Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Diabetes Melitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terusmenerus dan bervariasi,
terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelaianan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah.
Klasifikasi DM menurut WHO dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1 dimana secara
etiologi terjadi destruksi sel beta, umumnya menjurus kepada defisiensi insulin absolute, terjadi
autoimun serta idiopatik. Kedua adalah DM tipe 2 secara etiologi bervariasi mulai dari dominan
resisten insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang terjadi defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin, dan ketiga adalah DM gestasional yaitu diabetes yang terjadi pada saat
kehamilan atau karena berat bayi yang dilahirkan lebih. Selanjutnya adalah DM tipe lainnya
dimana terjadi defek fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, adanya infeksi, sebab imunologi yang jarang serta
sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM.
Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan klasik atau non klasik. Keluhan klasik berupa poliuria,
polifagia, polidipsi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Keluhan lain dapat berupa antara lain badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, nyeri
pada ekstremitas yang tidak diketahui sebabnya, luka yang sulit sembuh, disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada perempuan.
Pada anamnesis juga dapat ditanyakan mengenai pemeriksaan laboratorium terdahulu, status
gizi, pola diet, riwayat perubahan berat badan, tumbuh kembang, infeksi sebelumnya terutama
infeksi pada kulit, gigi, saluran kemih dan kelamin, infeksi pada kaki, gejala komplikasi pada
ginjal, mata, saluran pencernaan, dan riwayat pengobatan, adanya pengobatan lain yang dapat
berpengaruh terhadap kadar glukosa darah, maupun adanya faktor DM (hipertensi, riwayat
penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga), pola hidup, status ekonomi,
dan pendidikan.1
1

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisis umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi keadaan umum
pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan, keadaan sakit, keadaan
gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring atau pun berjalan. Pemeriksaan tanda-tanda
vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh. derajat
kesadaran juga perlu diidentifikasi bersamaan dengan keadaan umum pasien.
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh. maka dalam
pemeriksaan fisik harus dilakukan pemeriksaan secara lengkap. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan fisis sesuai tiga keluhan utama pada pasien DM yaitu poliuria, polidipsia, dan
polifagia.
Poliuri, pada poliuri perlu dilakukan evaluasi status hidrasi pasien, perhatikan adakah kekeringan
pada kulit dan membrane mukosa, penurunan turgor, dan elastisitas kulit, serta berkurangnya
keringat. Polidipsi, pada keadaan ini perlu diperiksa tanda-tanda dehidrasi, seperti mukosa mulut
atau bibir yang kering dan turgor kulit yang turun. Polifagia, pemeriksaan fisis yang perlu
dilakukan pertama adalah evaluasi antropometri serta penilaian keadaan gizi pasien, apakah
normal, gemuk, atau kurus. Hal ini dinilai dengan mengukur tinggi serta berat badan.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Walaupun oleh masyarakat umum DM sering disebut sebagai penyakit kencing manis atau
kending gula, namun diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, dan
tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis
DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil, waktu pengambilan, dan cara
pemeriksaan yang dipakai.

Pemeriksaan laboratorium dapat berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring, menegakkan


diagnosis, pemantauan hasil pengobatan, dan pengendalian DM.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau
kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral standar.

Kadar GDS (mg/dl)


Kadar GDP (mg/dl)

Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler

Bukan DM
<110
<90
<110
<90

Belum pasti DM
110-199
90-199
110-125
90-109

Pasti DM
200
200
126
110

Pemeriksaan diagnostic DM biasayant akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria,
polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, serta
keluhan lain. Bila terdapat keluhan khas dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
atau kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, maka diagnosis DM dapat ditegakkan. Bila tidak
ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup
kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Pada keadaan ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan mendapatkan sekali lagi nilai abnormal pada hari yang lain, baik kadar glukosa
darah pussa 126 mg/dl dan atau kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl. Pada penderita tanpa
keluhan khas DM, bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dalam batas peralihan yaitu kadar
glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu antara 110-199
mg/dl, harus dilakukan TTGO untuk memastikan diagnostic DM.3
Diagnosis Banding
Penyakit Cushing
Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity),
hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu,
edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini kemudian dinamakan
sindrom cushing. Tanpa mempertimbangkan etiologi semua sindrom cushing endogen
disebabkan peningkatan produksi kortisol oleh adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya
adalah hyperplasia adrenal bilateral oleh tumor non endokrin. Insiden hyperplasia hiipofisis
adrenal adalah tiga kali lebih besar pada wanita dari pada laki-laki, kebanyakan muncul pada
3

