Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Farmakoterapi merupakan intervensi terapi yang akan paling banyak dilakukan dalam
praktek klinik, sehingga kemungkinan untuk menghadapi kasus efek samping obat bagi seorang
praktisi medik mungkin tidak dapat dihindari sepenuhnya. Seringkali, kejadian efek samping
obat ini pada seorang pasien tidak dengan mudah dikenali, kecuali kalau efek samping yang
terjadi adalah bentuk yang berat dan menyolok. Mahasiswa perlu mengenali bentuk-bentuk efek
samping obat, faktor-faktor penyebab atau yang mendorong terjadinya, upaya
pencegahan dan penanganannya.
Pemantauan konsentrasi obat dalam darah atau plasma meyakinkan bahwa dosis yang
telah diperhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam plasma dalam kadar yang
diperlukan untuk efek terapetik. Dengan demikian pemantauan konsentrasi obat dalam plasma
memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat secara individual dan juga untuk mengoptimasi
terapi. Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak berguna untuk
penyesuaian dosis.
II. TUJUAN
Sesudah kuliah dan diskusi ini diharapkan mahasiswa dapat,
1. Memahami bentuk-bentuk efek samping obat yang sering terjadi dalam klinik.
2. Memahami faktor-faktor yang mendukung terjadinya efek samping obat.
3. Memahami upaya pencegahan dan penanganan efek samping obat dan efek toksik obat.
4. Memahami tindak lanjut yang diperlukan bila menjumpai efek samping.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

EFEK OBAT DAN EFEK SAMPING


Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi penyerapan
klinisnya.Semua benzodiazepin dalam bentuk nonionik memiliki koefisien distribusi
lemak.Semua

benzodiazepindiabsorbsi

secara

sempurna,

dengan

kekecualian

klorasepat.Senyawa ini baru diabsorbsi sempurna setelah terlebih dahulu didekarboksilasi dalam
cairan lambung menjadi N-desmitildiazepam.Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensifoleh
beberapa sistem enzim mikrosom hati.
Mekanisme kerja
Kerja benzodiazepin terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gammaamino-butirat (GABA) sebagai mediator.GABA dan benzodiazepin yang aktif sacara klinik
dengan reseptor GABA/benzodiazepin/chlorida ionofor kompleks. Peningkatan ini akan
menyebabkan pembukaan kanal Cl. Benzodiazepin sendiri tidak dapat membuka kanal klorida
dan menghambat neuron.Sehingga benzodiazepin merupakan depresan yang relatif aman, sebab
depresi neuronyang memerlukan transmitor bersifat self limiting.
Efek samping
Benzodizepin dengan dosis hipnotik pada saat mencapai kadar plasma puncaknya
daparmenimbulkan efek samping sebagai berikut: light headednessn lassitude, lambat bereaksi,
inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinator
berfikir, bingung, disartria, amnesia anterograd, mulut kering dan rasa pahit.
Efek samping lain yang relatif umum terjadi adalah badan lemah, sakit kepala, pandangan
kabur, vertigo, mual dan muntah, diare, sakit sendi, sakit dada dan pada beberapa penderita dapat
terjadi antikonvulasi kadang-kadang lahan meningkatkan frekuensi bangkitan pada penderita
epilepsi.

BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedatif.Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah
banyak digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman.
Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna.Bentuk garam natrium lebih cepat
diabsorpsi dari bentuk asamnya. Barbiturat yang mudah larut dalam lemak,misalnya tiopental
dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan timbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini
akan menyebabkan penurunan kadarnya dalam plasma dan otak secara cepat. Barbiturat yang
kurang lipofiik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di
dalam hati sebelum diekskresikan lewat ginjal.
Mekanisme kerja
Barbiturat bekarja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis
nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps.Penghambatan hanya terjadi pada sinaps
GABA-nergik.Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA
sebagai mediator. Kapasitas barbiturat membantu keraja GABA sebagian menyerupai kerja
benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABAnergik,sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.
Efek samping
Hangover.Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir.Efek residu
mungkin berupa vertigo, mual, atau diare.Kadang-kadang timbul kelainan emosional.
Alergi.Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik.segala bentuk hipersentivitas
dapat timbul, terutama dermatosis.Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang beakhir fatal pada
penggunaan fenobarbital, kadang-kadang diseratai demam, delirum dan kerusakan degeneratif
hati.

