Anda di halaman 1dari 19

Ketuban Pecah Dini

pada Usia Kehamilan 30 Minggu


Lydia Gloriani Lethe
102013343
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Email : Lydia.2013fk343@civitas.ukrida.ac.id

PENDAHULUAN
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini
adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.1
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah yang penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Pada kehamilan aterm insidensinya 8 10%. Sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 1% dari semua kehamilan.1 Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir
sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah.
Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah
dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.

Anamnesis
Anamnesis yang baik sangat membantu dalam mendiagnosis. Yang perlu ditanyakan
dalam anamnesis yaitu keluhan utama,cairan yang keluar dari vagina sejak kapan,bentuk cairan
yang keluar (lendir atau encer), warna cairan, banyaknya cairan yang keluar,sejak kapan nyeri
dirasakan, dimana pertama kali nyeri dirasakan, apakah nyeri menjalar atau tidak, bagaimana

sifat nyerinya, apakah ada darah yang keluar dari vagina,apakah ada keluhan lain seperti mual,
muntah, pusing, sakit kepala, pandangan kabur.
Setelah anamnesis diatas kita tanyakan , selanjutnya menanyakan riwayat kehamilan
sekarang pasien tentang kehamilannya yang sekarang. Kita perlu menanyakan kapan hari
terakhir menstruasi terakhir dan berapa lama biasanya siklus menstruasi berlangsung,apakah
selama kehamilan pernah mengalami pendarahan, diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran
kemih, atau masalah dalam kehamilan,gejala apa saja yang menyertai selama kehamilan
(misalnya mual, muntah, nyeri tekan payudara, frekuensi dalam berkemih). Setelah itu, kita
tanyakan riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dengan pasti jumlah kehamilan, sudah
berapa bulan kehamilannya sekarang jumlah persalinan, dan jumlah abortus,bagaimana cara
persalinan

sebelumnya,apakah

ada

komplikasi

selama

kehamilan

dan

persalinan

sebelumnya,apakah ada kesulitan dalam menyusui,bagaimana kondisi anak sebelumnya, dari


berat lahir, jenis kelamin, nama, dan keadaan anak sekarang.Perlu kita tanyakan riwayat penyakit
dahulu. Riwayat penyakit ibu sebelumnya sangat penting untuk ditanyakan karena sangat
berkaitan dengan kondisi kehamilan dan janinnya.Pada akhir anamnesis kita tanyakan tentang
riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan Fisik
Pasien dalam keadaan sedang hamil, maka pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan sudah pasti
berkaitan dengan pemeriksaan obstetrik, antara lain :
1. Keadaan umum

Perhatikan kondisi umum ibu ketika pertama kali datang, apakah tampak kesakitan atau
terlihat lebih tenang. Temukan jika terdapat adanya edema pada tungkainya. Periksa
dengan teliti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuhnya.
2. Inspeksi
Lakukan inspeksi pada bagian abdomen pasien. Perhatikan warna kulit pada abdomen,
bentuk abdomen, dan pembesaran perut yang terjadi pada kehamilan.
3. Palpasi
Pastikan dalam melakukan pemeriksaan palpasi, perhatikan jika pasien merasakan nyeri
tekan atau nyeri lepas.
a. Leopold2,3
Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan Leopold, dimana pemeriksaan
Leopold ini Is/d IV. Ibu dipersilahkan berbaring telentang dengan sendi lutut semi fleksi
untuk mengurangi kontraksi otot dinding abdomen.Leopold I s/d III, pemeriksa
melakukan pemeriksaan dengan berdiri disamping kanan ibu dengan menghadap kearah
muka ibu ; pada pemeriksaan Leopold IV, pemeriksa berbalik arah sehingga menghadap
kearah kaki ibu.
Leopold I kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak fundus
uteri,tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia kehamilan,rasakan bagian janin
yang berada pada bagian fundus (bokong atau kepala atau kosong).Selanjutnya Leopold
II yaitu kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah sampai disamping kiri
dan kanan umbilicus,tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi auskultasi
denyut jantung janin nantinya,tentukan bagian-bagian kecil janin. Selanjutnya Leopold
III yaitu bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan
kanan,ditentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan ditentukan apakah sudah
mengalami engagemen atau belum. Terkahir, Leopold IV pemeriksa merubah posisinya

sehingga menghadap ke arah kaki pasien,kedua telapak tangan ditempatkan disisi kiri dan
kanan bagian terendah janin,digunakan untuk menentukan sampai berapa jauh derajat
desensus janin.