usia decade ketiga atau keempat. Disamping itu, defek bisa berada pada hipotalamus,
menyebabkan pelepasan corticotrophin releasing hormone (CRH) yang tidak sesuai dengan
kadar kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar kortisol lebih tinggi
untuk menekan sekresi ACTH ke rentang normal. Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi
hipofisis, mengakibatkan hyperplasia atau pembentukan tumor. Hanya individu yang mempunyai
tumor hipofisis yang menghasilkan ACTH dipastikan sebagai penyakit cushing. Penyebab
terbanyak sindrom cushing adalah iatrogenic pemberian steroid eksogen dengan berbagai
alasan.4
Gejala Klinik
Banyak tanda-tanda dan simtom sindrom cushing menyertai kerja glukokortikoid. Mobilisasi
jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan; osteoporosis, striae
kulit, dan mudah berdarah dibawah kulit. Osteoporosis bisa menyebabkan kolaps korpus
vertebrae dan tulang lain. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resisten insulin dapat
menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes mellitus klinis dijumpai kira-kira 20%
pasien, yang mungkin bersifat individu dengan predisposisi

diabetes. Hiperkortisolisme

mendorong penumpukan jaringan adipose pada tempat tertentu, khususnya diwajah bagian atas
(menyebabkan moon face), daerah antara kedua tulang belikat (buffalo hump) dan mesenteric
(obesitas badan). Beberapa tanda dan simtom pada pasien dengan hiperkortikolisme, misalnya
obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan diabetes adalah nonspesifik dank arena itu kurang
membantu dalam mendiagnosa hiperkortikolisme. Sebaliknya, tanda mudah berdarah, striae yang
khas, miopati dan virilasi (meskipun kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom cushing.
Kecuali pada sindrom cushing iatrogenic, kadar kortisol plasma dan urin akan meningkat.
Kadang hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolic dijumpai, terutama dengan produksi
ACTH ektopik.4
Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensitivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap non insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan
4

metabolic yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin).
Kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap
diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan IMT yang lebih besar. Hasil
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar
sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian DM didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa,
dimana 95% dari populasi dunia menderita DM tipe 2.5
DM tipe 2 disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu resisten insulin, dan disfungsi sel B pankreas.
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal (resistensi insulin). Resistensi insulin
banyak terjadi akibat obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM
tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatic yang berlebihan namun tidak terjadi kerusakan
sel B langerhans secara autoimun seperti DM tipe 1. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM
tipe 2 hanya bersifat relative dan tidak absolute.5
Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe Lain ec Sindrom Cushing
Yang dimaaksud dengan DM tipe lain adalah DM yang tidak termasuk dalam tipe 1 atau tipe 2
yang disebabkan karena kelainan tertentu. Misalkan DM yang timbul karena kenaikan hormonhormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Salah satu contohnya adalah DM yang
muncul pada penyakit kelebihan hormon tiroid (hipertiroid).3
Etiologi
DM tipe lain dapat disebabkan oleh beberapa macam keadaan seperti:3
1. Defek genetic fungsi sel beta akibat mutasi
2. Defek genetic kerja insulin: resistensi insulin tipe A, eprechaunism, sindrom Rabson
Mendenhall, dan lain-lain.
3. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektimo, neoplasma, fibrosis
kistik, hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainya.

4. Endokrinopati:

akromegali,

sindromcushing,

feokromositoma,

hipertiroidisme,

somatostatinoma, aldesteronoma, dan lainnya.


5. Karena obat/zat kima: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,
diazoxid, dan lainnya.
6. Infeksi: rubella congenital, CMV
7. Imunologi (jarang): sindrom Stiffman, antibody antireseptor insulin.
8. Sindrom genetic lain: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom
wolframs ataksia friedreichs, chorea Huntington, porfiria, sindrom prader willi, dan
lainnya.
Epidemiologi
Salah satu jenis ini adalah DM tipe lain. Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan negara
berkembang. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan protein
yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber
karbohidrat di beberapa kawasan di Asia dan Afrika berperan dalam patogenesisnya. Di Jawa
Timur sudah dilakukan survey dan didapatkan bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah
1,47% sama dengan di perkotaan (1,43%). Sebesar 21,2% dari kasus diabetes di pedesaan adalah
jenis ini. Diabetes ini dimasa datang masih akan banyak, mengingat.4