ALKOHOL
Alkohol adalah suatu bahan yang mempunyai efek farmakologik dan cenderung
menimbulkan ketergantungan serta dapat berinteraksi dengan obat lain. Peminum alkohol berat
sering mendapatkan kecelakaan, kehilangan prokduktivitas, terlibat kejahatan, mendapat
gangguan kesehatan sampai terjadi kematian.
Efek samping
Energi yang dihasilkan 7 Kcal/g. Tetapi menambah alkohol pada diet cukup nutrisi dan
cukup kalori seringkali menyebabkan penurunan berat badan.Hal ini juga berhubungan dengan
efek toksik alkohol/asetaldehid pada mitokondria sehingga afesiensi fosfolirasa teganggu.
Mekanisme kerja Sejak lama diduga bahwa efek depresan alkohol dan anastetik bedasarkan
pelarutan dalam membran lipid. Efek alkohol terdapat berbagai saraf berbeda karena tidak
uniform distribusi fosfolipid dan kolestrol di membran. Juga ada fakta aksperinmental yang
menyongkong dugaan bahwa mekanisme kerja alkohol di SSP serupa barbiturat.
A. INTERAKSI FARMAKOKINETIK
Interaksi farmakokinetika dapat terjadi selama fase farmakokinetika obat secara menyeluruh,
juga pada absorpsi, distribusi, biotransformasi dan eliminasi.Berbeda dengan interaksi
farmakodinamika, peramalan interferensi farmakokinetika lebih sulit karena proses-proses
farmakokinetika hanya spesifik terhadap obat dalam hal-hal kekecualian.Karena itu harus selalu
diperhitungkan interferensi demikian.
1. Interaksi pada proses absorpsi
Interaksi pada proses absorpsi dalam saluran cerna dapat disebabkan karena:
Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat yang
mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan
absorpsi.
Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al3+ dalam antasida yang menyebabkan
jumlah absorpsi keduanya turun.
a Perubahan pH
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan
atau menurukan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G

b. Motilitas saluran cerna


Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi
absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.
Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat
parasetamol.
2 Interaksi dalam proses distribusi
Jika dalam darah pada saat yang sama terdapat beberapa obat, terdapat kemungkinan
persaingan tehadap tempat ikatan pada protein plasma. Persaingan terhadap ikatan protein
merupakan proses yang sering yang sesungguhnya hanya baru relevan jika obat mempunyai
ikatan protein yang tinggi, lebar terapi rendah dan volume distribusi relatif kecil.
Dalam tabel berikut dicantumkan bebrapa interaksi karena pengusiran dari ikatan protein.
Senyawa yang mengusir
Fenilbutazon

Senyawa yang diusir


Fenprokoumon

Kerja
Pendarahan

Klofibrat
Fenilbutazon

Tolbutamid

Hipoglikemia

Salisilat
Salisilat

Bilirubin

Kernikterus pada bayi baru

Sulfonamida

lahir

Antireumatika deret fenilbutazon, misalnya fenilbutazon atau oksifenbutazon, dapat


mengusir antikoagulan dari ikatan protein, karena itu untuk sementara sampai pengaturan steadystate yang baru konsentrasi antikoagulan bebas meningkat. Kemudian kenaikan konsentrasi
bebas ini pada waktu yang sama menyebabkan kenaikan eliminasi dan akibat penghambatan
sistesis protrmbin, kecenderungan perdarahan meningkat. Efek yang sama telah dikemukakan
juga untuk klofibrat. Bahaya hipoglikemia setelahpemberian antidiabetika oral turunan
sulfonamida, misalnya tolbutamida, naik apabila saat yang sama diberikan asam asetilsalisilat
atau fenilbutazon. Hal yang analog ialah pengusiran bilirubin dari ikatan albumin oleh salisilat
dan sulfonamida dengan bahaya yang disebut kernikterus pada bayi yang baru lahir.
3.Interaksi pada proses metabolisme