Leopod I

Leopod II

Leopold II

Leopod IV

Pemeriksaan Leopod
Sumber : http://aisyasuci.blogspot.com/2011/04/pemeriksaan-fisik-pada-ibu-hamil.html

b. Tinggi fundus
Menentukan tinggi fundus dapat memudahkan kita untuk mengetahui perkiraan umur
kehamilan .
4. Auskultasi
Auskultasi digunakan untuk mendengar detak jantung janin, dapat dilakukan dengan
menggunakan Doppler atau stetoskop. Dengan Doppler, detak jantung terdengar pada
usia 12 minggu. Sedangkan dengan stetoskop, detak jantung terdengar pada usia 26
minggu.3

5. Pemeriksaan dengan spekulum

Pemeriksaan dengan spekulum akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum
(OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk,
mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan
tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks anterior. Lihat dan
perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang
sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior.

6. Pemeriksaan Dalam Vagina (Vaginal Toucher)


Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme
tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan
kalau KPD atau PROM yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan

dan

dibatasi

sedikit

mungkin.

Jika

belum,

pemeriksaan

dalam

dikontraindikasikan.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count)5


Pemeriksaan CBC meliputi hitung sel darah putih, jumlah sel darah (merah, putih, keping
darah), laju endah darah (LED), Hemoglobin, dan Hematokrit. Penting diperiksa pada ibu
hamil untuk mengindikasikan apakah ada infeksi, anemia, dan persiapan jika terjadi

pendarahan jika pada pemeriksaan didapatkan leukosit darah > 15.000/ ul bila terjadi
infeksi

Tes Lakmus (tes Nitrazin): cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.

jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina
dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.

Rapid

test

for

amniotic

pH.

Diunduh

dari

:http://www.mti-

diagnostics.com/produkte/schnelltest/index.html
Tes Ferning: pemeriksaan ini dilakukan dengan cara dengan meneteskan air ketuban
pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.,

Vaginal Fluid Ferning.


Diunduh dari :http://quizlet.com/6841533/print/

2. Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi (USG)
Merupakan suatu metode diagnosis menggunakan gelombang ultrasonik untuk mempelajari
struktur jaringan berdasarkan gambaran echo dari gelombang ultrasonik yang dipantulkan
jaringan. Dengan prinsip tersebut, maka USG dapat digunakan untuk indentifikasi kehamilan
normal dan abnormal secara dini, menentukan posisi dan presentasi janin, perkiraan besar
dan berat janin,pengamatan organ-organ janin (misalnya: jantung) dan penentuan
kesejahteraan janin, identifikasi kehamilan multipel, merinci kelainan janin, perbandingan
berbagai bagian janin, menunjukan hidramnion atau oligohidramnion, visualisasi tali pusat
dan pengukuran darah tali pusat, visualisasi plasenta ( misal, kematangan, letak, ukuran,
bekuan darah, tumor), memperlihatkan kelainan plasenta (misal, mola hidatidiformis,
degenerasi mola, korioangiosarkoma), visualisasi tumor atau kelainan uterus dan
menampakan kelainan serviks (misal aeviks inkompeten).

Pada pemeriksaan USG untuk kasus yang dicurigai ketuban pecah dini, biasanya dicari
indeks cairan amnion,aktivitas atau gerakan janin,pengukuran berat badan janin,detak
jantung janin,kelainan kongenital atau deformitas

Pemeriksaan CTG (Cardiotocography)


Digunakan untuk mengukur denyut jantung bayi pada saat kontraksi maupun tidak. Bila
doppler hanya menghasilkan denyut jantung bayi maka pada CTG kontraksi ibu juga
terekam dan kemudian dilihat perubahan denyut jantung bayi pada saat kontraksi dan diluar
kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi
plasenta yang sudah tidak baik.

Protein C-reaktif: Peningkatan protein C reakktif serum menunjukkan peringatan awal

korioamnionitis.
Pengukuran Volume Cairan Amnion
Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk memperkirakan volume
cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus uteri .

Penentuan AFI amniotic fluid index adalah metode semikuantitatif untuk memperkirakan
volume

cairan

amnion.

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm pada masing-masing
empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu : 5 20 cm

Arti Klinik Volume Cairan Amnion

Volume cairan amnion merupakan penanda kesehatan janin

Volume cairan amnion normal menunjukkan bahwa perfusi uteroplasenta dalam keadaan
memadai.

Jumlah volume cairan amnion abnormal berkaitan dengan outcomeperinatal yang


buruk.

