Sebagai motivator Indonesia kadang saya prihatin dengan pola pikir masyarakat
kita.
Salah kaprahnya masyarakat kita itu terlanjur menganggap motivator itu manusia
sempurna dan nggak boleh keliru dan gagal. Jelas-jelas ini anggapan yang salah
kaprah. Toh motivator itu manusia biasa.
Ada pula yang nyeletuk, "Kok motivator tarifnya mahal banget?" Ah, nggak juga.
Tepatnya, tergantung. Kalau mahal pun, sah-sah saja. Ini kan seperti profesi
layaknya pengacara, notaris, dan arsitek. Ada level-levelnya. Ngomong-ngomong,
seorang dosen agama sekalipun ada level-levelnya. Apakah dia S2, S3, atau
profesor. Tentu gajinya di kampus juga beda-beda. Mana bisa disamakan? Upah
seperti itu, yah legal dan halal.
Mari kita sama-sama introspeksi. Ingat, kita dinilai dari tindakan kita, bukan karena
tindakan orang lain. Terakhir, doakan motivator-motivator yang telah berjasa
menunjukkan golden ways dalam kehidupan kita. Bukankah segala doa dan
prasangka yang baik-baik akan kembali kepada kita? Insya Allah itu nyata. Ya,
nyata. Sekian dari saya, Ippho Santosa.