Banyak obat dimetabolisme di hati. Induksi sitem enzim mikrosom hati oleh suatu obat
dapat meningkatkan laju metabolisme obat lain, sehingga kadar plasma obat lain tersebut
menurun dan efeknya menurun. Penghentian obat penginduksi menyebabkan kadar obat yang
dipengaruhi meningkat dan toksisitas dapat terjadi. Golongan barbiturat, griseofulvin, sebagian
besar antiepilepsi, dan rifampisin merupakan penginduksi enzim yang paling penting pada
manusia.Obat-obat yang dipengaruhinya termasuk warfarin dan kontrasepsi oral. Sebaliknya,
apabila suatu obat menghambat metabolisme obat lain, maka kadar plasma obat lain tersebut
meningkat, dan menimbulkan peningkatan efek dengan resiko terjadinya toksisitas. Beberapa
obat mempotensiasi warfarin dan fenitoin melalui mekanisme ini.
4. Interaksi pada proses ekskresi
Interaksi Obat dengan perubahan pH Urin
Perubahan Ph urin mengakibatkan perubahan bersihan ginjal, melalui perubahan jumlah
reabsorsi pasif di tubuli ginjal, yang hanya bermakna secara klinis bila:
1. Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar, lebih dari 30%
2. Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 10 atau asam lemah dengan pKa 3,0 7,5
Tahap pertama dalam pembentukan urin (ekskresi obat) adalah filtrasi darah yang melalui
sirkulasi ginjal. Pembentukan urin mulai ketika darah arteri memasuki glomerulus dan tersaring
melalui proses pasif. Filtrate glomerular ini banyak mengandung zat, seperti air, glukosa, asam
amino, urea, kreatinin, asam urat, dan mungkin juga obat dan atau metabolitnya. Filtrat tersebut
lalu bergerak melalui tubulus proksimal di mana banyak air dan material kristaloid yang penting
untuk metabolism normal mengalami reabsorsi, yang berlanjut pada tubulus distal. Obat yang
terfiltrasi pasif pada glomerulus dapat terabsorsi dari tubuli ginjal jika berada dalam bentuk larut
lemak (nonion).Jika obat berada dalam bentuk yang terionisasi, maka reabsorsi tubular dapat
dipengaruhi oleh pH cairan tubular. Molekul obat yang tereabsorsi dari tubul ginjal melalui
transport pasif harus berada dalam bentuk tak terion dan larut lemak agar dapat melalui
membrane lipid tubuli
Interaksi yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal hanya akan nyata secara klinis bila
obat atau metabolic aktifnya tereliminasi secara berarti oleh ginjal. pH urin dapat mempengaruhi
aktifitas obat dengan mengubah kecepatan bersihan ginjal. bila berada dalam bentuk tak terion,
maka obat akan lebih cepat berdifusi dari filtrate glomerular kembali ke dalam aliran darah.
Dengan demikian untuk obat basa seperti amfetamin sebagian besar berada dalam bentuk tak
6

terion dalam urin basa, sehingga banyak yang tereabsorsi ke dalam darah yang akibatnya dapat
memperlama aktivitasnya. Senyawa yang dapat meningkatkan