Patofisiologi
Diabetes Melitus dibagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah DM tipe lain. DM tipe lain
ini dapat disebabkan oleh beberapa macam keadaan seperti, defek genetic fungsi sel B pankreas,
defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin paknreas, endokrinopati, karena obat/zat kimia,
infeksi, dan lain-lain.5
Endokrinopati misalnya sindrom cushing. Sindrom cushing ini disebabkan karena kadar kortisol
didalam tubuh yang meningkat sehingga menekan produksi ACTH. Kortisol merupakan hormon
steroid dari golongan glukokortikoid disekresi oleh cortex adrenal. Glukokortikoid ini memiliki
beberapa fungsi salah satunya adalah meningkatkan kadar glukosa darah melalui stimulasi
glukoneogenesis dalam hepar. Peningkatan kortisol ini dapat disebabkan karena penggunaan obat
tertentu dalam jangka waktu yang lama misalnya penggunaan kortikosteroid pada penyakit
6

tertentu seperti asma bronchial, atau rheumatoid arthritis. Peningkatan kortisol ini menyebabkan
peningkatan glukosa didalam darah, hal ini dapat menyebabkan diabetes mellitus karena insulin
yang diproduksi tidak dapat mengimbangi jumlah glukosa yang terlalu banyak di dalam darah.5
Gejala Klinis
Gejala khas DM (keluhan klasik), yaitu poliuria (banyak kencing bisa 3L per hari). Kadar
glukosa darah yang tinggi menyebabkan banyak kencing, terutama malam hari karena pada
malam hari kadar gula dalam darah relative tinggi. Pada penderita DM terjadi hiperglikemi.
Salah satu efek dari hiperglikemi ini meningginya kadar glukosa melebihi threshold ginjal
melakukan reabsorpsi sehingga terjadi glukosuria. Glukosuria adalah adanya glukosa dalam urin,
ini yang akan menginduksi dieresis osmotik sehingga zat non elektrolit dengan cepat dan mudah
diekskresikan oleh ginjal serta menarik air. Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas
osmotik, maka air akan tertarik ke dalam urin sehingga menyebabkan poliuria; polidipsi (banyak
minum), banyaknya cairan yang keluar melalui kencing menyebabkan penderita merasa haus dan
akhirnya banyak minum; polifagia (lapar), insulin bermasalah sehingga sel tubuh tak bisa
menyerap ula dengan baik, hal ini menyebabkan tubuh kekurangan energy dan saat hal ini terjadi
otak akan merespon kurang makan; berat badan turun tanpa sebab jelas padahal makan secara
normal bahkan berlebihan dapat dicurigai sebagai gejala DM. glukosa dalam darah tidak masuk
dalam sel sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga, karena tenaga
diperlukan dalam aktivitas maka diambil cadangan lain yaitu sel lemak dan sel otot. Hal ini
menyebabkan BB turun karena penderita kehilangan jaringan lemak dan otot.5
Gejala tidak khas dari DM adalah lemas, kekurangan energy, sering mengantuk, kesemutan, luka
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita, kulit
terasa panas, terasa tebal dikulit, dan lain-lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.3
1. Edukasi

Edukasi dengan tujian promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistic.
2. Terapi Nutrisi Medis
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220
usia pasien.
4. Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral atau bentuik suntikan.
1) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
a. Sulfonylurea
Oabat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel
beta pankreas.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
2) Peningkatan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD)
a. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2.
b. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Famma, suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak,
dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal hantung karena
8

dapat memperberat edema?retensi cairan. hati-hati pada gangguan faal hati,


bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk
dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
Komplikasi
Komplikasi dari Dm dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu makroangiopati, mikroangiopati, dan
neuropati. Mikroangiopati merupakan komplikasi yang paling dini terjadi diikuti dengan
makroangiopati dan neuropati. Berikut beberapa komplikasi dari DM adalah makroangiopati
yaitu penyakit jantung koroner, peneyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular, dan kaki
diabetes; mikroangiopati yaitu retinopati diabetic, nefropati diabetic, dan disfungsi ereksi; serta
neuropati yaitu, neuropati perifer dan neuropati otonom.1

Prognosis
Apabila diagnosis DM terjadi lebih dini dan pengobatan dari penyebab DM dapat segera
dilakukan maka prognosis akan jauh lebih baik dibandingkan dengan diagnosis dan
penatalaksanaan yang lambat diberikan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di ketahui bahwa
pasien ini menderita penyakit diabetes mellitus tipe lain yang disebabkan karena cushing
syndrome.
Daftar Pustaka
1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Ed 4. Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014; h. 778
2. Setiati S, Rinaldi I, Ranitya R, Purnamasari D. Lima puluh masalah kesehatan di bidang
ilmu penyakit dalam. Ed 2. Jakarta: Interna Publishing; 2011; h. 24-31
3. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Kimia Klinik. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2013; h. 51-68

4. Sudoyo AW, Setiyohasi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed 5. Jilid 3. Jakarta: Inteena Publishing; 2009; h.1877, 2062-3
5. Slamet S. Diet pada diabetes. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran UI; 2008; h. 213

10

Anda mungkin juga menyukai