WORKING DIAGNOSIS
Pecah ketuban dini (Premature Rupture of Membranes/PROM) biasanya didefinisikan
sebagai pecahnya amnion setiap saat sebelum terjadinya kontraksi. Kata prematur juga
membawa konotasi kehamilan prematur, penulis (Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th
Edition) menggunakan kata prematur untuk merujuk pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
untuk menghindari kebingungan. Dengan demikian, ketuban pecah dini preterm (Preterm
Premature Rupture of Membranes/PPROM) mengacu pada PROM sebelum 37 minggu
kehamilan.3
Saat ini klinis lebih relevan pada perbedaan PROM preterm (PPROM) menjadi "previable
PROM ", yang terjadi sebelum batas dari viabilitas (kurang dari 23 minggu), "preterm PROM
remote from term" (dari kelangsungan hidup menjadi sekitar 32 minggu kehamilan), dan
"preterm PROM near term" (sekitar usia kehamilan 32-36 minggu). Ketika PROM previable
terjadi, persalinan segera akan mengakibatkan kematian neonatal. Manajemen konservatif dapat
menyebabkan kelahiran previable atau periviable, tetapi mungkin juga menyebabkan
perpanjangan latensi dan persalinan yang cukup matang untuk janin.4
Gejala adalah kunci untuk diagnosis, pasien biasanya melaporkan cairan yang tiba-tiba
menyembur dari vagina dan pengeluaran cairan yang berlanjutan. Gejala tambahan yang

mungkin penting termasuk warna dan konsistensi cairan adalah adanya bintik-bintik dari vernix
atau mekonium, pengurangan ukuran uterus, dan peningkatan keunggulan janin untuk palpasi.6

ETIOLOGI
Sebab- sebab terjadinya ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Faktor umum
a. Infeksi STD (Sex Transmitted Disease) biasanya dikarenakan infeksi Clamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrheae.7
b. Faktor sosial: perokok, alkohol, keadaan sosial ekonomi rendah.8
2. Faktor keturunan8
a. Kelainan genetik
b. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.
3. Faktor obstetrik, antara lain:9
a. Over distensi uterus: kehamilan kembar, hidramnion.
b. Faktor obstetrik9

Serviks inkompeten

Serviks konisasi / menjadi pendek

Terdapat sefalopelvic disproposi:


o Kepala janin belum masuk pintu atas panggul
o Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung menerima tekanan
intrauteri yang dominan.

4. Trauma
5. Golongan darah: akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.7
6. Tidak diketahui penyebabnya.10

10

EPIDEMIOLOGI
Pada kehamilan aterm insidensinya 8 10%. Sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 1% dari semua kehamilan1 dan bertanggung jawab atas sepertiga dari semua
kelahiran prematur. 90% Pasien datang dengan ketuban pecah dini aterm, diikuti persalinan
dalam waktu 24 jam setelah pecah ketuban. Ketika ketuban pecah dini terjadi antara minggu ke
28 - 34, 50% pasien akan diikuti persalinan dalam waktu 24 jam dan 80% sampai 90% dari
pasien akan diikuti persalinan dalam waktu 1 minggu. Sebelum 26 minggu, sekitar 50% dari
pasien diikuti persalinan dalam waktu 1 minggu.10
PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, buka karena seluruh selaput ketuban
rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstrameduler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.11 Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini antara lain
berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen, dan kekurangan tembaga dan asam
askorbik yang berakibat pada pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Mendekati waktu persalinan, terjadi degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan
membran janin. Pada penyakit periondontitis dimana terdapat npeningkatan MMP, cenderung
terjadi ketuban pecah dini.1
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban
mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.12
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut10:

Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi

Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan
mengeluarkan air ketuban.

11

Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah


Ibu
Infeksi intrapartal
Infeksi puerperalis
Partus lama
Perdarahan post partum
Morbiditas dan mortalitas maternal

Janin
Prematuritas
Infeksi intra uterin
Prolaps funiculi
Asfiksia neonatorum
Morbiditas dan motalitas maternal

MANIFESTASI KLINIS

keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina


Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara.
Demam
bercak vagina yang banyak
nyeri perut
denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi

PENATALAKSANAAN
a. Non Medika Mentosa
Tirah baring

Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan dapat
diperpanjang. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Tirah baring dapat dikombinasikan
dengan pemberian antibiotik sehingga dapat menghindari terjadinya infeksi.12