pH urin adalah natrium

bikarbonat sehingga bila diberikan bersamaan dengan amfetamin dosis tunggal maka efek
amfetamin dapat berlangsung selama beberapa hari. Sebaiknya obat yang biersifat asam, seperti
salisilat,sulfonamid, fenobarbita, lebih cepat terekskresi bila urin alkalis (pH tinggi). Oleh karena
itu pemberian bersama- sama obat ini dengan obat yang meningkatkan pH urin, seperti diuretic
penghambat karbonat bersihan obat asam sehingga efeknya cepat hilang. Interaksi yang
menyebabkan peningkatan pH urin ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan eliminasi over
dosis fenobarbital atau metoreksat yang digunakan dengan dosis tinggi untuk pengobatan tumor.
Di sisi lain, obat- obat basa seperti antihistamin, meperidin dan imipramin, lebih cepat
terekskresi bila pH urin rendah. Pengasaman ini dapat terjadi dengan pemberian ammonium
klorida atau glutamate hidroklorida. Obat- obat yang mengalami peningkatan bersihan dari ginjal
bila urin asam antara lain amitriptilin, amfetamin, antihistamin, imipramin, mekamilamin,
meperidin, kuinakrin dan efedrin.Sedangkan obat- obat yang mengalami peningkatan bersihan
dari ginjal urin alkalis antara lain aspirin, sulfonamid, asam salisilat, streptmisin, asam nalidiksat,
dan nitrofunrantoin.Interaksi obat dengan perubahan transport aktif
Penghambatan sekresi pada tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antar obat atau antar metabolit
untuk sistem transport aktif yang sama, terutama sistem transport untuk obat asam atau metabolic
yang bersifat asam. Proses ini mungkin melibatkan sistem enzim di dalam ginjal. obat- obat
tersebut diangkut dari darah melintasi sel- sel tubuli proksimal dan masuk ke urin melalui
transport aktif. Bila obat diberikan bersamaan maka salah satu di antaranya dapat mengganggu
eliminasi obat lainnya.Sebagai contoh pemberian bersamaan antara probenesid dan penisilin.
Probenesid menghambat ekskresi penisilin sehingga kadar antibiotic ini dalam darah tetap tinggi
dan efeknya lama. Waktu paruh eliminasi penisilin akan meningkat 2 3 lebih lama. Hal ini
merupakan interaksi yang menguntungkan untuk pengobatan infeksi.
Contoh lain adalah fenilbutazon dan asetoheksamid. Fenilbutazon meningkatkan efek
hipoglikemik dari asetoheksamid dengan menghambat ekskresi metabolit aktifnya, yakni
hidrosiheksamid, sehingga kadar metabolit tersebut dalam darah lebih tingi dari normal,
sehingga insulin plasma meningkat dan glukosa darah berkurang
BAB 111
7

PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan dapat memberikan efeknya tanpa
saling mempengaruhi, atau bisa jadi saling berinteraksi. Dalam hal ini obat pertama dapat
memperkuat atau memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua
Menurut jenis mekanisme kerja dibedakan:
a.

Interaksi Farmakodinamik

b.

Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakodinamik yaitu interaksi antara obat-obat yang mempunyai khasiat atau efek
samping yang serupa atau berlawanan.
Interaksi farmakokinetik meliputi interaksi pada proses absorpsi, interaksi pada proses distribusi,
interaksi pada proses metabolisme, interaksi pada proses ekskresi.
B.SARAN
Kami

mengetahui

bahwa

makalah

yang

kami

buat

ini

jauh

dari

kesempurnaan.Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran pembaca


untuk memotivasi kami agar bisa melengkapi makalah ini lebih baik
lagi.Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
http://wiro-pharmacy.blogspot.com/2011/03/kuliah-interaksi-obat.html
WIRO PHARMACY BLOG 27 Maret 2011
http://yessykh.blogspot.com/2011/12/farmakologi.html
Yessy Kh Calon Farmasis Minggu, 25 Desember 2011
http://usmar71.blogspot.com/2010/08/interaksi-farmakokinetik-2.html
Usmar Abdul Madjid Jumat, 20 Agustus 2010
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Sagung Seto, Jakarta.
Sulistia, dkk., 2007, Famakologi dan Terapi, UI Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai