Pemerintah.
2. Apabila Aprinta beluln memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang setiap bulan adalah:
120% x Rp62.516,00 = Rp75.019,00
Atas tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp12.503 (H.p75.019,00Rp62.516,00) tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah
wajib memo tong dari gaji dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke
Kas Negara.
l.A.2

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
dan Anggota POLRI yang mulai bekerja dalam tahun berjalan
Hapid Abdul Coffar merupakan pejabat negara pada sebuah lembaga negara
yang bal'll diangkat pada bulan Juli 2010, telah menikah dengan 4 orang
tanggungan anak dan telah memiliki NPWP. Penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan statusnya sebagai pejabat negara:
Caji Kehormatan
Rp
10.000.000,00
Tunjangan Ish'i
Rp
1.000.000,00
Tunjangan Anak
Rp
400.000,00
Tunjangan Jabatan
Rp
10.000.000,00

MENTERIKEUANGAN
REPUBLII< INDONESIA

-7-

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Masa Pajak
November 2010 dihitung sebagai berikut:
Gaji Kehormatan
Tunjangan Istri
Tunjangan Anak
Tunjangan Jabatan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 21.400.000,00 atau maksimum
Rp500.000 per bulan
== Rp 500.000,00
2. luran pensiun
4,75% X Rpl1.400.000,OO

10.000.000,00
1.000.000,00
400.000,00
10.000.000,00 +
21.400.000,00

Rp
Rp

1.041.500,00 20.358.500,00

Rp

122.151.000,00

Rp
Rp

21.120.000,00 101.031.000,00

== Rp 541.500,QQ +

Penghasilan neto
Penghasilan neto setahun:
6 x Rp 20.358.500,00
PTKP (Kj3)
untuk Wajib ?ajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PPh Pasal 21 at as gaji setahun
5% x Rp 50.000.000,00 == Rp 2.500.000,00
15% x Rp 51.031.000,00 = Rp 7.654.650,00 +
Rp 10.154.650,00
PPh Pasa121 atas gaji sebulan
Rp 10.154.650,00 : 6 = Rp 1.692.442,00

I.A.3

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan Ke-13 atau Uang
Pensiun dan Tunjangan Ke-13

Apabila Aprinta sebagaimana contoh I.A.l pada bulan Juli 2010 meneri.ma gaji
dan tunjangan ke-13, maka perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke13 adalah sebagai berikut:
Gaji dan tunjangan bulan Juli 2010:
2.244.500,00
Rp
Gaji Pokok
224.450,00
Rp
Tunjangan Istri
89.780,00
Rp
Tunjangan Anak
540.000,00
Rp
Tunjangan Jabatan
198.000,00
Rp
Tujangan :,eras
43,00 +
Rp
Pembulatan
3.296.773,00
Rp
Jumlah Gaji dan lunjangan bulan Juli 2010

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-8Penghasilan disetahunkall.:
12 x Rp 3.296.773,00
Gaji dan lunjangan Ke-13:
Gaji Pokok
Rp
Tunjangan Istri
Rp
Tunjangan Anak
Rp
Tunjangan Jabatan
Rp
Pembulatan
Rp
Jumlah Gaji dan tunjangan Ke-13
Jumlah Penghasilun bruto setahun
Pengurangan
Biaya Jabatan
5% X Rp 42.660.046,00
luran pensiun
12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00

Rp

39.561.276,00

Rp
Rp

3.098.770,00 +
42.660.046,00

Rp
Rp

3.591.478,00 39.068.568,00

Rp
Rp
Rp

21.120.000,0017.948.568,00
17.948.000,00

2.244.500,00
224.450,00
89.780,00
540.000,00
40,00 +

Rp2.133.002,00

Rp1.458.476,00 +

Penghasilan neto setahw1


PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan
PPh Pasal 21 setahun atas seluruh penghasilan:
5% x Rp17.948.000,OO
= Rp 897.400,00
PPh Pasal 21 atas gaji dan hmjangan ke-13:
Rp 897.400,00 - Rp750.200,OO = Rp147.200,OO
Catatan:

1. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji dan tunjangan ke-13 sebesar
Rp147.200,OO Ditanggung Pemerintah.
2. Apabila Aprinta belum memiliki NPWP maka besarnya PPh yang terutang
atas gaji dan tunjangan ke-13 adalah:
120% x Rp147.200,OO = Rp176.640,OO
Atas tambahan PPh 2t terutang yaitu sebesar Rp29.440,OO (Rp176.640,OORp147.200,OO) tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah
wajib memotong dari gaji dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke
Kas Negara.
3. Apabila terdapat pembayaran rapel atas kenaikan gaji atau pembayaran atas
kekurangan gaji dan hmjangan maka tata cara perhitungan atas rapel
tersebut disamakan dpngan perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan
ke-13.

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-9I.A.4

Penghitungan PPh Pas a! 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan
Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan
teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji.
Apabila Aprinta sebagaimana contoh LA.1, ditugaskan pada Kantor Inspeksi
Pemerintahan 13 (KIP B) sehingga tunjangan jabatan tidak lagi dibayarkan oleh
KPP A dan di KIP 13 dibayarkan tunjangan jabatan sebesar Rp540.000,OO per
bulan oleh 13endahara Pengeluaran KIP 13, maka perhitungan PPh Pasal 21 di
KPP A dan KIP 13 adaIah:
PPh Pasal 21 di KPP A:
Gaji Pokok
Tunjangan Istri
Tunjangan Anak
Tunjangan Beras
Pembulatan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurangan :
1.Biaya Jabatan
5% X Rp 2.756.773,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00

2.244.500,00
224.450,00
89.780,00
198.000,00
43,00 +
2.756.773,00

R12
Rp

259.379,00 2.497.394,00

= Rp 137.839,00
= R12 121.540,00 +

Penghasilan neto
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 2.497.394,00
PTKP (K/3)
Rp 15.840.000,00
untuk Wajib Pajak
Rp 1.320.000,00
status WP Kawin
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
R12 3.960.000,00 +
Penghasilan K'=na Pajak (PKP)
Pembulatan
PPh Pasal21 setahun
== Rp 442.400,00
5% x Rp 8.848.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebul,m
36.866,00
== Rp
Rp 442.400,00 : 12
PPh Pasal 21 di KIP 13:
Penghasilan dari KPP A:
Gaji Pokok
Tunjangan lstri
Tunjangan Anak
T unjangan I3eras
Pembulatan
Jumlah penghasilan

Rp
Rp
Rp
Rp
R12
Rp

Rp

29.968.728,00

R12
Rp
Rp

21.120.000,00 8.848.728,00
8.848.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

2.244.500,00
224.450,00
89.780,00
198.000,00
43,00 +
2.756.773,00

MENTERIKEUANGAN
REPU8L1K INDONESIA

- 10-

Penghasilan dari KIP B


Tunjangan Jabatan
Jumlah Penghasilan
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 3.296.7'73,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00

R101
Rp

540.000,00
3.296.773,00

R12
Rp

286.379,00 3.010.394,00

= Rp 164.839,00
= RQ 121.540,00 +

Penghasilan n\?to
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 3.010.394,00
PTKP (K/3)
unhlk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tam bahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan
PPh Pasa121 atas gaji dan tunjangan setahun
5% x Rp 15.004.000,00=
PPh Pasal 21 setahun yCUlg terutang di KPP A
PPh Pasal 21 terutang di KIP B setahun
PPh Pasal21 terutang di KIP B sebulan:
Rp307.800: 12 = Rp25.650

Rp

36.124.728,00

Rp
Rp
Rp

21.120.000,0015.004.728,00
15.004.000,00

Rp 750.200,00
Rp. 442.400,00Rp 307.800,00

Catatan:
1. PPh Pasal L.1 per bulan yang terutang atas gaji dan tunjangan di KPP A
adalah sebesar Rp36.866,00
2. PPh Pasal 21 per bulcul yang terutang atas tunjangan jabatan yCUlg dibayarkan
di KIP B adalah sebesar Rp25.650,DO
3. Contoh perhitungan 1.A.4 ini juga diberlakukan apabila pembayaran
tunjangcul lambahan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulal1 dan
pembayaran gaji dilakukan oleh bendahara yang san1.a tctapi pengajuan
pembayarannya terpisah
I.B.

Penghitungan PPh Pasa121 Terutang Pada Masa Pajak Desember

Penghilungan PPh Pasal 21 Masa Desember untuk Aprinta sebagaimana contoh


l.A.I, yang menerima gaji dan tunjangan ke-13 pada bulan Juli sebagaimana
contoh LA.3, adal<lh sebagai berikut:
Penghasilan dari Januari sampai dengan Desember:
Rp 26.934.000,00
Gaji Pokok
2.693.400,00
Rp
Tunjangan Istri
1.077.360,00
Rp
Tunjangan Anak
6.480.000,00
Rp
Tunjangan Jabatan
2.376.000,00
Rp
TunjangaJI Beras
516,00
Rp
Pembubta'1
3.098.770,00
+
Rp
Gaji dan tunjangan ke-13

MENTER I I<EUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 11 Jumlah Penghasilan bruto setahun


Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp 42.660.046,00
= Rp2.133.002,OO
luran pensiun
12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00 = Rp1.458.476,OO +
Penghasilan neto setahun
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan

Rp

42.660.046,00

Rp
Rp

3.591.478,00 39.068.568,00

Rp
Rp
Rp

21.120.000,0017.948.568,00
17.948.000,00

PPh Pasa121 terutang setahun (Januari s.d. Desember):


5% x Rp17.948.000,OO=
Rp 897.400,00
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan terutang
Januari s.d. November:
11 x Rp 62.516,00 =
PPh Pasal 21 alas gaji dan tunjangan ke-13:
Jumlah PPh Pasa121 terutang Januari s.d. November

Rp 687.676,00
Rp 147.200,00 +
Rp 834.876,00

PPh Pasal 21 tel'utang Masa Desember:


Rp 897.400,00 - Rp 834.876,00 = Rp62.524
Catatan:
1. Apabila PPh Pasa! 21 yang terutang untuk Masa Januari s.d. November
terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% karena belum memiliki NPWP,
maka tamba!1an PPh Pasal 21 tersebut tidak boleh menjadi pengurang atas
PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember.
2. Bendahara pengeluaran harus membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
(1721-A2} untuk setiap tahun Pajak paling lama akhir bulan Januari Tahun
berikutnya.

I.e.

Penghitungan PPh Pasa121 Terutang Pada Masa Pajak Terakhir

Apabila Aprinta sebagaimana contoh l.A.1, akan memasuki usia pensiun pada
bulan Juni, maka perhitungan PPh Pasal 21 pada bulan Mei adalah sebagai berikut:
Penghasilan dari bulan bulan Janual'i sampai dengan bulan Mei:
Gaji Pokok
Rp
11.222.500,00
Tunjangan Istri
Rp
1.122.250,00
Tunjangan Anak
Rp
448.900,00
Tunjangan Jabatan
Rp
2.700.000,00
Tunjangan Beras
Rp
990.000,00
Pembulatan
Rp
215,00 +
Jumlah penghasilan bruto
Rp
16.4S3.S65,OO

MENTERIKEUANGAN
INDONESIA

REPUBLIK

- 12Pengurangan :
I.Biaya Jabatan
5% X Rp 16.483.865,00
2. luran pensiun
4,75% X Rp 11.79:3.650,00

Rp 824.193,00

Rp 607.698,00 +

Penghasilan neto
Penghasilan neto disetahunkan:
12/5 x Rp 15.051.974,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) disetahunkan
Pembulatan
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% x Rp 15.004.000,00

= Rp 750.200,00

PPh Pasa121 terutang:


Rp 750.200,00 x 5/12

Rp

Rp
Rp

15.051.974,00

Rp

36.124.737,00

Rp
Rp
Rp

21.120.000,00 15.004.737,00
15.004.000,00

1.431.891,00 -

312.583,00

PPh Pasal 21 tc:utang Masd Pajak Mei = PPh Pasal 21 terutang - jum.lah PPh
Pasa121 yang terutang Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April
Rp 312. 583,00 - (Rp62.516,OO x 4)
=' Rp 62.519,00
Catatan:
a. Bendahara hams menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2)
paling lama akhir bulan Juni.
b. Aprinta hams menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2)
kepada PI Taspen untuk diperhihmgkan dalam penentuan PPh rasal 21 atas
Uang Pen c;iw1.
LD.