Sectio sesarea
Sectio cesarea dilakukan pada bayi yang memiliki berat badan kurang dari 2000 gram, gagal
dalam induksi partus, dan jika ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda karena dapat
mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang dimaksudkan yakni infeksi
12

uteri, solutio plasenta, gawat janin, prolaps tali pusat, dan evaluasi detak jantung janin
menunjukan hasil gawat janin.13
b. Medika Mentosa
Kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban
pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan
( 20 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 15,9% ), enterokolitis nekrotikans ( 0,8
4,6% ). National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum
masa gestasi 30 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra
amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih kontroversial dan
tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan
amniosentesis.13-4
Antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan
memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2
gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian
amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang
mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankan kandungan selama 3 minggu
setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.15
Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak
memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen
tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak
diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.15
Ada tiga kemungkinan yang dapat dilakukan pada ketuban pecah dini yakni:
1. Konservatif
Tatalaksana konservatif antara lain:

Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotik sehingga dapat


menghindari terjadinya infeksi. Antibiotik yang dapat digunakan yakni Ampisilin (4 x
13

500 mg) atau eritromisin bila tidak tahan terhadap ampisilin dan metronodazol (2 x 500
mg) diberikan selama 7 hari.12

Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru
janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.12

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-): beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu.12

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Pemberian tokolitik digunakan
untuk mengurangi atau menghambat kontraksi uterus.12

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. Nilai
tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pemberian antibiotik
dilakukan untuk mengurangi peranan infeksi sebagai pemicu terjadinya proses
persalinan.12

2. Tatalaksana aktif

Tindakan memberikan kortikosteroid tidak terlalu banyak dapat meningkatkan maturitas


janin dan paru. Dalam keadaan terpaksa harus dilakukan terminasi kehamilan untuk
menyelamatkan bayi atau maternal.15

3. Tatalaksana agresif
Tindakan agresif dilakukan jika ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda karena dapat
mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang dimaksudkan yakni infeksi
uteri, solutio plasenta, gawat janin, prolaps tali pusat, evaluasi detak jantung janin
menunjukan hasil gawat janin, dan berat badan janin sudah cukup untuk beradaptasi diluar
kandungan.12
c. Pertimbangan penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi
Masa gestasi dibawah 24 minggu.
Sulit untuk mempertahan kehamilan sampai aterm atau sampai usia kehamilan sekitar 34
minggu. Bahaya infeksi dan keadaan oligohidramnion akan menimbulkan masalah pada
14

bayi.12 Sebagian besar pasien akan mengalami persalinan dalam 1 minggu bila terjadi ketuban
pecah dini dengan periode latensi sekitar 6 hari, dan sebagian besar yang lahir biasanya
mengalami banyak masalah seperti penyakit paru kronik, gangguan neurologi dan
perkembangan, hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar 50% janin dengan ketuban pecah dini
pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom Potter, 25% pada mereka yang lahir di minggu
ke 22 dan 10% pada mereka yang lahir setelah masa gestasi 26 minggu.13
Masa gestasi 24 31 minggu
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat. Bila
tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34
minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu.
Pemberian kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian menyeluruh mengenai
keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi harus dilakukan pada keadaan ini.
Pemberian

kortikosteroid

pada

masa

gestasi

24

-28

minggu

tidak

banyak

bermanfaat.13Pertolongan persalinan kurang dari 2000 gram dapat dilakukan dengan seksio
sesarea.12
Masa gestasi 32 33 minggu
Biasanya mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan penanganan
bayi premature harus segera direncanakan.16 Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan
amniosentesis untuk menetukan maturitas paru. Perhatikan tanda infeksi intrauteri. Umumnya
berat badan janin sudah sekitar 200 gram sehingga sudah sangat mungkin tertolong. 12 Upaya
mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko
amnionitis maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi
neonatal.16
Masa gestasi 34 36 minggu
Pada masa ini berat badan janin sudah cukup baik sehingga langsung dapat dilakukan terapi
induksi atau seksio sesarea. Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan.
Sebuah studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga
36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak
diindikasikan untuk kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai
profilaksis infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus

15

disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm bukan merupakan kontraindikasi persalinan
pervaginam.16

PENCEGAHAN
Pencegahan terjadi ketuban pecah dini diutamakan menghindari faktor resiko yakni antara lain:
Pemeriksaan kehamilan secara teratur.
Kebiasaan hidup sehat, seperti mengkonsumsi makanan yang sehat, minum cukup, olahraga
teratur, dan berhenti merokok. Hindari makan - makanan yang bisa meerangsang terjadinya
kontraksi rahim, misalnya minuman beralkohol kadar tinggi, makanan yang mengandung zat
fermentasi berlebihan.12,17
Kebiasaan membersihkan daerah kemaluan dari depan ke belakang setelah berkemih atau
BAB dan rajin mebersihkan daerah perineum (antara vagina dengan anus).
Hindari hubungan seksual lebih dari satu partner.
Berkonsultasi dengan dokter bila ada bau sekret vagina yang berbeda.
Konsumsi 100 mg vitamin C secara teratur saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dapat
menurunkan resiko terjadinya ketuban pecah dini.17
Hindari perjalanan jauh yang melelahkan dan menimbulkan ketegangan fisik maupun mental
bagi ibu hamil
Hindari trauma atau benturan fisik pada daerah perut
Pada ibu hamil kembar, kurangi aktifitas yang berlebihan, karena kehamilan kembar sendiri
sudah beresiko ketuban pecah sebelum waktunya akibat pereganagan rahim.
Jaga tubuh ibu hamil dari infeksi terutama infeksi pada daerah alat kelamin
Hindari stress berlebihan yang akan merangsang hormon tubuh untuk menimbulkan
kontraksi pada rahim
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal amupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.1
Persalinan prematur
16

