Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi)
bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta,
konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Adapun orang orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki alasan sebagai
berikut: Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan
perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal pada masa
generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak
dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain.
Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat
secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki
kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Referensi dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat
267:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran
dari zakat profesi:
1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup
setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu
Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari
awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut
harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib
mengeluarkan zakat.
3. Pendapat ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan
haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta
perdagangan, artinya nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat
perdagangan. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5 persen dan waktu
mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Sebagai contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp.
10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp. 3.000.000,- maka cara penghitungan zakatnya
adalah :
Rp.10.000.000, Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,Rp.7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun atau 175.000 perbulan.
Pendapat kedua : zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian. Artinya setiap
orang yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa
menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti zakat emas, yaitu
2,5 %.
Contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 3.000.000,-,
maka cara penghitungan zakatnya adalah :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 7.500,Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp. 7.500,- X 12 = Rp. 90.000,-
Kalau kita perhatikan contoh di atas, ada beberapa catatan yang perlu mendapatkan
perhatian :
Pertama : uang yang berjumlah Rp. 3.000.000,- tersebut langsung terkena zakat,
walaupun secara teori belum sampai pada batasan nishob, 20 Dinar = 85 gram emas
= Rp. 42.500.000,-. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu setiap
panen harus dikeluarkan zakatnya.
Kedua : di sisi lain mereka tidak memperhitungkan nishab, padahal jika mau
mengqiyaskan dengan zakat pertanian, harus ditentukan nishabnya terlebih dahulu,
yaitu 5 wasaq = 653 kg.
Ketiga : di sisi lain juga, mereka menentukan besaran uang zakat profesi yang harus
dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas, yaitu 2,5 %. Disinilah letak
kerancuannya karena mereka mengqiyaskan zakat profesi kepada dua hal, pertama :
mengqiyaskan kepada
mengqiyaskan kepada zakat emas dalam menentukan besaran uang yang dizakati.
Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan zakat profesi kepada zakat pertanian, mereka
juga tidak konsisten, karena tidak menentukan nishab, padahal zakat pertanian itu ada
ketentuan nishabnya.
Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah dari sisi dalil dan sangat merugikan dan
membebani para pegawai, khususnya yang berpenghasilan pas-pasan.
Tetapi justru inilah yang banyak diterapkan di lembaga-lembaga pemerintahan dan
swasta. Mereka dipotong gajinya sebanyak 2,5 % tiap bulannya, padahal sebagian
pegawai ada yang gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Walaupun hal ini menguntungkan fakir miskin, tetapi merugikan dan mendhalimi
pegawai yang gajinya pas-pasan.
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa kita simpulkan bahwa zakat profesi diakui oleh
syariah dan mempunyai landasan dari al-Quran dan sunnah sebagaimana yang
tersebut di atas. Zakat profesi hanya sebuah istilah, kalau tidak setuju dengan istilah
ini, bisa menyebutnya dengan zakat maal.
Adapun cara pengeluarannya dan besaran uang yang harus dikeluarkan dari zakat
profesi ini mengikuti tata cara dan besaran dalam zakat emas, dan harus sudah
melalui waktu satu tahun. Wallahu Alam.
Qatar, 17 Syaban 1433 H/ 10 Juli 2012