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan yang menerima uang


pensiun mulai Masa Pajak Januari

Raisita Agus seorang Pensiunan PNS status menikah dengan tanggungan 1 orang
anak, telah memiliki NPWP. Seliap bulan Toto Subroto menerima Uang Pensiun
sebesar Rp2.500.000,OO.
Penghitungan PPh Pasa121 adalah sebagai herikut:
Uang Pensiun
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 2.500.000,00==
Penghasilan !lela
Penghasilan Neto Setahun

Rp

2.500.000,00

R=pl'--_--'1=2=.;5.'-"-oo~0'-'-,O~0-

Rp

2.375.000,00

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 13 12 x Rp 2.375.000,00
PTKP (K/l)
Rp 15.840.000,00
untuk Wajib Pajak
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 1 orang tanggungan
(1 x Rpl.320.000,00)
Rp 1.320.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Rp

28.500.000,00

Rp
Rp

18.480.000,00 10.020.000,00

PPh Pasa121
5% x Rp 10.020.000,00 == Rp 501.000,00
PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun sebulan
Rp 501.000,00 : 12
== Rp
41.750,00

1. E.

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan yang menerima uang


pensiun dalam tahun berjalan
Aprinta sebagaimana contoh I.e, yang memasuki usia pensiun pada bulan Juni,
mulai bulan Juni menerima Uang Pensiun sebesar Rp2.500.000,00. Perhitungan
PPh Pasal21 atas Uang Pensiun tersebul adalah sebagai berikut:
U ang Pensiun
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 2.500.000,00=
Penghasilan neto
Perkiraan Penghasilan neto 7 bulan
Penghasilan neto sebelumnya (1721-A2)
Jumlah Penghasilan neto
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak
Rp 15.840.000,00
status WP Kawin
Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,OO)
Rp 3.960.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pembulatan
1'1'h 1'asa121
5% x Rp 10.556.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebelumnya (1721-A2):
1'Ph Pasa121 terutang atas Uang Pensiun

Rp

2.500.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

125.000,00 2.375.000,00
16.625.000,00
15.051.973,00 +
31.676.973,00

Rp
Rp
Rp

10.556.973,00
10.556.000,00

Rp

21.120.000,00 -

527.800,00

~12.583,00

Rp

215.217,00

PPh Pasal 21 terutang atas Uang Pensiun setiap bulan adalah:


Rp 215.217,00: 7 == Rp 30.745,00

MENTERIKEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 14 II.

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK HONORARIUM


IMBALAN LAIN
ItA.

AT AU

Fitria Ratna Wardika a.dalah PNS golongan III/ cC pada bulan Maret 2011 menerima
honorarium sebagai nara sumber sebuah seminar yang sumber dananya berasal
dari APBN sebesar Rp 5.000.000,00.
PPh Pasal 21 Final yang terutang:
5% x Rp5.000.000,00 = Rp 250.000
Catatan:
a.

PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai nara sumber sebagaimana dimaksudpada


butir ILA tidak ditanggung pemerintah dan dipotong PPh Pasa121 bersiiat final.

b. Bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium wajib:


1) memotong PPh Pasal 21 Final dan menyetorkannya ke bank persepsi atau
Kantor Pos;
2) membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan
dilakukan pembayaran;
3) melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 Final melalui penyampaian SPT
Masa PPh Pasal 21.
II.B.

Yayuk, PNS Golongan II/ d, pada tanggal 21 Maret 2011 menerima honorarium
sebagai salah satu anggota Tim Kerja sebesar Rp 1.500.000,00, selama 6 bulan.
PPh Pasal 21 Final yang terutang:
0% x Rp1.500.000,00 = Rp 0,00
Catatan:
Walaupun PPh Pasal 21 Final yang dipotong RpO,OO, Bendahara pemerintah wajib
membuat bukti pemotongan PPh Pasa121 Final paling lama akhir bulan Maret 2011.

'"

I'

MENTERI KEUANGAN
ttd.
'MEN

GIARTO
NIP1959042

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Anda mungkin juga menyukai