Setelah ketuban pecah, biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan antara 28 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
Meningkatnya seksio sesarea
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih
sering terjadi daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah
dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1
Korioamnionitis
Korioamnionitis, atau radang selaput janin merupakan keadaan pada perempuan hamil di
mana korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi
sepsis. Korioamnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain
demam, nadi cepat, cairan vagina yang berbau busuk, dan uterus pada perabaan lembek.1
Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban, terjadi hidroamnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.1
Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terlambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulomoner.1

PROGNOSIS
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh maturitas paru janin, posisi janin, adanya infeksi,
penatalaksanaan, dan komplikasi yang mungkin timbul serta usia kehamilan.
Prognosa untuk janin tergantung pada :
1)Maturitas janin. Semakin muda usia kehamilan, semakin buruk prognosisnya.12
3)Infeksi intra uterin meningkatkan mortalitas janin. Semakain lama kehamilan berlangsung
dengan ketuban yang pecah, maka semakin besar kemungkinan infeksi intra uterin.12
17

KESIMPULAN
Dalam melakukan penanganan, terdapat tiga pilihan tindakan yang dapat dilakukan pada
ketuban pecah dini yakni konservatif, aktif, dan agresif. Pemilihan penangan ini disesuaikan
dengan melakukan pertimbangan terhadap usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan
janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Komplikasi yang dapat terjadi pada ketuban pecah dini
antara lain meingkatnya persalinan prematur, seksio cesarea, infeksi pada janin dan maternal,
hipoksia dan asfiksia, sindrom deformitas janin, dan korioamnionitis.
Prognosis tergantung pada usia gestasi, ada tidaknya infeksi, dan penangan yang tepat.
Semakin kecil usia gestasi, maka prognosisnya akan semakin buruk. Demikian juga dengan
infeksi bahwa dengan adanya infeksi maka akan memperbruk prognosis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomo Soewarto. Ketuban pecah dini. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, editor. Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.h.677-81.
2. Mardi Santoso. Pemeriksaan fisik diagnostik. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.2-3
3. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.h.104-130, 142-3, 223-36, 239.
4. Mcphee SJ, Papadakis MA. Obstetrics and obstetric disorders. Lange Current Medical
Diagnosis. United States of America: McGraw-Hill Companies; 2010.p.724-5.
5. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.h.427-35.
6. Suci HK. Pentingnya Pemeriksaan Kehamilan. Edisi Juli 2010. Diunduh dari
http://www.tanyadokteranda.com/artikel/umum/2010/07/pentingnya-pemeriksaankehamilan. 25 Mei 2012.
7. Hacker NF, George MJ. Esensial obstetri dan ginekologi. Edisi ke 2. Jakarta: Hipokrates;
2001.h.3046.

18

8. Mokhtar Ristam. Sinopsis obsteri, obstetri fisologi obstetri patologi I. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994.h.2857.
9. Burnside JW, McGlynn TJ. Adams diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005.h.67-73.
10. Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu kebidanan, kandungan, dan keluarga berencana untuk bidan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998.h.229-31
11. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Pemeriksaan Labolatorium Hematologi Dasar. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran Ukrida; 2008.h.55-61, 69-75,88-91.
12. Joyce LeFever Kee. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h. 489-90, 671, 753-8.
13. Manuaba IBG, Manuaba AIC, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.h.456-60.
14. Cuningham FG, MacDonald PC, Gant NF. William obstetrics. 23 rd ed. United States of
America: McGraw-Hill; 2010.p.523-33.
15. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Johns hopkins manual of gynecology and
obstetrics. 3rd ed. Maryland: Johns Hopkins University School of Medicine; 2007.p.126-9.
16. Medina TM, Hill A.

Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and

Management. Am Fam Physician. 2006 Feb 15;73(4):659-664.

19

Anda mungkin juga menyukai